Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Metode Sebelum Esktraksi Sesudah Ekstraksi
Sokletasi

Refluks

4.2 Pembahasan
Ekstraksi adalah suatu cara untuk memperoleh sediaan yang mengandung
senyawa aktif dari suatu bahan alam menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi
panas yaitu metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang terkandung
dalam simplisia sudah dipastikan tahan panas (Marjoni, 2016). Pada praktikum kali
ini kami melakukan ekstraksi panas dengan metode sokletasi dan refluks. Refluks
merupakan proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih pelarut selama waktu dan
jumlah pelarut tertentu dengan adanya pendingin balik (kondensor). sokletasi
merupakan proses ekstraksi panas menggunakan alat khusus berupa ekstraktor
soklet. Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan suhu pada metoda
refluks.
Langkah awal dalam praktikum ini adalah menyiapkan alat dan bahan yang
akan digunakan. Kemudian dibersihkan semua alat yang akan digunakan
menggunakan alkohol 70%, karena menurut Gilliland (1985), alkohol 70% adalah
larutan yang efektif untuk membunuh bakteri dan mikroorganisme. Dalam literatur
Indrawan et al (2015), alasan digunakan alkohol 70 % karena memiliki nilai
signifikan yang lebih baik dalam menurunkan jumlah koloni kuman.
4.2.1 Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya
pendinginan balik. Ekstraksi refluks digunakan untuk mengekstraksi bahan-bahan
yang tahan terhadap pemanasan. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil
yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan
kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada
kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada
selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air
atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organo logam untuk sintesis
senyawa anorganik karena sifatnya reaktif (Sudjadi, 1986)
Ditimbang sampel tanaman kulit batang jarak merah sebanyak 50 gram.
Menurut Adrian (2000), ekstraksi refluks digunakan untuk sampel l yang tahan
terhadap pemanasan dan memiliki tekstur yang kasar seperti batang, biji, akar.
Diukur pelarut metanol sejumlah 300 ml. Menurut Utomo, D.P (2011), suhu yang
digunakan pada refluks tidak boleh melewati titik didih metanol sehingga pelarutnya
dapat menguap. Titik didih metanol berada pada suhu 64,7℃. Dalam literatur
Akhyar (2010), pelarut diganti sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Dimasukan kelereng
dalam labu alas bulat. Tujuan dimasukkan kelereng yaitu untuk menjaga panas
tetap pada suhu konstan. Suhu yang berubah atau meningkat dapat mempengaruhi
kualitas ekstrak yang didapat (Khamidinal. 2009).
Dimasukan pelarut dan sampel kedalam labu alas bulat. Kemudian di rangkai
alat refluks. Ditambahkan pewarna makanan dan es batu kedalam wadah yang telah
berisi air. Dilakukan proses ekstraksi selama kurang lebih 3 jam. Pemanasan dapat
mempermudah zat atau senyawa untuk keluar dari sampel. Penarikan zat ini
memiliki prinsip menarik zat pada suhu tinggi dengan pelarut yang menguap pada
suhu tinggi kemudian didinginkan di dalam kondensor, pelarut yang berbentuk uap
diembunkan sehingga turun ke dalam wadah yang menjaga pelarut tetap selama
reaksi berlangsung. Setelah pemanasan berlangsung selama kurang lebih 3 jam
proses dihentikkan. Hasil ekstrak didinginkan kemudian disaring, menggunakan kain
saring dan disimpan dalam wadah penampung.
4.2.2 Sokletasi
Pada percobaan ekstraksi sokletasi, ditimbang 30 gram sampel (batang akar
kucing) dengan menggunakan neraca mekanik, berdasarkan literatur Muidah (2016),
neraca mekanik memiliki kapasitas beban sekitar 311 gram dan batas ketelitian dari
neraca ini adalah 0,1 gram. Diukur pelarut metanol sebanyak 300 ml menggunakan
gelas ukur. Suhu yang digunakan pada sokletasi tidak boleh melewati titik didih
metanol karena pelarut dapat menguap. Menurut Merck (1999), titik didih metanol
adalah 64,6℃. Dibungkus sampel menggunakan kain saring sesuai dengan petunjuk.
Menurut literatur Jamal (2018), alasan sampel dibungkus menggunakan kain saring
yaitu untuk menjaga agar tidak tercampur sampel dengan pelarut secara langsung,
dan agar sampel tidak ikut masuk ke dalam labu alat bulat ketika diekstraksi.
Diusahakan tinggi sampel tidak melebihi tinggi dari pipa kapiler pada alat, karena
menurut Jamal (2018), pada saat sampel berada diposisi atas tidak terendam oleh
pelarut. Dimasukkan bungkusan sampel ke dalam selonsong alat soklet yang ujung
benangnya sampai menjulur keluar alat.
Dimasukkan kelereng dan pelarut dalam labu alas bulat. Kelereng disini
berfungsi sebagai batu didih karena berdasarkan literatur Khasani (1990), fungsi dari
batu didih ialah untuk mempercepat proses pendidihan, meratakan panas, dan
mencegah terjadinya bumping (letupan akibat panas yang tidak merata). Dirangkai
alat soklet yang sudah berisi sampel dan pelarut sesuai dengan petunjuk.
Digunakan juga pewarna makanan dan es batu sebagai pendukung proses
ekstraksi. Lakukan ekstraksi sampai 24 siklus atau pelarut sudah bening. Menurut
Utami (2006), proses ekstraksi dihentikan apabila pelarut dalam tabung sifon yang
berisi kertas saring berisi serbuk telah bening secara visual, bila telah bening berarti
proses ekstraksi telah menempuh 20-25 kali sirkulasi. Hasil ekstraksi kemudian
dimasukkan ke dalam toples lainnya dan ditutup rapat. Disimpan ekstrak cair
ditempat yang sejuk dan terlindung dari cahaya matahari untuk dilanjutkan pada
proses berikutnya.
Kemungkinan kesalahan yang dapat terjadi dalam praktikum ini yaitu pada
saat proses merangkai alat ekstraksi dengan tepat. Karena jika selang yang digunakan
dalam alat ekstraksi tidak tepat bisa terjadi kebocoran. Kesalahan juga bisa terjadi
pada metode sokletasi saat proses membungkus sampel dalam kain saring, jika tidak
terikat dengan benar sampel yang akan diekstrak bisa keluar atau jatuh dari kain
saring dan masuk ke dalam labu alas bulat.

DAPUS BARU
Adrian, P. (2000). Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat.
Universitas Negeri Andalas Padang: Pusat Penelitian.

Merck, 1999. Chemical Reagens, Merck, Germany.

Utomo, D.P., 2011. Analisis Matematis dan Ekonomis Penggunaan Metanol dan
Etanol pada Komppor “HD”. Jurnal Teknik Industri. Vol. 11. No.1 Februari
2011 : 50-55

Utami, Panca Setyawati, 2009, Ekstraksi,


http://pancasetyawatiutami.blogspot.com/2009/11/ekstraksi.html, diakses
tanggal 2 April 2021

Akhyar, 2010,Uji Daya Hambat dan Analisis KLT Bioautografi Ekstrak Akar dan
Buah Bakau (Rhizophora stylosa Griff.)terhadap Vibrio harveyi. Skripsi. Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin Makassar.
DAPUS
Jamal, 2018. Soxhlet. Program studi s1 farmasi. Sekolah tinggi ilmu kesehatan
mandala waluya; kendari

Gilliland, S. E., 1985. Bacterial Starter Cultures for Foods. CRC-Press, Inc. Boca
Raton, Florida.

Indrawan, Khadafi dkk. 2015. Perbandingan Efektifitas Larutan Antiseptik


Kombinasi Chlorexidine GluconateCetrimide – Alkohol 70 % dengan
Povidine Iodine 10% terhadap Kepadatan Kuman pada Tindakan Anestesi
Spinal. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang

Khasani. 1990. Prosedur alat-alat Kimia. Liberty : Yogyakarta.

Marjoni, R. 2016, Dasar-Dasar Fitokimia. CV. Trans Info Media: Jakarta Timur.

Muidah. 2016. Fungsi Neraca Ohaus, pp. 1

Sudjadi, 1986, Metode Pemisahan, 167 – 177, Fakultas Farmasi, Universitas


Gadjah. Mada, Yogyakarta.

 Khamidinal. 2009. Teknik Laboratorium Kimia. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai