Anda di halaman 1dari 43

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I

“ANALISIS EFEK OBAT ANTIDIARE”

LAPORAN PRAKTIKUM

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mata Kuliah Farmakologi


Toksikologi I Jurusan Farmasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan

Oleh

KELOMPOK : II (DUA)
KELAS : B-S1 FARMASI 2019
ASISTEN : ZULKARNAIN MARHABA

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PROGRAM STUDI S-1
2021
Lembar Pengesahan

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI I
“ANALISIS EFEK OBAT ANTIDIARE”

OLEH
KELOMPOK II (DUA)
KELAS B-S1 FARMASI 2019

1. Dheasy Fitriah Ibrahim (821419051)


2. Indah Rahmasari Bobihu (821419076)
3. Nur Vita A. Kamudin (821419081)
4. Putri Sibby Mooduto (821419061)
5. Rian Mahmud (821419050)
6. Shofiah Badjeber (821419069)
7. Siti Rahmawati Naue (821419043)
8. Sri Nuryanti Moh. Rifai (821419057)
9. Sulistya Yasin (821419065)
10. Zulfahmi Sukri Langki (821419074)

Gorontalo, April 2021 Nilai


Mengetahui Asisten,

ZULKARNAIN MARHABA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas
izin dan kuasa-Nyalah sehingga kami Kelompok 2 dapat menyelesaikan laporan
praktikum Farmakologi Toksikologi I yang berjudul “Analisis Efek Obat
Antidiare”.
Dalam menyelesaikan laporan ini, tentunya tidak lepas dari bantuan
asisten dan penanggung jawab serta rekan sekelompok yang senantiasa membantu
dalam penyusunan laporan ini. Dengan ini kami ucapkan terima kasih kepada
yang telah membantu serta mendukung dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan praktikum ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan pembuatan laporan praktikum atau pun tugas-
tugas selanjutnya. Semoga laporan ini bisa bermanfaat khususnya bagi kami dan
umumnya bagi para pembaca.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Gorontalo, April 2021

Kelompok II

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan Praktikum ............................................................................... 2
1.4 Prinsip Praktikum ............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 3
2.1 Dasar Teori......................................................................................... 3
2.2 Uraian Bahan...................................................................................... 6
2.3 Uraian Obat ........................................................................................ 8
2.4 Uraian Hewan .................................................................................... 12
BAB III METODE PRAKTIKUM ................................................................ 13
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ......................................................... 13
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 13
3.3 Cara Kerja .......................................................................................... 13
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 18
4.1 Hasil Pengamatan ............................................................................... 18
4.2 Pembahasan........................................................................................ 18
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 22
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 22
5.2 Saran .................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang
sulit untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu
penyakit yang menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Penyakit diare
adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di seluruh daerah
geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki–laki
maupun perempuan, tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan
angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita.
Diare adalah sebuah penyakit di mana penderita mengalami rangsangan
buang air besar yang terus-menerus dan tinja atau feses memiliki kandungan air
yang berlebihan. Menurut Ashfahani (2019), diare didefinisikan sebagai keluarnya
cairan yang tidak normal atau tinja tidak berbentuk yang terkait dengan
peningkatan frekuensi pengeluaran.
Mekanisme patofisiologis umum pengganggu keseimbangan elektrolit dan
air yang menyebabkan diare yaitu perubahan transportasi aktif ion dengan baik
menurunkan penyerapan natrium atau peningkatan sekresi klorida, perubahan
motilitas usus, peningkatan osmolaritas luminal, dan peningkatan tekanan
hidrostatik jaringan. Mekanisme ini telah terkait dengan empat kelompok diare
yaitu sekretori, osmotik, eksudatif, dan perubahan transit usus (Dipiro, 2015).
Antidiare adalah obat yg digunakan untuk mengobati penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, kuman, virus, cacing, atau keracunan makanan. Gejala
diare adalah BAB berulang kali disertai banyaknya cairanyg keluar kadang-
kadang dengan mulas dan berlendir atau berdarah. Diare terjadi karena adanya
rangsangan terhadap saraf otonom di dinding usus sehingga menimbulkan reflek
mempercepat peristaltik usus.
Absorbents adalah senyawa-senyawa yang menyerap (absorb) air.
Absorbents yang diminum secara oral mengikat air dalam usus kecil dan usus
besar dan membuat feces-feces diare kurang berair. Mereka mungkin juga
mengikat kimia-kimia beracun yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri yang

1
menyebabkan usus kecil mensekresikan cairan. Salah satu absorbenst utama
adalah attapulgit. Diatabs merupakan obat paten yang mengandung zat aktif
atapulgit 600 mg dengan indikasi sebagai pengobatan simptomatik pada diare
yang tidak diketahui penyebabnya. Atapulgit bekerja dengan cara mengikat
bakteri dan toksin dalam jumlah besar sekaligus mengurangi pengeluaran air.
atapulgit mengurangi pergerakan usus, memperbaiki konsistensi tinja yang terlalu
keras atau terlalu lembek, dan meredakan kram perut yang berkaitan dengan diare.
Dari uraian diatas, dilakukan praktikum untuk menguji efektifitas dari obat
antidiare yaitu diatabs, loperamid, dan zinc dengan dua metode yaitu metode
proteksi dan metode transit intestinal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mekanisme kerja dari obat antidiare?
2. Bagaimana konsistensi feses setelah diinduksikan oleum ricini pada
metode proteksi?
3. Bagaimana kondisi usus setelah diinduksikan norit pada metode transit
intestinal?
1.3 Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme kerja dari obat antidiare
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsistensi feses setelah diinduksikan
oleum ricini pada metode proteksi
3. Mahasiswa mampu mengetahui konsidi usus setelah diinduksikan norit
pada metode transit intestinal
1.4 Prinsip Praktikum
1. Pada metode proteksi terhadap induksi oleum ricini efek obat antidiare
dapat diamati dengan berkurangnya frekuensi defekasi dan berubahnya
konsistensi feses menjadi lebih padat.
2. Pada metode transit intestinal efek obat antidiare diamati dengan
membandingkan panjang jalur yang dilewati oleh marker norit antara
pilorus dan sepanjang usus halus.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian Diare
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk tinja
dengan intensitas buang air besar secara berlebihan (lebih dari 3 kali dalam kurun
waktu satu hari). Penanganan cepat sangat dibutuhkan untuk mengatasi penyakit
diare karena apabila terlambat maka akan dapat menyebabkan kekurangan cairan
yang dapat menyebabkan kematian (Prawati dan Dani, 2019).
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011).
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses
tidak berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali
dalam 24 jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare
akut. Apabila diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare
kronik. Feses dapat dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta
dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, tenesmus, demam, dan
tanda-tanda dehidrasi (Amin, 2015).
2.1.2 Klasifikasi Diare
Menurut Depkes RI (2000) dalam Winanti (2016), jenis diare dibagi
menjadi empat yaitu :
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan
terjadinya komplikasi pada mukosa.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibat diare peristen adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.

3
4. Diare dengan masalah lain , yaitu anak yang menderita diare (diare akut
dan diare peristen), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti
demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
2.1.3 Mekanisme Diare
Menurut Purnama (2020), mekanisme dasar penyebab timbulnya diare
adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian menjadi diare. Gangguan motilitas
usus yang mengakibatkan hiperperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan
keseimbangan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi
(intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah.
Mekanisme terjadinya diare dan termaksud juga peningkatan sekresi atau
penurunan absorbsi cairan dan elektrolit dari sel mukosa intestinal dan eksudat
yang berasal dari inflamasi mukosa intestinal (Wiffen et al, 2014). Infeksi diare
akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare noninflamasi
dan diare inflamasi. Diare inflamasi disebabkan invasi bakteri dan sitoksin di
kolon dengan manifestasi sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan darah.
Gejala klinis berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, tetenus, serta
gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis ditemukan
lendir dan atau darah, mikoroskopis didapati sek lukosit polimakronuklear.
Diare juga dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme, yaitu
peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri
menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebakan terjadinya
diare. Pada dasarnya, mekanisme diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitoksin. Satu jenis bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk mengatasi pertahanan
mukosa usus.

4
2.1.4 Golongan Obat Antidiare
Obat-obat diare menurut Binsasi (2018), yaitu :
1. Kemoterapeutika
Untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti
antibiotika, sulfonamida, kinolon, dan furazolidon.
2. Opstipasi
Untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa
cara yakni :
a. Zat–zat penekan peristaltik sehingga memberikan lebih banyak waktu
untuk resorbsi air dan elektrolit oleh mukosa usus : candu dan
alkaloidanya, derivat–derivat petidin (difenoksilat dan lopramida) dan
antikolinergika (atropin, ekstrak beladon).
b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak
(tanin) dan tannalbumin, garamgaram bismut dan aluminium.
c. Adsorbensia, misalnya carbo adsorbens yang pada permukaannya dapat
menyerap (absorbsi) zat–zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri
atau yang adakalanya berasal dari makanan. Termasuk juga mucilagines,
zat–zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka–lukanya dengan
suatu lapisan pelindung, umpamanya kaolin, pektin dan garam–garam
bismut serta aluminium.
d. Zat–zat tersendiri,
Zink tablet dispersibel 20 mg, merupakan salah satu mineral yang di
butuhkan tubuh. Mineral ini sangat bermanfaat bagi tubuh untuk memperkuat
sistim kekebalan tubuh terutama pada kasus diare. Dosis dan cara penggunaan
zink yaitu usia 2 bulan – 6 bulan 1 x ½ tablet sehari, usia 7 bulan – sampai usia
dewasa 1 x 1 tablet sehari selama 10 hari peroral bahkan jika diare sudah berhenti
tetap diteruskan sampai 10 hari.
Oralit, larutan yang mempunyai komposisi natrium klorida, kalium
klorida, glukosa anhidrat dan natrium bikarbonat. Digunakan untuk mengatasi
kondisi kekurangan elektrolit dan mineral dalam tubuh akhibat dehidrasi yang
terjadi karena diare, muntah kronis. Dapat diminum dengan atau tanpa makan

5
sebelumnya. Untuk mengatasi dehidrasi pada anak–anak yaitu usia 0 bulan sampai
1 tahun 11 bulan : 15 mL per kg berat badan dalam 1 hari sekali dan Usia 2 tahun
0 bulan sampai dewasa 50 mL per kg berat badan 4 – 6 jam pertama lalu 100 mL
per kg berat badan 18 – 24 jam selanjutnya.
Cotrimoksasol, merupakan kombinasi antibiotik yang terdiri dari
trimethoprim dan sulfamethoxazole. Digunakan juga pada penanganan kasus diare
yang disebabkan oleh infeksi bakteri, dengan menghentikan pertumbuhan bakteri
di dalam tubuh. Dosis : cotrimoksasol syrup usia 6 minggu hingga 6 bulan adalah
1/2 sendok takar 5 mL yang diberikan 2 x sehari, Usia 6 bulan hingga 4 tahun 11
bulan adalah 1 sendok takar 5 mL yag diberikan 2 x sehari, dimana 1 sendok takar
5 mL mengandung sulfametoksasol 200 mg dan trimethoprim 40 mg.
Metronidasol, dapat digunakan untuk mengatasi infeksi parasit amoeba
pada diare. Dosis pada bayi usia kurang dari 7 hari 7,5 mg/kg berat badan perhari
terbagi dalam 3 kali pemberian, untuk anak–anak adalah 35 sampai 50 mg/kg
berat badan perhari terbagi dalam 3 kali pemberian.
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Rumus Molekul : C2H6O
Rumus Struktur :

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P


dan dalam eter P.
Pemerian : Cairan tak berwarna; jernih; mudah menguap;
dan mudah bergerak; bau khas dan rasa panas
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Antiseptik (menghambat mikroorganisme)

6
Kegunaan : Mensterilkan alat.
2.2.2 Na-CMC (Dirjen POM, 1979; Rowe, 2009; PubChem, 2021)
Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
Nama Lain : Natrium Karboksimetilselulosa
Berat Molekul : 263,2 g/mol
Rumus Molekul : C8H16NaO8
Rumus Struktur :

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol (95%),


eter, dan toluena. Mudah terdispersi dalam air
pada semua suhu, membentuk larutan koloid
bening. Kelarutan dalam air bervariasi dengan
tingkat substitusi.
Pemerian : Serbuk atau granul, putih sampai krem;
higroskopik.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai kontrol
2.2.3 Norit (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : CARBO ADSORBENS
Nama Lain : Arang Jerap
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
(95%) P.
Pemerian : Serbuk sangat halus, bebas dari butiran; hitam,
tidak berbau, tidak berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai penginduksi pada metode transit
intestinal

7
2.2.4 Oleum Ricini (Dirjen POM, 1995)
Nama Resmi : OLEUM RICINI
Nama Lain : Minyak Jarak
Kelarutan : Larut dalam etanol; dapat bercampur dengan
etanol mutlak, dengan asam asetat glasial, dengan
klorofom dan dengan eter.
Pemerian : Cairan kental, transparan, kuning pucat atau
hampir tidak berwarna; bau lemah, bebas dari bau
asing dan tengik; rasa khas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, dan hindarkan dari
panas berlebih.
Kegunaan : Sebagai penginduksi pada metode proteksi
2.3 Uraian Obat
2.3.1 Diatabs (Dirjen POM, 1995; MIMS, 2021)
Nama Resmi : ATTAPULGITE ACTIVATED COLLOIDALE
Nama Lain : Koloidal Atapulgit Teraktivasi
Kelarutan : Tidak larut dalam air.
Pemerian : Serbuk sangat halus; tidak mengembang; tidak
mengandung partikel seperti pasir; warna krem.
Jika disebarkan dalam air, terbentuk suspensi
yang kental.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai obat antidiare
Indikasi : Gejala diare akibat keracunan makanan dan
toksin dari bakteri dan virus.
Kontra Indikasi : Gagal hati atau ginjal berat.
Interaksi Obat : Mengurangi tindakan ipecacuanha dan emetik
lainnya. Hipoglikemia oral, antikoagulan.
Antagonis Vit K. PABA. Procaine. Dapat
mempotensiasi efek antikolinergik antihistamin,
antidepresan, antipsikotik, obat antiparkinson.

8
Farmakologi : Diatabs dapat mengabsorpsi racun, bakteri dan
enterovirus yang menyebabkan diare. Diatabs
menyerap cairan radang, sehingga membantu
memperbaiki konsistensi feses. New Diatabs
ditoleransi dengan baik dalam dosis yang
dianjurkan. Diatabs untuk pengobatan simtomatik
pada diare non-spesifik. Diatabs dapat
mengurangi frekuensi buang air besar dan
memperbaiki konsistensi feses yang encer pada
diare non-spesifik.
Dosis : Dewasa & anak ≥ 12 thn : 2 tab sesudah tiap
buang air besar dengan maks. 12 tab dalam 24
jam, 6-12 thn 1 tab sesudah tiap buang air besar,
dengan maks. 6 tab dalam 24 jam.
2.3.2 Loperamide (Dirjen POM, 1995; MMN, 2019; MIMS, 2021)
Nama Resmi : LOPERAMIDI HYDROCHLORIDUM
Nama Lain : Loperamida Hidroklorida
Berat Molekul : 513,52 g/mol
Rumus Molekul : C29H33ClN2O2HCl
Rumus Struktur :

Kelarutan : Mudah larut dalam metanol, dalam isopropil


alkohol dan dalam kloroform; sukar larut dalam
air dan dalam asam encer.
Pemerian : Serbuk putih sampai agak kuning; melebur pada
suhu lebih kurang 225o disertai peruraian.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai obat antidiare

9
Indikasi : Pengobatan simptomatik diare akut sebagai
tambahan terapi rehidrasi pada dewasa dengan
diare akut.
Kontra Indikasi : Hipersensitif, diare bercampur darah, diare
disertai demam tinggi, diare disertai infeksi,
pseudomembranous colitis, pada pasien dimana
kontipasi harus dihindar, nyeri perut tanpa diare.
Interaksi Obat : Cotrimoxazole dapat meningkatkan kadar
loperamide.
Farmakologi : Loperamide adalah obat agonis opiat sintetik
yang dapat mengaktivasi reseptor pada pleksus
myenterik usus besar. Aktivasi terhadap reseptor
tersebut akan menghambat pelepasan asetilkolin
sehingga terjadi relaksasi otot saluran cerna.
Disamping itu, penghambatan terhadap
asetilkolin juga menimbulkan efek anti sekretori
sehingga mengurangi sekresi air dan dapat
mencegah kekurangan cairan dan elektrolit
Dosis : Dewasa : Dosis awal 4 mg, dilanjutkan 2 mg
setiap BAB. Dosis maksimal 16 mg/hari.
Time to Peak : 2.5 (larutan oral); kira-kira 5 jam (kapsul).
Waktu Eliminasi Obat : Kira-kira 10 jam.
2.3.3 Zinc (Dirjen, 1995; MMN, 2019)
Nama Resmi : ZINCI SULFAS
Nama Lain : Zink Sulfat
Berat Molekul : 287,54 g/mol
Rumus Molekul : ZnSO4.7H2O

10
Rumus Struktur :

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam


gliserol; tidak larut dalam etanol.
Pemerian : Hablur transparan atau jarum-jarum kecil; serbuk
hablur atau butir; tidak berwarna; tidak berbau;
larutan memberikan reaksi asam terhadap lakmus.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
Kegunaan : Sebagai obat antidiare
Indikasi : Terapi penunjang/suplemen untuk diare akut non
spesifik pada anak.
Interaksi Obat : Zat besi dapat menurunkan penyerapan zinc. Jika
diberikan bersamaan dengan zat besi
direkomendasikan untuk memberikan zinc
terlebih dahulu yaitu beberapa jam sebelum
memberikan zat besi.
Farmakologi : Zinc memberikan efek profilaktik dan terapeutik
terhadap diare, dengan efek langsung terhadap
aktivitas vili usus, mempengaruhi aktivitas enzim
disakaridase pada permukaan perbatasan
mikrovili usus, berperan dalam transportasi air
dan elektrolit usus halus, dan mempengaruhi
fungsi sel T sehingga memperbaiki imunitas.
Dosis : Anak dan bayi ≥ 6 bulan : 20 mg sekali sehari.
Bayi < 6 bulan : 10 mg sekali sehari. Zinc
diberikan selama 10 hari (meskipun diare sudah
berhenti).

11
2.4 Uraian Hewan
2.4.1 Klasifikasi Mencit (Nugroho, 2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Gambar 2.4.1
Class : Mamalia
Mencit
Sub class : Theria (Mus musculus)
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub family : Murinae
Genus : Mus
Species : Mus musculus
2.4.2 Morfologi Mencit
Rejeki, dkk. (2018) menjelaskan morfologi pada mencit yaitu tubuh
mencit terdiri dari kepala, badan, leher, dan ekor. Rambutnya berwarna putih atau
keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Binatang ini sangat aktif
pada malam hari sehingga termasuk golongan hewan nokturnal.
2.4.3 Karakteristik Mencit
Rejeki, dkk. (2018) menjelaskan karakteristik pada mencit yaitu dapat
bertahan hidup selama 1–2 tahun, dan dapat juga mencapai umur 3 tahun. Pada
umur 8 minggu, tikus siap dikawinkan. Perkawinan mencit terjadi pada saat
mencit betina mengalami estrus. Siklus estrus yaitu 4–5 hari, sedangkan lama
bunting 19–21 hari. Berat badan mencit bervariasi. Berat badan mencit jantan
dewasa berkisar antara 20–40 gram, sedangkan mencit betina 25–40 gram.

12
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Praktikum Farmakologi Toksikologi I dengan judul Analisis Efek Obat
Antidiare dilaksanakan pada hari Jumat, 9 April 2021 pukul 08.00 sampai selesai,
bertempat di Laboratorium Farmakologi Toksikologi, Jurusan Farmasi, Fakultas
Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum kali ini,
yaitu alu, batang pengaduk, cutter, dispo, gunting, jarum pentul, lumpang, neraca
analitik, pot salep, spatula, stopwatch, sonde oral, sterofom, timbangan, toples,
dan wadah pengamatan.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum kali
ini, yaitu alkohol 70%, aquadest, diatabs, eter, loperamide, Na-CMC, norit, oleum
ricini, tisu, dan zinc.
3.2.3 Hewan
Pada praktikum kali ini hewan yang digunakan yaitu mencit (Mus
musculus)
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan larutan norit
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Digerus norit sebanyak 2 butir
3. Ditimbang Norit sebanyak 0,5 g
4. Dilarutkan norit kedalam Na-CMC sebanyak 10 mL
5. Diaduk sampai norit larut dalam Na-CMC
3.3.2 Pembuatan larutan Na-CMC 1%
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Ditimbang Na-CMC sebanyak 2 g
3. Dipanaskan air sebanyak 100 mL

13
4. Dimasukan air yang telah dipanaskan kedalam gelas beker
5. Dilarutkan Na-CMC kedalam gelas beker yang berisi air panas
6. Diaduk sampai Na-CMC larut lalu ditutup menggunakan alfol
3.3.3 Metode proteksi
1) Cara pemberian kontrol Na-CMC
1. Disiapkan alat dan bahan beserta mencit
2. Diambil mencit dari dalam kandangnya, ujung ekor mencit diangkat
dengan tangan kanan
3. Ditimbang berat badan mencit, lalu catat dan beri tanda
4. Diberi larutan Na CMC 1% dengan rute pemberian oral
5. Ditunggu hingga 20 menit
6. Diinduksi dengan oleum ricini sebanyak 0,1 mL
7. Diamati onset defakasinya dan durasi diarenya selama 20 menit
8. Dianalisis hasil
2) Cara pemberian Diatabs
1. Disiapkan alat dan bahan beserta mencit yang telah ditimbang sebelumnya
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70% menggunakan tisu
3. Digerus obat diatabs dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Diberi larutan obat diatabs dengan rute pemberian oral pada mencit
5. Ditunggu sekitar 20 menit
6. Diinduksi dengan oleum ricini sebanyak 0,1 mL
7. Diamati onset defakasinya dan durasi diarenya selama 20 menit
8. Dianalisis hasil
3) Cara pemberian Loperamide
1. Disiapkan alat dan bahan beserta mencit
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70% menggunakan tisu
3. Digerus obat loperamide dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Ditimbang berat badan mencit, lalu catat dan beri tanda
5. Diberi larutan obat loperamide dengan rute pemberian oral
6. Diinduksi dengan oleum ricini sebanyak 0,1 mL
7. Diamati onset defakasinya dan durasi diarenya selama 20 menit

14
8. Dianalisis hasil
4) Cara pemberian Zinc
1. Disiapkan alat dan bahan beserta mencit
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70% menggunakan tisu
3. Digerus zinc dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Ditimbang berat badan mencit, lalu catat dan beri tanda
5. Diberi larutan zinc dengan rute pemberian oral
6. Ditunggu sekitar 20 menit
7. Diinduksi dengan oleum ricini sebanyak 0,1 mL
8. Diamati onset defakasinya dan durasi diarenya selama 20 menit
9. Dianalisis hasil
3.3.4 Metode transit intestinal
1) Cara pemberian kontrol Na-CMC
1. Disiapkan alat dan bahan beserta mencit
2. Diambil mencit dari dalam kandangnya, ujung ekor mencit diangkat
dengan tangan kanan
3. Ditimbang berat badan mencit, lalu catat dan beri tanda
4. Diberi larutan Na CMC 1% dengan rute pemberian oral
5. Ditunggu sekitar 20 menit
6. Diinduksi dengan norit sebanyak 0,1 mL
7. Diamati onset defakasinya dan durasi diarenya selama 15 menit,
dilanjutkan dengan metode euthanasia.
2) Cara pemberian Diatabs
1. Disiapkan alat dan bahan beserta mencit
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70% menggunakan risu
3. Digerus obat diatabs dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Ditimbang berat badan mencit, lalu catat dan beri tanda
5. Diberi larutan obat diatabs dengan rute pemberian oral
6. Ditunggu sekitar 20 menit
7. Diinduksi dengan norit sebanyak 0,2 mL

15
8. Diamati onset defakasinya dan durasi diarenya selama 15 menit,
dilanjutkan dengan metode euthanasia.
3) Cara pemberian Loperamide
1. Disiapkan alat dan bahan beserta mencit
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70% menggunakan risu
3. Digerus obat loperamide dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Ditimbang berat badan mencit, lalu catat dan beri tanda
5. Diberi larutan obat loperamide dengan rute pemberian oral
6. Ditunggu sekitar 20 menit
7. Diinduksi dengan norit sebanyak 0,1 mL
8. Diamati onset defakasinya dan durasi diarenya selama 15 menit,
dilanjutkan dengan metode euthanasia.
4) Cara pemberian Zinc
1. Disiapkan alat dan bahan beserta mencit
2. Dibersihkan alat dengan alkohol 70% menggunakan risu
3. Digerus zinc dengan menggunakan lumpang dan alu
4. Ditimbang berat badan mencit, lalu catat dan beri tanda
5. Diberi larutan zinc dengan rute pemberian oral
6. Ditunggu sekitar 20 menit
7. Diinduksi dengan norit sebanyak 0,1 mL
8. Diamati onset defakasinya dan durasi diarenya selama 15 menit,
dilanjutkan dengan metode euthanasia.
3.3.5 Anestesi dan euthanasia
1) Anestesi
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diberikan eter pada tisu dan dimasukkan ke dalam toples
3. Dimasukkan hewan coba mencit dan tikus kedalam toples hingga tidak
sadarkan diri

16
2) Euthanasia
1. Dipegang ekor mencit dan tikus, lalu ditempatkan pada permukaan yang
bisa dijangkau mencit, dan biarkan mencit dan tikus meregangkan
badannya.
2. Ditahan tengkuk dengan menggunakan penahan
3. Ditarik ekor mencit dan tikus dengan tangan kanan dengan keras, sehingga
lehernya akan terdislokasi dan akan terbunuh
4. Dibersihkan alat bedah dengan menggunakan alkohol 70%
5. Dilakukan pembedahan mencit dan tikus
6. Dipisahkan organ-organ tubuh mencit dengan hati-hati
7. Diukur panjang usus dan panjang marker norit mencit dan tikus
8. Dicatat hasil

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan Metode Proteksi
Volume Onset
Hewan Uji Berat Konsistensi
Kelompok pemberian defekasi
BB (g) feses (g) feses
(ml) (detik)
Padat sedikit
Loperamide 24 1 5 0.0202
berair
Diatabs 26 1 - - -

Zinc 28 1 10 0.03 Padat

Na-CMC 34 1 120 0.0633 Padat


4.1.2 Tabel Hasil Pengamatan Metode Transit Intesinal
Hewan Volume Panjang
Panjang Selisish
Kelompok Uji BB pemberian marker
usus (cm) (cm)
(g) (ml) norit (cm)
Loperamide 26 0.1 53 10 43
Diatabs 26 0.2 53 11 42
Zinc 29 0.1 45 7.6 37.4
Na-CMC 26 0.3 57 17 40
4.2. Pembahasan
Pada praktikum farmakologi dan toksikologi kali ini, dilakukan percobaan
mengenai analisis efek obat antidiare menggunakan hewan coba mencit.
Percobaan ini bertujuan untuk analisis efek obat antidiare pada mencit (Mus
musculus) dengan metode proteksi dan metode transit intestinal terhadap diare
yang disebabkan oleh oleum ricini.
Diare atau diarrhea merupakan kondisi rangsangan buang air besar yang
terus menerus disertai keluarnya feses atau tinja yang kelebihan cairan, atau
memiliki kandungan air yang berlebih dari keadaan normal. Umumnya diare
menyerang balita dan anak-anak. Namun tidak jarang orang dewasa juga bisa

18
terjangkit diare. Jenis diare tergantung pada jenis klinik penyakitnya (Anne,
2011). Mencit dibagi menjadi empat kelompok pada masing-masing metode. Pada
masing-masing kelompok diberi obat yang berbeda antara lain Loperamide,
Diatabs, Zinc, dan kelompok kontrol diberi Na-CMC.
Pada percobaan ini digunakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan
coba. Menurut Rudy A.N (2018), mencit merupakan hewan yang sering
digunakan sebagai hewan laboratorium. Penggunaan mencit sebagai model
laboratorium berkisar 40%. Mencit banyak digunakan sebagai hewan
laboratorium karena memiliki kelebihan seperti siklus hidup relatif pendek,
jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani,
serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip hewan mamalia lain,
seperti sapi, kambing, domba, dan babi. Selain itu, mencit dapat hidup mencapai
umur 1-3 tahun.
Sebelum dilalukan percobaan, mencit dipuasakan selama ±8 jam. Tujuan
dipuasakan yaitu agar tidak ada asupan makanan yang mempengaruhi proses
pengujian nanti (Sri dkk, 2015). Selanjutnya, setelah ditimbang, setiap mencit
diberikan obat antidiare melalui rute oral. Obat-obat yang digunakan antara lain
loperamide, diatabs dan zinc yang merupakan obat yang lazim digunakan sebagai
antidiare. Untuk kelompok kontrol diberikan larutan Na-CMC.
4.2.1 Metode Proteksi
Pada metode proteksi, masing-masing mencit diberikan obat sebanyak 1
mL. Setelah 20 menit, mencit selanjutnya diinduksi menggunakan oleum ricini.
Oleum ricini merupakan trigliserida dari asam risinoleat yang dapat terhidrolisis
dalam usus oleh lipase menjadi gliserin dan asam risinoleat. Sebagai surfaktan
anionik zat ini bekerja mengurangi absorpsi neto cairan dan elektrolit serta
menstimulasi peristaltik usus, sehingga oleum ricini dapat menyebabkan diare
(Linda, P.S. dkk, 2013).
Setelah diinduksi menggunakan oleum ricini, diamati respon yang terjadi
pada mencit. Adapun parameter yang diamati antara lain onset defekasi (di menit
keberapa feses pertama kali keluar), berat feses, dan konsistensi feses.
Pengamatan ini dilakukan selama 20 menit. Setelah dilakukan percobaan, hasil

19
yang didapatkan yaitu obat Diatabs menghambat waktu timbul diare lebih lama
dibandingkan obat Loperamide dan Zinc, serta kelompok kontrol yang hanya
diberi Na-CMC.
Obat Diatabs mengandung attapulgite yang termasuk dalam jenis obat
adsorben, obat ini bekerja dengan cara mengadsorbsi toksin intestinal atau
mikroorganisme, atau dengan melapisi atau melindungi mukosa intestinal
(Mycek, 2001). Mekanisme kerja obat Loperamide bekerja pada reseptor opial
dan akan mengurangi gerak peristaltik usus dan menghambat sekresi air dan
elektrolit di usus (Widya Kardela dkk, 2018). Sedangkan obat Zinc bekerja
dengan cara menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana
eksresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel
usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadien diare (Agtini, 2011).
4.2.2 Metode Transit Intestinal
Pada metode transit intestinal, masing-masing mencit diberikan obat
melalui rute oral sebanyak 0.1-0.3 ml berbeda untuk tiap obat. Setelah 20 menit,
mencit selanjutnya diinduksi menggunakan suspensi norit. Menggunakan suspensi
norit 5% sebagai senyawa marker karena mampu memberi penanda warna hitam
di usus. Pengamatannya yaitu dengan mengukur panjang lintasan norit (marker)
dibandingkan dengan panjang usus secara keseluruhan. Semakin kecil rasio
marker maka memberikan efek antidiare lebih baik (Fita Sari dkk, 2018).
Setelah diinduksi menggunakan norit, diamati respon yang terjadi pada
mencit. Pengamatan ini dilakukan selama 20 menit. Tidak lupa sebelum diberi
perlakuan mencit yang akan digunakan dipuasakan selama ±8 jam agar kerja obat
tidak terganggu dan untuk mengurangi gerak peristaltik usus akibat adanya
makanan dalam usus hal ini dikarenakan pada metode ini bertujuan untuk melihat
pengaruh sediaan uji terhadap gerak peristaltik usus (motilitas usus) yang memicu
diare (Fajrin, 2012).
Berdasarkan hasil percobaan, pada setiap mencit panjang usus secara
keseluruhan dan norit berbeda-beda. Yang paling panjang dimiliki oleh mencit
dengan berat badan 26 gram yang diberi obat Loperamide. Kemudian pada mencit

20
yang puasa atau yang diberi norit setelah 20 menit perlakuan dikorbankan untuk
dibedah agar dapat dihitung norit sampai di usus ke berapa cm. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Maria (2009), panjang usus mencit yang didapat
berkisar dari 35 – 52 cm. Setelah dibedah dan diukur panjang marker norit yang
ada pada mencit, semua organ mencit dimasukkan kembali kedalam tubuh mencit,
lalu dikuburkan.
Kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi yaitu praktikan lupa untuk
memuasakan mencit yang akan diberi perlakuan, dan praktikan salah dalam
menghitung dosis obat yang akan diberikan pada mencit. Pada saat pembedahan,
kesalahan yang mungkin terjadi yaitu putusnya usus tepat pada bagian yang ada
marker norit sehingga panjang norit yang didapat tidak akurat.

21
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Obat Diatabs mengandung attapulgite yang termasuk dalam jenis obat
adsorben, obat ini bekerja dengan cara mengadsorbsi toksin intestinal atau
mikroorganisme, atau dengan melapisi atau melindungi mukosa intestinal.
Obat Loperamide bekerja pada reseptor opial dan akan mengurangi gerak
peristaltic usus dan menghambat sekresi air dan elektrolit di usus.
Sedangkan obat Zinc bekerja dengan cara menghambat enzim INOS
(Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana eksresi enzim ini meningkat
selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitelusus. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan
morfologi dan fungsi selama kejadian diare.
2. Konsistensi feses setelah diinduksi oleum ricini pada loperamid yaitu
padat sedikit berair, pada zinc yaitu padat, pada Na-CMC yaitu padat, dan
pada diatabs tidak mengeluarkan feses.
3. Kondisi usus mencit setelah diinduksikan norit yaitu pada diatabs panjang
marker norit 11 cm, pada loperamid yaitu 10 cm, pada zinc yaitu 7,6 cm,
dan pada Na-CMC yaitu 17 cm.
5.2 Saran
5.2.1 Saran untuk jurusan
Diharapkan adanya penambahan dan perbaikan sarana serta prasarana
untuk membantu proses perkuliahan.
5.2.2 Saran untuk laboratorium
Diharapkan alat–alat yang digunakan pada praktikum lebih dilengkapi
agar pengetahuan dari mahasiswa semakin luas.
5.2.3 Saran untuk asisten
Diharapkan agar kiranya dapat memperhatikan praktikan yang tidak
paham atau belum mengerti dengan materi yang disampaikan atau yang telah
dijelaskan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Agtini, D. M. 2011. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan


Informasi Kesehatan.Vol. 02. Triwulan II, No. 08. Bakti Husada. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI.

Anne, Ahira. 2011. Penyakit Diare Akut. Jakarta.

Binsasi, Anita Apriyanti. 2018. Profil Penggunaan Obat Antidiare Pada Balita Di
Puskesmas Manamas Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2017.
Kupang : Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang.

Debby Daviani Prawati., Dani Nasirul Haqi. 2019. Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Diare di Tambak Sari Kota Surabaya. Jurnal Promkes. Vol. 7
No. 1 (2019) 35- doi.

Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Jakarta : Depkes RI.

Depkes RI. 2011. Target Tujuan Pembangunan MDGs. Jakarta : Direktorat


Jendral Kesehatan Ibu dan Anak.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Depkes RI.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV . Jakarta : Depkes RI.

Dirjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta :
Depkes RI.

Fajrin, F. A. 2012. Aktivitas Antidiare Ekstrak Etanol Daun Seledri (Apium


graveolens L.) pada Mencit Jantan. Pharmacy.Vol. 09, No. 01.

Fita Sari1, Rosa Juwita Hesturini, Firnanda Raafi Ulia Azhar. 2018. Efektifitas
Ekstrak Daun Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Antidiare yang
Diujikan secara In Vivo pada Mencit Putih Jantan 1. Prosiding Seminar
Nasional Farmasi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri.

Linda, P.S. 2013. Efek Antidiare Ekstrak Etanol Daun Mindi (Melia Azedarach
Linn) Pada Mencit Swiss Webster Jantan 1. Kartika Jurnal Ilmiah Farmasi.
Universitas Jenderal Achmad Yani.

Mycek, Mary J., Richard A. Harvey, and Pamela C. Champe. 2001. Farmakologi
Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta : Widya Medika.

Purnama S.G. 2017. Penyakit Berbasis Lingkungan. Diktat Kuliah.


Suharyono.1991. Diare Akut Klinik dan Laboratorik. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Widya Kardela. 2018. Biji melinjo (Gnetumg nemon L.): Aktivitas sebagai
antidiare. Jurnal Farmasi Higea.10 (1).

Wiffen Philip, Marc Mitchell, Melanie Snelling, Nicola Stoner, 2014. Farmasi
Klinis OXFORD. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 : Alat, Bahan, dan Hewan Coba


a. Alat
No Nama Alat Gambar Fungsi

Batang
1 Untuk mengaduk larutan
pengaduk

2 Cutter Sebagai alat bedah

Sebagai alat untuk


3 Dispo pemberian secara per oral
pada mencit

4 Gelas ukur Untuk mengukur larutan

5 Gunting Sebagai alat bedah


Lumpang dan Untuk menghaluskan obat
6
Alu yang akan digunakan

Untuk menimbang bobot


3 Neraca analitik
obat yang akan digunakan

8 pinset Sebagai alat bedah

Sebagai alat bantu untuk


4 Sonde Oral pemberian secara per oral
pada mencit

Untuk mempermudah
5 Sudip pengambilan serbuk obat
dari lumpang
6 Timbangan Untuk mengukur berat
badan mencit

Sebagai wadah
7 Wadah
pengamatan

b. Bahan
No Nama Bahan Gambar Fungsi

Untuk mensterilkan alat


1 Alkohol 70%
yang akan digunakan

Untuk diberikan pada


2 Aquadest
mencit secara per oral
Untuk disuntikkan pada
3 Diatabs
mencit sebagai antidiare

Untuk disuntikkan pada


4 Lopiramide
mencit sebagai antidiare

Untuk disuntikan pada


5 Na-CMC
mencit sebagai kontrol

6 Tisu Untuk membersihkan alat

Untuk disuntikkan pada


7 Zinc
mencit sebagai antidiare
c. Hewan Coba
No Nama Hewan Gambar Fungsi

Sebagai hewan coba yang


1. Mencit akan mendapatkan
perlakuan
Lampiran 2 : Diagram Alir
a. Pembuatan larutan norit
Pembuatan larutan norit
- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
- Digerus norit sebanyak 2 butir
- Ditimbang norit sebanyak 0,5 g
- Dilarutkan norit kedalam Na-CMC sebanyak 10 ml
- Diaduk sampai norit larut dalam Na - CMC
Larutan norit

b. Pembuatan larutan Na – CMC 1%


Pembuatan larutan Na – CMC
1%
- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
- Ditimbang Na-CMC sebanyak 2 g
- Dipanaskan air sebanyak 200 ml
- Dimasukkan air yang telah dipanaskan kedalam
gelas beker
- Dimasukkan Na-CMC kedalam gelas beker yang
berisi air panas
- Diaduk sampai Na-CMC larut lalu ditutup
menggunakan aluminium foil
Larutan Na-CMC 1%
c. Metode Proteksi

Metode proteksi
- Disiapkan alat dan bahan beserta mencit
- Diambil mencit dari dalam kandangnya, ujung ekor
mencit diangkat dengan tangan kanan
- Ditimbang berat badan mencit, lalu catat dan beri
tanda
- Diberi larutan obat antidiare dengan rute pemberian
oral
- Diinduksi dengan oleum ricini sebanyak 0,1 ml
- Diamati onset defekasinya dan durasi diare selama
20 menit
- Dianalisis hasil

Hasil

d. Metode transit intestinal


Metode transit intestinal

- Disiapkan alat dan bahan beserta mencit


- Diambil mencit dari dalam kandangnya, ujung ekor
mencit diangkat dengan tangan kanan
- Ditimbang berat badan mencit, lalu catat dan beri
tanda
- Diberi larutan obat antidiare dengan rute pemberian
oral
- Diinduksi dengan norit sebanyak 0,1 ml
- Diamati onset defekasinya dan durasi diarenya
selama 15 menit
- Dianalisis hasil

Hasil
e. Anestesi dan euthanasia

Anestesi
- Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
- Diberikan eter pada tisu dan dimasukkan kedalam
toples
- Dimasukkan hewan coba mencit dan tikus kedalam
toples hingga tidak sadarkan diri

Hasil

Euthanasia
- Dipegang ekor mencit dan tikus lalu ditempatkan
pada permukaan yang bias dijangkau mencit, dan
biarkan mencit dan tikus meregangkan badannya
- Ditahan tengkus dengan menggunakan penahan
- Ditarik ekor mencit dan tikus dengan tangan kanan
dengan keras, sehingga lehernya akan terdislokasi
dan akan terbunuh
- Dibersihkan alat bedah dengan menggunakan
alcohol 70%
- Dilakukan pembedan mencit dan tikus
- Diukur panjang usus dan panjang marker norit
mencit dan tikus
- Dicatat hasil
Hasil
Lampiran 3 : Skema Kerja
a. Metode Proteksi

Disiapkan alat Dibersihkan alat Disiapkan


dan bahan yang menggunakan hewan coba
akan digunakan alkohol 70% yang akan diberi
perlakuan

Dilakukan Disiapkan Ditimbang berat


pemberian obat larutan obat badan mencit
diatabs, tunggu diatabs
hingga 15 menit

Dilakukan Diamati efek


pemberian obat
oleum ricini
b. Metode Transit Intestinal

Disiapkan alat Dibersihkan alat Disiapkan


dan bahan yang menggunakan hewan coba
akan digunakan alkohol 70% yang akan diberi
perlakuan

Dilakukan Disiapkan Ditimbang berat


pemberian obat larutan obat badan mencit
Diatabs tunggu antidiare
hingga 15 menit

Dilakukan Dilakukan Dilakukan


pemberian obat anestesi pada euthanasia pada
Norit tunggu mencit hingga mencit
hingga 30 menit tak sadar
Diamati dan Dilakukan
diukur panjang pembedahan
marker norit pada tubuh
pada usus mencit
mencit

Anda mungkin juga menyukai