Anda di halaman 1dari 31

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Azza wa Jalla atas segala
karunia dan nikmat yang telah Allah Subhanahu wa Ta'Ala berikan kepada kami
sehingga dapat menyusun buku penuntun ini. Salawat dan salam atas junjugan
kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabatnya serta orang-
orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Penuntun Praktikum Fitokimia dimaksudkan untuk memberikan
kemampuan analisis terhadap sampel bahan alam, khususnya aspek sifat-sifat
fisik, kimia dan fisiko kimia.
Penyusunan buku penuntun dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmakognosi pada
khususnya sesuai dengan perkembangan aplikasi ilmu pengetahuan di masyarakat.
Kami sadari bahwa penuntun ini masih jauh dari kesempurnaan, namun
kami senantiasa bertekad untuk selalu melakukan perbaikan untuk
kesempurnaannya. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat penyempurnaan akan
senantiasa kami hargai. Atas perhatiannya, diucapkan terima kasih.
Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penuntun
ini kami ucapkan terima kasih.

Sorong, Oktober 2022

Penyusun

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikan harus hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai.


2. Praktikan harus memakai jas praktikum sebelum masuk kedalam
laboratorium
3. Praktikan harus mempunyai penuntun praktikum
4. Praktikan yang berhalangan hadir (karena sakit atau lain-lain) harus
membawa surat dokter, orang tua/wali sebelum hari praktikum atau
sesudahnya
5. Praktikan yang tidak hadir praktikum 2 (dua) kali berturut turut tanpa
alasan, harus mengulang praktikum untuk tahun berikutnya.
6. Praktikan harus membawa kain lap, tissue, sabun dan alat-alat Iain yang
diperlukan
7. Praktikan harus membawa bahan tumbuhan/bagian dari tumbuhan yang
ditentukan untuk untuk membersihkan peralatan praktikum yang telah
selesai digunakan.
8. Praktikan harus membawa masker dan memakainya pada waktu yang
diperlukan
9. Praktikan harus membuat laporan praktikum/junal dan menyerahkannya
pada waktu keperluan bahan praktikum berikutnya dan merupakan syarat
untuk masuk praktikum selanjutnya.
10. Dilarang ribut/membuat keributan, makan dan minum diruang praktikum

Demikian untuk dapat dimaklumi dan dipatuhi.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Tata tertib
Daftar Isi
Percobaan I Maserasi
Percobaan II Refluks
Percobaan III Sokhletasi
Percobaan IV Pembuatan Pereaksi
Percobaan V Identifikasi Golongan Senyawa Kimia
Percobaan VI Fraksinasi
Percobaan VII Kromatografi Kolom
Percobaan VIII Kromatografi Lapis Tipis
Daftar Pustaka

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Percobaan I
“Maserasi”
Tujuan :
1. Memahami metode maserasi
2. Memahami proses pembuatan ekstrak dengan metode maserasi

Pendahuluan
Maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut
organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan
dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan
akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara
di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma
akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena
dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses
maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan
kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Secara umum
pelarut metanol merupakan pelarut yang banyak digunakan dalam proses isolasi
senyawa organik bahan alam karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit
sekunder
Prinsip kerja dari maserasi adalah proses melarutnya zat aktif berdasarkan
sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Ekstraksi zat aktif
dilakukan dengan cara merendam simplisia nabati dalam pelarut yang sesuai
selama beberapa hari pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya.
Pelarut yang digunakan, akan menembus dinding sel dan ke-mudian masuk ke
dalam sel tanaman yang penuh dengan zat aktif. Pertemuan antara zat aktif dan
pelarut akan meng-akibatkan terjadinya proses pelarutan dimana zat aktif akan
terlarut dalam pelarut. Pelarut yang berada di dalam sel mengandung zat aktif
sementara pelarut yang berada di luar sel belum terisi zat aktif, sehingga terjadi
ketidak seimbangan antara konsentrasi zat aktif di dalam dengan konsentrasi zat
aktif yang ada di luar sel. Perbedaan konsentrasi ini akan mengakibatkan
terjadinya proses difusi, dimana larutan de-ngan konsentrasi tinggi akan terdesak
keluar sel dan diganti-kan oleh pelarut dengan konsentrasi rendah. Peristiwa ini

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


terjadi berulang-ulang sampai didapat suatu kesetimbangan konsentrasi larutan
antara di dalam sel dengan konsentrasi larutan di luar sel.
Maserasi biasanya dilakukan pada suhu antara 150 - 20 °C dalam waktu
selama 3 hari sampai zat aktif yang dikehendaki larut. Kecuali dinyatakan lain,
maserasi dilakukan dengan cara merendam 10 bagian simplisia atau campuran
simplisia dengan derajat kehalusan tertentu, dimasukan ke dalam bejana kemudian
dituangi dangan 70 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 3 - 5 hari
pada tempat yang terlindung dari cahaya. Diaduk berulang-ulang, diserkai dan
diperas. Ampas dari maserasi dicuci menggunakan cairan penyari secukupnya
sampai diperoleh 100 bagian sari. Bejana ditutup dan dibiarkan selama 2 hari di
tempat sejuk dan terlindung dari cahaya matahari kemudian pisahkan endapan
yang diperoleh
Maserasi merupakan metode sederhana dan paling banyak digunakan
karena metoda ini sesuai dan baik untuk skala kecil maupun skala industri.
Langkah-langkah pengerjaan maserasi adalah sebagai berikut :
1. Simplisia dimasukan kedalam wadah yang bersifat inert dan tertutup rapat
pada suhu kamar.
2. Simplisia kemudian direndam dengan pelarut yang cook selama beberapa
hari sambil sesekali diaduk. Pelarut yang digunakan untuk maserasi dapat
bersifat "bisa campur air" seperti air it sendiri yang disebut dengan pelarut
polar dan dapat juga digunakan pelarut yang tidak dapat bercampur
dengan air seperti: Aseton, etil asetat. Pelarut yang tidak dapat bercampur
dengan air ini disebut pelarut non polar atau pelarut organik.
3. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dipisahkan dari sampel dengan
cara penyaringan.

Waktu maserasi pada umumnya adalah 5 hari, karena dengan waktu


tersebut telah tercapai keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian
dalam sel dengan luar sel. Pengocokan yang dilakukan selama maserasi akan
menjamin keseimbangan konsentrasi bahan ekstraksi lebih cepat dalam cairan.
Tanpa adanya pengocokan akan mengakibatkan berkurangnya perpindahan bahan
aktif selama proses maserasi.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Cara Kerja :
1. Simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukan ke dalam bejana
maserasi (maserator) setelah terlebih dahulu ditimbang
2. Tambahkan dengan 10 bagian pelarut (jika tidak dinyatakan lain etanol
70%)
3. Tutup dan rendam selama 6 jam pertama sambil diaduk-aduk
4. Diamkan 18 jam
5. Ampas disari sekurangnya 2 x pengulangan dengan jenis dan jumlah
pelarut yang sama (Remerasi).
6. Filtrat dikumpulkan à uapkan pelarutnya dengan rotary evaporator hingga
diperoleh ekstrak kental

Perhitungan Rendamen :
Rendemen merupakan hasil bagi dari berat produk (ekstrak) yang dihasilkan
dibagi dengan berat bahan baku dikalikan dengan 100%.

Jumlah Esktrak Yang dihasilkan


Rendamen Ekstrak = x 100%
Jumlah Simplisia Yang digunakan

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Percobaan II
“Refluks”
Tujuan :
1. Memahami metode Refluks
2. Memahami proses pembuatan ekstrak dengan metode Refluks

Pendahuluan
Ekstraksi dengan reflux saat ini menjadi metode ekstraksi yang paling
banyak diterapkan. Metode ini dinilai sebagai metode yang murah dan simpel
dengan rendemen yang cukup tinggi, jika dibandingkan dengan metode maserasi
atau perkolasi. Reflux berarti pelarut yang diputar kembali atau direcycle secara
kontinyu melalui pengkondensasian berulang pada sebuah alat kondensor. Pada
metode ini bahan yang akan diekstrak direndam pada pelarut dalam sebuah
bejana/labu yang biasanya berbentuk bulat yang kemudian ditempatkan pada
sebuah pemanas (dapat menggunakan water bath, heating mantle, atau hot plate).
Bagian atas labu ada sebuah lubang yang dihubungkan dengan alat pendingin
balik (kondesor). Lubang pada bejana tersebut juga berguna untuk memasukkan
dan mengeluarkan bahan, pelarut, maupun hasil ekstraknya.
Selama proses pemanasan, pelarut akan mendidih dan menguap. Pada fase
ini pelarut panas akan merusak jaringan dan dinding sel yang kemudian
berpenetrasi ke bagian dalam sel dan melarutkan senyawa senyawa metabolit
yang kemudian terlarut bersama pelarut. Pada saat pelarut mendidih, maka zat-zat
yang terlarut akan tertinggal di dalam labu ekstraksi. Sementara itu, pelarut akan
mendidih, menguap dan mengalir dengan bergerak ke atas menuju kondensor.
Pada saat yang sama, karena dialiri dengan fluida dingin, maka suhu kondensor
jauh di bawah suhu uap pelarut. Dengan demikian uap pelarut akan cepat
mengalami kondensasi (pendinginan dan berubah wujud menjadi cair kembali)
yang kemudian mengalir ke bawah lagi menuju labu ekstraksi. Proses ini
berlangsung secara kontinyu sampai mekanisme pemanasan dihentikan. Melalui
metode seperti ini, maka akan menghemat penggunaan pelarut, karena proses
ekstraksi dilakukan secara berkelanjutan. Selain itu, rendemen ekstrak yang
dihasilkan juga lebih tinggi, dikarenakan proses ekstraksi berlangsung pada suhu

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


tinggi sehingga mempercepat kerusakan sel dan jaringan tumbuhan serta
mempercepat proses pelarutan. Salah satu kelemahan metode ini adalah pada
penggunaan suhu tinggi yang berpotensi mendegradasi beberapa senyawa yang
tidak stabil pada temperatur tinggi. Selain itu, tentu saja biaya energi yang lebih
besar karena diperlukan dalam proses pemanasan dan juga proses pendinginan
pada kondensor.

Prinsip Kerja
Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama
dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali
menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas
bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai
penyarian sempurna.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Percobaan III
“Soxletasi”
Tujuan :
1. Memahami metode Soxletasi
2. Memahami proses pembuatan ekstrak dengan metode Soxletasi

Pendahuluan
Beberapa definisi tentang soxhletasi :
1. Soxhletasi adalah proses pemisahan dari suatu komponen yang terdapat dalam
bahan padat dengan cara penyariann berulang-ulang menggunakan pelarut
tertentu.
2. Soxhletasi adalah proses ekstraksi menggunakan pelari yang selalu baru
menggunakan alat soklet sehingga ter-jadi ekstraksi konstan dengan adanya
pendingin balik.
3. Sokletasi adalah metode penyarian secara berulang dari senyawa kimia yang
terdapat dalam bahan alam dengan menggunakan alat soxhlet.
4. Sokletasi merupakan teknik penyarian dengan pelarut or-ganik menggunakan
alat soklet dimana antara pelarut dan sampel ditempatkan secara terpisah.
5. Suatu metoda pemisahan suatu komponen yang terdapat didalam contoh padat
dengan cara penyarian berulang dengan pelarut tertentu sehingga, sema
komponen yang dinginkan dapat tersari dengan sempurna dan Pelarut yang
digunakan tergantung pada jenis komponen yang dipisahkan.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa Soxhletasi adalah


Metoda pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam suatu contoh berbentuk
padatan dengan cara penyarian berulang, menggunakan pelarut tertentu dengan
memakai alat soxhletasi. Soxhletasi merupakan proses ekstraksi dari senyawa
kimia yang terdapat dalam bahan alam menggunakan pelarut yang mudah
menguap dan dapat melarutkan senyawa kimia yang terdapat dalam bahan alam
tersebut dengan cara penyarian berulang-ulang.
Sokletasi umumnya menggunakan pelarut yang mudah menguap dan dapat
melarutkan senyawa kimia yang terdapat pada bahan tetapi tidak melarutkan zat
padat yang tidak di-inginkan. Metoda soxhletasi seolah-olah merupakan gabung-

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


an antara metoda maserasi dan perkolasi, karena pada metoda ini digunakan
pelarut tertentu yang dipanaskan. Uap yang ditimbulkan akibat pemanasan dengan
adanya pendingin ba-lik, secara kontinyu akan membasahi sampel. Secara teratur
pelarut akan mask kembali kedalam labu soxhlet membawa senyawa kimia yang
akan disolasi (tetesan teratur = Perkolasi) hasil tetesan lama-lama akan merendam
sampel (Merendam = Maserasi).
Dalam soxhletasi pelarut berfungsi untuk melarutkan se-nyawa yang akan
diekstraksi. Biasanya pelarut yang di-gunakan bersifat non polar seperti metana.
Pelarut tersebut akan meng-uap dengan adanya pemanasan, uap panas pelarut
dengan adanya kondensor, akan mengembun dan jatuh mengenai material padat,
se-hingga senyawa yang terkandung dalam material padat akan larut ber-sama
larutan tersebut.
Syarat-syarat pelarut yang digunakan dalam proses soxhletasi adalah :
1. Pelarut yang digunakan mudah menguap seperti : n-heksan, eter,
petroleum eter, metil klorida dan alkohol.
2. Titik didih pelarut rendah.
3. Pelarut tidak melarutkan senyawa yang tidak dinginkan.
4. Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi
5. Pelarut dapat terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
6. Sifat sesuai dengan senyawa yang akan disolasi, polar atau nonpolar.

Sedangkan persyaratan sampel yang dapat diekstraksi secara soxhletasi yaitu :


1. Sampel yang digunakan mempunyai pori-porinya harus lebih besar.
Contonya : Teh.
2. Sampel yang digunakan tidak dapat dilarutkan oleh pelarut yang
digunakan.
3. Dinding sampel yang digunakan harus mudah ditembus oleh pelarut.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Cara Kerja :
1. Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang dan dibungkus kertas saring
agar material padat tidak ikut larut Bersama pelarut. Sampel kemudian
ditempatkan di dalam Thimble (selonsong tempat sampel).
2. Masukkan pelarut ke dalam labu alas bulat (biasanya volume pelarut 2 kali
sirkulasi dan tambahkan beberapa butir batu didih untuk meratakan panas.
3. Soxlet dirangkai dan pastikan air untuk pendingin berjalan.
4. Panaskan pelarut dengan cara refluk, dimana suhu pemanas harus lebih
rendah dari titik didih senyawa yang akan di ekstraksi
5. Pelarut akan mencapai titik didihnya, kemudian akan menguap dan naik
melewati pipa F menuju kondensor. Air yang mengaliri melewati bagian
luar kondensor akan mengembunkan uap pelarut sehingga Kembali ke fase
cair, kemudian menetes secara teratur pada thimble yang berisi sampel.
Pelarut secara perlahan akan merendam sampel dan melarutkan zat aktif
yang terdapat dalam Thimble. Ketika pelarut telah memenuhi ruangan
bahan, sifon akan mengeluarkan seluruh pelarut Kembali menuju labu alas
bulat.
6. Satu siklus Soxhlet berakhir Ketika sifon mengeluarkan seluruh isinnya
menuju labu alas bulat. Siklus dilakukan berulang – ulang hingga seluruh
senyawa yang diinginkan terekstraksi.
7. Setelah proses ektraksi selesai, pelarut dan zat aktif dapat dipisahkan
melalui proses penyulingan.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Percobaan IV
“ Pembuatan Pereaksi ”
Tujuan
Mengetahui cara pembuatan pereaksi atau reagen
Pendahuluan
Pereaksi kimia, reaktan, atau reagen (Bahasa Inggris
: reactant atau reagent) adalah bahan yang menyebabkan atau dikonsumsi dalam
suatu reaksi kimia. Sebagai contoh, asam klorida adalah sebuah pereaksi yang
bereaksi dengan logam seng menghasilkan hidrogen, atau bereaksi
dengan kalsium karbonat menghasilkan karbon dioksida. Istilah reagen juga
digunakan untuk menunjuk pada zat kimia dengan kemurnian yang cukup untuk
sebuah analisis atau percobaan. Sebagai contoh, sebuah reagen air tidak boleh
mengandung banyak ketidakmurnian seperti ion natrium, klorida, atau bakteri,
dan juga memiliki tahanan listrik yang tinggi.
Reagen atau reaktan adalah zat yang digunakan dalam mereaksikan suatu
zat kimia sebagai larutan pereaksi. Reagen juga berhubungan dengan kertas yang
digunakan sebagai alat untuk membaca larutan kimia. Reagen sendiri merupakan
hasil dari campuran larutan yang di komposisikan agar sesuai dengan hasil yang
diharapkan. Reagen banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari baik di
laboratorium maupun industri. Istilah reagen sendiri digunakan sebagai penunjuk
zat kimia dengan kemurnian yang sangat cukup untuk menganalisa sebuah
percobaan.
Bentuk dari reagen ada yang padat dan cair, setiap reagen tersebut
memiliki sifat serta karakteristik yang berbeda mulai dari bau, warna dan
manfaatnya. Reagen juga disebut reaktan. Reagen serta reaktan digunakan secara
bergantian. Reaksi kimia akan terjadi apabila ada dua reaktan direaksikan
bersamaan.
Reagen merupakan alat laboratorium yang berupa cairan yang digunakan
untuk mengetahui suatu reaksi kimia atau sebagai reaktan. Reagen juga dapat
digunakan untuk mengetahui golongan darah. Reagen juga memiliki kegunaan
sebagai senyawa suatu aplikasi yang digunakan untuk mengukur atau menganalisa

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


suatu reaksi kimia karena bantuan reagen. Namun, dalam kimia organik reagen
digunakan sebagai campuran suatu substrat pada kondisi tertentu.
Kegunaan reagen juga untuk menciptakan suatu reaksi kimia karena tanpa
suatu reaktan tidak akan ada reaksi yang dihasilkan. Reagen juga dimaksudkan
untuk kegunaan pengujian serta menganalisis suatu bahan kimia. Reagen
digunakan sebagai komponen dasar yang dikembangkan dalam program suatu
penelitian. Kegunaan reagen juga untuk mendeteksi suatu organisme yang sulit
untuk ditemukan pada perangkat biasa. Kadang reagen juga digunakan untuk
kunci sebuah produk dalam menciptakan suatu alat untuk diagnosis. Reagen juga
digunakan untuk kegiatan forensik, tes darah atau serologi dan yang lainnya.

Pembuatan Reagen :
1. Larutan pereaksi Mayer
Pereaksi Mayer dapat dibuat dengan cara menambahkan 5 g kalium iodida
dalam 10 ml aquadest, kemudian dir tambahkan larutan 1,36 g merkuri (Il)
klorida dalam 60 mi air suling. Larutan kemudian dikocok dan
ditambahkan aquadest sampai 100 ml.

2. Larutan Dragendrof pereaksi


Sebanyak 8 g bismut nitrat dilarutkan dalam 20 ml HNO,, kemudian
dicampur dengan larutan kalium iodida seba-nyak 27,2 g dalam 50 ml air
suling. Campuran dibiarkan sampai memisah secara sempurna. Ambil
Larutan jernih dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml.

3. Larutan pereaksi Bouchardat


4 g KI dilarutkan dengan 20 ml aquadest kemudian ditam-bah 2 g iodium
sambil diaduk sampai larut. Cukupkan dengan aquadest hingga 100 ml.

4. Larutan pereaksi Molish


Sebanyak 3 g a- naftol dilarutkan dalam HNO, 0,5 N secukupnya hingga
diperoleh larutan 100 ml.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


5. Larutan pereaksi Liebarmann-Bourchard
Larutan pereaksi Liebarmann-Bourchard disiapkan de-ngan cara
mencampurkan 20 bagian asam asetat anhidrat dengan 1 bagian asam
sulfat pekat dan 50 bagian kloroform. Larutan pereaksi ini harus dibuat
baru.

6. Larutan pereaksi besi (III) klorida 1%


Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
kemudian disaring.

7. Larutan pereaksi timbal (II) asetat


Sebanyak 15, 17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam
air hingga 100 ml.

8. Larutan pereaksi natrium hidroksida 2 N


Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan aquadest
sampai 100 ml.

9. Larutan HCI 2N Pereaksi


Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan aquadest hingga
100 ml.

10. Larutan aluminium (III) klorida 5%


Sebanyak 5 g aluminium (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan
dalam metanol hingga 100 ml.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Percobaan V
“Identifikasi Golongan Senyawa Kimia”

Tujuan
1. Mengidentifikasi kandungan senyawa kimia sampel
2. Mengetahui cara identifikasi senyawa kimia dengan metode reaksi warna
Pendahuluan
Identifikasi senyawa kimia atau lebih serinfg dikenal dengan istilah
skrining fitokimia adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder suatu bahan alam.
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan yang dapat memberikan
gambaran mengenai kadnungan senyawa tertentu dalam bahan alam yang akan
diteliti. Skrining fitokimia dapat dilakukan, baik secara kualitatif, semi kuantitatif,
maupun kuantitatif sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Metode skrining
fitokimia secara kualitatif dapat dilakukan melalui reaksi warna dengan
menggunakan suatu pereaksi tertentu. Hal penting yang mempengaruhi dalam
proses skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi. Pelarut
yang tidak sesuai memungkinkan senyawa aktif yang diinginkan tidak dapat
tertarik secara baik dan sempurna (Kristianti et al., 2008).
Alat dan Bahan
- Asam Sulfat - HCl 2 N
- Asam Klorida - Ekstrak
- Pereaksi Mayer - Pipet Tetes
- Pereaksi Dragen Dorf - Tabung reaksi
- Pereaksi Wagner - Penangas air
- FeCl3
Cara Kerja
1. Identifikasi Flavonoid
1 gram ekstrak sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian
ditambahkan HCl Pekat lalu dipanaskan dengan waktu 15 menit di atas
penangas air. Apabila terbentuk warna merah atau kuning berarti positif
flavonoid (flavon, kalkon dan auron).

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


2. Identifikasi Alkaloid
2 gram ekstrak sampel dimasukkan kedalam tabung reaksi ditetesi dengan
5 mL HCl 2 N dipanaskan kemudian didinginkan lalu dibagi dalam 3
tabung reaksi, masing-masing 1 mL. Tiap tabung ditambahkan dengan
masing - masing pereaksi. Pada penambahan pereaksi Mayer, positif
mengandung alkaloid jika membentuk endapan putih atau kuning. Pada
penambahan pereaksi Wagner, positif mengandung alkaloid jika terbentuk
endapan coklat. Pada penambahan pereaksi Dragendrof, mengandung
alkaloid jika terbentuk endapan jingga.
3. Identifikasi Terpenoid dan Steroid
2 gram ekstrak sampel dimasukkan dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan
dengan 2 mL etil asetat dan dikocok. Lapisan etil asetat diambil lalu
ditetesi pada plat tetes dibiarkan sampai kering. Setelah kering,
ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat.
Apabila terbentuk warna merah atau kuning berarti positif terpenoid.
Apabila terbentuk warna hijau berarti positif steroid.
4. Identifikasi Saponin
1 gram ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 10 mL air
panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik positif
mengandung saponin jika terbentuk buih setinggi 1-10 cm tidak kurang 10
menit dan pada penambahan 1 tetes HCl 2 N, buih tidak hilang.
5. Identifikasi Tanin
1 gram ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 10 mL air
panas kemudian dididihkan selama 5 menit kemudian filtratnya
ditambahkan FeCl3 3-4 tetes, jika berwarna hijau biru (hijau-hitam) berarti
positif adanya tanin katekol sedangkan jika berwarna biru hitam berarti
positif adanya tanin pirogalol

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Percobaan VI
“Fraksinasi”
Tujuan :
1. Mahasiswa dapat memisahkan golongan-golongan yang ada pada simplisia
2. Mahasiawa dapat memahami prinsip fraksinasi
Pendahuluan
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan zat cair.
Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu
dari non polar, semi polar, dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar akan
larut dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi
polar, dan yang bersifat polar akan larut kedalam pelarut polar (Harborne 1987).
Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang
lebih berat akan berada paling dasar sedang fraksi yang lebih ringan akan berada
diatas (Adijuwana dan Nur 1989).
Partisi Ektrak Cair – Cair
Ekstraksi cair - cair merupakan suatu metode ekstraksi yang
menggunakan corong pisah sehingga biasa juga disebut dengan ekstraksi corong
pisah.Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia
diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur kata lain
perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik, dan pelarut air
dimana sebagian komponen larut pada fase pertamadan sebagiannya lagi larut
pada fase kedua. Kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu
didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase zat
cair. Komponen kimia akan terpisah ke dalam dua fasa tersebut sesuai dengan
tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
Prinsip yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair adalah pada
perbedaan koefisien distribusi zat terlarut dalma dua larutan yang berbeda fase
dan tidak saling bercampur. Bila suatu zat terlarut terdistribusi antara dua larutan
yang saling bercampur, berlaku hukum mengenai konsen zat terlarut dalam kedua
fase pada kesetimbangan. Peristiwa ekstraksi cair-cair atau disebut ekstraksi saja
adalah pemisahan komponen suatu campuran cair dengan mengontakkan pada

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


cairan lain. Sehingga disebut juga ekstraksi cair atau ekstraksi pelarut (solvent
extract). Prinsip kerjanya adalah pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan
Terjadinya proses pemisahan dapat dengan cara :
Adsorpsi
Adsorpsi komponen atau senyawa diantara permukaan padatan dengan
cairan (solid liquid interface). Agar terjadi pemisahan dengan baik, maka
komponen-komponen tersebut harus mempunyai afinitas yang berbeda
terhadap adsorben dan ada interaksi antara komponen dengan adsorben
Partisi
Fase diam dan fase gerak berupa cairan yang tidak saling bercampur.
Senyawa yang akan dipisahkan akan berpartisi antara fase diam dan fase
gerak. Karena fase diam memberikan daerah yang sangat luas bagi fase
gerak, maka pemisahan berlangsung lebih baik.
Prinsip ekstraksi cair-cair adalah dilakukan dengan cara pemisahan
komponen kimia diantara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur. Dimana
sebagian komponen larut pada fase pertama, dan sebagian larut pada fase kedua.
Lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, dan didiamkan
sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan. Yakni fase cair
dan komponen kimi yang terpisah.

Alat dan Bahan :


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah Beaker glass,
Erlenmeyer, Corong pisah, Gelas ukur, Pipet Tetes, Pipet Skala Centrifuge, Vial,
tabung sentrifuge, dan Timbangan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Esktrak, n-heksan,
etil asetat, dan etanol

Prosedur Kerja :
Cara Kerja ECC
Esktrak hasil maserasi diencerkan dengan pelarut, kemudian dimasukkan ke
dalam corong pisah lalu ditambahkan dengan pelarut sebanyak 20 mL.
Difraksinasi berturut – turut selama 4 kali.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Cara Kerja ECP
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang 1 gram ekstrak sampel lalu dimasukkan ke dalam cawan
porselen, larutkan dengan hexan.
3. Dimasukkan kedalam tabung sentrifuge lalu atas tabung ditutup
alumunium foil
4. Dimasukkan tabung sentrifuge ke dalam alat sentrifugasi
5. Disentrifugasi ekstrak selama 15 menit
6. Di ulang proses sentrifuge hingga terbentuk filtrat yang bening.
7. Dimasukkan filtrat ke dalam cawan porselen lalu diuapkan
8. Dimasukkan residu ke dalam cawan porselen

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Percobaan VII
“Kromatografi Kolom”
Tujuan :
1. Mahasiswa dapat memisahkan golongan-golongan senyawa yang ada pada
simplisia atau esktrak
2. Mahasiswa dapat memahami prinsip kerja kromatografi kolom
Pendahuluan
Kromatografi adalah tehnik pemisahan dimana senyawa atau sampel yang
dipisahkan terdistribusi diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak (mobil).
Terdapat tiga jenis kromatografi yaitu kromatografi kertas, kromatografi lapis
tipis, kromatografi kolom serta kromatografi cair kinerja tinggi dengan kekuatan
dan kelemahannya masing-masing.

