Anda di halaman 1dari 48

SUSPENSI

a. Farmakope Indonesia IV:


Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam
fase cair. (FI Ed. IV, 1995, hlm 18)

Suspensi Oral : sediaaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa cair
dengan bahan pengaroma yang sesuai, dan ditujukan untuk penggunaan oral.

b. Farmakope Indonesia III:

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa. (FI Ed. III, 1979, hlm 32)

c. USP XXVII, 2004, hal 2587

Suspensi oral : sediaan cair yang menggunakan partikel-partikel padat terdispersi dalam suatu
pembawa cair dengan flavouring agent yang cocok yang dimaksudkan untuk pemberian oral.

Suspensi topikal : sediaan cair yang mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam
suatu pembawa cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada kulit.

Suspensi otic : sediaan cair yang mengandung partikel-partikel mikro untuk pemakaian di luar
telinga.

d. Fornas Edisi 2 Th. 1978 hal 333


Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung obat padat, tidak melarut dan terdispersikan
sempurna dalam cairan pembawa, atau sediaan padat terdiri dari obat dalam bentuk serbuk halus,
dengan atau tanpa zat tambahan, yang akan terdispersikan sempurna dalam cairan pembawa
yang ditetapkan. Yang pertama berupa suspensi jadi, sedangkan yang kedua berupa serbuk
untuk suspensi yang harus disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.

I. 2 Keuntungan dan Kekurangan Sediaan (RPS, 1538-1539)


Keuntungan :

1. Baik digunakan untuk pasien yang sukar menerima tablet / kapsul, terutama anak-anak.
2. Homogenitas tinggi
3. Lebih mudah diabsorpsi daripada tablet / kapsul (karena luas permukaan kontak antara
zat aktif dan saluran cerna meningkat).
4. Dapat menutupi rasa tidak enak / pahit obat (dari larut / tidaknya)
5. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
6. Kestabilan rendah (pertumbuhan kristal (jika jenuh), degradasi, dll)
7. Jika membentuk “cacking” akan sulit terdispersi kembali sehingga homogenitasnya
turun.
8. Aliran menyebabkan sukar dituang
9. Ketepatan dosis lebih rendah daripada bentuk sediaan larutan
10. Pada saat penyimpanan, kemungkinan terjadi perubahan sistem dispersi (cacking,
flokulasi-deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi / perubahan temperatur.
11. Sediaan suspensi harus dikocok terlebih dahulu untuk memperoleh dosis yang
diinginkan.

Kekurangan :

I. 3 Macam-macam Suspensi

a. Berdasarkan Penggunaan (FI IV, 1995)

1. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa
cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk penggunaan oral.
2. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.
3. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel halus yang ditujukan
untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi
dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada mata.

Syarat suspensi optalmik :

– Obat dalam suspensi harus dalam bentuk termikronisasi agar tidak menimbulkan iritasi dan
atau goresan pada kornea.

– Suspensi obat mata tidak boleh digunakan bila terjadi massa yang mengeras atau
penggumpalan.

b. Berdasarkan Istilah
1. Susu, untuk suspensi dalam pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk
pemakaian oral. (contoh : Susu Magnesia)
2. Magma, suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya
mempunyai kecenderungan terhidrasi dan teragregasi kuat yang menghasilkan
konsistensi seperti gel dan sifat reologi tiksotropik (contoh : Magma Bentonit).
3. Lotio, untuk golongan suspensi topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit (contoh :
Lotio Kalamin)

c. Berdasarkan Sifat

1. Suspensi Deflokulasi

1. Partikel yang terdispersi merupakan unit tersendiri dan apabila kecepatan sedimentasi
bergantung daripada ukuran partikel tiap unit, maka kecepatannya akan lambat.
2. Gaya tolak-menolak di antara 2 partikel menyebabkan masing-masing partikel menyelip
diantara sesamanya pada waktu mengendap.
3. Supernatan sistem deflokulasi keruh dan setelah pengocokan kecepatan sedimentasi
partikel yang halus sangat lambat.
4. Keunggulannya : sistem deflokulasi akan menampilkan dosis yang relatif homogen pada
waktu yang lama karena kecepatan sedimentasinya yang lambat.
5. Kekurangannya : apabila sudah terjadi endapan sukar sekali diredispersi karena terbentuk
masa yang kompak.
6. f. Sistem deflokulasi dengan viskositas tinggi akan mencegah sedimentasi tetapi tidak
dapat dipastikan apakah sistem akan tetap homogen pada waktu paronya.

2. Suspensi Flokulasi

1. Partikel sistem flokulasi berbentuk agregat yang dapat mempercepat terjadinya


sedimentasi. Hal ini disebabkan karena setiap unit partikel dibentuk oleh kelompok
partikel sehingga ukurang agregat relatif besar.
2. Cairan supernatan pada sistem deflokulasi cepat sekali bening yang disebabkan flokul-
flokul yang terbentuk cepat sekali mengendap dengan ukuran yang bermacam-macam.
3. Keunggulannya :sedimen pada tahap akhir penyimpanan akan tetap besar dan mudah
diredispersi.
4. Kekurangannya : dosis tidak akurat dan produk tidak elegan karena kecepatan
sedimentasinya tinggi.
5. Flokulasi dapat dikendalikan dengan :
1. i. Kombinasi ukuran partikel
2. ii. Penggunaan elektrolit untuk kontrol potensial zeta.
3. iii. Penambahan polimer dapat mempengaruhi hubungan struktur partikel
dalam suspensi.

I. 4 Syarat Suspensi
a. Menurut FI IV, 1995

1. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara iv dan intratekal

1. Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu harus mengandung zat
antimikroba.
2. Suspensi harus dikocok sebelum digunakan
3. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.

b. Menurut FI III, 1979:

1. Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap


2. Jika dikocok, harus segera terdispersi kembali
3. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi
4. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
5. Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari suspensoid
tetap agak konstan untuk yang lama pada penyimpanan.(Ansel, 356)

c. Menurur Fornas Edisi 2, 1978

Pada pembuatan suspensi, untuk mencegah pertumbuhan cendawan, ragi dan jasad renik lainnya,
dapat ditambahkan zat pengawet yang cocok terutama untuk suspensi yang akan diwadahkan
dalam wadah satuan ganda atau wadah dosis ganda

I. 5 Penggunaan Suspensi dalam Farmasi

1. Beberapa orang terutama anak-anak sukar menelan obat yang berbentuk tablet / zat
padat. Oleh karena itu diusahakan dalam bentuk larutan. Kalau zat berkhasiat tidak larut
dalam air, maka bentuk suspensi-dimana zat aktif tidak larut-terdispersi dalam medium
cair merupakan suatu alternatif.
2. Mengurangi proses penguraian zat aktif didalam air. Untuk zat yang sangat mudah
terurai dalam air, dibuat bentuk yang tidak larut. Dengan demikian, penguraian dapat
dicegah. Contoh : untuk menstabilkan Oxytetrasiklin HCl di dalam sediaan cair,
dipakai dipakai garam Ca karena sifat Oxytetrasiklin yang mudah sekali terhidrolisis di
dalam air.
3. Kontak zat padat dengan medium pendispersi dapat dipersingkat dengan mengencerkan
zat padat medium dispersi pada saat akan digunakan. Contoh : Ampisilin dikemas dalam
bentuk granul, kemudian pada saat akan dipakai disuspensikan dahulu dalam medim
pendispersi. Dengan demikian maka stabilitas ampisilin untuk 7 hari pada temperatur
kamar masih dapat dipenuhi.
4. Apabila zat aktif sangat tidak stabil dalam air, maka digunakan medium non-air sebagai
medium pendispersi. Contoh : Injeksi Penisilin dalam minyak dan Phenoxy penisilin
dalam minyak kelapa untuk oral.
5. Sediaan suspensi yang terdiri dari partikel halus yang terdispersi dapat menaikkan luas
permukaan di dalam saluran pencernaan, sehingga dapat mengabsorpsi toksin-toksin atau
menetralkan asam yang diproduksi oleh lambung. Contoh Kaolin, Mg-Karbonat, Mg-
Trisilikat. (antasida/Clays)
6. Sifat adsorpsi daripada serbuk halus yang terdispersi dapat digunakan untuk sediaan yang
berbentuk inhalasi. Zat yang mudah menguap seperti mentol, Ol. Eucaliptus, ditahan
dengan menambah Mg-Karbonat yang dapat mengadsorpsi tersebut.
7. Dapat menutup rasa zat berkhasiat yang tidak enak atau pahit dengan lebih baik
dibandingkan dalam bentuk larutan. Untuk suspensi Kloramfenikol dipakai
Kloramfenikol Palmitas yang rasanya tidak pahit.
8. Suspensi BaSO4 untuk kontras dalam pemeriksaan X-Ray.
9. Suspensi untuk sediaan bentuk aerosol.

I.6 Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi (Lachman Practice, 479-491)

1. Kecepatan sedimentasi (Hk. Stokes)

Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai sebagai pegangan supaya
suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka :

1. Perbedaan antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil, dapat menggunakan
sorbitol atau sukrosa. BJ medium meningkat.
2. Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender / koloid mill
3. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.
4. Pembasahan serbuk

Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau surfaktan, misal : span dan
tween.

1. Floatasi (terapung), disebabkan oleh :


1. Perbedaan densitas
2. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan
3. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat diatasi dengan
penambahan humektan.

Humektan ialah zat yang digunakan untuk membasahi zat padat. Mekanisme humektan :
mengganti lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga zat mudah terbasahi. Contoh :
gliserin, propilenglikol.

1. Pertumbuhan kristal
Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila terjadi perubahan suhu
dapat terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat dihalangi dengan penambahan surfaktan.

Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal.

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi (Disperse system, Vol. I, 158)

1. gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit


2. pilih bentuk kristal obat yang stabil
3. cegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk pengecilan ukuran partikel
4. gunkan pembasah
5. gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums, dan lain-lain yang akan membentuk
lapisan pelindung pada partikel
6. viskositas ditingkatkan
7. cegah perubahan suhu yang ekstrim

Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal ::

1. keadaan super jenuh


2. pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat
3. sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif, dalam ukuran dan bentuk yang
bervariasi
4. keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent
5. kondisi saat proses pembuatan.
6. Pengaruh gula (sukrosa)
1. Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik
2. Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan suspending agent.
3. Konsentrasi gula yang besar juga dapat menyebabkan kristalisasi yang cepat
4. Gula cair 25 % mudah ditumbuhi bakteri, perlu pengawet. (tidak lebih dari 30 %;
hati-hati cap locking)
5. Hati-hati jika ada alkohol dalam suspensi
6. Metode dispersi : Deflokulasi dan Flokulasi
7. Pengaruh alat-alat pendispersi, menyebabkan :

Variasi pada ukuran partikel berhubungan dengan RPM Shearing Force

Variasi pada sifat-sifat suspensi

Variasi pada viskositas pembawa, berhubungan dengan hidratasi suspending agent.

Partikel
+ wetting agent

Dispersi homogen

Suspending agent + Zat untuk flokulasi + Zat untuk flokulasi

(non-elektrolit)

Suspensi Deflokulasi Suspensi terflokulasi + Suspending agent

Suspensi terflokulasi

1.7. Formula Sediaan Suspensi

1.7.1 Sifat Fisik Untuk Formulasi Suspensi yang Baik

1. Suspensi harus tetap homogen pada suatu perioda, paling tidak pada perioda antara
pengocokan dan penuangan sesuai dosis yang dikehendaki.
2. Pengendapan yang terjadi pada saat penyimpanan harus mudah didispersikan kembali
pada saat pengocokan.
3. Suspensi harus kental untuk mengurangi kecepatan pengendapan partikel yang
terdispersi. Viskositas tidak boleh terlalu kental sehingga tidak menyulitkan pada saat
penuangan dari wadah.
4. Partikel suspensi harus kecil dan seragam sehingga memberikan penampilan hasil jadi
yang baik dan tidak kasar.

Yang Harus Diperhatikan :


1. Untuk membuat sediaan suspensi dibutuhkan beberapa bahan pembantu. Pemilihan
bahan pembantu didasarkan pada kesesuaian dan juga bentuk fisik campuran serbuk yang
dibutuhkan.
2. Bahan pembantu yang digunakan sebaiknya seminimal mungkin. Semakin banyak jenis
bahan pembantu, semakin banyak masalah yang timbul, seperti masalah
inkompatibilitas. Karena itu sedapat mungkin eksipien yang digunakan benar-benar
dibutuhkan dalam formulasi. Akan lebih baik jika menggunakan eksipien yang dapat
berfungsi lebih dari satu macam.

1.7. 2 Formula Umum

A. Zat aktif
B. Bahan tambahan :

1. bahan pensuspensi (suspending agent)


2. dapar atau acidifer
3. bahan pembasah (wetting agent)/humektan
4. antioksidan
5. pemanis
6. anticaking
7. pewarna
8. flavour
9. floculating agent
10. pewangi
11. antibusa (antifoaming)
12. pengawet
13. pengawet

1. Bahan pembawa : air, sirup, dll

B. Bahan Tambahan

a. Bahan pensuspensi / suspending agent (Art of Compounding, hlm 300)

Fungsi : Memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah


penggumpalan resin dan bahan berlemak
Cara Kerja : meningkatkan kekentalan. Kekentalan yang berlebihan akan mempersulit
rekonstitusi dengan pengocokan. Suspensi yang baik mempunyai kekentalan yang sedang dan
partikel yang terlindung dari gumpalan/aglomerasi. Hal ini dapat dicapai dengan mencegah
muatan partikel, biasanya muatan partikel ada pada media air atau sediaan hidrofil.

Faktor pemilihan suspending agent

1. Penggunaan bahan (oral / topikal)


2. Komposisi kimia
3. Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)
4. Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent.

Penggolongan Suspending Agent:

I. Golongan Polisakarida

1. Gom Akasia = Gom Arab

(FI III, 279; US Dispensatory,1; Martindale 28th ed., 948; Excipients 02, 1; USP 1985,1528;
Husa’s, 161-163; Cooper & Gunn, 103-104; Aulton Pharm. Practice,100; Aulton,Pharm. Design
Form, 275)

Gom akasia adalah eksudat gom arab yang diperoleh dari batang dan dahan pohon Acacia
senegal wild, dan beberapa spesies. Akasia termasuk suspending agent yang berasal dari alam
dan mengandung enzim pengoksidasi, sehingga akasia kurang cocok untuk digunakan dalam
sediaan farmasi yang mengandung zat aktif yang mudah teroksidasi. Enzim ini dapat diinaktivasi
dengan pemanasan pada suhu 100oC. Sebagai suspending agent yang baik, sering dikombinasi
dengan bahan pengental yang lain seperti campuran serbuk Tragakan BP yang mengandung
akasia 20 %, trgakan 15%, starch 20% dan sukrosa. Karena kekentalannya, akasia jarang
dgunakan dalam sediaan eksternal.

Musilago akasia memiki viskositas yang paling baik pada range pH 5-9. Dibawah pH 5 dan
diatas pH 9, viskositas akan menurun dengan tajam. Misilago akasia 35% mempunyai viskositas
yang kurang lebih sama dengan gliserin.

Kelarutan : mudah larut dalam air (1 g dalam 2,7 g air) menghasilkan larutan yang kental dan
tembus cahaya, praktis tidak larut dalam etanol 95%P, kloroform, eter, gliserol, dan propilen
glikol (1 g dalam 20ml) dan minyak-minyak. Larut dalam 1 :20 bagian gliserin.
Keasaman dan kebasaan : larutan jenuh dalam air bereaksi terhadap lakmus, jika diencerkan
dengan air lalu dibiarkan tidak terjadi pemisahan endapan. pH 4,5-5 (larutan 5% b/v).

Bobot Jenis : 1,35-1,49

Sterilisasi : autoklaf

OTT : alkohol, adrenalin, amidopyrine, apomorpin, bismut subnitrat, boraks, krosol, eugenol,
morfin, fenol, garam ferri, tanin, thymol, vanilin, merkuroklorida, fisostigmin, Na silikat, logam
berat da alkaloid.

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik, tempat kering. Larutan dapat terurai oleh bakteri
atau enzim, akasia serbuk halus diawetkan dalam wadah tertutup.

Keamanan : akasia aman untuk penggunaan umum sebagai zat aditif makanan (FDA).
Meskipun aman digunakan, tetapi ada batasan jumlah yang menyebabkan reaksi alergi pada
manusia. Tidak digunakan untuk penggunaan parenteral karena menyebabkan bahaya arabinosis.

Penggunaan :

Akasia bentuk kental dalam air digunakan dengan tragakan sebagai suspending agent dalam
tinktur resin. Serbuk akasia digunakan sebagai emulsifying agent untuk emulsi oral (1 bagian
akasia dicampur dengan 4 bagian minyak atau parafin liq dan dengan 2 bagian air membentuk
suatu emulsi primer.

OTT : Akasia inkompatibel dengan aminopirin, kresol, etanol (95%), asam2 feri, morfin, fenol,
fisostigmin, tanin, timol, dan vanilin. Banyak jenis garam dapat menurunkan viskositas larutan
akasia, sementara garam trivalen dapat menyebabkan koagulasi. Dalam sediaan emulsi, larutan
akasia OTT dengan sabun.

2. Tragakan

(FI III, 612; US Dispensatory 27th,1204-1205; Martindale 28th,962; Excipients, 331;Exipients


02,603; RPS, 1247; Husa’s, 163-164, Cooper & Gunn 12th, 104-105; Aulton Pharm. Practice,
100; Aulton The Science of.., 275)

Tragakan adalah eksudat gom kering yang diperoleh dengan penorehan batang Asragalus
gummifer Labill dan spesies Astragalus lain. Tragakan memiliki kemampuan membentuk gel,
maka tragakan lebih baik daripada akasia sebagai pengental. Digunakan dalam bentuk serbuk
atau mucilago atau campuran serbuk Tragakan BP untuk mensuspensikan serbuk yang sukar
berdifusi. Jumlah yang cocok untuk 100 ml suspensi adalah 0,2 g serbuk tragakan, 2-4 serbuk
campuran atau kira-kira 25 ml musilago. Bila digunakan dengan dikombinasi dengan akasia,
maka pembawanya hanya boleh air atau air kloroform.

Tragakan menghasilkan mucilago yang kurang lengket dibandingkan dengan akasia, karena itu
lebih cocok untuk penggunaan obat luar, seperti : jelly, lotion, pasta, krim.

Tragakan yang tidak larut terhidratasi agak lambat oleh karena itu lebih baik jika didiamkan
dahulu selama beberapa hari sebelum digunakan untuk meningkatkan viskositasnya. Untuk
mempercepat hidratasi, maka bentuk granul tragakan harus dititrasi dalam mortir.

Kelarutan : agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang menjadi massa yang homogen,
lengket dan seperti gelatin. Jika dikocok dengan berlebih, massa ini akan membentuk campuran
yang seragam , tetapi jika didiamkan satu atau dua hari akan terjadi pemisahan yang akan
memberikan bagian yang terlarut pada lapisan supernatan. Tragakan praktis tidak larut dalam
alkohol.

Sifat fisika : 1 g serbuk ditambahkan dalam 50 ml air akan mengembang menjadi bentuk yang
halus, hampir seragam, berbentuk mucilago yang bening, 0,5% larutan menunjukkan range
viskositas 120-600 cps tergantung kepada tipe tragakan.

Stabilitas dan penyimpanan : bentuk serbuk dan bentuk tetesan tragakan, stabil jika disimpan
dalam wadah kedap udara. Gel tragakan dapat disterilkan dengan otoklaf. Dapat
dikontaminasikan dengan spesies enterobacter. Oleh karena itu larutannya harus diberi pengawet
yang sesuai.

OTT : dapat menurunkan kemampuan antimikroba pengawet benzalkonium klorida,


klorbutanol, dan metilparaben, beberapa fenol, dan fenilmerkuri asetat. Pada pH<5 , tragakan
kompatibel dengan pengawet asam benzoat, klorbutanol, metilparaben. Penambahan mineral
kuat dan asam organik dapat menurunkan viskositas dispersi tragakan. Viskositasnya diturunkan
pula dengan adanya alkali atau NaCl jika dispersi dipanaskan. Tragakan kompatibel dengan
garam konsentrasi tinggi dan banyak suspending agent lain saperti akasia, CMC, starch, dan
sukrosa. Dengan adanya 10% FeCl3 akan menyebabkan pengendapan, perubahan warna menjadi
kuning.

Sterilisasi : otoklaf

pH : musilago tragakan memiliki pH 5-6 untuk 1% b/v dispersi.

Penggunaan : tragakan membentuk larutan yang kental atau gel dengan adanya air. Kekentalan
tergantung pada konsentrasi yang digunakan. Dalam bentuk terdispersi, bubuk tragakan mula-
mula akan terdispersi dalam “distributing agent” seperti alkohol, minyak dan gliserol.

Digunakan sebagai suspending agent dalam lotion, mikstura, dan sediaan tidak larut lainnya.

Catatan :
Bi-subnitrat membentuk gel dengan tragakan. Penambahan 0.1% tri-Na-fosfat atau Na-sitrat ke
dalam 1% musilago tragakan dapat mencegah pembentukan gel. Garam Bi lainnya tidak
membentuk gel dengan tragakan.

Dalam 6% musilago tragakan dapat digunakan untuk suspensi dalam jelly Efedrin Sulfat dan
campuran Kaolin-Pektin.

Penambahan mineral dan asam-asam organik yang banyak dapat menyebabkan viskositas
dispersi tragakan berkurang.

3. Na-alginat (Sodium alginat/sodium salt/sodium polymannuronate)

(Excipients, 257;Exipients 02,543; Phrm. Dispensing, 164-165; Cooper & Gunn 12th, 106;
Aulton Pharm. Practice, 101; Aulton The Science of…, 257)

Na-alginat cocok untuk penggunaan internal (garam alginat dengan pelarut organik tidak
digunakan). Kegunaan utama dalam bidang farmasi adalah sebagai zat pengental dan stabilisator
suspensi.

Kelarutan : larut dalam air secara perlahan-lahan (1:20) merupakan larutan koloidal yang viskos
berwarna putih sampai coklat kekuningan. Praktis tidak larut dalam alkohol, kloroform, eter, dan
larutan yang mengandung lebih 30% alkohol. Na alginat diendapkan dari larutan dispersinya
oleh koloidal (kira-kira 30-50%) tergantung pada tipe dan konsentrasi alginat. Tak larut dalam
larutan asam (pH lebih rendah dari 4).

pH : 7,2 untuk larutan 1% b/v.

Viskositas : terdapat berbagai kualitas Na alginat dimana air mempunyai viskositas yang
bervariasi antara 200-400 cps dalam larutan 1% pada suhu 20o. Gel padat yang immobil oleh
larutan Na alginat 5% dalam air. Viskositas maksimum sekitar pH 7 dan pH 4-10 viskositasnya
menurun sekitar 10%. Konsentrasi rendah dari elektrolit meningkat viskositas. Larutan yang
lebih encer mempunyai viskositas seperti mucilago. Viskositas dapat meningkat dengan
penambahan 0,3% Ca sitrat, sebelumnya dicampur dengan sedikit air. Konsentrasi elektrolit yang
tinggi dapat menyebabkan peningkatan viskositas sampai terjadi penggaraman Na alginat.
Penambahan alkohol 10% atau gliserin 20% dapat menstabilkan viskositasnya, tetapi konsentrasi
yang lebih tinggi (sekitar 30-70%) menyebabkan flokulasi. Penggaraman terjadi pada
konsentrasi NaCl lebih dari 4%.

Stabilitas : larutan stabil pada pH 4-10. sterilisasi Na alginat dengan otoklaf, sedemikian juga
larutannya, terjadi kehilangan viskositas tergantung adanya senyawa-senyawa dalam larutan.

OTT : derivat akridin, kristal violet, fenil merkuri asetat, fenil merkuri nitrat/asetat, garam Ca
logam berat, alkohol dengan konsentrasi di atas 5%. Ion logam, logam alkali, amonium besi,
magnesium mengentalkan musilago, membentuk alginat yang tidak larut.
Penyimpanan : wadah kedap udara. Sebaiknya larutan tidak disimpan dalam wadah logam.

Pengawet : untuk pemakaian luar ditambahkan klor kresol 0,1% klorosilenol 0,1% ester dari
asam p-hidroksi benzoat dan asam benzoat jika medium asam.

4. Starch (Amylum)

Starch kadang-kadang digunakan dengan suspending agent yang lain karena viskositas
msilagonya yang tinggi. Starch merupakan komponen dari campuran serbuk tragakan BP. Dapat
digunakan dengan CMC-Na. Na starch glikolat (eksplotab, primogel) merupakan turunan pati
kentang ynag telah dievaluasi untuk digunakan pada suspensi. Musilago yang terdiri dari 2,5%
starch dalam air menghasilkan produk yang kental.

Stabilitas dan Penyimpanan : Strach kering yang tidak dimasak cukup stabil selama
penyimpanan jika dilindungi dari kelembaban yang tinggi dari kelembaban yang tinggi.
Penyimpanan dalam tempat yang sejuk, kering dalam wadah kedap udara. Larutan starch yang
dimasak atau pasta secara fisika dan tidak stabil dan mudah diserang oleh mikroorganisme
menjadi bermacam-macam turunan strach dan “starch yang termodifikasi” dengan sifat fisika
yang unik.

OTT : –

Keamanan : Starch merupakan senyawa makanan yang dapat dimakan yang dikenal secara luas
keamanannya.

Perhatian khusus : Simpan dalam tempat yang bersih, kering dan ruangan berventilasi baik.

Penggunaan dalam farmasi : pengisi, pengikat, penghancur/desintegran.

5. Karagen (Chondrus extract)(Martin Disp. Of Medication, 543-544; RPP, 255)

Kelarutan : semua karagenan terbasahi oleh air, tapi hanya lamda karagenan dan natrium
karagenan yang larut sempurna.

Sifat-sifat bahan : ekstrak dari chondrus yang dinamakan carrageen merupakan senyawa
anionik. Dispersi cairannya mempunyai pH 7-9, tetapi pH stabilitasnya antara 4,5-10. Panas
dapat merusak carrageen, walaupun pemanasan singkat pada pH diatas 6 dapat diabaikan. Efek
kerusakan bertambah dengan turunannya pH di bawah 6. Ekstrak chondrus hamir larut sempurna
dalam 100 bagian air pada 85oC membentuk suatu larutan koloidal viskous yang mudak mengalir
pada suhu tersebut. Carrageen tidak larut dalam alkohol, tapi dapat bercampur dengan alkohol
sampai kosentrasi 20%. Makin banyak alkohol yang ditambahkan, viskositas cairan terdispersi
makin meningkat. Pada kosentrasi alkohol di atas 20% akan terbentuk suatu gel dengan cepat,
dan di atas 40% dapat mengendapkan carrageen. Carrageen mudah terhidrasi dalam air panas
dimana akan membentuk sistem ”transculent straw colorade”. Pengadukan secara mekanik dapat
menyebabkan hidrasi dipermudah tampa adanya panas.

Kegunaan : ekstrak chondrus banyak digunakan dalam makanan seperti : puding, es krim,
eggnog dan jelly sebagai pengental dan pensuspensi. Juga sering digunakan dalam obat dan
kosmetik.Contoh sediaan yang mengandung ekstrak chondrus diantaranya : lotion keriting
rambut, maskara, pasta gigi, suspensi kalamin, suspensi sulfonamida, suspensi titanium dioksida.

Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan sebaiknya di
tempat yang dingin.

6. Xanthan Gum (Polysaccharide B-1459 / Corn Sugar Gum)

(Aulton Pharm. Practice, 101,Exipient 02,691)

Polisakarida semisintetik, terdiri dari garam natrium, kalium atau kalisum dari polisakarida
dengan BM tinggi yang diasetilase secara parsial.

Pemerian : serbuk berwarna, larut pada air panas/dingin.

Pada konsentrasi 0,5% menghasilkan produk kental dan menunjukkan sedikit perubahan pada
interval suhu dan pH yang cukup besar. Pada kosentrasi 1% baru ditambah pengawet yang
sesuai.

Fungsi : Stabilizing agent; suspending agent; viscosity-increasing agent.

Penggunaan Farmasetik: pencampuran suspending agent anorganik tertentu seperti;magnesium


aluminum silicate, or organic gums akan memeberikan effek rheologl yang sinergis. Pada
umumnya perbandingan pencampuran antara xanthan gum dengan magnesium aluminum silicate
1:2 sampai 1:9 memberikan hasil yang maksimal Efek sinergis yang optimum juga diperoleh
melalui perrbandingan Xantan : Guar gum 3:7 dan 1: 9.

7. Guar Gum (Guar Flour) (Martindale 28th, 945-955; Excipients, 228)

Sifat fisika : merupakan dispersi koloidal yang viokous (larutan) yang terhidrasi dalam air
dingin. Kecepatan hidrasi optimum pada pH 7,5-9. Viskositas larutan 1% ialah 2000-2500 cps
dan merupakan aliran tiksotropik. Serbuk halus lebih sukar didispersikan. Untuk
mengembangkan viskositas yang maksimum diperlukan waktu 2-4 jam dalam air pada suhu
kamar.
pH stabilitas : 1-10,5. pada pH 3,5-4,5 viskositasnya kurang. Viskositas max pada pH 7,5-9

Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan yang lama akan menurunkan viskositas. Simpan
dalam wadah tertutup baik.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut organik. Dalam air dingin dan panas, guar gum
terdispersi. Dan mengembang membentuk sol tiksotropik, dan kental. Kecepatan hidrasi
optimum terjadi pada pH 7,5-9. Serbuk yang sangat halus mengembang lebih cepat dan lebih
sulit untuk didispersikan. Didiamkan dalam suhu kamar selam 2-4 jam akan menghasilkan
viskositas yang maksimum.

Pengawetan : stabilitas terhadap bakteri dapat ditingkatkan dengan penambahan campuran


0,15% metil paraben dan 0,02% propil paraben atau dengan 0,1% asam benzoat atau Na
pentaklofenat.

OTT : guar gum tidak tersatukan dengan aseton, alkohol, tanin, asam,/basa kuat. Ion borat akan
mencegah hidrasi dari dispersi guar dalam air. Penambahan ion borat untuk menghidrasi larutan
menghasilkan struktur gel yang kohesif yang dapat mencegah hidrasi yang lebih lanjut. Gel
tersebut dapat dicairkan dengan menurunkan pH dibawah 7

Keamanan : aman digunakan.

Efek Samping : seperti halnya dengan CMC. Dalam jumlah besar secara temporer dapat
menyebabkan peningkatan flatulensi, distensi, obstruksi usus, dan obstriksi osofagus.

Kontra indikasi : tidak boleh digunakan intuk pasien yang mengalami obstruksi sal usus. Harus
digunakan dalam keadaan mengandung air untuk menghindari kekerasan feces atau obstruksi
eosefagus.

Penggunaan : guar gum dipakai sebagai pengental dan sebagai stabilistaor dalam emulsi. Emulsi
yang dibuat dengan akasia dapat distabilkan dengan baik dengan menambahkan gom guar 1%.
Gom guar merupakan suspending agent yang kurang baik untuk serbuk yang tidak larut. Guar
Gum dapat di campurkan penggunaannya dengan tanaman hydrokoloid lain seperti tragakan

II.Turunan Selulosa

1. Metilselulosa

(Martindale 28th, 947; RPS, 1245; Excipients,386; Cooper & Gunn, 107; Aulton Pharm
Practice,

101; Aulton The Sciencdee of.., 276)


Merupakan polimer selulosa rantai panjang yang rata-rata memiliki dua gugus hidroksik pada
setiap unit heksosa yang termetilasi. Variasi bahan dipasaran berbeda dalam tingkat
substitusinya dan panjang rantai selulosenya. Bahan yang rantainya panjang paling kental. Ada
4 tipe metil

selulosa yang umum yaitu : MC 20 BPC, 425 BPC, 2500 BPC, dan 4500 BPC. Nomor-nomor
tersebut menandakan perkiraan kekentalannya dalam senti stokes dari 2 % musilago. Kelas yang
viskositasnya tinggi (2500, 4500) digunakan sebagai pengental dan pendispersi. Dipasaran
dikenal dengan nama metosel.

Ada dua jenis metosel, yaitu :

1 .Metosel MC (metil eter), dan

2. Metosel HG (campuran metil dan hidroksi propil eter selulosa)

Metil selulosa dengan nomor yang rendah larut dalam air, sedangkan metil dengan kelas
viskositas yang tinggi membentuk gel lunak pada suhu kamar.

Kelarutan : Larut di air dingin tetapi tidak larut dalam air panas. Tidak larut dalam eter,
alkohol, dan kloroform. Larut dalam asam asetat glasial dan dalam campuran alkohol dan
kloroform dengan perbandingan sama, tidak larut dalam air panas, dalam larutan jenuh garam.

Jenis-jenis metilselulosa :

a. Metil selulosa 20 : mengandung 26 – 32 % group methoksil dan viskositas larutan 2 %


adalah 17 – 23 centistokes pada 20o C.

b. Metil selulosa 450 : mengandung 26 – 32 % group methoksil dan larutan 2 % pada 20o C
mempunyai viskositas 350 – 450 centistokes.

c. Metil selulosa 2500 : mengandung 27 – 29 % group methoksil dan larutan 2 % pada 20o C
mempunyai viskositas 2200 centistokes.

d. Metil selulosa 4500 : mengandung 27 – 29 % group methoksi dan larutan 2 % pada 20o C
mempunyai viskositas 4000 – 5000 centistokes.

OTT : metilselulosa OTT dengan amin akrine hidroklorida, kolesterol, merkuri klorida, fenol,
resorsinol, asam tanat, dan perak nitrat. Biasanya ketidaktersatuannya ditunjukkan oleh
kekeruhan dan hilangnya viskositas.
Stabilitas : Pada pemanasan mula-mula viskositas musilago menurun. Dan kemudian pada
saat suhu meningkat molekul metil selulosa ini perlahan-lahan terhidratasi sampai terbentuk
dispersi pada suhu sekitar 50oC. Pada pendinginan, gel berubah menjadi padat dan viskositasnya
kembali ke normal. Penurunan viskositas yang diakibatkan pemanasan akan bertambah besar
dengan adanya asam daripada dalam basa. Viskositas dapat berubah juga tanpa pemanasan.
Perubahan ini disebabkan adanya asam atau basa. Walaupun musilago kurang / tidak mudah
terserang mikroba, pada pembuatannya harus ditambahkan pengawet, misalnya fenil merkuri
nitrat 0,001 %. Pilih pengawet non ionik sehingga stabil pada range pH yang lebar.

Penggunaan : Metil selulosa digunakan dalam farmaseutik dan terapeutik.


Dalamfarmaseutik, metilselulosa digunakan sebagai zat pendispersi dan pengental, emulgator
dan pembasah. Hal ini terutama digunakan dalam obat tetes mata, tetes hidung, kosmetik, pasta
gigi dan sediaan cair lain, misalnya suspensi dan emulsi. Dalam terapeutik, MC sebagai laksatif
pada konstipasi kronik. MC dapat digunakan untuk sediaan internal atau eksternal.

2. CMC Na

(US Dispensatory 27th, 1049; Martin Disp.of Medication, 546-547, 553; Art of Compounding,
301,305,307; Martindale 28th, 950-951; Lyman’s Textbook of Pharm. Compounding &
Dispensing, 239-240; Excipients, 45; Cooper & Gunn, 107; Aulton Pharm.Practice, 101; Aulton
The Science of.., 276)

Kelarutan : Larut dalam air (pada semua temperatur), memberikan larutan jernih, praktis
tidak larut dalam pelarut organik.

pH : 1 % larutan dalam air mempunyai pH 6 – 8,5. Stabil pada range pH 5 – 10. Viskositas
musilago CMC Na menurun drastis pada pH < 5 atau pH > 10. Musilago lebih peka terhadap
perubahan pH daripada metilselulosa.

Stabilitas : terhadap panas, CMC Na dapat disterilisasi dalam keadaan kering dengan
mempertahankan suhu pada 160oC selama 1 jam, tetapi akan terjadi penurunan viskositas secara
perlahan-lahan dan sifat-sifat larutan yang dibuat dari bahan yang telah disterilkan memburuk.

Sterilisasi larutan dengan pemanasan juga menyebabkan penurunan viskositas, tetapi hal ini tidak
terlalu dipermasalahkan. Bila suatu larutan dipanaskan dalam autoklaf pada 125o C selama 15
menit dan dibiarkan menjadi dingin, viskositas menurun sekitar 25 %. Karenanya, bila
menghitung jumlah CMC Na yang akan dipakai dalam sediaan yang akan disterilkan hal ini
harus dipertimbangkan.

OTT : CMC Na adalah anionik, maka tidak tersatukan dengan kationik seperti akriflavine,
gentian violet, thiamin, Pharmagel A, germisida kuarterner, alkaloid, hampir semua antibiotik
dan logam berat (seperti Al, Zn, Hg, Ag, Fe), CMC Na tidak tersatukan dengan larutan asam
kuat, FeCl3 (garam-garam besi yang larut air), alumunium sulfat dan banyak elektrolit.

Keamanan : CMC Na adalah zat yang non toksik

Kegunaan : CMC Na digunakan untuk suspending agent dalam sediaan cair (pelarut air) yang
ditujukan untuk pemakaian eksternal, oral atau parenteral. Juga dapat digunakan untuk penstabil
emulsi dan untuk melarutkan endapan yang terbentuk bila tinctur ber-resin ditambahkan ke
dalam air. Untuk tujuan-tujuan ini 0,25 % – 1 % atau 0,5 % – 2 % CMC Na dengan derajat
viskositas medium umumnya mencukupi.

3. Avicel

(Excipients,108; Cooper& Gunn, 108; Aulton The Science of…, 276)

Ada dua bentuk avicel yang digunakan dalam bidang farmasi, yaitu yang dapat membentuk
dispersi koloid dalam air dan yang tidak terdispersi dalam air. Bentuk yang pertama digunakan
sebagai suspending agent, sedang bentuk yang kedua digunakan sebagai pengikat, pengisi,
penghancur dan pelincir pada sediaan padat (tablet).

Kelarutan : Tidak larut dalam air, pelarut asam dan pelarut organik lainnya, agak sukar larut
dalam NaOH (1 : 20)

pH stabilitas : 5,5 – 7

Stabilitas dan penyimpanan : stabil, higroskopik, simpan dalam wadah tertutup rapat.

Kecepatan hidrasi : dengan penambahan CMC Na atau Hypromellose

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.

Sifat Aliran : tiksotropik pada konsentrasi lebih dari 2 %

Kadar pemakaian : sebagai suspending agent lebih besar atau sama dengan 2 %

Keamanan : aman

OTT : HCl, HgCl, AgNO3, fenol, asam tanat.

Penggunaan dalam farmasi : pengikat tablet, pengisi (granulasi basah 5 – 20 %), penghancur
tablet 5 – 15 %, glidan tablet 5 – 15 %, antiadheren 5 – 20 %. Pengisi kapsul 10 – 30 %, tidak
digunakan sebagai adsorben.
Sifat aliran dari dispersi avicel dapat diperbaiki dengan menambahkan hidrokoloid seperti :
CMC, metil selulosa, hidroksi propil selulosa yang dapat menstabilisasi dispersi untuk melawan
efek flokulasi karena penambahan elektrolit.

4. Hidroksi Etil Selulosa

(RPS, 1245; Martindale 28th, 947,953; Martin Disp. of Medication, 547, 552-555,553;
Excipients, 283; Husa’s, 167)

Kelarutan : Larut dengan mudah dalam air dingin/panas menghasilkan larutan yang larut
sempurna, halus, viskous, larut secara parsial dalam asam asetat, tidak larut dalam sebagian besar
pelarut organik.

pH stabilitas : 2 – 12

Penyimpanan : disimpan dalam wadah tertutup rapat, kering untuk menghindari kenaikan
kelembaban.

OTT : kompatibel sebagian dengan komponen larut air seperti casein, starch, metil selulosa,
polivinyl alkohol dan gelatin. Inkompatibel dengan zein. Hidroksietil selulosa dapat digunakan
dengan berbagai variasi pengawet yang larut air. Hidroksietil selulosa dapat membuat larutan
mengalami salting out seperti pelarut organik.

Stabilitas : Viskositas hidroksietil selulosa ditandai oleh suatu angka (dalam cps) dari larutan
2 %. Seperti hidrokoloid nonionik lainnya, hidroksietil selulosa membentuk dispersi yang
kental dalam air yang tidak dipengaruhi pH 4 – 10. Dengan makin besarnya BM hidrokoloid,
makin sensitif dispersi terhadap pH. Pada pH diatas 10, viskositas menurun drastis tapi
reversibel. Semakin asam larutan, viskositas menurun perlahan tapi irreversible. Efek garam
pada sifat aliran hidroksietil selulosa dapat diabaikan. Tidak seperti metil selulosa, hidroksietil
selulosa tidak mengendap dalam air bila suhu dinaikkan. Hidroksietil selulosa sedikit larut dalam
alkohol tapi tersatukan, misalnya 1 % dispersi WP 4400 tersatukan dalam alkohol 82 % dan
dalam konsentrasi gliserin yang lebih besar. Surfaktan yang dilarutkan dalam air sebelum
penambahan hidrokoloid akan mempercepat hidrasi dan memudahkan penyebaran sediaan krim
atau lainnya pada permukaan kulit. Hanya sedikit surfaktan yang digunakan untuk keperluan ini
dan surfaktan yang ditambahkan harus non ionik juga. Semua turunan selulosa dapat dirusak
oleh mikroorganisme.

Penggunaan : menyerupai CMC Na karena merupakan eter selulosa, perbedaannya ialah


nonionik dan larutan ini tidak dipengaruhi pada beberapa kasus. Digunakan dalam bidang
farmasi sebagai pengental, koloid pelindung, pengikat, penstabil, dan suspending agent dalam
emulsi, jelly dan ointmen, lotion, ophtalmic, solution, suppositoria, tablet, shampoo, hair sprays,
penetralisir, krim, lotion.
III.Golongan Clay

1. Bentonite ( HPE, 4th ed.,2003,43; Martindale 33th,1499;Husa’s, 168; Aulton The Science
of…, 277; Art of Compounding, 304; CMN)

Sumber : dari alam.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam larutan air (aqueous solution), tetapi
mengembang menjadi massa yang homogen dan menempati kurang lebih 12 kali volume serbuk
keringnya. Praktis tidak larut dan tidak mengembang dalam pelarut organik.

pH : larutan 2 % b/v (suspensi dalam air) 9,5 – 10,5

OTT : dengan elektrolit kuat, partikel atau larutan yang bermuatan positif (kationik),
“sulphurated potash” dan acriflavine HCl. Bentonit yang terdispersi akan terendapkan oleh
adanya asam (karena dispersinya bersifat basa) dan oleh adanya alkohol. Pada sediaan
antibakteri yang mengandung bentonit menunjukkan bahwa antibakteri yang kationik akan
diinhibisi (di inaktivasi) oleh bentonit dalam suspensi air, tetapi tipe antibakteri anionik dan
nonionik tidak dipengaruhi. (HPE, 4th ed. 2003,43). Inaktivasi ini terjadi karena pertukaran
kation.

Stabilitas : Bentonit stabil terhadap suhu tinggi (lebih kecil dari 400o C). Dapat disterilisasi
panas. Untuk serbuk disterilisasi pada suhu 170o C selama 1 jam setelah dikeringkan 100o C.
Suspensinya dalam air disterilisasi pada autoklaf.

Sifat aliran : tiksotropik (Art of Compounding) untuk suspensi 4 % b/v yang membentuk gel
dan akan lebih cair bila dikocok (terjadi tanpa pemanasan). Untuk mencapai viskositas 800 cps
(20o C) yaitu viskositas yang baik untuk suspensi diperlukan konsentrasi 6,3 % b/v.

pH stabilitas : 3 – 10 (Art of Compounding)

Penggunaan : Bentonit akan menyerap air membentuk sol atau gel tergantung konsentrasinya.
Bentuk sol cocok untuk suspending agent. Bentuk gel dipakai untuk basis salep atau krim.
Penggunaan ini mempunyai pH = 9. Bentuk gel akan sangat berkurang dengan adanya asam dan
meningkat dengan penambahan basa seperti Mg-oksida. Dalam bentuk sol atau gelnya dalam air,
bentonit bermuatan negatif dan akan mengalami flokulasi bila ditambahkan elektrolit atau
suspensi bermuatan positif. Sifat ini menyebabkan kadang-kadang bentonit digunakan dalam
penjernihan cairan-cairan yang keruh. Sebagai serbuk suspending dalam sediaan cair dan untuk
membuat basis krim yang mengandung emulgator yang sesuai sebagai emulgator o/w (seperti
emulsifying wax, self emulsifying gliseril monostearat). Konsentrasi bentonit 2 % sudah cukup.
Sebagai basis yang lain 10 – 20 % bentonit dan 10 % gliserin.

Pengembangan : Van Duin, jika bentonit dicampur dengan air akan terbentuk suatu massa
seperti salep. Salep-salep yang hanya terdiri dari bentonit dan air tidak tahan lama. Salep ini
selalu memisahkan air, maka sering ditambahkan zat-zat lemak (seperti vaselin). Baru bentonit
magma : bentonit dalam air 5 % b/v baik digunakan untuk dispensing dan biasanya dibuat
persediaan. Jumlah yang biasa digunakan adalah 40% bentonit magma (Art of Compounding).

Bentonit sering digunakan sebagai sediaan eksternal. Untuk tujuan pemakaian luka, serbuk
bentonit harus disterilisasi dulu sebab bentonit kemungkinan mengandung sesepora bakteri
tetanus. Digunakan pula sebagai suspending agent pada lotion calamine dan mixtura chalk.

Spesifikasi : untuk penggunaan pada produk farmasi adalah bentonite pharmaceutical grade.
Ini masih sulit ditemukan, yaitu yang berwarna tidak menyolok. Technical grade sudah banyak
digunakan untuk industri lain. Bentonite yang hampir putih ditemukan di Italia dan digunakan
sebagai standar oleh USP.

Penyimpanan : bentonite bersifat higroskopis dan menyerap kelembaban udara. Simpan


dalam wadah tertutup rapat.

Penggunaan dalam farmasi : suspending agent 0,5 – 5 %, emulsion stabilizer 1 %, adsorbent


1 – 2 %.

2. Alumunium-Magnesium Silikat (Veegum) (HPE, 4th ed. 2003,43; Husa’s, 169;Art of


Compounding, 303))

Asal : dari alam

Dispersi 5% veegum lebih kental daripada 5 % bentonit dan dispersinya bersifat basa. Dispersi
4% dalam air memiliki pH kira-kira 9.

Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, tetapi dapat membentuk suatu dispersi koloid
tiksotropik, praktis tidak larut dalam pelarut organik. Bisa tercampurkan dengan menggunakan
alkohol sampai 40%.

pH stabilitas : 3-11 (Art of Compounding, 303)

Sifat aliran : Tiksotropik. Dispersi dalam air pada konsentrasi 1-2 % membentuk suspensi
koloidal tipis. Pada konsentrasi 3 % atau lebih tinggi, dispersi tidak tembus cahaya (“opaque”).
Pada konsentrasi meningkat diatas 3 %, viskositas dispersi akan meningkat cepat. Pada
konsentrasi 4 – 5 %, dispersi tebal, koloid putih sol, dan pada konsentrasi 10% terbentuk gel
yang keras. Dispersi merupakan tiksotropik pada konsentrasi diatas 3%. Tetapi, adanya garam
dapat mengubah sifat aliran karena adanya efek flokulasi dari ion positif.( Aulton The Science
of…, 277).Viskositas dapat dinaikkan dengan cara : pemanasan, penambahan elektrolit,
peningkatan konsentrasi, pengadukan. Disamping itu, untuk mempertinggi viskositas,
mempertahankan sifat aliran, dan mencegah terjadinya flokulasi, veegum biasa dikombinasikan
dengan bahan pengental organik lain seperti CMC-Na atau xanthan gum.(Aulton The Science
of…, 277)
Penggunaan :

Suspending agent (topical) 1 – 10 %

Suspending agent (oral) 0,5 – 2,5 %


Adsorbent 10 – 50 %

Stabilizing agent 0,5 – 2,5 %

Binding agent 2 – 10 %

Disintegrating tablet 2 – 10 %

Emulsion stabilizer (topical) 2–5%

Emulsion stabilizer (oral) 1–5%

Viskositas modifier 2 – 10 %

Stabilitas & penyimpanan : Mg-Al silikat stabil jika disimpan pada kondisi kering. Simpan
dalam wadah tertutup baik. Stabil pada range pH yang cukup besar, memiliki kapasitas
permukaan basa, mengabsorpsi beberapa senyawa organik, kompatible dengan pelarut organik.

OTT : Obat-obat yang bersifat asam dibawah pH 3,5. Mg-Al silikat dapat mengabsorbsi obat
yang aktif. Hal ini dapat mengakibatkan ketersediaan hayati yang rendah dari obat tersebut jika
obat terikat kuat. Contoh: amfetamin sulfat, tolbutamid, warfarin sodium dan diazepam.

Di pasaran terdapat : Veegum High Viscosity (HV), Veegum Fine (F)

3. Hectocrite

(Martindale27th; Lyman Textbook of Pharm. Compounding & Dispensing, 241; Merck Index
10th; Cooper & Gunn, 110; Aulton The Science of…, 277; Husa’s, 167)

Hectocrite adalah salah satu senyawa mineral berbentuk tanah liat.

Hectocrite mengandung karbonat yang harus dinetralisasikan dulu dengan HCl sehingga
diperoleh suspensi yan baik. (Art of Compounding, 304)
Penggunaan : Sebagai bahan pembuat gel, pensuspensi dan pengemulsi untuk sediaan luas.
Hectocrite yang murni mengabsorpsi air lebih banyak daripada bentonit dan pada konsentrasi 1 –
2% membentuk suatu gel yang transparan (tiksotropik). Sebagai pensuspensi untuk sulfur, seng
oksida dan calamin, campuran kalamin dengan seng oksida, bismuth karbonat, kaolin, dan suatu
campuran yang sama banyak daripada sulfadiazin, sulfadimidin, dan sulfamerazin. Ditemukan
bahwa sebagai bahan pensuspensi, hectocrite lebih efisien dari bentonit dan pembuatan suspensi
dengan hectocrite memberi sedimentasi yang lebih sedikit daripada dengan bentonit.

IV.Polimer Sintetik

Carbomer (Excipients, 89; Husa’s, 169)

Penggunaan :

Emulsifying agent 0,1 – 0,5 %

Gelling agent 0,5 – 2 %

Suspending agent 0,5 – 1

Tablet binder 5 – 10 %

pH : 1 % dispersi carbomer dalam air memiliki pH kira-kira 3

Kelarutan : larut dalam air, alkohol, dan gliserin.

Bahan yang dapat menetralisir carbomer : NaOH, KOH, NaCO3, boraks, asam amino,
amin organik polar (seperti : trietanolamin, lauril, dan stearil amin yang digunakan sebagai bahan
pembuat gel dalam sistem non polar). Satu gram carbomer dinetralisasi oleh sekitar 400 mg
NaOH. Gel carbomer yang telah dinetralisasi akan lebih viskous pada pH antara pH 6 – 11.
Viskositas akan berkurang pada pH < 3 atau > 12. Viskositas akan berkurang dengan adanya
elektrolit kuat. Gel akan hilang viskositasnya dengan cepat bila terpapar oleh sinar matahari,
tetapi reaksi ini dapat diminimalkan dengan penambahan antioksidan.

Densitas bulk : 5 g/cm3

Stabilitas dan Penyimpanan : Bentuk serbuk dari carbomer tidak menyebabkan


pertumbuhan kapang dan jamur, tetapi mikroorganisme akan tumbuh dengan baik pada dispersi
(dalam air) yang tidak diberi bahan pengawet. Dispersi bertahan viskositasnya pada
penyimpanan perioda yang lama di suhu kamar atau pada temperatur yang meningkat jika
penyimpanan dihindari dari cahaya atau dengan penambahan antioksidan. Beberapa pengawet
seperti asam benzoat, Na-benzoat dan benzalkonium klorida menunjukkan penurunan dalam
viskositas dispersi. Simpan dalam wadah kedap udara atau tertutup rapat.
OTT : Carbomer inkompatibel dengan fenol, polimer kationik, asam kuat dan elektrolit
dengan konsentrasi tinggi, dan akan berubah warna dengan adanya resorsinol. Pemaparan oleh
cahaya akan menyebabkan oksidasi yang akan menyebabkan penurunan viskositas.

Keamanan : Tidak ada iritasi atau bukti sensitivitas atau reaksi alergi pada makhluk hidup
untuk penggunaan topikal dari dispersi yang mengandung carbomer. Carbomer dapat
mengiritasi mata. Materi / bahan yang terbentuk sulit dipindahkan dengan air sehubungan
dengan lapisan gelatin yang terbentuk. Jika mata berkontak dengan carbomer, maka harus dicuci
dengan cairan fisiologi, bukan dengan air.

b. Bahan Pembasah (Wetting agent) / Humektan

Fungsi : menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut kontak) dan meningkatkan
dispersi bahan yang tidak larut

Bahan pembasah yang biasa digunakan adalah : surfaktan yang dapat memperkecil sudut kontak
antara partikel zat padat dan larutan pembawa. Surfaktan kationik dan anionik efektif digunakan
untuk bahan berkhasiat dengan zeta potensial positif dan negatif. Sedangkan surfakatan
nonionik lebih baik untuk pembasah karena mempunyai range pH yang cukup besar dan
mempunyai toksisitas yang rendah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah karena bila
terlalu tinggi dapat terjadi solubilisasi, busa dan memberikan rasa yang tidak enak.

Cara Kerja : Menghilangkan lapisan udara pada permukaan zat padat, sehingga zat padat +
humektan lebih mudah kontak dengan pembawa.

Contoh : gliserin, propilen glikol, polietilen glikol,dll.

c. Pemanis

Fungsi : untuk memperbaiki rasa dari sediaan

Masalah yang perlu diperhatikan pada perbaikan rasa obat adalah :


Usia dari pasien. Anak-anak lebih suka sirup dengan rasa buah-buahan, orang dewasa lebih suka
sirup dengan rasa asam, orang tua lebih suka sirup dengan rasa agak pahit seperti kopi, dsb.

Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang sakit tidak sama dengan orang sehat. Rasa yang
dapat diterima untuk jangka pendek mungkin saja jadi tidak bisa diterima untuk pengobatan
jangka panjang.

Rasa obat bisa berubah dengan waktu penyimpanan. Pada saat baru dibuat mungkin sediaan
berasa enak, akan tetapi sesudah penyimpanan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan dapat
berubah.

Zat pemanis yang dapat menaikkan kadar gula darah ataupun yang memiliki nilai kalor tinggi
tidak dapat digunakan dalam formulasi sediaan untuk pengobatan penderita diabetes.

Catatan :

1. Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol, sukrosa 20 – 25 %


2. Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 %; sakarin 0,05 %
3. Kombinasi sorbitol : sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v ad 20 – 25 % b/v total
4. pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan menyebabkan
perubahan volume.
5. Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi

d. Pewarna dan Pewangi

Pewarna dan pewangi harus serasi. (Lachman Practise, hlm 470)

Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint.

Pahit : Wild cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion fruit, Mint spice anisi

Manis : Buah-buahan berry, Vanili.

Asam : Citrus, Licorice, Root beer, Raspberry.

Pengawet

Pengawet sangat dianjurkan jika didalam sediaan tersebut mengandung bahan alam, atau bila
mengandung larutan gula encer (karena merupakan tempat tumbuh mikroba). Selain itu,
pengawet diperlukan juga bila sediaan dipergunakan untuk pemakaian berulang (multiple dose).
Pengawet yang sering digunakan antara lain :

1. Metil / propil paraben ( 2 : 1 ad 0,1 – 0,2 % total)


2. Asam benzoat / Na-benzoat
3. Chlorbutanol / chlorekresol (untuk obat luar / mengiritasi)
4. Senyawa amonium(amonium klorida kuarterner) → OTT dengan metil selulosa

Antioksidan

(Diktat Teknologi Farmasi Sediaan Liquida dan Semisolid, 143 – 147)

Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat aktif yang mudah terurai
karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif pada konsentrasi rendah.

Cara kerja : memblokir reaksi oksidatif yang berantai pada tahap awal dengan memberikan
atom hidrogen. Hal ini akan merusak radikal bebas dan mencegah terbentuknya peroksida.

Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antioksidan :

1. Efektif dalam konsentrasi rendah


2. Tidak toksik, tidak merangsang dan tidak membentuk hasil antara (sediaan) yang
berbahaya
3. Segera larut atau terdispersi pada medium
4. Tidak menimbulkan warna, bau, dan rasa yang tidak dikehendaki.
5. Dapat bercampur (compatible) dengan konstituen lain pada sediaan.

Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :

1. Golongan kuinol (ex: hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman, hidroksi kumeran, BHA,


BHT).
2. Golongan katekhol (ex : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat)
3. Senyawa mengandung nitrogen (ex: ester alkanolamin turunan amino dan hidroksi dari p-
fenilamin diamin, difenilamin, kasein, edestin)
4. Senyawa mengandung belerang (ex: sisteina hidroklorida)
5. Fenol monohidrat (ex: timol)

g. Pendapar

Fungsi :
1. Mengatur pH

2. Memperbesar potensial pengawet

3. Meningkatkan kelarutan

Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mempertahankan pH.
Pemilihan pendapar yaitu dengan pendapar yang pKa-nya berdekatan dengan pH yang
diinginkan Pemilihan pendapar harus mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas.
Dapar yang biasa digunakan antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat.

DAPAR FARMASETIK

Jenis Dapar pKa Penggunaan


Dapar Fosfat pKa1 = 2.15 Sediaan oral, parenteral
pKa2 = 7.20 dan optalmik
Dapar Sitrat pKa1 = 3.128 Sediaan oral, parenteral
pKa2 = 4.761 dan optalmik
pKa3 = 7.20
Dapar asetat pKa = 4,74 Sediaan oral
Dapar karbonat pKa1 = 6,34 Sediaan oral
pKa2 = 10,36
Dapar borat pKa = 9,24 Sediaan optalmik

h. Acidifier

Fungsi :

1. Mengatur pH
2. Meningkatkan kestabilan suspensi
3. Memperbesar potensial pengawet
4. Meningkatkan kelarutan

Acidifier yang biasa digunakan pada suspensi adalah asam sitrat.

g. Flocculating agent
Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel berhubungan secara
bersama membentuk suatu agregat atau floc. Floculating agent dapat menyebabkan suatu
suspensi cepat mengendap tetapi mudah diredispersi kembali. Flokulating agent dapat dibagi
menjadi empat kelompok yaitu :

1. Surfaktan

Surfaktan ionik dan nonionikdapat digunakan sebagai floculating agent. Konsentrasi yang
digunakan berkisar 0.001 sampai 1%b/v. Surfaktan nonionik lebih disukai karena secara kimia
lebih kompatibel dengan bahan-bahan dalam formula yang lain. Konsentrasi yang tinggi dan
surfaktan dapat menghasilkan rasa yang buruk, busa dan caking.

1. Polimer hidrofilik

Senyawa-senyawa ini memiliki bobot molekul tinggi dengan rantai karbon panjang termasuk
beberapa bahan yang pada konsentrasi besar berperan sebagai suspending agent. Hal ini
disebabkan adanya percabangan rantai polimer yang membentuk struktur seperti gel dalam
sistem dan dapat teradsorpsi pada permukaan partikel padat serta mempertahankan kedudukan
mereka dalam bentuk sistem flokulasi. Polimer baru seperti xantin gumdigunakan sebagai
flokulating agent dalam pembuatan sulfaguanidin, bismut sub karbonat, serta obat lain. Polimer
hidrofilik yang berperan sebagai koloid hidrofil yang mencegah caking dapat juga berfungsi
untuk membentuk flok longgar (floculating agent). Penggunaan tunggal surfaktan atau bersama
koloid protektif dapat membentuk suatu sistem flokulasi yang baik. Pada proses pembuatan perlu
diperhatikan bahwa pencampuran tidak boleh terlalu berlebihan karena dapat menghambat
pengikatan silang antara partikel dan menyebabkan adsoprsi polimer pada permukaan satu
partikel saja kemudian akan terbentuk sistem deflokulasi.

1. Clay

Clay pada konsentrasi sama dengan atau lebih besar dari 0.1% dilaporkan dapat berperan sebagai
floculating agent pada pembuatan obat yang disuspensikan dalam sorbitol atau basis sirup.
Bentonitedigunakan sebagai floculating agent pada pembuatan suspensi bismut subnitrat pada
konsentrasi 1.7%.

1. Elektrolit

Penambahan elektrolit anorganik pada suspensi dapat menurunkan potensial zeta partikel yang
terdispersi dan menyebabkan flokulasi. Pernyataan Schulzhardy menunjukkan bahwa
kemampuan elektrolit untuk memflokulasi partikel hidrofobik tergantung dari valensi counter
ionnya. Meskipun lebih efektif elektrolit dengan valensi tiga lebih jarang digunakan dari mono.
Di-valensi disebabkan adanya masalah toksisitas. Penambahan elektrolit berlebihan atau muatan
yang berlawanan dapat menimbulkan partikel memisah masing-masing dan terbentuk sistem
flokulasi dan menurunkan kebutuhan konsentrasi surfaktan. Penambahan NaCl dapat
meningkatkan flokulasi. Misalnya suspensi sulfamerazin diflokulasi dengan natrium dodesil
polioksi etilen sulfat, suspensi sulfaguanidin dibasahi oleh surfaktan dan dibentuk sistem
flokulasi oleh AlCl3. Elektrolit sebagai flokulating agent jarang digunakan di indusri

Foculating Agent

Bahan Tipe Muatan ion


Natrium lauril sulfat Surfaktan Anion
Dokusat natrium Anion
Benzalkonium klorida Kation
Cetylpiridinum klorida Kation
Polisorbat 80 Non-ionik
Sorbitan monolaurat Non-ionik
CMC-Na Polimer hidrofil Anion
Xantan gum Anion
Tragakan Anion
Metil selulosa Non-ionik
PEG Non-ionik
Magnesium aluminium Clay Anion
Silikat
Attapulgit Anion
Bentonit Anion
Kalium dihidrogen fosfat Elektrolit Anion
AlCl3
NaCl Anionik/kationik

II.4 Contoh Formula Suspensi

R/ Zat aktif R/ Asetaminofen 120 mg

Sirupus simplek 30 % Sirupus simpleks 30 %

CMC Na 0,25 % CMC Na 0,25 %

Buffer fosfat pH 6 Buffer fosfat pH 6

Na-sakarin 0,01 % Na-sakarin 0,01 %

Sorbitol 20 % Sorbitol 20 %

Metil paraben 0,2 % Metil paraben 0,2 %

Propil paraben 0,03 % Propil paraben 0,03 %

Zat warna qs Vanila 0,4 %

Flavouring agent qs Aquadest ad 5 ml

Aquadest ad 5 ml

II.5 Perhitungan Dapar

Definisi Kapasitas Dapar (Analytical Chemistry, I. G. Dick, hlm 108) :

Kapasitas dapar ialah jumlah mol asam / basa kuat yang dibutuhkan untuk mengubah pH 1 liter
larutan sebanyak 1 unit (satuan pH).

Persamaan

1. Persamaan Henderson – Hasselbach (Persamaan untuk buffer)


Untuk asam lemah & garamnya :

pH = pKa + log

1. Persamaan Van Slyke untuk kapasitas dapar (Pers. Koppel-Spiro-Van Slyke, Martin, hlm
174).

β= 2,3 c

Keterangan :

Β = Kapasitas dapar, β = 0,01 – 0,1

c = Konsentrasi total dapar (mol/L)

Ka = Konstanta asam = antilog (-pKa)

[H3O+] = Konsentrasi ion hidrogen = antilog (-pH)

Contoh perhitungan dapar :

pH stabilitas sediaan = 6,0

pKa H2PO4– = 7,12

Persamaan Henderson-Hasselbach :

6 = 7,12 + log
log = – 1,12

= 0,076 → [HPO42-] = 0,076 [H2PO4-]

Persamaan Koppel-Spiro-Van Slyke :

Ka = antilog (-pKa) = antilog (-7,12) = 7,6 . 10-8

[H3O+] = antilog (-pH) = antilog (-6) = 1 . 10-6

0,1=2,3 c =

0,1 = 2,3 c (6,55 . 10-2) ®

c = 0,66 mol/L

c = [garam] + [asam]

0,66 = [HPO42-] + [H2PO4–] = 0,076 [H2PO4–] + [H2PO4–]

0,66 = 1,076 [H2PO4–]

0,61 = [H2PO4–] [HPO42-] = (0,076 x 0,61) = 0,046

Jadi, [H2PO4–] = 0,61 M ; [HPO42-] = 0,046

BM KH2PO4 = 136,10

BM KNaHPO4 = 158,10

Dapar yang diperlukan untuk 1 L :

[KH2PO4] = [H2PO4–] = 0,61 mol / L

= 0,61 x 136,10

= 83,02 gram/L

[KNaHPO4] = [HPO42-] = 0,046 mol / L

= 0,046 x 158,10
= 7,27 gram / L

Dapar yang diperlukan untuk 5 ml sediaan (dosis suspensi sekali pakai) :

KH2PO4 = x 83,02 gram

= 0,415 gram = 415 mg

KNaHPO4 = x 7,27 gram

= 0,036 gram

= 36 mg

1.8. Pembuatan Sediaan Suspensi

Contoh formula :

R/ Zat aktif 100 mg

Sirupus simplek 30 %

Na – CMC 0,25 %

Metil paraben 0,2%

Propil paraben 0,03 %

Pewangi q.s

Pewarna q.s

Aquades ad 5 mL

Akan dibuat sediaan suspensi, dengan kekuatan sediaan : 100 mg/5mL

Jumlah yang akan dibuat :

(16+A) botol @ 100 mL dengan rincian :


Untuk diserahkan sebanyak A botol.

Untuk uji mutu sediaan akhir, yang terdiri dari :

1. 1 botol : untuk penentuan distribusi ukuran partikel, homogenitas, penentuan BJ,


penentuan pH
2. 2 botol : untuk penentuan volume sedimentasi (dilakukan duplo @100 mL)
3. 30 botol : untuk penentuan volume terpindahkan (non destruktif maka dapat digunakan
untuk uji lain atau untuk diserahkan).
4. 2 botol : untuk penentuan viskositas dan sifat aliran.
5. 1 botol : untuk penetapan kadar, identifikasi, penetapan potensi antibiotika, efektivitas
pengawet.

Maka akan dibuat sebanyak (36+A) botol x 100 mL = (3600 +100A) mL

Perhitungan :

1. Suspensi untuk 1 botol = 100 ml


2. Sediaan suspensi yang akan dibuat = (36+A) botol.
3. Maka jumlah volume total suspensi yang akan dibuat = (36+A) botol x 100 mL = (3600
+100A) mL.
4. Perhitungan jumlah yang mungkin hilang selama pembuatan misal = 10 % x (3600
+100A) = (360 + 10A) mL.
5. Maka volume total yang akan dibuat = (3600 +100A) mL + (360 + 10A) mL = (3960 +
110A) mL.

Penimbangan :

Zat aktif = {(3960 + 110A) mL / 5 mL)} x 100 mg= a gram

Sirupus simplek = 30 % b/v x (3960 + 110A) mL = b gram

Na – CMC = 0,25 % b/v x (3960 + 110A) ml = c gram

Metil paraben = 0,2 % b/v x (3960 + 110A) ml = d gram

Propil paraben = 0,03 % b/v x (3960 + 110A) ml = e gram

Pewangi qs sebaiknya dalam bentuk % juga

Pewarna qs
Aquades ad (3960 + 110A) ml

Prosedur Pembuatan Suspensi :

1. Aquades yang akan digunakan sebagai fase pendispersi dididihkan, kemudian


didinginkan dalam keadaan tertutup.
2. Bahan aktif dan eksipien ditimbang.
3. Bahan pensuspensi yang akan digunakan (yang dalam formula contoh adalah Na CMC)
dikembangkan dengan cara : dibuat dispersi stok hidrokoloid dengan menaburkan serbuk
CMC Na secara perlahan-lahan dan sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang telah diisi
air panas. Setelah semua serbuk CMC Na terbasahi, lalu aduk dengan cepat.
4. Pemanis yang digunakan berupa sirupus simpleks maka sirupus simpleks yang dibuat
dengan jalan (FI III hal 567) melarutkan 65 bagian sukrosa dalam larutan metil paraben
0,25% b/v hingga terbentuk 100 bagian sirupus simpleks yang berfungsi sebagai
pengental dan pemanis.
5. Jika digunakan pembasah, maka bahan aktif dihaluskan dengan penambahan sedikit demi
sedikit pembasah sampai homogen dalam mortir dan pindahkan.
6. Suspending agent yang telah dikembangkan, ditimbang sesuai dengan jumlah yang
tertera dalam formula kemudian ditambahkan ke dalam bahan aktif yang telah dibasahi
kemudian diaduk sampai homogen dengan stirer di dalam matkan.
7. Ke dalam campuran tersebut di atas, dimasukkan eksipien lain (pendapar, pengawet,
antioksidan, dll yang telah dilarutkan dalam beberapa bagian air sesuai dengan
kelarutannya) sambil terus diaduk sampai homogen.
8. Setelah itu, sirupus simpleks, pewarna, flavour ditambahkan dan adkan dengan air sampai
dengan (1760 + 110A) mL (untuk eksipien berupa bahan pewarna dan flavour dibuat
larutan stok terlebih dahulu sebelum ditambahkan pada campuran bahan dalam matkan).
9. Suspensi dimasukkan ke dalam botol yang telah dicuci, dikeringkan dan ditara 100 mL.

Pengembangan Suspending Agent

a. Akasia

Larutan akasia dalam air membentuk mucilago kental (4 bagian bobot dengan 6 bagian air).

b. Bentonite (sering digunakan untuk sediaan penggunaan luar)

Martindale ed.28 hal 950 : Bentonite ditaburkan di permukaan air panas dan didiamkan selama
24 jam, kemudian distirer setelah bentonit terbasahi sempurna. Dispersi dalam air juga dapat
dibuat dengan mula-mula membasahi bentonite dengan gliserol atau mencampurkannya dengan
serbuk yang tidak larut seperti ZnO2. (HPE 4th ed.,2003, 43 dan Art of Compounding)
Van Duin : Bentonite ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam air yang telah dihangatkan.

c. CMC Na (Husa’s, hal 167)

Dispersi CMC Na dibuat dengan cara yang sama seperti untuk hidrokoloid.

Dibuat dispersi stok hidrokoloid dengan menaburkan serbuk CMC Na secara perlahan-lahan ke
dalam air yang diaduk dengan cepat. Pengaduk dengan propeler atau blender sangat berguna
untuk pembuatan dispersi ini. Untuk menghasilkan kestabilan yang maksimum dengan
menggunakan suspending agent ini, dispersi hidrokoloid encer harus ditrituasi sepenuhnya
dengan komponen-komponen lain yang ada dalam resep yang harus dibuat suspensi. Trituasi
merupakan cara yang paling sederhana untuk membungkus partikel-partikel suspensinoid (zat
yang disuspensi) dengan suatu film dari suspending agent dan untuk jumlah resep yang kecil
digunakan pengadukan.

Metoda yang kedua juga sama baiknya adalah pencampuran kering hidrokoloid dan suspensinoid
diikuti penambahan air. Prosedur ini hanya dipakai dengan mudah atau waktu yang tersedia
cukup Kecepatan hidrasi dari campuran kering ini dapat ditingkatkan dengan trituasi dengan
suatu humektan seperti gliserin, sorbitol, sebelum air ditambahkan.

Untuk CMC Na, larutan jernih diperoleh dengan menggunakan pemanasan dan pengadukan
berkecepatan tinggi selama setengah jam. Jika pengadukan terlalu tinggi dan lama, dispersi
menunjukkan tiksotropik yang jelas. Dispersi CMC mempertahankan viskositasnya dengan baik
selama waktu yang lama pada suhu kamar. Untuk penyimpanan yang lama harus digunakan
pengawet.

CMC Na dapat larut dengan mudah dalam air panas atau dingin membentuk larutan yang kental
yang bertindak sebagai suspending agent yang baik. CMC Na bertindak sebagai suspending
agent dalam bentuk larutan atau kering. Aktivitas optimum diperoleh bila gum dimasukkan
dalam larutan.larutan jernih dibuat denagn mengaduk air sementara serbuk kering ditambahkan
secara perlahan-lahan, makin cepat pengadukan makin cepat larutan terbentuk. Larutan ini dapat
dibuat dengan mudah dengan menggunakan alat pengaduk atau mortir dan alat penumbuk.
Trituasi serbuk kering dengan sebagian kecil air sampai pasta lunak diperoleh. Pasta ini
dipindahkan ke botol dan mortir dibilas dengan air atau semua cairan dicampur dalam morir dan
hasilnya ditransfer ke botol.

Viskositas maksismum pada pH 7-9. Viskositas rendah pada pH 3,5-4,5. Struktur


nonionik CMC-Na membuatnya stabil pada range pH 1-10

d. Guar Gum (Husa’s, 165)


Guar gum dapat dikembangkan dalam air dingin atau air panas dan akan terdispersi membentuk
larutan koloidal. Guar gum praktis tidak larut dalam alkohol. Larutan 0.5% netral terhadap
lakmus, musilago 1% viskositas mirip dengan musilago tragakan. Guar gum beraksi dengan
boraks membetuk gel yang keras. Pembuatan dalam skala besar dan stok untuk jangka waktu
lama, maka harus ditambahkan pengawet.

e. Hidroksi Etil Selulosa (Husa’s, 167)

Ada dua cara, yaitu:

– Dibuat dispersi stok hidrokolid dengan menaburkan serbuk secara perlahan-lahan diatas
air yang diaduk dengan cepat. Pengaduk propeler atau blender sangat berguna untuk membuat
dispersi ini.

– Pencampuran kering antara hidrokolid dan suspensinoid (zat yang disuspensikan), diikuti
penambahan air. Cara ini dipakai jika hidrasi dapat dicapai dengan mudah atau waktu yang
tersedia cukup. Kecepatan hidrasi dari campuran kering ini dapat ditingkatkan dengan triturasi
menggunakan humektan seperti gliserol, sorbitol sebelum air ditambahkan.

f. Metil Selulosa (Husa’s, 166)

Kadar pemakaian untuk suspending agent : 0.5%-2%

Dispersikan Metil Selulosa dalam 1/3 air mendidih atau dengan mendidihkannya bersama-sama.
Diamkan selama 30 menit (bila serbuk tidak sempurna terbasahi akan terbentuk gumpalan yang
sukar terdispersi).

Kemudian sisa air ditambahkan dalam keadaan dingin (air es) dan produk di stirer sampai
homogen.

Dispersi MC dalam air akan berwarna putih gelam jika disimpan pada suhu ruangan, dan akan
kembali

bening bila disimpan di refrigerator.

Cara Lain :

Metil selulosa ditambahkan bertahap sekitar 2 kali volume air mendidihnya sambil di stirer.
Lanjutkan selama 2 jam dan kemudian sisa air ditambahkan. Diamkan musilago selama 16 jam
g. Mikrokristalin Selulosa (Avicel)

Avicel dapat digunakan sebagai suspending agent dengan atau tanpa dicampur dengan zat lain.
Ada dua bentuk (“pharmaceutical grades”) di pasaran yaitu : yang dapat membentuk dispersi
koloid dalam air dan yang tidak terdispersi dalam air. Keduanya sukar larut dalam air, tetapi
yang pertama akan terdispersi dalam air membentuk suspensi koloid pada koloidal pada
konsentrasi rendah dan membentuk gel tiksotropik pada konsentrasi lebih tinggi. Keduanya larut
sebagian dalam larutan alkalis, praktis tidak larut dalam asam dan semua pelarut organik. Bentuk
yang terdispersi koloid dalam air mempunyai ukuran partikel lebih kecil daripada yang tidak
terdispersi dalam air. Dalam pengembangannya biasanyaa dicampur dengan CMC Na pada
konsentrasi rendah (8-11%) untuk membantu terdispersi dalam air. Menurut J. Pharm Sci,
1968,57, 1927, campuran yang digunakan adalah 95% Avicel dengan 8% CMC Na. Sebanyak
2% dari campuran tersebut atau lebih akan membentuk gel tiksotropik dalam air. Struktur
tersebut terjadi dengan mengabsorpsi polimer selulosa yang larut ke dalam Avicel yang tidak
larut. Sistem ini unik dan digunakan sebagai suspending agents dalam sediaan farmasi.

h. Na-Alginat

Dispersi alginat dengan mencampurkan dulu 2-4% alkohol, gliserol, propilen glikol, gula, atau
zat pendispersi lain yang cocok, atau dengan cara mencampurkan Na-alginat dengan air, diaduk
dengan kecepatan tinggi untuk menghindari penggumpalan.

Cara lain :

Pertama serbuk ditriturasi dengan 2 bagian gliserin, kemudian tambahkan dengan triturasi atau
piring. Prosedur alternatif dapat digunakan blender atau pencampur propeler, tapi serbuk harus
dihamburkan perlahan-lahan utnuk mencegah bongkahan. Panas tidak boleh digunakan karena
dapat menguraikan polimer.

i. Tragakan

Musilago tragakan (Van Duin) : mengandung tragakan 2% dan dibuat dengan jalan menggerus
dahulu serbuk tragakan dengan air sebanyak 20 kali sampai diperoleh suatu massa yang
homogen dan kemudian mengencerkannya dengan sisa air.

1.9..Evaluasi Sediaan Suspensi

1.9.1 Evaluasi Fisika

1. Distribusi ukuran partikel (MartIn, “Physical Pharmacy”, hal 430-431)


2. Homogenitas (FI III, hal 33)
3. Volume sedimentasi dan kemampuan redispersi
4. Bj sediaan dengan piknometer (FI IV, hal 1030)
5. Sifat aliran dan viskositas dengan Viskosimeter Brookfield
6. Volume terpindahkan (FI IV , hal 1089)
7. Penetapan pH (FI IV , hal 1039)
8. Kadar air (hanya untuk suspensi kering) :
9. Penetapan waktu rekonstitusi

( hanya untuk suspensi kering )

1.9.2 Evaluasi Kimia

1. Keseragaman sediaan (FI IV, hal 999)


2. Penetapan kadar (sesuai monografi masing-masing)
3. Identifikasi (sesuai monografi masing-masing)
4. Penetapan kapasitas penetralan asam (KPA) hanya untuk sediaan suspensi antasida

(FI IV, hal 942)

1.9.3 Evaluasi Biologi

1. Uji potensi (untuk antibiotik) (FI IV, hal 891-899)


2. Uji batas mikroba (untuk suspensi antasida) (FI IV , hal 847-854)
3. Uji efektivitas pengawet (FI IV, hal 854-855)

Uraian Evaluasi Fisika

a. Distribusi Ukuran Partikel (Martin, “Physical Pharmacy”, hal 430-431)

Beberapa metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel :

a.1 Metode mikroskopik


a.2 Metode pengayakan

a.3 Metode sedimentasi

a.4 Metode penentuan volume partikel

a.1 Metode Mikroskopik

Mikroskopik merupakan metode langsung yang sering digunakan pada penentuan ukuran
partikel terutama sediaan suspensi dan emulsi.

Cara 1 :

Dapat digunakan mikroskop biasa untuk menentukan ukuran partikel antara 0,2-100 μm.

 Pada metode ini suspensi (yang sebelumnya diencerkan ataupun tidak) diteteskan pada
slide (semacam objek glass). Kemudian besarnya akomodasi mikroskop diatur sehingga
partikel terlihat dengan jelas.
 Frekuensi ukuran yang diperoleh diplot terhadap range ukuran partikel sehingga
diperoleh kurva distribusi ukuran partikel.
 Jumlah partikel yang harus dihitung untuk memperoleh data yang baik adalah antara 300-
500 partikel. Yang penting jumlah partikel yang ditentukan harus cukup sehingga
diperoleh data yang representatif. British standard bahkan menetapkan pengukuran
terhadap 625 partikel.
 Jika distribusi ukuran partikel luas, dianjurkan untuk menentukan ukuran partikel dengan
jumlah yang lebih besar lagi. Sedangkan, jika distribusi ukuran partikel sempit, 200
partikel sudah mencukupi.
 Untuk memudahkan pengerjaan dan perhitungan akan lebih baik bila dilakukan
pemotretan. Metode ini membutuhkan ketelitian, konsentrasi dan waktu yang cukup
lama. Jika partikel yang ada dalam larutan lebih dari satu macam, sebaiknya tidak
digunakan metode ini.

Penafsiran Hasil : distribusi ukuran partikel yang baik adalah distribusi normal pada kurvanya.

Ket: F= frekuensi, z= u kuran partikel


Cara 2 :

 Larutkan sejumlah sampel yang cocok dengan volume yang sama dengan gliserol dan
kemudian encerkan lebih lanjut. Bila perlu dengan campuran sejumlah volume yang sama
dari gliserol dan air, sebagai alternatif digunakan paraffin sebagai pelarutnya (sesuai
monografinya).
 Teteskan cairan yang telah diencerkan tadi pada kaca objek. Periksalah sebaran acaknya
secara mikroskopik dengan menggunakan mikroskop resolusi yang cukup untuk
mengobservasi partikel yang kecil.
o Observasi dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada partikel atau tidak lebih
dari beberapa partikel di atas ukuran maksimum yang diperbolehkan pada
monografinya dan karena itu hitunglah presentasi partikel yang mempunyai
diameter maksimum dalam batas yang ditetapkan.

Persentase harus dikalkulasi dari observasi paling sedikit 1000 partikel.

a.2 Metode Pengayakan

Metode ini menggunakan 1 seri ayakan standar yang telah dikalibrasi oleh National Bureau of
Standards. Ayakan sering digunakan untuk pengklasifikasian/membagi-bagi ukuran partikel.
Ayakan yang tersedia dengan ukuran 90 µm – 5 µm, dibuat dengan teknik photoetching &
electroforming.

Berdasarkan US Pharmacopoeia untuk menguji kelembutan serbuk, sejumlah massa tertentu


ditempatkan pada ayakan dalam pengocok mekanik (mechanical shaker). Serbuk ini dikocok
selama waktu tertentu, dan material yang melewati ayakan dan ditahan pada ayakan berikutnya
(next finer sieve) dikumpulkan kemudian ditimbang. Mengasumsikan distribusi logaritma
normal, presentase kumulatif berat serbuk yang tertahan pada ayakan diplot dalam skala
probabilitas terhadap logaritma aritmetik rata-rata ukuran partikel.

a.3 Metode Sedimentasi

Ukuran partikel pada subsieve range dapat diperoleh melalui sedimentasi gravitasi berdasarkan
hukum Stokes sebagai berikut:

V = h/t = dst2 (ρ s – ρ 0) g / 18 η0

ρ 0 = media dispersi

ρ s = kepadatan partikel
g = percepatan gravitasi

η0 = viskositas medium

h = jarak

v = kecepatan sedimentasi ( rate of settling )

dst = diameter rata-rata partikel berdasarkan kecepatan sedimentasi

Persamaan di atas hanya berlaku untuk partikel yang jatuh bebas tanpa gangguan dan pada
kecepatan yang tetap. Hukum ini berlaku untuk partikel yang memiliki bentuk yang tidak
beraturan dengan berbagai ukuran selama disadari bahwa diameter partikel yang didapat
merupakan ukuran partikel relatif terhadap partikel dengan bentuk dan ukuran baku pada
kecepatan yang sama.

a.4 Metode Penentuan Volume Partikel

Instrumen yang populer digunakan untuk penentuan volume partikel adalah Coulter counter.
Prinsip kerja dari alat ini adalah ketika partikel tersuspensi dalam cairan melewati lubang kecil…

b. Homogenitas (FI III hal 33)

 Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan jumlah partikel maupun distribusi ukuran


partikelnya dengan pengambilan sampel pada berbagai tempat (ditentukan menggunakan
mikroskop untuk hasil yang lebih akurat).
 Jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yang lama, homogenitas dapat ditentukan
secara visual.

· Pengambilan sampel dapat dilakukan pada bagian atas, tengah, atau bawah.

 Sampel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek lain sehingga
terbentuk lapisan tipis.

· Partikel diamati secara visual.

Penafsiran hasil : suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah atau distribusi ukuran
partikel yang relatif hampir sama pada berbagai tempat pengambilan sampel (suspensi dikocok
terlebih dahulu).
c. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi

Karena kemampuan meredispersi kembali merupakan salah satu pertimbangan utama dalam
menaksir penerimaan pasien terhadap suatu suspensi dan karena endapan yang terbentuk harus
dengan mudah didispersikan kembali dengan pengocokan sedang agar menghasilkan sistem yang
homogen, maka pengukuran volume endapan dan mudahnya mendispersikan kembali
membentuk dua prosedur yang paing umum.

c.1 Volume Sedimentasi (Teori dan Praktek Farmasi Industri Lachman, 3rd ed. Hal 492-493)

Prinsip : Perbandingan antara volume akhir (Vu) sedimen dengan volume asal (Vo) sebelum
terjadi pengendapan. Semakin besar nilai Vu, semakin baik suspendibilitasnya.

Cara :

1. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimentasi yang berskala.


2. Volume yang diisikan merupakan volume awal (Vo)

c. Setelah beberapa waktu/hari diamati volume akhir dengan terjadinya sedimentasi. Volume
terakhir tersebut diukur (Vu).

d. Hitung volume sedimentasi (F)

Vo

Vu

e. Buat kurva/grafik antara F (sumbu Y) terhadap waktu (sumbu X)

Penafsiran hasil :
 Bila F=1 dinyatakan sebagai “Flocculation equilibrium”, merupakan sediaan yang baik.
Demikian bila F mendekati 1.
 Bila F>1 terjadi “Floc” sangat longgar dan halus sehingga volume akhir lebih besar dari
volume awal. Maka perlu ditambahkan zat tambahan.
 Formulasi suspensi lebih baik jika dihasilkan kurva garis yang horizontal atau sedikit
curam.

F= Vu/Vo

Parameter sedimentasi terdiri dari (Lieberman, Disperse System Vol2, hal 303)

1. Volume sedimentasi (F)

F dapat dinyatakan dalam % yaitu dengan F = Vu/Vo x 100%

F= volume sedimentasi

Vu = volume endapan atau sedimen

Vo = volume keseluruhan

1. Tingkat Flokulasi (β)

β = (Vol sedimentasi yang terflokulasi)/(Vol sedimentasi yang terdeflokulasi)

β = F / Fu

Catatan :

Untuk pengukuran volume sedimentasi suspensi yang berkonsentrasi tinggi yangmungkin sulit
untuk membandingkannya karena hanya ada cairan supernatan yang minimum maka dilakukan
dengan cara berikut : Encerkan suspensi dengan penambahan pembawa yaitu dengan formula
total semua bahan kecuali fasa yang tidak larut. Misal 50 mL suspensi menjadi 100 mL.

Hu = volume sedimentasi dalam sampel yang diencerkan

Ho = volume awal sampel sebelum pengenceran

Rasio Hu/Ho mungkin lebih dari 1.


c.2 Kemampuan Redispersi (Lachman, Teori dan Praktek Farmasi Industri hal 493;
Lieberman, Disperse System Vol 2 hal 304)

 Metode penentuan reologi dapat digunakan untuk membantu menentukan perilaku suatu
cairan dan penentuan pembawa dan bentuk struktur partikel untuk tujuan perbandingan.
 Penentuan redispersi dapat ditentukan dengan cara mengocok sediaannya dalam
wadahnya atau dengan menggunakan pengocok mekanik. Keuntungan pengocokan
mekanik ini dapat memberikan hasil yang reprodusibel bila digunakan dengan kondisi
terkendali.
 Suspensi yang sudah tersedimentasi (ada endapan) ditempatkan ke silinder bertingkat 100
mL. Dilakukan pengocokan (diputar) 360˚ dengan kecepatan 20 rpm. Titik akhirnya
adalah jika pada dasar tabung sudah tidak terdapat endapan.

Penafsiran hasil :

Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan pengocokan tangan
maksimum 30 detik.

d. Bj Sediaan dengan Piknometer (FI IV <981>, hal 1030)

Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, penetapan bobot jenis digunakan
hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain, didasarkan pada perbandingan bobot zat di
udara pada suhu 25˚C terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila suhu
ditetapkan dalam monografi, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada volume
dan suhu yang sama. bila pada suhu 25˚C zat berbentuk padat, tetapkan bobot jenis pada suhu
yang telah tertera pada masing-masing monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25˚C.

1. Gunakan piknometer bersih, kering, dan telah dikalibrasi dengan menetapkan bobot
piknometer dan bobot air yang baru dididhkan, pada suhu 25˚C.
2. Atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20˚C, masukkan ke dalam piknometer.
3. Atur suhu pikometer yang telah diisi hingga suhu 25˚C.
4. Buang kelebihan zat uji dan timbang.
5. Kurangkan bobot piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.
6. Bobot jenis adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot zat dengan bobot air,
dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada
suhu 25˚C.
7. Singkatnya :

 § Bobot piknometer kosong ditimbang : w0


 § Bobot piknometer yang telah diisi dengan air : w1
 § Bobot piknometer yang telah diisi dengan sediaan : w2
 § Bobot jenis ditentukan dengan rumus : (w2-w0)/(w1-w0)
e. Sifat Aliran dan Viskositas Dengan Viskosimeter Brookfield (Modul Praktikum
Farmasi Fisika, 2002, hal 17-18 )

Viskosimeter Brookfield merupakan viskosimeter banyak titik dimana dapat dilakukan


pengukruan pada beberapa harga kecepatan geser sehingga diperoleh rheogram yang sempurna.
Viskosimeter ini dapat pula digunakan baik untuk menentukan viskositas dan rheologi cairan
Newton maupun non-Newton (Gambar dan cara kerja Viskometer Brookfield dapat dilihat pada
Teori Sediaan Emulsi).

f. Volume Terpindahkan (FI IV <1261> hal 1089)

Uji ini dilakukan sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas dalam wadah
dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih dari 250 mL, yang tersedia
dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang dikonstitusi dari bentuk padat dengan
penambahan bahan pembawa tertentu dengan volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari
wadah asli, akan memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket. Caranya:

1. Pilih tidak kurang dari 30 wadah.


2. Untuk suspensi oral, kocok isi 10 wadah satu persatu.
3. Untuk suspensi rekonstitusi, serbuk dikonstitusikan dengan sejumlah pembawa seperti
yang tertera pada etiket, konstitusi 10 wadah dengan volume pembawa seperti yang
tertera pada etiket diukur secara seksama dan campur.
4. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan
kapasitas gelas ukur tidak lebih dari 2,5 kali volume yang diukur.
5. Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindarkan pembentukkan gelembung
udara pada waktu penuangan dan diamkan selam 30 menit.
6. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran : volume rata-rata
yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak satupun volume wadah
yang kurang dari 95%.
7. Jika A : adalah volume rata-rata kurang dari 100%, tetapi tidak ada satupun wadah yang
volumenya kurang dari 95%.
8. Jika B : adalah tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95% tetapi tidak kurang
dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terhadap 20 wadah
tambahan.
9. Volume rata-rata yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak lebih
dari satu dari 30 wadah volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 95%.

g. Penetapan pH (FI IV <1071>, hal 1039)

h. Kadar Air (hanya untuk Suspensi Kering :


i. Penetapan Waktu Rekonstitusi (hanya untuk Suspensi Kering : (Modul Praktikum
Likuida dan Semisolida)

Ke dalam botol kering dan bersih, dimasukkan serbuk rekonstitusi.

Lalu masukkan air sampai batas

Botol dikocok sampai terdispersi dalam air.

Waktu rekonstitusi adalah mulai dari air dimasukkan sampai serbuk terdispersi sempurna. Waktu
rekonstitusi yang baik adalah <30 detik.

Uraian Evaluasi Kimia


a. Keseragaman Sediaan (FI IV <911>, hal 999)

Keseragaman sediaan yang dilakukan adalah berupa uji keseragaman kandungan untuk suspensi
dalam wadah dosis tunggal.

b. Penetapan Kadar (dalam monografi zat aktif masing-masing)

c. Identifikasi(dalam monografi zat aktif masing-masing)

d. Penetapan (Kapasitas Penetralan Asam) hanya untuk sediaan suspensi antasid

FI IV <451>, hal 942 :

(Catatan : Seluruh pengujian dilakukan pada suhu 37˚±3˚C)

Standardisasi pH meter Lakukan kalibrasi pH meter dengan menggunakan Larutan dapar baku
kalium biftalat 0,05 M dan kalium tetraoksalat 0,05 M seperti yang tertera pada penetapan pH
<1071>.

Pengaduk magnetik Masukkan 100 mL air ke dalam gelas piala 250 mL yang berisi batang
pengaduk magnetic 40 mm x 10 mm yang dilapisi perfluoro karbon padat dan mempunyai cincin
putaran pada pusatnya. Atur daya pengaduk magnetic hingga menghasilkan kecepatan
pengadukan rata-rata 300±30 putaran per menit, bila batang pengaduk terpusat dalam gelas piala,
seperti yang ditetapkan oleh takometer optik yang sesuai.

Larutan uji
 Kocok wadah sisinya homogen dan tetapkan bobot jenisnya.
o Timbang seksama sejumlah campuran tersebut yang setara dengan dosis terkecil
dari yang tertera pada etiket.
o Masukkan ke dalam gelas piala 250 mL, tambahkan air hingga jumlah volume
lebih kurang 70 mL dan campur menggunakan Pengaduk magnetik selama 1
menit.

Prosedur

1. Pipet 30 mL asam klorida 1 N LV ke dalam Larutan uji sambil diaduk terus menggunakan
Pengaduk magnetik. (Catatan Bila kapasitas penetralan asam zat uji lebih besar dari 25mEq,
gunakan 60 mL asam klorida 1 N LV).

2. Setelah penambahan asam, aduk selama 15 menit tepat, segera titrasi.

3. Titrasi kelebihan asam klorida dengan natrium hidroksida 0,5 N LV dalam waktu tidak lebih
dari 4. menit sampai dicapai pH 3,5 yang stabil (selama 10 detik samapai 15 detik).

5. Hitung jumlah mEq asam yang digunakan tiap g zat uji. Tiap mL asam klorida 1 N setara
dengan 1 mEq asam yang digunakan.

1.10. Penyimpanan dan Penandaan


Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat. (FI IV hal 18)

(Catatan: wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, bahan padat
atau uap dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguapnya bahan selama
penanganan, pengangkutan dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat kembali. Wadah tertutup
rapat dapat diganti dengan wadah tertutup kedap untuk bahan dosis tunggal)

Penyimpanan : Disimpan di tempat sejuk (FI III hal 32). Dalam wadah tertutup rapat atau
wadah tertutup kedap, di tempat sejuk (Fornas Edisi 2 th.1978 hal 333)

Penandaan : pada etiket harus tertera “Kocok Dahulu” (FI III, hal 32).

Pada etiket sediaan Suspensi Rekonstitusi harus tertera (Fornas edisi 2 th.1978 hal 333):

1. Volume cairan pembawa yang diperlukan


2. Sebelum digunakan, dilarutkan dalam cairan pembawa yang tertera pada etiket.

Anda mungkin juga menyukai