Anda di halaman 1dari 40

KIMIA MEDISINAL

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKALAH KIMIA MEDISINAL

OLEH :

KELOMPOK 4

NAMA : AZZAHRA AULYA RAHMAH (15020180140)

NITYA KUSUMAYANTI (15020180121)

EVA KAMILAH (15020180116)

ANDI CANTIKA PUTRI BALKIS (15020180120)

KELAS : C6

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur yang sedalam-


dalamnya kepada ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah
diberikan, sehingga akhirnya makalah ini dapat selesai dengan baik. Kami
sangat menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dorongan dan
pertolongan dari banyak pihak, pelaksanaan makalah ini tidak dapat
berjalan dengan baik.

Maka dari itu, saya ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan
dan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung dari keluarga
dan teman-teman. Didalam pembuatan makalah ini, kami menyadari betul
bahwa kami belum berpengalaman dalam menulis makalah. Oleh karena
itu, kami mohon maaf atas semua kesalahan dan kekurangan yang
tedapat dalam makalah ini. Akhir kata kami berharap agar makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 21 November 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat
penyakit, membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam
tubuh. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang
dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada
manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan
atau bagian badan manusia termasuk obat tradisional.
Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan
kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung-ujung saraf
bebas di kulit, mukosa dan dan jaringan lain. Nociceptor ini terdapat di
seluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan
di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron
dengan amat banyak sinaps via sumsum belakang, sumsum lanjutan,
dan otak tengah. Dari thalamus (opticus) impuls kemudian di teruskan
ke pusat nyeri di otak besar, di mana impuls dirasakan sebagai nyeri.
Ada juga beberapa macam yang menyebabkan nyeri di antaranya
sendi yang di bebani terlalu berat dengan kerusakan mikro yang
berulang kali, seperti pada orang yang terlampau gemuk, juga akibat
arthritis septis atau arthritis laid an tumbuhnya pangkal paha secara
abnormal (dysplasia). Hanya sebagian kecil kasus yang disebabkan
keausan akibat penggunaan terlalu lama dan berat.
Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem
syaraf pusa secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit
tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan
meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit.Rasa nyeri dalam
kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala, yang fungsinya adalah
melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-
gangguan di dalam tubuh,seperti peradangan (rematik, encok), infeksi-
infeksi kuman atau kejang-kejang otot.
Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan mekanis,
fisik, atau kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan
pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-
mediator nyeri yang letaknya pada ujung-ujung saraf bebas di kulit,
selaput lendir, atau jaringan- jaringan (organ-organ) lain.
Dari tempat ini rangsangan dialirkan melalui saraf-saraf sensoris
keSistem Saraf Pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke
thalamus dan kemudian kepusat nyeri di dalam otak besar, dimana
rangsangan dirasakan sebagai nyeri. Rasa nyeri merupakan
mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila ada jaringan tubuh
yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan
cara memindahkan stimulus nyeri. Dengan kata lain, nyeri pada
umumnya terjadi akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata.
Senyawa analgetik dibagi menjadi dua yaitu Analgetik narkotik dan
Analgetik non narkotik, yang akan dibahas lebih mendalam pada
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan antara struktur dan aktivitas obat golongan
analgetik narkotik ?
2. Bagaimana hubungan antara struktur dan aktivitas obat golongan
analgetik non narkotik (Analgetik-antipiretik)?
3. Bagaimana hubungan antara struktur dan aktivitas obat golongan
analgetik non narkotik (NSAID atau OAINS)?
C. Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui hubungan antara struktur dan aktivitas obat
golongan analgetik narkotik
2. Untuk mengetahui hubungan antara struktur dan aktivitas obat
golongan analgetik non narkotik (Analgetik-antipiretik)
3. Untuk mengetahui hubungan antara struktur dan aktivitas obat
golongan analgetik non narkotik (NSAID atau OAINS)
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Pengertian Analgetik Narkotik


Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi Sistem
saraf pusat secara selektif, digunakanuntuk mengurangi rasa nyeri
tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan
meningkatkan nilai ambang prespsi rasa sakit. (Siswandono dan
Soekardjo 2008). Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul
analgetika dibagi menjadi dua golongan yaituanalgetika narkotik dan
analgetika non narkotik. (Siswandono dan Soekardjo 2008).
Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan Sistem
saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa nyeri
yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut,
sesudah operasi dan kolik usus atau ginjal. Analgetika narkotik sering
pula digunakan untuk pramedikasi anastesi,bersama-sama dengan
atropine, untuk mengontrol sekresi. (Siswandono dan Soekardjo 2008).
Aktivitas analgetika narkotik jauh lebih besar dibandingkan aktifitas
analgetika non narkotik sehingga disebut juga analgetika kuat.
Golongan ini pada umumnya menimbulkan euforia sehingga banyak
disalahgunakan. (Siswandono dan Soekardjo 2008).
Pemberian obat secara terus-menerus menimbulkan
ketergantungan fisik dan mental atau kecanduan,dan efek ini terjadi
secara cepat. Penghentian secara tiba-tiba dapat menyebabkan
sindrom abstinence atau gejala withdrawal. Kelebihan dosis dapat
menyebabkan kematian karena terjadi depresi
pernafasan.(Siswandono dan Soekardjo 2008) Mekanisme kerja
analgetika narkotik efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan
obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord.
Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan rasa
mengantuk. Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan morfin
mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk timbulnya aktivitas
analgesik, yaitu :
a. Struktur bidang datar, yang mengikat cincin aromatik obat melalui
ikatan van der waals.
b. Tempat anionik, yang mampu berinteraksi dengan pusat muatan
positif obat.
c. Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bagian –
CH2-CH2- dari proyeksi cincin piperidin, yang terletak didepan
bidang yang mengandung cincin aromatik dan pusat dasar.

Berdasarkan struktur kimia analgetik narkotik dibagi menjadi empat


kelompok yaitu Turunan Morfin, Turunan Fenilpiperidin (Meperidin),
Turunan Difenilpropilamin (Metadon), dan Turunan Lain-lain.

a. Turunan Morfin
Morfin didapat dari opium, yaitu getah kering tanaman
Papaver somniferum . Opium mengandung tidak kurang dari 25
alkaloid , antara lain adalah morfin, kodein, noskapin, papaverin,
tebain dan narsein. Selain efek analgesik turunan morfin juga
menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Oleh
karena itu, distribusi turunan morfin dikontrol secara ketat oleh
pemerintah. Karena turunan morfin menimbulkan efek
kecanduan,yang terjadi secara cepat, maka dicari turunan atau
analognya yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek
kecanduannya lebih rendah.
Hubungan struktur-aktivitas turunan morfin seperti Eterifikasi
dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas
analgesik, meningkatkan aktivitas antibatuk dan meningkatkan efek
kejang. Eterifikasi ,esterifikasi,oksidasi atau pergantian gugus
hidroksil alkohol dengan halogen atau hidrogen dapat
meningkatkan aktivitas analgesik, meningkatkan efek stimulan,
tetapi juga meningkatkan toksisitas. Perubahan gugus hidroksil
alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik
secara drastis. Pengubahan konfigurasi hidroksil pada C6 dapat
meningkatkan aktivitas analgesik. Hidrogenasi ikatan rangkap
C7C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi
dibanding morfin. Substitusi pada cincin aromatik akan mengurangi
aktivitas analgesic. Contohnya, seperti berikut :
1) Morfin, didapat dari hasil isolasi opium, yang mengandung
morfin antara 5-20%. Dalam sediaan biasanya sebagai garam
HCl atau sulfat. Morfin digunakan untuk mengurangi rasa sakit
yang hebat, misal serangan jantung akut. Efek kecanduannya
terjadi dengan cepat. Morfin diikat oleh protein plasma kurang
lebih 20-35 %, dan mempunyai waktu paro eliminasi 2,9 kurang
lebih 0,5 jam. Dosis oral : 20-25 mg, setiap 4 jam. I.M. atau S.C.
: 10 mg/70 kg bb.

2) Kodein, didapat dari hasil metilasi gugus hidroksil fenol morfin.


Efek analgesiknya lebih rendah dibanding morfin, tetapi
mempunyai efek antibatuk yang kuat. Kecenderungan
kecanduan kodein lebih rendah dibanding morfin dan tidak
menimbulkan depresi pernapasan. Dalam sediaan biasanya
sebagai garam HCl, fosfat, atau sulfat. Absorpsi obat dalam
saluran cerna cukup baik, obat terikat oleh protein plasma
kurang lebih 7-25 % . Kadar dalam plasma tertinggi dicapai
antara 0,5-1,5 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro
plasma kurang lebih 2-4 jam. Dosis oral : analgesik 30 mg 4 dd,
antibatuk : 5-10 mg 4 dd.
3) Heroin (Diasetilmorfin), didapat dari hasil asetilasi kedua gugus
hidroksil morfin. Efek analgesik dan euforianya lebih tinggi
dibanding morfin. Kecenderungan kecanduan heroin terjadi
lebih cepat dan efek samping jauh lebih besar dibanding morfin.
Heroin sering disalahgunakan, sehingga digolongkan sebagai
obat terlarang.
b. Turunan Meperidine
Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur
morfin tetapi masih menunjukkan kemiripan karena mempunyai
pusat atom C kuartener, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin
aromatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgesik.
Adapun contohnya adalah sebagai berikut :
1) Meperidin ( Pethidin = Dolantin ), mempunyai efek analgesik
antara morfin dan kodein. Meperidin digunakan untuk
mengurangi rasa sakit pada kasus obsetri dan untuk
pramedikasi pada anestesi. Sering digunakan sebagai obat
pengganti morfin untuk pengobatan penderita kecanduan
turunan morfin karena mempunyai efek analgesik seperti morfin
tetapi kecenderungan kecanduan lebih rendah. Absorpsi obat
dalam saluran cerna cukup baik, obat diikat oleh protein plasma
kurang lebih 40-50%. Kadar plasma tertinggi obat dicapai dalam
1-2 jam, dengan waktu paro plasma kurang lebih 5 jam. Dosis
oral I.M dan S.C : 50-100 mg, dapat di ulang setiap 3-4 jam
2) Difenoksilat ( Lomotil), strukturnya berhubungan erat dengan
me\peridin,tetapi efek analgesiknya sangat rendah karena
adanya gugus yang besar pada atom N. Difenoksilat dapat
menghambat pergerakan saluran cerna sehingga digunakan
sebagai konstipan pada kasus diare. Pada dosis normal obat
tidak menimbulkan efek kecanduan. Absorpsi obat pada saluran
cerna cukup baik, kadar plasma tertinggi dicapai dalam kurang
lebih 2 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma
kurang lebih 2,5 jam. Dosis 5 mg 4 dd.
3) Loperamid ( Imodium), strukturnya berhubungan erat dengan
diklofenoksilat, tetapi efeknya lebih khas, lebih kuat dan lebih
lama. Loperamid mempunyai efek langsung terhadap otot
longitudinal dan sirkular usus, digunakan sebagai konstipan
pada kasus diare akut dan kronik. Kadar plasma tertinggi obat
dicapai dalam kurang lebih 4 jam setelah pemberian oral,
dengan waktu paro kurang lebih 40 jam. Dosis awal : 4 mg,
diikuti dengan dosis pemeliharaan 2 mg sampai diare berhenti.
c. Turunan Metadon
Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan
dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin
piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turun
metadon dapat membentuk cincin bila dalam larutan atau cairan
tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik-menarik dipol-dipol
antara basa N dengan gugus karbosil. Adapun contohnya sebagai
berikut :
1) Metadon, mempunyai aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10
kali meperidin. Dalam sediaan biasanya sebagai garam HCl.
Turunan metadon digunakan sebagai obat pengganti morfin
untuk pengobatan penderita kecanduan turunan morfin, karena
dapat menimbulkan efek analgesik seperti morfin, dan efek
kecanduannya lebih rendah dibanding morfin. Meskipun
demikian penggunaan metadon harus dikontrol dengan ketat,
karena toksisitasnya 3-10 kali lebih besar dibanding morfin.
Metadon diabsorpsi pada saluran cerna cukup baik, kurang
lebih 90% obat diikat oleh protein plasma. Kadar plasma
tertinggi dicapai dalam kurang lebih 4 jam, dengan waktu paro
plasma kurang lebih 15 jam. Dosis untuk analgesik I.M : 2,5-10
mg, untuk menekan sindrom abstinence : 15-40 mg, dan secara
bertahap dikurangi. Levanon adalah isomer levo metadon, tidak
menimbulkan euforia seperti morfin dan dianjurkan sebagai obat
pengganti morfin utuk pengobatan kecanduan

d. Turunan Lain-Lain
Adapun contoh dari turunan lain-lain yaitu :
1) Tramadol ( Tramal,Seminae), analgesik kuat dengan aktivitas
0,1-0,2 kali morfin. Meskipun efeknya melalui reseptor opiat,
tetapi efek depresi pernafasan dan kemungkinan resiko
kecanduan relatif kecil. Senyawa diabsorpsi dalam saluran
cerna lebih kurang 90%, dengan masa kerja 4-6 jam. Dosis : 50
mg 1 dd.
2) Butarfanol tartrat ( Stadol NS), turunan morfinan dengan efek
analgesik kuat. Digunakan dalam bentuk semprot (spray) untuk
mengatasi rasa nyeri yang sedang dan hebat. Sediaan semprot
hidung : 10 mg/ml.

B. Anelgetika Non Narkotik: Analgetik-Antipiretik

Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit


yang ringan sampai moderat, schingga sering disebut analgetika
ringan, juga untuk menurunkan suhu badan pada keadaan panas
badan yang tinggi dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik.
Analgelika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf
pusat. Obat golongan ini mengadakan potensiasi dengan obat-obat
penekan sistem saraf pusat.
Mekanisme Kerja
1. Analgesik
Analgetika non narkotlk menimbulkan efek analgesik dengan
cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada
sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis prostaglandin,
seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor
rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin,
histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandln, ion-ion hidrogen dan
kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau
kimiawi.
2. Antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan
meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan
tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan
mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran
keringat. Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil.
Penurunan suhu tersebut adalah hasil kerja obat pada sistem saraf
pusat yang melibatkan pusat kontrol suhu di hipotalamus.
Analgetik-Antipiretika
Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik,
yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau
menghilangkan penyebab penyakit. Berdasarkan struktur kimianya
Obat analgetik-antipiretika dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan
anilin dan para-aminofenol, serta turunan 5-pirazolon.
a. Turunan anilin dan para-aminofenol
Turunan anilin dan p-aminofenol, seperti asetaminofen, asetanilid
dan fenasetin, mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik sebanding
dengan aspirin, tetapi tidak mempunyai efek antiradang dan
antirematik. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri
kepala dan nyeri pada otot atau sendi, dan obat penurun panas
yang cukup baik. Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah
methemoglobin dan hepatotoksik.
Hubungan Struktur dan Aktivitas
a. Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi
toksisitasnya juga besar karena menimbulkan methemoglobin,
suatu bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai
pembawa oksigen.
b. Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan
dapat menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus
amino (asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis
terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar
menyebabkan pembentukan methemoglobin dan
mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari
asetanilid mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah
sehingga efek analgesik dan antipiretiknya juga rendah.
c. Turunan aromatik dari asetanilid. Seperti benzanilid, sukar larut
dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor
sehingga tidak menimbulkan efek analgesik, sedang salisilanilid
sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgesik tetapi dapat
digunakan sebagai antijamur.
d. Para-Aminofenol adalah produk metabolik dari anilin,
toksisitasnya lehih rendah dibanding anilin dan turunan orto dan
meta, tetapi masih terlalu toksik untuk langsung digunakan
sebagai obat sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk
mengurangi toksisitasnya.
e. Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan
menurunkan toksisitas, pada dosis terapi relatif aman tetapi
pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka
panjang dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan
hati.
f. Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus
metil (anisidin) dan etil (fenetidin) akan meningkatkan aktivitas
analgesik tetapi karena mengandung gugus amino bebas maka
efek samping methemoglobin juga akan meningkat.
g. Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat
dan sulfonat ke inti benzen akan menghilangkan aktivitas
analgesik karena pemasukan gugus tersebut akan menurunkan
kelarutan senyawa dalam lemak sehingga tidak mampu
menembus sawar darah-otak.
h. Etil eter dari asetaminotèn (fenasetin) mempunyai aktivitas
analgeslk cukup tinggi, tetapi pada penggunaan jangka panjang
menyebabkan methemoglobin, kerusakan ginjal dan bersifat
karsinogenik sehingga obat ini dilarang beredar di Indonesia.
i. Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi
toksisitas dan memngkatkan aktlvitas analgeslk.

Asetaminofen (Parasetamol, Panadol, Tempra, Tylcnol, Dumİn),


merupakan analgesik-antipiretik yang populer dan banyak
digunakan di Indonesia, dalam bentuk sediaan tunggal maupun
kombinasi. Mekanisme kerja sebagai analgesik dengan memblok
pembangkitan rangsangan nyeri perifer, dan sebagai antipiretik
dengan menghambat pusat regulasi panas di hipotalamus. Etek
anti radangnya lemah dan hal ini berhubungan dengan hambatan
sintesİs prostaglandin di sistem saraf pusat. Awal kerja obat oral:
<1 jam, I.V: 5-10 menit (analgesik) dan 30 menit (antipiretik).
Absorpsi obat dalam saluran cerna cepat dan hampir sempurna,
pengikatan oleh protein plasma ± 25%. Kadar tertinggi dalam
plasma dicapai ±10-60 menit setelah pemberian oral, dengan waktu
paro plasma ±1-2,5 jam. Diekskresikan terutama melalui urin, dan
waktu paro eliminasinya ±1-3 jam. Dosis: 500 mg 4 dd.
Tabel. Struktur turunan anilin dan p-aminofenol

b. Turunan 5-pirazolon
Turunan 5-pirazolon, seperti antipirin, amidopirin dan
metampiron, mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik dan
antirematik serupa dengan aspirin. Turunan ini digunakan untuk
mengurangi rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada
spasma usus, ginjal, saluran empedu dan urin, neuralgia, migrain,
dismenorhu, nyeri gigi dan nyeri pada rematik. Efek samping yang
ditimbulkan oleh turunan 5-pirazolon adalah agranulositosis, yang
dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal.
Tabel. Struktur turunan 5-pirazolon
Contoh:
1. Antipirin (Fenazon), mempunyai aktivitas analgesik hampir
sama dengan asetanilid, dengan awal kerja yang lebih cepat.
Efek samping agranulositosisnya cukup besar sehingga
sekarang tidak Iagi digunakan untuk pemakaian sistemik.
Antipirin mempunyai efek paralitik pada saraf sensori dan
motonk, sehingga digunakan untuk anestesi setempat dan
vasokontriksi pada pengobatan rinitis dan laringitis. Dosis:
larutan 5-15%
2. Amidopirin (Pyramidon, Aminopirin, Aminofenazon),
mempunyai aktivitas analgesik serupa dengan antipirin, awal
kerjanya lebih lambat dan masa kerjanya lebih panjang.
Absorpsi obat dalam saluran cerna cepat, dan ± 25-30% akan
terikat oleh protein plasma, waktu paro plasma 2-3 jam. Efek
samping agranulositosisnya besar dan dapat berakibat fatal,
sehingga sekarang tidak Iagi digunakan dan dilarang beredar di
Indonesia.
3. Metampiron Na (Metamizol Na, Antalgin, Novalgin, Dipiron),
merupakan analgesik-antipiretik yang cukup populer di
Indonesia. Senyawa dapat menghambat sintesis prostaglandin
D dan E menghasilkan efek analgesik, anti radang dan
antipiretik. Dalam lambung cepat terhidrolisis menjadi metabolit
aktif 4-metilaminoantipirin. Absorpsi obat pada saluran cerna
cepat, dan cepat pula termetabolisis di hati. Sebagian besar
diekskresikan melalui urin sebagai metabolitnya. Efek samping
agranulositosisnya cukup besar. Dosis: 500 mg 4 dd.
4. Profifenazon (Isopirin, Larodon), digunakan terutama sebagai
antirematik. Senyawa dapat menimbulkan spasma pada otot
bergaris, dan penggunaannya sering dikombinasi dengan obat
analgesik lain. Dosis: 500 mg 4 dd.

3.3 Anelgetika Non Narkotik: Antiradang Bukan Steroid


a. Antiradang
Keradangan timbul karena pengaktifan fosfolipase A2, enzim
yang menyebabkan pelepasan asam arakidonat, yang kemudian
diubah menjadi prostaglandin oleh prostaglandin sintetase. Analgetika
non narkotik menimbulkan efek antiradang melalui beberapa
kemungkinan, antara lain adalah menghambat biosintesis dan
pengeluaran prostaglandin dengan cara memblok secara reversibel
enzim siklooksigenase sehingga menurunkan gejala keradangan.
Mekanisme yang lain adalah menghambat enzim-enzim yang
terlibat pada biosintesis mukopolisakanda dan gllkoprotein,
meningkatkan pergantian jaringan kolagen dengan memperbaiki
jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enznn-enzim
lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang. Analgetika
non narkotik efektif untuk mengurangi keradangan tetapi tidak dapat
mencegah kerusakan jaringan pada penderita artritis.
Obat antiradang bukan steroid (Non Steroidal Anti Inflamatory
Drugs = NSAID) adalah obat yang mempunyai erek mengurangi rasa
nyeri (analgesik), mengurangi peradangan pada jaringan (antiradang),
menurunkan demam (antipiretik) dan dapat menghambat agregasi
platelet (antiplatelel).
Prinsip mekanisme NSAID sebagai antiradang, analgesik dan
antipiretik adalah blokade sintesa prostaglandin melalui hambatan
enzlm siklooksigenase-2 (COX-2). Efek antiradang NSAID disebabkan
karena penurunan prostaglandin F2 dan prostasiklin yang secara
langsung akan mengurangi vasodilatasi pembuluh darah, dan secara
tidak langsung akan mengurangi udema (pembengkakan), Ffek
analgesik disebabkan menurunnya sensitivitas ujung saraf nociceptive
ke mediator nyeri seperti bradikinin dan 5-hidroksitriptamin, sedang
efek antipiretik terjadi karena NSAID dapat mencegah pelepasan
Interleukin-1 (IL-1), senyawa yang bertanggungiawab terhadap
peningkatan set point hipotalamus untuk kontrol suhu sehingga terjadi
demam. Kebanyakan Obat NSAID, selain menghambat COX-2 juga
dapat menghambat COX-1. COX-1 adalah enzim yang berperan pada
homeostasis jaringan, dapat merangsang produksi prostaglandin yang
terlibat pada gastric cyto protection di mukosa lambung, menghambat
agregasi platelet, dan autoregulasi aliran darah di ginjal. Hambatan
tidak diharapkan karena mengakibatkan tukak lambung dan
meningkatnya risiko pendarahan karena ada hambatan agregasi
platelet, sehingga dicari obat analgesik yang selektif terhadap COX-2.
Enzim COX-2 tidak selalu ada di dalam jaringan, tetapi akan
cepat muncul bila dirangsang oleh mediator Inflamasi, cedera/luka
setempat, sitokin, interleukin, interferon dan tumor necrosing factor.
Berdasarkan stnlktur kimianya Obat analgesik antiradang bukan
steroid (Non Steroidal Anti Inflamatory Drugs NSAID) dibagi menjadi
delapan kelompok yaitu turunan salisilat, turunan 5-pirazolidindion,
turunan asam N-arilantranilat, turunan asam arilasetat, turunan
heteroarilasetat, turunan oksikam, senyawa penghambat selektif COX-
2 dan turunan lain-lain.
1. Turunan asam salisilat
Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik dan
antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral karena terlalu toksik.
Yang banyak digunakan sebagai analgesik-antipiretik adalah
senyawa turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk
mengurangi rasa sakit pada nyeri kepala, sakit otot dan sakit yang
berhubungan dengan rematik. Kurang efektif untuk mengurangi
sakit gigi, sakit pada waktu menstruasi dan sakit karena kanker.
Tidak efektif untuk mengurangi sakit karena kram, kolik dan
migrain.
Turunan asam salisilat menimbulkan efek samping iritasi
lambung. Iritasi lambung akut kemungkinan berhubungan dengan
gugus karboksilat yang bersifat asarn, sedang iritasi kronik
disebabkan oleh hambatan siklooksigenase-1 (COX-1), suatu
enzim yang dapat meningkatkan vasodilatasi rnukosa lambung,
sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan
vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan nekrosis
iskemik dan kerusakan mukosa lambung.
Tabel. Struktur turunan asam salisilat
Hubungan struktur-aktivitas turunan asam salisilat
b. Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat.
Gugus karboksilat penting untuk aktivitas (gugus farmakofor)
dan letak gugus hidroksil harus berdekatan dengannya.
c. Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat
meningkatkan aktivitas tetapi menimbulkan toksisitas lebih
besar.
d. Gugus amino yang hersifat polar pada posisi 4 akan
menghilangkan akuvitas.
e. Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan
metabolisme atau hidrolisis gugus asctll menjadi leblh lambat
sehmgga masa kerja obat menjadi lebih lama.
f. Gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat
meningkatkan aktivitas.
g. Gugus difluorofenil pada posisi meta dan gugus karboksilat
(diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas analgesik dan
memperlama masa kerja obat karena meningkatnya sifat
lipofilik, dan menghilangkan efek samping, seperti iritasi saluran
cerna dan peningkatan waktu pembekuan darah.
h. Efek iritasi Iambung dari aspirin dihubungkan dengan gugus
karboksilat. Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek
iritasi tersebut. Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil
salisilat, ester ini tidak menimbulkan iritasi Iambung dan tidak
berasa.

Contoh:

1. Aspirin (Asam asetilsalisilat, Asetosal. Aspro, Rhonal),


digunakan sebagai analgesik-antipiretik dan antirematik.
Mekanisme kerjanya dengan menghambat enzirn COX-2 yang
bertanggungławab pada sintesis prostaglandin dan tromboksan.
Pemberian aspirin dałam dosis rendah (80-100 mg) dan dałam
waktu yang lama dapat digunakan untuk pengobatan trombosis
dan mencegah serangan jantung karena dapat menghambat
agregasi platelet.
2. Salisilamid (orto-Hidroksibenzamid), mempunyai aktivitas
analgesik-antipiretik hampir sama dengan aspirin, tetapi tidak
menunjukkan efek antiradang dan antirematik. Karena
salisilamid tidak terhidrolisis menjadi asam salisilat maka yang
bertanggungjawab terhadap aktivitas analgesik adalah seluruh
molekuł.
3. Diflunisal (Diflonid), mempunyał aktivitas analgesik, antiradang
dan antipiretik yane lebih besar dibanding aspirin.
2. Turunan 5-Pirazolidindion
Turunan 5-pirazolidindion, seperti fenilbutazon dan
oksifenbutazon, adalah antiradang non steroid yang banyak
digunakan untuk menngankan rasa nyeri yang berhubungan
dengan rematik, penyakit pirai dan sakit persendian. Turunan ini
menimbulkan efek samping agranulositosis yang cukup besar dan
iritasi Iambung.

Tabel. Struktur turunan 5-pirazolidindion

Hubungan struktur dan aktivitas

a. 5-pirazolidindion mengandung gugus keto (C3) yang dapal


membentuk gugus enol yang mudah terionisasi, dan hal ini
sangat penting untuk aktivitas antiradang.
Mekanisme pembentukan gugus enol dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Substitusi atom H pada C4 dengan gugus metil akan
menghilangkan aktivitas antiradang karena senyawa tidak dapat
membentuk gugus enol.
b. Penggantian satu atom N pada inti pirazolidindion dengan atom
O, pemasukan gugus metil dan halogen pada cincin benzen dan
penggantian gugus n-butil dengan gugus aril atau propil tidak
mempengaruhi aktivitas antiradang.
c. Penggantian cincin benzen dengan siklopenten atau siklopenten
membuat senyawa menjadi tidak aktif karena cincin benzen
merupakan gugus farmakofor.
d. Peningkatan sifat keasaman akan menurunkan aktivitas
antiradang dan meningkatkan efek urikosuri.

Contoh:

a. Fenilbutazon, adalah turunan pirazolon yang mempunyai


aktivitas analgesik, antipiretik, anti radang dan urikosurik.
Mekanisme kerjanya dengan menghambat sintesis
prostaglandin, migrasileukosit dan menstabilkan enzim lisosom.
Senyawa adalah pra-obat, dalam tubuh akan mengalami
metabolisme, yaitu hidroksilasi aromatik, menjadi metabolit aktif
oksifenbutazon.
b. Oksifenbutazon (Sponderil, Reozon), menimbulkan efek
samping iritasi Iambung yang lebih rendah dibandmg
fenilbutazon
c. Bumadizon kalsium semihidrat (Eumotol), merupakan produk
utama hidrolisis fenilbutazon, mempunyai efek analgesik,
antipiretik dan antiradang. Bumadizon digunakan untuk
pengobatan rematik artritis akut.
d. Sulfinpirazon (Anturan) (pKa = 2,8), mengandung gugus sulfinil
yang bersifat hidrofil, dapat meningkatkan ekskresi asam urat
sehingga digunakan untuk pengobatan penyaklt pirai kronik.
e. Alopurinol (Zyloric, Zylopram, Progout), adalah obat antigout
(urikosurik). Mekanisme kerjanya dengan menghambat xantin
oksidase, enzim yang mengkatalisis konversi hipoxantin meniadi
xantin dan kemudian meniadi asam urat. Senyawa ini juga
bekerja pada katabolisme purin, menurunkan produksi asam
urat dengan menganggu biosintesis purin.
f. Kolsisin (Recolfar), adalah urikosurik turunan fenantren.
Mekanisme kerjanya dengan menghambat produksl asam laktat
oleh leukosit, sehingga menurunkan respons inflamasi akibat
penumpukan kristal asam urat yang ditimbulkan serangan gout
akut. Senyawa juga dapat mengurangi fagositosis pada sendi
tulang.
g. Probenesid (Benemid, Probenid), adalah urikosurik yang
bekerja dengan meningkatkan ekskresi asam urat melalui
pemblokan kompetitlf reabsorpsi asam urat pada tubulus
proksimalis sehingga menurunkan kadar asam urat di serum
dan mengurangi penumpukan dalam jaringan.

3. Turunan Asam N-ArilantraniIat


Asam antranilat adalah analog nitrogen dari asam salisilat.
Turunan asam N-ArilantraniIat terutama digunakan sebagai
antiradang untuk pengobatan rematik, dan sebagai analgesik untuk
mengurangi rasa nyeri yang ringan dan moderat. Turunan ini
menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna, mual, diare, nyeri
abdominal, anemia, agranulositosis dan trombositopenia.

Hubungan struktur-aktivitas

a. Turunan asam N-antranilal mempunyai aktivitas yang lebih


linggi bila pada cincin benzen yang terikat atom N mempunyai
substituen pada posisi 2, 3 dan 6.
b. Yang aktif adalah turunan senyawa 2,3-disubstitusi. Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa mempunyai aktivitas yang lebih
besar apabila gugus-gugus pada N-aril berada di luar
koplanaritas asam antranilat. Struktur tidak planar tersebut
sesuai dengan tempat reseptor hipotetik antiradang. Contoh:
adanya substituen orto-metil pada asam mefenamat dan orto-
klor pada asam meklofenamat akan meningkatkan aktivitas
analgesik.
c. Penggantian atom N pada asam antranilat dengan gugus-gugus
isosterik seperti O, S, dan CH2 dapat menurunkan aktivitas,
karena atom N adalah farmakofor.
d. Pembentukan ester pada gugus farmakofor karboksilat, sepertl
pada glafenin, membuat senyawa menjadi pra-obat.

Contoh:

a. Asam mefenamat (Ponstan, Benostan, Mcfinal), adalah


turunan asam antranilat yang merupakan prototipe NSAID.
Bekerja sebagai analgesik dengan mcnghambat cnzim COX-1
dan COX-2 secara reversibel menghasilkan penurunan sintesis
prekusor prostaglandin. Senyawa mempunyai aktivitas
analgesik dan antipiretlk 2-3 kali aspirin dan aktivitas antiradang
seperlima kali fenilbutazon. Asam mefenamat banyak digunakan
untuk menghilangkan rasa nyeri setelah operasi gigi. Asam
mefenamat menimbulkan toksisitas hematopoitik dan efek
samping iritasi Iambung.
b. Asam flufenamat (Arlen, mempunyai aktivitas antirematik lebih
besar dan masa kerja yang lebih lama dibanding asam
mefenamat. Efek samping yang ditimbulkan serupa dengan
asam mefenamat. Asam flufenamat digunakanuntuk antirematik
dan analgesik.
c. Natrium meklofeamat (Meclomen), mempunyai aktivitas
antiradang 25 kali lebih besar dibanding asam mefenamat.
Aktivitas antirematiknya lebih besar dibanding asam flufenamat.
Meklofenamat digunakan terutama untuk mengurangi rasa
nyeri akibat keradangan, pada berbagai kondisi rematlk dan
artritis.
d. Glafenin (Glaphen, Gllfănan, Biofenin), adalah pra-obat,
aktivitas analgesiknya lebih besar dibanding aspirin dengan efek
samping lebih rendah dan batas keamanan yang lebih luas.
e. Floktafenin ( Idarac), merupakan analgesik dengan aktłvitas
yang hampłr sama dengan digunakan terutama untuk
mengurangi rasa nyeri yang akut dan kronik.

Tabel. Struktur turunan Asam N-ArilantraniIat


4. Turunan Asam Arilasetat
Turunan ini mempunyai aktivitas antiradang dan analgesik
yang tinggi, dan terutama digunakan sebagai antirematik. Bekerja
sebagai analgesik dengan menghambat enzłm COX-1 dan COX-2
secara reversibel menghasilkan penurunan sintesis prekusor
prostaglandin. Seperti pada obat antirematik yang lain turunan mi
juga menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna eukup besar.
Struktur umum turunan arilasetat dan heteroarilasetat
digambarkan sebagai berikut.

Hubungan struktur-aktivitas turunan asam arilasetat


a. Mempunyai gugus karboksil atau ekivalennya seperti asam
enolat, asam hidroksamat, sulfonamida dan tetrasol, yang
terpisah oleh satu atom C dari inti aromatik datar. Pemisahan
dengan lebih dari salu atom C, misal pada turunan asam
propionat atau butirat, akan menurunkan aktivitas.
b. Adanya gugus alfa-metil pada rantai samping asetat akan
meningkatkan aklivitas antiradang. Contoh: ibufenak, tidak
mcmpunyai gugus a-metil dan bersifat hepatoloksik, lurunan
alfa-metil (ibuprofen) mempunyai aktivilas antiradang lebih
tinggi dibanding ibufenak. Makin panjang jumlah atom C
aktivitas makin Menurun.
c. Adanya alfa-substitusi menyebabkan senyawa bersifat optis-
aktif dan kadang-kadang isomer satu lebih aktif dibanding yang
lain. Konfigurasi yang aktif pada umumnya adalah hentuk
isomer S-(+). Contoh: S-(+) ibuprofen lebih aktif dibanding
isomer S-(-), kecuali pada fenoprofen isomer S-(+) dan S-(-)
mempunyai aktivitas yang sama.
d. Mempunyai gugus hidrofob yang terikat pada atom C inti
aromatik pada posisi meta atau para dari gugus alfa.
e. Turunan ester dan amida juga mempunyai aktivitas antiradang
karena secara in vivo dihidrolisis menjadi hentuk asamnya.

Demikian pula untuk turunan alkohol dan aldehida, secara in


vivo dioksidasi menjadi gugus karboksil.
Contoh:
a. Diklofenak Na (Voltaren, Neurofenac) dan diklofenak K
(Cataflam), mempunyai aktivitas antirematik, antiradang dan
analgesik-antipiretik, digunakan terutama untuk mengurangi
rasa nyeri akibat keradangan pada berbagai keadaan rematlk
dan kelainan degeneratif pada sistem otot rangka.
b. Ibuprofen (Brufen, Dolofen-F, Ibol, Ifen, Motrin), mempunyai
aktivitas antirematik, antiradang dan analgesik-antipiretik,
digunakan terutama untuk mengurangi rasa nyeri akibat
keradangan pada berbagai kondisi rematik dan artritis.
c. Ketoprofen (Profenid), mempunyai aktivitas antiradang dan
analgesikantipiretik, digunakan terutama untuk mengurangi rasa
nyeri akibat keradangan pada berbagai keadaan rematik dan
kelainan degeneratif pada sistem otot rangka.