Kromatografi kolom adalah salah satu metoda yang sangat baik untuk
pemisahan dan pemurnian pada pemisahan suatu padatan atau cairan. Jenis
pemisahan pada kromatografi kolom bisa berupa adsorbsi (padat/cair) atau partisi
(cair/cair). Fase diam adalah suatu adsorben padat ditempatkan pada suatu kolom
kaca vertical dan fasa gerak ditambahkan dari bagian atas kolom dan dibiarkan
mengalir melalui kolom dengan gaya gravitasi atau adanya tekanan dari luar.
Adsorben yang dapat digunakan adalah silika gel G-60, alumina (Al2O3) atau
diaion. Cara pembuatan kromatografi kolom ada dua macam, yaitu :
A. Cara Kering
Silika gel atau absorben dimasukkan dalam kolom yang telah diberi kapas
sebelumnya pada ujung kolom. Selanjutnya cairan pengelusi dialirkan melalui
silika.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


B. Cara Basah
Masukkan kapas dibagian ujung kolom. Silika terlebih dahulu disuspensikan
dengan cairan pengelusi yang digunakan kemudian dimasukkan ke dalam
kolom melalui dinding kolom secara kontinu sedikit demi sedikit hingga
masuk semua sambil bagian keran dibuka. Eluen dibiarkan mengalir hingga
silika menjadi kompak dan mampat, setelah terlihat kompak atau mampat
eluen dibiarkan mengalir hingga menyisakan bagian atas absorben untuk
peletakan sampel.
Jumlah silika yang diperlukan sebagai fasa diam kromatografi kolom
tergantung pada tingkat pemisahan yang diinginkan. Untuk tahap pemurnian
biasanya diperlukan kolom yang lebih panjang sehingga silika untuk fasa diam
diperlukan lebih banyak. Biasanya jumlah silika yang digunakan sebagai fasa
diam adalah sebanyak 10-50 kali jumlah ekstrak sampel.

Penyiapan Sampel
Terdapat dua macam cara penyiapan sampel pada kromatografi kolom :
1. Sampel yang telah dilarutkan dengan cairan pengelusi dan dipipet untuk
diletakkan pada bagian atas adsorben.
2. Sampel dicampur dengan cairan fasa diam dengan jumlah sama banyak
lalu didispersikan di atas adsorben.
Sampel yang telah diletakkan diatas permukaan adsorben lalu dielusi dengan
fasa gerak secara perlahan melalui dinding kolom dan keran dibuka. Fasa gerak
atau eluen yang digunakan bisa merupakan satu pelrut saja atau campuran dari

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


dua macam pelarut dengan perbandingan yang tertentu dan kepolaran yang
berbeda. Sistem elusi pelarut dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Elusi Isokratik
Selama proses elusi menggunakan fasa gerak dengan polaritas yang tetap.
2. Elusi Bertahap
Selama proses elusi menggunakan fasa gerak dengan kepolaran meningkat
secara bertahap (Step Gradient Polarity) pada kolom fasa normal dengan
adsorben silika. Sedangkan pada kolom fasa terbalik (reverse phase)
dengan fasa diam silika C-18, kepolaran menurun secara bertahap. Variasi
kepolaran dibuat dengan cara memvariasikan komposisi fasa gerak
Proses elusi dihentikan jika sudah tidak lagi sampel yang dapat dibawa
keluar lagi oleh fasa gerak yang dapat dideteksi dari warna fraksi yang keluar dari
kolom atau dengan mendeteksinya menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT). Setiap fraksi yang keluar dari kromtografi kolom dimonitor dengan
kromtografi lapis tipis (KLT) lalu dilihat dibawah sinar UV 254 nm dan 365 nm
atau menggunakan pereaksi semprot. Fraksi yang memiliki jarak pola KLT yang
mirip digabungkan.
Alat dan Bahan :
Alat yang dibutuhkan dalam praktikum ini diantaranya Gelas ukur,
erlenmeyer, botol vial, kapas, kromatografi kolom.
Bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini diantaranya ekstrak, H2SO4,
n-heksana, CHCl3, etil asetat, methanol.
Prosedur Kerja
a. Penyiapan Sampel
1. Pembuatan Bubur Pereabsorpsi
• Fraksi kental sampel dengan jumlah 1 gram dicampur dengan
fasa diam yaitu silika gel dengan jumlah sama banyak atau
campuran ekstrak dan silika menjadi kering berbentuk serbuk
• Keringkan hingga pelarut menguap dan campuran ekstrak dan
silika menjadi berbentuk serbuk
• Sampel yang sudah siap diletakkan merata di atas silika yang
telah di packing di kolom

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


• Usahakan bagian sampel tidak tebal agar mendapatkan
pemisahan yang baik.
• Sampel ini digunakan untuk cara kolom kering
2. Cara 2 : Sampel yang telah kental dilarutkan dengan sejumlah kecil
eluen jika perlu dipanaskan di waterbath. Lalu larutan tersebut
diletakkan di atas silika yang telah di packing di kolom atau perlahan-
lahan melalui dinding. Usahakan bagian sampel dibuat tidak tebal agar
mendapatkan pemisahan yang baik. Cara preparasi ini digunakan
untuk sampel yang basah.
b. Penyiapan Kolom
1. Cara Kering
• Letakkan kapas atau cotton wool di bagian dasar kolom
• Siapkan sejumlah tertentu silika untuk kolom yaitu sebanyak
20 kali jumlah sampel ( 1 gram fraksi kental, jadi silika sekitar
20 gram)
• Masukan silika kedalam kolom
• Masukan perlahan melalui dinding cairan elusi
• Sambil kolomm diketuk-ketuk perlahan untuk mencegah
terbentuknya gelembung udara yang dapat memecah kolom
dan keran terbuka, pelarut yang keluar ditampung
• Masukkan sampel kemudian ditambahkan eluen
masing masing sebanyak 100 ml
2. Cara Basah
• Letakkan kapas atau cotton wool di bagian dasar kolom
• Siapkan sejumlah tertentu silika untuk kolom yaitu sebanyak
20 kali jumlah sampel
• Basahkan silika gel dengan pelarut pengelusi, diamkan
beberapa saat
• Masukan silika basah perlahan kedalam kolom menggunakan
corong sambil kolom digetok perlahan untuk mencegah
terbentuknya gelembung udara yang dapat memecah kolom
dan keran terbuka, pelarut yang keluar ditampung

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


• Setelah dilihat kolom sudah terbentuk sempurna, lalu sampel
bisa dimasukkan
• Ditambahkan eluen masing-masing sebanyak 100 ml
c. Hasil kromatografi di tampung kedalam vial, Untuk dapat hasil pemisahan
yang baik maka tampung sebanyak 2/3 volume vial.
d. Elusi kromatografi bisa dihentikan jika warna cairan pelarut yang keluar
sudah lebih bening atau dengan mentotolkan cairan pelarut yang keluar
pada plat KLT (Kromatografi Lapis Tipis) lalu dilihat di bawah UV pada
panjang gelombang 254 nm dan 365 nm dan dengan reagen semprot
H2SO4 10%. Apabila tidak terlihat adanya bercak dengan dua perlakuan
tersebut maka proses kromatografi kolom bisa dihentikan
e. Hasil pemisahan kromatografi kolom yang telah ditampung dalam vial
dimonitor menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
f. Sampel yang memiliki pola KLT yang sama dikelompokkan

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Percobaan VIII
“Kromatografi Lapis Tipis (KLT)”
Tujuan :
• Mahasiswa dapat mengidentifikasi kandungan senyawa yang terdapat
dalam simplisia atau ekstrak dengan cara KLT dengan menggunakan
pereaksi semprot.
Pendahuluan
Pemisahan yang terjadi pada kromatografi lapis tipis ( KLT) berdasarkan pada :
adsorpsi, partisi atau kombinasi dari kedua efek (tergantung pada jenis lempeng,
fase diam dan fase gerak yang digunakan). KLT dipilih untuk tujuan identifikasi
karena mempunyai keuntungan yaitu :
a. Sederhana dan mudah
b. Memberikan pilihan fase gerak yang lebih beragam
c. Untuk analisa kuantitatif dan isolasi skala preparative.
d. Resolusi KLT jauh lebih tinggi daripada kromatografi kertas karena laju
difusi sangat kecil pada lapisan fase gerak.
e. Zat berwarna dapat terlihat secara langsung, maupun dengan pereaksi
penyemprot.
f. Jumlah sampel uji lebih sedikit (0,01-10 µg)
Fase diam yang umum dipakai adalah : silika gel ditambah kalsium sulfat
yang menambah lekat pada fase diam. Selulosa, poliamide, alumina, sefadek dan
celite.
Fase gerak yang digunakan : monokomponen atau multikomponen, tetapi
sebaiknya tidak lebih dari 4 macam. Kromatogram pada KLT merupakan bercak-
bercak yang terpisah setelah visualisasi dengan atau tanpa pereaksi deteksi
(penyemprot) pada sinar tamapak atau sinar UV pada panjang gelombang 254 dan
366. Jarak rambat senyawa pada kromatogram dinyatakan dengan nilai Rf
(retardation factor) atau hRf (hundred retardation factor).
Nilai Rf yang diperoleh selalu berupa pecahan dan akan lebih mudah jika
Rf dikalikan dengan 100 yang dinyatakan dengan hRf. KLT dapat digunakan
untuk :
a. pemeriksaan identitas kemurnian senyawa obat
b. pemeriksaan simplisia tanaman dan hewan

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


c. pemeriksaan komposisi dan komponen aktif sediaan obat menurut label
d. penentuan kuantitatif masing-masing senyawa aktif campuran obat
Alat dan Bahan
Alat : Lempeng kromatografi, rak penyimpanan (untuk meletakkna
lempeng bial diperlukan pemanasan untuk mengaktifkan fase gerak),
bejana kromatografi (chamber), Pipet mikro (micro-syringe), alat
penyemprot pereaksi, lampu UV 254 dan 366 nm
Bahan : Fase gerak, pereaksi semprot, bahan uji
Prosedur Kerja
• Larutan bahan uji (ekstrak, hasil salah satu fraksi dan hasil kromatografi
kolom) dan /pembanding yang sudah disiapkan di totolkan pada lempeng
(jarak penotolan 1-1,5 cm) dengan volume tertentu. Dan diberikan
jarak1,5-2 cm dari tepi bawah lempeng (batas bawah). Diameter totolan
dibiarkan mengering. Pada jarak yang dikehendaki diberi tanda (batas
atas)
• Lempeng dimasukkan dalam bejana (yang telah jenuh dengan fase gerak),
dengan posisi tegak dan bagian tepi bawah tercelup dalam fase gerak,
tetapi totolan tidak sampai terendam.
• Bejana ditutup rapat dan fase gerak dibiarkan merambat hingga batas jarak
rambat.
• Lempeng dikeluarkan dan dikeringkan di udara. Perhatikan bercak yang
timbul pada sinar tampak, UV 254 dan 366nm.
• Diukur dan dicatat jarak rambat setiap bercak yang timbul. • Hitung nilai
Rf dan atau Rx (Rx= jarak rambat bercak dibagi jarak rambat
pembanding)
• Lempeng disemprot dengan pereaksi yang sesuai dan pengamatan
dilakukan di (sinar tampak, UV 254 dan 366 nm). Warna yang terjadi
dicatat. Kadang warna yang terjadi sesudah disemprot memerlukan suhu
lebih tinggi agar pem bentukan warna lebih optimum.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


Contoh Identifikasi kandugan senyawa dengan KLT
a. Senyawa Fenol
• Fase diam : lempeng silika gel 60 F254
• Fase gerak : toluen:aseton:assam format (6:6:1)
• Larutan deteksi : 5% larutan besi (III) klorida
• Pengamatan : sinar tampak
b. Senyawa Flavonoid
• Fase diam : lempeng silika gel 60 F254
• Fase gerak : kloroform : methanol :air (80:18:2)
• Larutan deteksi : 5% aluminium klorida dalam metanol atau
larutan sitroborat (pengamatan dengan pemanasan)
• Pengamatan : sinar tampak dan UV 366 nm
• Pembanding : queresetin/rutin
c. Senyawa Alkaloid
• Fase diam : lempeng silika gel 60 F254
• Fase gerak : kloroform : methanol (95:5)
• Larutan deteksi : Dragendorf, pereaksi iodoplatinat, asam sulfat
dalam etanol 10%
• Pengamatan : sinar tampak dan UV 366 nm
• Pembanding : piperin
d. Senyawa antrakuinon
• Fase diam : lempeng silika gel 60 F254
• Fase gerak : etil asetat : methanol :air (100:13,5:10)
• Larutan deteksi : 10% KOH –etanol
• Pengamatan : sinar tampak dan UV 254 dan 366 nm
• Pembanding : aloin, skopoletin
e. Senyawa minyak atsiri
• Fase diam : lempeng silika gel 60 F254
• Fase gerak : benzene : kloroform (1:1) atau benzene : etil asetat
(19:1)

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


• Larutan deteksi : asam sulfat 5% dalam methanol atau larutan
anisaldehid-asam sulfat
• Pengamatan : sinar tampak dan UV 366

f. Senyawa saponin
• Fase diam : lempeng silika gel 60 F254
• Fase gerak : kloroform : methanol :air (64:50:10) dapat digunakan
untuk semua kelompok saponin
• Larutan deteksi :
1. Carr-price (antimon triklorida 20% dalam kloroform),
kemudian dipanaskan setelah disemprot akan menghasilakn
warna ungu merah (pada sinar tampak, warna biru hijau 9pada
UV366 nm).
2. Liebermann-burchad (campuran asam asetat anhidrad dan asam
sulfat pekat ) memebrikan warna hijau hingga biru setelah
pemanasan.
3. Vanilin-asam sulfat memberikan warna biru hingga ungu biru
kadang kekuningan pada kebanyakan saponin
4. Anisaldehid-asam sulfat, warna mirip warna vanilkin-asam
sulfat.
5. Komarowsky, setelah disemprot lempeng dipanaskan sambil
diamati warna yang timbul yaitu biru, kuning dan merah.
6. Pereaksi darah, warna putih (atau tidak berwarna) akan timbul
pada latar belakang kemerahan. Hemolisis dapat terjadi dengan
segera atau beberapa saat setelah penyemprotan
• Pemabanding : karotenoid
g. Senyawa Glikosida jantung
• Fase diam : lempeng silika gel 60 F254
• Fase gerak : etil asetat : methanol : air (100:13,5:10) atau (81:11:8)
untuk bentuk glikosida. Etil asetat:piridin:air (5:1:4)
• Larutan deteksi : Pereaksi Kedde ( untuk cincin γ-lakton),
kelompok kardenolida akan timbul warna merah muda atau ungu

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


biru pada pengamatan sinar tampak, warna akan menjadi pucat
atau berkurang setelah beberapa saat, tetapi akan timbul kembali
dengan penyemprotan berulang
• Pengamatan : sinar tampak dan UV 366

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA


DAFTAR PUSTAKA
1. Adijuwana, Nur M.A. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi.
Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.
2. Departemen Kesehatan RI, (1989), Materi Medika Indonesia ,Jilid V, Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan RI, Jakarta
3. Departemen Kesehatan RI, (2000), Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat, Jakarta
4. Departemen Kesehatan RI (1987), Analisis Obat Tradisional, Jilid I,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta
5. Ditjen POM., (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
6. Gritter, R, Bobbitt, JM., Schewarting., (1985), Pengantar Kromatografi,
Penerjemah : padmawanita, ITB, Bandung
7. Gunawan, S. Dkk., (2004), Ilmu Obat Alam (Farmakognosi I), Penebar
swadaya, Jakarta.
8. Harborn, J.B., (1987), Metode Fitokimia, ITB, Bandung
9. Kristianti, A. N, N. S. Aminah, M. Tanjung, dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar
Fitokimia. Surabaya: Jurusan Kimia Laboratorium Kimia Organik FMIPA
Universitas Airlangga. P.47-48.

PENUNTUN PRAKTIKUM FITOKIMIA

Anda mungkin juga menyukai