Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Ekstraksi adalah suatu proses pengambilan ekstrak tertentu dari suatu sampel.

Sampel yang diekstraksi biasanya sampel bahan alam. Jenis ekstraksi yang digunakan untuk

ekstraksi bahan alam adalah ekstraksi secara panas refluks dan soklet, sedangkan ekstraksi

secara dingin adalah ekstraksi maserasi (Tobo 2001). Ekstraksi berprinsip melarutkan

senyawa yang polar dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar dalam pelarut yang

nonpolar juga (Sudjadi 1986).

Maserasi berasal dari kata “macerace” yang dapat diartikan merendam. Cara ini

merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair yang dibuat dengan cara

mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air melainkan

pelarut nonpolar selama periode tertentu (Kantasubrata 1993).

Refluks adalah teknik distilasi yang melibatkan kondensasi uap dan berbaliknya

kondensat ini ke dalam system asalnya. Prinsip refluks ialah pemisahan komponen yang

dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam labu bulat dan diikuti pelarut lalu

dipanaskan. Uap pelarut akan terkondensasi dan turun kembali menuju labu bulat (Gandjar

dan Rohman 2007).

Sokletasi merupakan proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat

padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu,

segingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi. Prinsip sokletasi yaitu

penyaringan yang berulang-ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang

digunakan relative sedikit (Salisbury dan Ross 1995).

Ektraksi komponen dengan cara maserasi yaitu ditimbang 5 gram daun jambu biji

yang sudah halus dan dimasukkan ke dalam gelas piala. Kemudian ditambahkan 30 ml
pelarut kemudian sampel diaduk merata selama 10 menit dengan batang pengaduk. Pelarut

yang digunakan etanol dan methanol. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan

terendam selama 5 menit. Maserasi dilakukan selama 30 menit. Setelah waktu ekstraksi

selesai, larutan sampel disring. Kertas saring dibasahi dengan pelarut. Filtrate ditambung ke

dalam Erlenmeyer dan ampas (residu) dikembalikan ke gelas piala. Ampas diekstraksi

kembali sampai total pelarut 150 ml (5 kali maserasi). Botol vial kosong sebelumnya

ditimbang. Kemudian ekstrak dimasukkan ke dalam botol vial dan dipekatkan dengan hair

dryer sampai volume ekstrak yang didalam botol vial menjadi 20 ml. botol vial dan ekstrak

setelah pemekatan ditimbang kembali.

Ekstraksi komponen dengan cara refluks yaitu ditimbang 5 Gram daun jambu biji

yang sudah halus dan dimasukkan ke dalam labu bulat alas datar ditambahkan 5 buah batu

didih dan 150 ml pelarut. Pelarut yang digunakan etanol dan methanol. System refluks

dipasangkan kondensor, labu bulat alas datar yang ditempatkan pada mantel pemanas dan

diperhatikan tidak boleh ada kobocoran. Jangan lupa setiap penempelan alat kaca diberi

vaselin. Ekstraksi dibiarkan berlangsung 1.5 jam, waktu dimulai saat mendidih. Setelah

waktu ekstraksi selesai. Suhu di mantel pemanas di 0 kan, dinginkan ekstrak dengan cara

didiamkan sampai suhu labu bulat alas datar sesuai dengan suhu ruang. Setelah suhu ruang

diangkat, disaring dan ditempatkan ke dalam botol vial.

Berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut merupakan metode pemisahan

yang paling baik dan popular. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat

dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Teknik ini dapat digunakan untuk

kegunaan preparasi, pemurnian dan memperkaya pemisahan dalam analisis (Khopkar 2007).

Berikut adalah Tabel 1 Hasil ekstraksi daun jambu biji (psidium guajava).
Metode Maserasi adalah proses ekstraksi yang ada pada suhu ruang. Komponen

yang dapat diekstrak merupakan komponen yang tahan panas atau yang tidak tahan panas

dengan kemungkinan rusaknya komponen sangat kecil.

Maserasi merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut organic dengan

beberapa kali pengadukan dalam suhu ruang. Maserasi dipakai untuk sampel yang tidak

tahan panas. Pemilihan pelarut dalam proses maserasi akan memberikan efektivitas yang

tinggi dalam memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut. Proses

ekstraksi maserasi dihentikan saat volume yang didapat mencapai 150 mL. ekstrask murni

yang diperoleh dari hasil penyaringan filtrate hasil ekstraksi agar terpisah dari ampas

sampel. Rendemen hasil dari maserasi pelarut methanol lebih besar dibandingkan etanol

karena pelarut methanol mampu menari lebih kuat senyawa seprti flavonoid dan tannin

yang ada pada daun jambu biji dengan keolaran yang rendah. Semakin lama perendaman

maka hasil ekstrak yang didapat semakin banyak.

Rendemen yang dihasilkan dalam metode ini dibandingkan dengan metode refluks

dan soklet lebih kecil. Hal ini ditunjukkan dengan kepekatan ekstrak kasarnya yang masih

terlalu encer. Selain itu, ada beberapa senyawa yang sulit di ekstrak pada suhu kamar. Hasil

rendemen maserasi yang didapat dipengaruhi oleh luasnya permukaan sampel. Sampel yang

diekstraktidak berbentuk serbuk sehingga perlu penghancuran sampel sampai luas

permukaan sampel lebih luas dan lebih kecil. Selain itu hasil rendemen maserasi kecil karena

metode ini memiliki kekurangan dalam pemakaian pelarut yang boros karena setiap kali

selesai penyaringan harus ditambahkan dengan pelarut yang baru lagi dalam 5 kali maserasi.

Metode refluks ialah teknik distilasi yang melibatkan kondensasi uap dan berbaliknya

kondensat ini ke dalam sitem awalnya, yang dilakukan pada titik didih pelarut yang

digunakan. Proses pendinginan uap pelarut pada kondensor akan menetes kembaIi dalam
labu sampel dan merendam sampel (Dwidjoseputro 1980). Rendemen yang dihasilkan

dengan pelarut etanol lebih besar daripada pelarut methanol. Persen rendemen refluks

lebih besar dibandingkan dengan maserasi karena refluks kelebihan dari metode refluks

memerlukan kepekatan ekstrak kasar yang didapat lebih pekat dibandingkan maserasi.

Sedangkan persen rendemen refluks tidak lebih tidak besar dibandingkan sokletasi karena

kekurangan dari refluks ialah suhu harus diatas suhu ruang yang dapat membantu

meningkatkan proses ekstraksi karena suhu yang tinggi menyebabkan peningkatan

kerusakan komponen senyawa sampel. selain itu penggunaan pelarut juga boros namun

tidak seboros dengan merode maserasi, rusaknya komponen senyawa yang ada juga tidak

dipungkiri (Kantasubrata 1993).

Metode Sokletasi adalah proses ekstraski yang menggunakan penyaringan berulang

dan disertai dengan pemanasan. Persen rendemen pelarut etanol lebih besar daripada

pelarut methanol. Persen rendemen yang dihasilkan oleh metode soklet lebih besar

dibandingkan dengan metode maserasi dan refluks, karena pengaruh suhu yang tinngi,

maka pelarut yang terkondensasi serta menguap mempunyai sifat yang terlalu murni

dibuktikan dengan penempatan antara sampel dan pelarut yang terpisah mengakibatkan

pelarut murni dapat mengektrak komponen senyawa sampel.

Pelarut etanol lebih baik daripada methanol  karena etanol memiliki gugus hidroksi

yang bersifat polar dan memiliki gugus etil yang bersifat non polar sehingga senyawa aktif

yang terdapat dalam sampel dapat terikat dengan etanol (Gandjar dan Rohman

2007). Sedangkan metanol lebih polar daripada etanol karena metanol tidak mempunyai

gugus alkil (Kantasubrata 1993).

Sokletasi merupakan metode yang paling baik digunakan untuk proses ektraksi,

walaupun suhu yang digunakan di atas suhu ruang karena harus adanya proses pemanasan
dan hanya untuk senyawa yang tahan panas, metode sikletasi sangat hemat dalam

penggunaan pelarut, memiliki kepeketan yang paling pekat hasil dari ekstrak kasar karenaa

siklus soklet yang terus-menerus terjadi dan menghasilkan rendemen paling besar diantara

maserasi dan soklet. Hasil rendemen sokletasi pengaruhi oleh sampel, daun jambu biji yang

dipakai belum sepenuhnya halus dikarenakan tulang daun masih ada. Metode sokletasi

pada pelarut etanol terjadi kesalahan kecil yaitu ekstrak tidak dapat terendam sempurna

oleh pelarut dikarenakan tekanan alat tinggi pada proses sokletasi pelarut etanol. Agar tidak

terjadi tekanan pada alat tinggi selalu diatur suhu dimantel pemanas agar pelarut dalam

daapat menguap sempurna dan aliran air pada kondensor agarselalu diperiksa jangan

sampai terjadi kebocoran.  

Metode refluks ialah teknik distilasi yang melibatkan kondensasi uap dan berbaliknya

kondensat ini ke dalam sistem awalnya, yang dilakukan pada titik didih pelarut yang

digunakan. Proses pendinginan uap pelarut pada kondensor akan menetes kembali dalam

labu sampel dan merendam sampelnya (Dwidjoseputro 1980). Rendemen yang dihasilkan

dengan pelarut etanol lebih besar daripada pelarut metanol. Kelebihan dari metode refluks

ialah rendemen yang dihasilkan lebih besar daripada maserasi karena maserasi hanyalah

proses perendaman berbeda dengan refluks yang menggunakan teknik distilasi. Kekurangan

refluks ialah suhu harus diatas suhu ruang yang dapat membantu meningkatkan proses

ekstraksi karena suhu yang tinggi menyebabkan peningkatan kerusakan sel pada komponen

sampel. Penggunaan pelarut yang boros namun tidak seboros maserasi, rusaknya

komponen yang ada juga tidak dipungkiri (Kantasubrata 1993).

Ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor untuk metode maserasi, refluks dan

sokletasi, diantaranya ialah pengeringan sampel yang harus dikeringkan dan dioven

bertujuan untuk menguapkan kandungan air pada sampel agar proses pengeluaran solute
menjadi mudah dan air yang bersifat polar tidak larut dalam pelarut yang non polar maupun

semi polar. Sampel dihaluskan dengan tujuan agar permukaan luas, lebih efisien dan banyak

ekstraknya. Faktor suhu juga mempengaruhi karena kenaikan suhu pada saat ekstraksi

dapat meningkatkan kelarutan sampel terhadapt pelarutnya.

Faktor maserasi dipengaruhi oleh pengadukan dan penghalusan sampel karena pada

faktor pengadukan dan penghalusan sampel karena pada faktor pengadukan yang dapat

mempercepat kontak antara solute sampel dengan pelarut dan memindahkan komponen

aktif bahan yang teresktrak pelarut. Faktor refluks dipengaruhi oleh kenaikan suhu,

kecepatan dalam merefluks waktu yang digunakan dan penghalusan sampel. Faktor

sokletasi dipengaruhi oleh kecepatan waktu dalam satu kali sirkulasi saat hasil uap jatuh

mengenai timbel kemudian turun ke labu bulat, penghalusan sampel dan tekanan pada alat.

Hasil rendemen besar maka komponen ekstrak pekat. Hasil rendemen di atas 100%

dikarenakan kemungkinan pelarut masih tersisa. Pelarut yang tersisa tersebut dikarenakan

saat waktu pengekstrakan kurang lama. Pelarut yang digunakan etanol dan metanol

termasuk ke dalam pelarut polar, sehingga pelarut diharapkan dapat menarik zat-zat aktif

yang bersifat polar. Etanol dan metanol digunakan sebagai cairan penyari karena lebih

selektif, kapang dan khamir sulit tumbuh dalam metanol 20%, netral dan dapat bercampur

dengan air pada segala perbandingan serta panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih

rendah. (Kantasubrata 1993).


DAFTAR PUSTAKA

Andian, P. 2000. Analisa Ekstraksi Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat. Padang:


Universitas Negeri Andalas.

Dwidjoseputro D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia.

Gandjar G.H dan Rohman A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Kantasubrata J. 1993. Warta Kimia Analitik. Yogyakarta: Pusat media.

Khopkar. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Depok: UI press.

Salisbury J.W dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: ITB.

Tobo, F. 2001. Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia 2. Makassar: Universitas Hassanudin


Makassar.

Anda mungkin juga menyukai