d. Flurbiprofen (Ansaid), aktivitas dan kegunaan serupa dengan


ketoprofen.
e. Loksoprofen (Loxonin), adalah penghambat tidak selektif
enzim siklooksigenase. Mekanisme kerjanya dengan
menurunkan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.
Senyawa ini merupakan pra-obat.
f. Fenbufen (Cybufen), 3-(4-befenilil-karbonil) asam propionat,
mempunyai aktivitas antirematik, antiradang dan analgesik-
antipiretik, digunakan terutama untuk pengobatan rematik
artritis, artritis tulang, artritis pirai dan mengurangi rasa nyeri
pada otot rangka.
5. Turunan Asam Heteroarilasetat
Contoh: Indometasin, sulindak, asam tiaprofenat, asam metiazinat
dan ketorolak.
Struktur umum
Hubungan struktur-aktivitas
a. Pada turunan asam heteroarilasetat, seperti pada indometasin:
gugus karboksil pada R1 penting unluk aktivitas antiradang
(gugus farmakofor), penggantian dengan gugus Iain akan
menurunkan aktivitas.
b. Penggantian gugus C=O (X) dengan -CH2- akan menurunkan
aktivitas.
c. Adanya gugus para-halogen (R3), CF3, dan SCH3, dapat
meningkatkan aktivitas.
d. Penggantian gugus metil (R2) dengan gugus aril akan
menurunkan aktivitas, Gugus alfa-metil pada R1 menunjukkan
aktivitas yang sama dengan senyawa induk, sedang pemasukan
alfa, beta-dimetil akan mengurangi aktivitas.
e. Turunan isosterik 1-indeninindenil mempunyai aktivitas yang
serupa dengan indometasin. Hilangnya atom N-heterosiklik
menurunkan efek samping gejala pada sistem saraf pusat dan
mengurangi efek iritasi Iambung. Meskipun demikian, senyawa
metabolitnya tidak larut dalam urin dan pada dosis tinggi
menyebabkan kristaluria sehingga tidak digunakan lagi dalam
klinik.
f. Penggantian gugus metoksi dengan gugus F (R2) dan gugus Cl
dengan gugus metilsulfinil (R3), seperti yang terlihat pada
sulindak, akan meningkatkan kelarutan dalam urin dan
menurunkan efek samping iritasi Iambung.

Contoh
a. Indometasin (Benocid), mempunyai aktivitas antiradang,
analgesik-antipiretik dan antirematik, digunakan tetutama untuk
pengobatan nyeri karena keradangan dan kelainan degeneratif
pada sistem otot rangka, kelainan sendi, remalik artritis dan
penyakit pirai akut.
b. Sulindak (Clinoril), mempunyai aktivitas antirematik yang
kurang lebih sama dengan indometasin dan tidak menyebabkan
efek samping nyeri kepala. Sulindak adalah pra-obat, bentuk
yang aktif adalah metabolit sulfidanya.
c. Fentiazak (Donorest, Norvedan), digunakan sebagai antiradang
yang kronik dan akut serta untuk pengobatan artritis.
d. Asam tiaprofenat (Surgam), mempunyai aktivitas antiradang
dan analgesik-antipiretik, digunakan terutama untuk pengobatan
nyeri karena keradangan dan kelainan degeneratif pada sistem
otot rangka, artritis tulang, rematik artritis dan penyakit pirai
akut.
e. Asam metiazinat (Soripal); mempunyai efek antiradang cukup
besar, digunakan pada semua kondisi rematik, untuk
meringankan rasa nyeri saraf otot dan untuk pengobatan
penyakit pirai akut.
f. Ketorolak trometamin (Rativol), dapat menghambat biosíntesis
prostaglandin, mempunyai efek analgesik yang kuat, digunakan
untuk mengatasi rasa nyeri sesudah pembedahan.
Gambaran struktur pada turunan arilasetat dan heteroarilasetat
yang diperlukan untuk aktivitas antiradang ternyata juga dijumpai
pada struktur obat antiradang tertentu, seperti turunan salisilat,
pirazolidmdion dan N-arilantranilat, yaitu adanya gugus aromatik
yang bersifat planar, gugus yang bersifat asam dan struktur rantai
samping tertentu. Gugus aromatik dan asam diperlukan untuk
pengikatan obat pada reseptor, sedang rantai samping diperlukan
untuk mengatur distribusi obat dalam menembus membran biologis.

6. Turunan Oksikam
Turunan ini pada umumnya bersifat asam, mempunyai efek
antiradang, analgesik dan antipiretik, efektif untuk pengobatan
simptomatik rematik artritis, osteoartritis dan antipirai. Mekanisme
kerjanya dengan menghambat sintesis prostaglandin, menurunkan
panas dengan bekerja pada pusat regulasi panas di hipotalamus,
menghambat tromboksan A2, dan menurunkan sensitivitas reseptor
nyeri. Efek anti radang dihasilkan melalui stabilisasi lisosom,
menurunkan produksi kinin dan leukotrien, mengubah faktor
kemotaktik dan menghambat aktivasi neutrofil.
Contoh: piroksikam, tenoksikam dan meloksikam

a. Piroksikam (Arpyrox, Feldene, Indene, Lanareuma, Rosie,


Rexieam, Scandene), mempunyai aktivitas analgesik,
antirematik dan antiradang yang kurang lebih sama dengan
indometasin, dengan masa kerja yang cukup lama. Kadang-
kadang digunakan untuk pengobatan penyakit pirai akut.
b. Meloksikam (Mobic, Loxinic, Metacam), turunan oksikam
Yang bekerja dengan menghambat secara selektlf COX-2,
dłgunakan untuk terapi simptomatik artritis rematik dan artritis
tulang. Efek samping pada saluran cerna dan nefropati leblh
rendah dibanding golongan NSAID lain.
c. Tenoksikam (Oxaflam, Tilcotil, Xotilon), mempunyai aktivitas
antiradang, analgesik-antipiretik dan juga menghambat
agregasi platelet. Mekamsme kerja anti radang melelui
hambatan fungsi leukosit, termasuk fagositosis dan
kemotaksis, dan mencegah pelepasan radikal O2 bebas.
Tenoksikam digunakan terutama untuk mengurangi rasa nyeri
akibat keradangan dan kelainan degeneratif pada sistem otot
rangka. Efek samping iritasi saluran cerna cuku besar.
7. Senyawa Penghambat Selektif COX-2
a. Selekoksib (Celebrex, Celebex), adalah senyawa penghambat
enzim siklooksigenase-2 (COX-2) yang bekerja secara selektif,
sehingga menghambat sintesis prostaglandin yang
bertanggungiawab terhadap penurunan mediator rasa nyeri dan
keradangan.
b. Valdekoksib (Bectra), mempunyai mekanisme kerja dan
kegunaan sama dengan selekoksib. Senyawa ditarik dari
pasaran sejak April 2005 karena menimbulkan efek samping
pada kardiovaskular dan resiko reaksi pada kulit yang serius.
c. Etorikoksib (Arcoxia), mempunyai mekanisme kerja dan
kegunaan sama dengan selekoksib.
d. Lumirakoksib (Prexige), mempunyai mekanisme kerja dan
kegunaan sama dengan selekoksib.
e. Parekoksib Na (Dynastat), adalah pra-obat dari valdekoksib,
mempunyai mekanisme kerja sama dengan selekoksib.
Digunakan untuk pengobatan jangka pendek untuk nyeri
sesudah operasi.
Struktur kimia Nama obat

Selekoksib

Valdekoksib

Etorikoksib

Lumirakoksib
Na peroksib

Tabel. Struktur senyawa Penghambat COX-2

8. Turunan lain-lain
Seperti turunan yang terdahulu, turunan ini juga
menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna, serta
menyebabkan ketidaknormalan hematologis dan kadangkadang
bersifat hepatotoksik atau nefrotoksi

Contoh: benzidamin, tinoridin, asam niflumat, nimesulid,


fenazopiridin, leflunomid, infliksimab dan asam hialuronat.
a. Benzidamin HCl (Tantum), mempunyai efek analgesik dan
antiradang untuk pemakaian sistemik dan setempat, digunakan
sebagai antiradang pada urologi, pembedahan dan ortopedi.
Dalam bentuk obat kumur, benzidamin digunakan untuk kondisi
keradangan pada rongga mulut dan tenggorokan, serta untuk
antiradang setelah operasi gigi. Dosis oral: 50 mg 3 dd, larutan:
7.5 mg/5 ml, Salep atau krim: 5%.
b. Tinoridin (Nonllamin), adalah anti radang dan analgesik dengan
mekanisme kerja menstabilkan biomembran terutama pada
lisosom yang berhubungan dengan kerusakan sel atau jaringan
pada saat peradangan melalui pelepasan enzim hidrolitik.
Digunakan sebagai antiradang sesudah pembedahan,
perdarahan pada urologi, dan analgesik untuk meringankan
rasa nyeri pada punggung, nyeri sesudah ekstraksi gigi dan
nyeri pada penyakit rematik kronik. Dosis: 50-100mg 3 dd.
c. Asam niflumat (Niflucid), adalah turunan asam nikotinat,
digunakan untuk mengurangi keradangan, pembengkakan dan
rasa nyeri pada tulang sendi dan otot. Serta efektif sebagai
antirematik. Dosis: 250 mg 3 dd.
d. Nimesulid (Nimed, Aulin 100), bekerja dengan menghambat
enzim prostaglandin sintetase dan agregasi platelet, serta
menurunkan radikal bebas. Digunakan untuk mengurangı
keradangan, pembengkakan dan rasa sakit, serta efektif
sebagai antirematik. Senyawa diabsorpsi dengan baik dalam
saluran cerna, obat terikat oleh protein plasma 99%. Kadar
plasma tertinggi dicapai dalam ±1-3 jam setelah pemberian oral
dan diekskresikan terutama melaluİ urin (80%) dan feses (20%),
waktu paro eliminasinya 2-5 jam. Dosis: 100 mg.

e. Fenazopiridin (Pyridium, Urogetix), adalah turunan zat warna,


digunakan untuk analgesik pada saluran urin. Absorpsi dalam
saluran cerna cukup baik, diekskresikan terutama melalui urin
(65% dalam bentuk tak berubah, 18% sebagai parasetamol).
Dosis oral: 200 mg 3dd, setelah makan.
f. Lenunomid (Arava), adalah senyawa imunomodulator,
digunakan untuk terapi simtomatik artritis rematoid dan artritis
psoriatik. Senyawa adalah praobat, pada mukosa saluran cerna
dan hati segera diubah menjadi metabolit aktif A77 1726.
Leflunomid diabsorpsi dengan baik dalam saluran cerna,
ketersediaan hayatinya 82-95%, metabolit aktlf terikat oleh
protein plasma ± 990/0. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam ±
6-12 jam setelah pemberian oral. Diekskresikan terutama
melalui urin (43%) dan feses (48%), waktu paro eliminasinya ±
14-18 hari. Dosis: 100 mg 1 dd selama tiga hari, dosis
pemeliharaan: 10-20 mg 1 dd.

f. Infliksimab (Remicade), adalah senyawa produk rekayasa


genetika antibodi monoklonal chimeric yang digunakan untuk
pengobatan artritis reumatoid sedang sampai berat. Mekanisme
kerjanya dengan membentuk kompleks yang stabil dengan
tumour necrosis factor a (TNFa) sehingga kehilangan
bioaktivitasnya. Awal kerja obat 2-3 minggu, waktu paro
eliminasinya ±7-12 hari. Dosis I.V. infus: 3-10 mg/kgbb,
dikombinasi dengan metrotreksat, diikuti dengan dosis yang
sama pada minggu kedua dan keenam, kemudian diberikan
setiap 8 minggu.
g. Etanersept (Enbrel), adalah senyawa produk rekayasa genetika
yaitu rekombinan yang mudah larut dari tumour necrosis factor
(TNF) manusia. Mekanisme kerjanya dengan memblok interaksi
TNF dengan reseptor TNF pada permukaan sel endogen
sehingga menghasampai berat. Awal kerja obat 2-3 minggu,
waktu paro eliminasinya ± 72-132 jam. Dosis I.V. subkutan: 25
mg dua kali semmggu-3 minggu, waktu paro eliminasinya ± 72-
132 jam. Dosis I.V. subkutan: 25 mg dua kali seminggu.
h. Asam hialuronat (Durolane, Adant Dispo, Hialid), merupakan
rantai tak bercabang dan asam glukuronat dan N-
ascsetilglukosanun, yang digunakan untuk pengobatan
simptomatik artritis tulang yang ringan sampai sedang pada
sendi lutut dan punggang. Dosis tunggal suntikan intra-artikular
pada sendi lutut dan pinggang: 60 mg/3 mg.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan Sistem
saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa nyeri
yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut,
sesudah operasi dan kolik usus atau ginjal.

2. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem


saraf pusat, contohnya obat analgesic, antipiretik dan turunannya.

3. Analgetika non-narkotik terdiri dari obat antiradang yg terdiri dari


asam salisilat dan turunannya, asam flufenamat, natrium
meklofeamat, glafenin, floktafenin, dsb.

3.2 Saran
Demikianlah hasil pembahasan dalam makalah kelompok kami.
Diharapkan kepada pembaca sekalian, yang menjadikan makalah ini
sebagai panduan dalam membuat makalah selanjutnya, maka
diharapkan dapat melengkapi referensi yang berkaitan dengan
pembahasan yang berkaitan.
DAFTAR PUSTAKA

Siswandono. 2016. Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya: Airlangga


University Press.

Soekardjo Bambang dan Siswandono. Laboratorium Kimia Medisinal,


Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai