Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT GASTROINTESTINAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah

KMB 1

Dosen Pengampu: Zuhratul Hajri, Ners, M.kep

MAKALAH

Disusun oleh:

KELOMPOK 4

1. AULIA DIAH
NOVITA
2. OLIN
ROSLIANA
3. RISA SUSTIKA
4. SRIULATI NURKHOFIFAH

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T, karena telah


melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT GASTROINTESTINAL”
untuk mahasiswa Diploma III Keperawatan ini bisa selesai pada waktunya.

Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat memngharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Mataram, 07 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1


1.2 Rumusan masalah................................................................................ 1
1.3 Tujuan ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
2.1 Anatomi fisiologi................................................................................. 2
2.2 pengkajian data keperawatan.............................................................. 6
2.3 diagnosa keperawatan......................................................................... 11
2.4 Rencana atau intervensi keperawatan ................................................ 12
2.5 Evaluasi keperawatan ......................................................................... 13
BAB III PENUTUP......................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 15
3.2 Saran..................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal mulai dari mulut sampai
anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima
makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi
kedalam aliran darah serta membuang aliran makanan yang tidak dapat
dicerna atu merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan memberi tubuh persediaan akan air,elektrolit, dan zat
makanan yang terus menerus. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan pergerakan
makanan melaluisaluran pencernaan, sekresi getah pencernaan dan pencernaan
makanan, absorpsi airberbagai elektrolit, dan hasil pencernaan, sirkulasi darah
melalui organ-organgastrointestinal untuk membawa zat-zat yang diabsorbsi,
dan pengaturan semua fungsiini oleh sistem lokal, saraf, dan hormone.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pencernaan?
2. Bagaimana pengkajian data keperawatan?
3. Bagaimana diagnosa keperawatan
4. Bagaimana rencana atau intervensi keperawatan?
5. Bagaimana evaluasi keperawatan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem pencernaan
2. Untuk mengetahui pengkajian data keperawatan
3. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan
4. Untuk mengetahui rencana atau intervensi keperawatan
5. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan

a. Mulut
Mulut terdiri dari: bibir, lingua/lidah, dentis/gigi, kelenjar ludah.
Terdapat pula kelenjar yakni kelenjar submandibularis, parotis,
sublingualis dan sedikit bucalis. Sekresi mulut berfungsi untuk
meningkatkan pencernaan zat tepung, mengatur pemasukan cairan,
merangsang nafsu makan dengan cara melarutkan bahan makanan
sehingga kontak dengan bintik-bintik rasa dan melicinkan makanan
sehingga mudah ditelan.

b. Gigi
Gigi dewasa (gigi sekunder) terdapat 32 buah sedang gigi primer/gigi susu
pada anak-anak terdapat 20 buah. Pada umumnya gigi susu mulai tanggal
(lepas) dan diganti gigi sekunder sekitar 6-7 tahun dan selesai umur 12
tahun.
Gigi Terdiri Dari :
1. Gigi seri yang berfungsi untuk memotong makanan dan berakar satu.
2. Gigi taring yang sangat kuat, tajam, berakar 1 dan dalam.
3. Gigi geraham terdiri dari premolar (berakar 2) dan molar (berakar 3)
untuk menggiling makanan.
Komponen gigi :
1. Mahkota: bagian gigi yang terlihat.
2. Mahkota dan akar bertemu pada leher yang diselubungi gingiva (gusi).
3. Membran peridontal: jaringan ikat yang melapisi kantong alveola
melekat pada sementum di akar.
4. Rongga pulpa: dalam mahkota melebar ke dalam saluran akar, berisi
pulpa gigi mengandung pembuluh darah dan saraf. Saluran akar
membuka ke tulang melalui foramen apikal.
5. Dentin: menyelubungi rongga pulpa dan membentuk bagian terbesar
gigi. Dentin pada bagian mahkota tertutup oleh email dan di bagian

2
akar oleh sementum. Email terdiri dari 97% zat anorganik (terutama
kalsium fosfat) dan merupakan zat terkeras dalam tubuh. Zat ini
berfungsi untuk melindungi, tetapi dapat tererosi oleh enzim dan asam
yang diproduksi bakteri mulut dan mengakibatkan karies gigi. Florida
dalam air minum atau yang sengaja dikenakan pada gigi dapat
memperkuat email.
c. Lidah
Lidah tersusun oleh otot-otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir.
Otot lidah dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah tersusun oleh 3
komponen yaitu:
1. Radiks lingua (pangkal lidah), pada bagian belakang pangkal lidah
terdapat epiglotis yang berfungsi menutup trakhea sewaktu menelan
makanan agar tidak terjadi aspirasi makanan ke bronkhus.
2. Dorsum lingua (punggung lidah), pada punggung lidah terdapat ujung
saraf pengecap.
3. Apeks lingua (ujung lidah) yang terdiri dari: frenulum lingua dan flika
sublingua (terdapat saluran glandula parotis, sub maksilaris dan
glandula sublingualis).
Otot-otot Lidah
Otot-otot lidah terdiri dari otot ekstrinsik, intrinsic dan papila. Otot
ekstrinsik dan intrinsic berfungsi dalam pergerakan dan mobilitas lidah.
Papilla terbagi atas papila fungiformis dan papila sirkumvalata yang
memiliki kuncup-kuncup pengecap. Kelenjar Von Ebner, terletak di otot
lidah, bercampur dengan makanan pada pemukaan lidah dan membantu
pengecapan rasa dan mensekresi lipase lidah. Target sekresinya adalah
trigliserida. Lidah berfungsi untuk mengaduk makanan, membentuk suara,
alat pengecap dan menelan dan merasakan makanan.
d. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (esofagus) dan merupakan peralihan rongga mulut dan
sistem pernapasan serta sistem pencernaan. Saluran ototnya dilapisi
dengan selaput lendir. Lengkung faring mengandung tonsil yang

3
merupakan kumpulan kelenjar limfe. Kelenjar limfe tersebut mengandung
limfosit dan berfungsi dalam per- tahanan terhadap infeksi. Dalam faring
terdapat Sfingter Pharingoesofageal yang berfungsi mencegah makanan
dari esofagus masuk ke faring. Pada faring juga terdapat tekak yang terdiri
dari :
1. Bagian superior disebut nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang telinga.
2. Bagian media disebut orofaring yang berbatas ke depan sampai di akar
lidah
3. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring
dan laring.

Lapisan Dinding Faring Terdiri Dari 3 Bagian Yaitu :

1. Lapisan mukosa: terletak paling dalam bersambung dengan lapisan


dalam hidung, mulut dan saluran eustachius.
2. Lapisan fibrosa: terletak antara lapisan mukosa dan lapisan berotot.
3. Lapisan berotot: otot pada faring adalah otot konstriktor yang
berkontraksi sewaktu makanan masuk ke faring dan mendorongnya ke
dalam esofagus
e. Esofagus
Esofagus terdiri dari saluran muskuler dan lentur yang dipengaruhi oleh
tekanan intrathorakal dan intraabdominal. Esofagus adalah saluran yang
mnenghubungkan tekak dengan lambung. Panjangnya + 25 cm dengan
diameter 1 inchi. Terletak di bagian posterior jantung dan trakhea, anterior
vertebrae dan menembus hia- tus hernia tepat di anterior aorta. Lapisan
esofagus terdiri dari lapisan selaput lendir atau mukosa, lapisan
submukosa dan lapisan otot (muskularis). Lapisan otot terbagi 2 yaitu
lapisan otot melingkar sirkuler (untuk meremas makanan) dan lapisan otot
memanjang longitudinal (untuk mendorong makanan). Mukosa esofagus
bersifat alkali dan tidak kuat terhadap asam lambung dengan pH yang
rendah. Sel sekretori yang terdapat pada lapisan submukosa memproduksi
mucus untuk melumasi makanan dan melindungi dinding esofagus dari
cedera zat kimia. 1/3 dinding otot esofagus bagian atas berotot rangka dan

4
2/3 otot bagian bawah berotot polos. Esofagus tidak memiliki lapisan
serosa sehingga tumor mudah menyebar dan berisiko mudah pecah. Fungsi
esofagus adalah menggerakan makanan dari faring ke lambung melalui
gerakan peristaltik. Mukosa esofagus memproduksi sejumlah besar mukus
untuk melumasi makanan dan melindungi esofagus. Di ujung esofagus
terdapat sfingter gastroesofageal yang berfungsi untuk mencegah refluks
isi lambung ke dalam esofagus. Mukus yang dihasilkan oleh sel mukosa
tersebut bertujuan mencegah ekskoriasi mukosa oleh makanan yang baru
masuk dan kelenjar komposita dekat perbatasan esofagus lambung
berfungsi melindungi dinding esofagus dari pencernaan oleh getah
lambung yang mengalami refluks ke esofagus bawah.
f. Gaster
Lambung terletak dibagian superior kiri rongga abdomen, terletak obliq
dar kiri ke kanan di bawah diafragma, berbentuk tabung seperti huruf J
dengan kapasitas normal 2 liter. Secara anatomis, lambung terdiri dari
fundus, korpus antrum pilorikum (pylorus), kurvatura mayor, kurvatura
minor, sfingter cardia (mengalirankan makanan masuk ke lambung dan
mencegah refluks isi lambung masuk ke esofagus), kardia, dan sfingter
pylorus (mencegah aliran balik isi duodenum ke lambung). Struktur
Lambung memiliki lapisan-lapisan. Susunan lapisan dari dalam ke luar,
terdiri dari :
1. Tunika serosa (luar) merupakan bagian dari peritoneum viseralis.
2. Tunika mukosa, terdiri dari 3 lapis otot polos yaitu lapisan
longitudinal (ba- gian luar), lapisan sirkuler (bagian tengah) dan
lapisan obliq (bagian dalam). Lapisan yang beragam ini
memungkinkan makanan dipecah menjadi partikel yang lebih kecil,
mengaduk, mencampur dan mengalirkan makanan masuk ke
duodenum.
3. Sub mukosa, merupakan lapisan yang menghubungkan mukosa
dengan lapisan mukularis. Mengandung jaringan areolar longgar,
flekus saraf, pembuluh darah dan saluran limfe

5
4. Mukosa (lapisan dalam) terdiri dari rugae yang berlipat-lipat sehingga
lam- bung dapat berdistensi. Terdapat 3 kelenjar yaitu:
a. Kelenjar kardia berfungsi mensekresi mucus.
b. Kelenjar fundus memiliki sel utama yaitu sel zimogenik (sel chief)
mensekresi pepsinogen menjadi pepsin, sel parietal mensekresi
HCl dan faktor intrinsic (berfungsi dalam absorpsi vitamin B12 di
usus halus) dan mensekresi mucus.
c. Kelenjar gastrik, terdapat sel G yang terdapat di daerah pylorus.
Sel G memproduksi HCI, pepsinogen dan substansi lain yang
disekresi adalah enzim, elektrolit (ion Na, kalium dan klorida).

2.2 Pengkajian Data Keperawatan

Data Subjektif :

1. Riwayat Kesehatan Pasien


Perawat mulai dengan mengumpulkan data riwayat kesehatan
lengkap, memfokuskan pada gejala umum disfungsi gastrointestinal
dimana klien mengeluh nyeri abdomen (kaji lokasi, durasi, pola,
frekuensi, distribusi penye- baran dan waktu nyeri), muntah (muntah
biasanya didahului oleh rasa mual yang dapat dicetuskan oleh bau,
aktivitas makanan yang masuk. Muntah dapat berupa partikel yang tidak
dapat dicerna atau darah (hematemesis). Disfagia, anoreksia, polifagia,
penurunan atau peningkatan berat badan, perubahan buang air besar
(konstipasi atau diare). Diare secara umum terjadi bila isi saluran
pencernaan bergerak terlalu cepat dan terdapat ketidakadekuatan waktu
untuk absorpsi. Konstipasi adalah retensi atau per- lambatan pengeluaran
feses dari rectum. Absorpsi berlebihan air dari bahan fekal menghasilkan
feses yang yang keras, kering dan volume yang lebih kecil dari normal.
Dikatakan konstipasi jika pada saat BAB sering mengejan,
frekuensi dua kali setiap minggu. Kaji pula adanya perdarahan
(hematemesis melena), jaundice, sering sendawa dan flatulensi
(akumulasi gas disals GI dapat menimbulkan sendawa (pengeluaran gas
melalui mulut bila mencapai lambung) dan flatulensi (pengeluaran gas

6
dari rektum) biasan klien mengeluh (kembung, distensi atau merasa
penuh). Kaji adanya asci dan riwayat mengkonsumsi alkohol, obat-obatan
dan stress.
2. Riwayat medis
a. Riwayat penyakit sebelumnya: colitis ulseratif, ulkus peptikum,
hepatitis sirosis, pancreatitis atau apendiksitis, diabetes melitus.
b. Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan: alergi terhadap
ikan atau zat makanan lainnya dan alergi terhadap antibiotik.
c. Riwayat konsumsi obat sebelum masuk rumah sakit: misal
penggunaan asetaminofen, penggunaan obat terlarang, pencahar atau
antasida, ste- roid, anti diare, anti emetik, anti hipertensi, barbiturate
dan lain-lain.
d. Riwayat penyakit dalam keluarga: penyakit kanker kolon, kanker lam-
bung, hepatitis, sirosis hepatis, kolesistitis, kolelithiasis, obesitas,
diabetes melitus dan sindrom malabsorpsi.
e. Riwayat sosial: interaksi sosial, kebiasaan merokok, minum kopi, dan
pola konsumsi makanan, rumah tangga tidak harmonis, gaya hidup.
f. Riwayat pekerjaan: lingkungan pekerjaan yang stressful, pekerjaan
travelling.

Data Obyektif

Pengkajian fisik dilakukan untuk memastikan data subyektif yang didapat


dari pasien. Urutan pengkajian fisik pada abdomen meliputi inspeksi,
auskultasi, palpasi dan perkusi. Untuk pemeriksaan abdomen, pasien
diposisikan supine. Kemudian diobservasi kontur, simetrisitas, penonjolan
lokal, distensi atau gelombang peristaltik dari abdomen. Auskultasi dilakukan
sebelum palpasi dan perkusi untuk mencegah terjadi perubahan motilitas
usus. Pada saat perkusi perlu diperhatikan lokasi, timpani atau pekak. Palpasi
perlu dilakukan untuk mengidentifikasi adanya massa abdomen atau area
nyeri tekan. Penemuan abnormal harus dicatat berdasarkan area atau kwadran
abdomen (kuadran kanan atas, kanan bawah, kiri atas dan kuadran kiri
bawah).

7
Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Perhatikan dengan teliti warna bibir, kesimetrisan, luka/ulkus,


kemampuan membuka dan menutup mulut, lidah, bagian dalam mulut,
warna dan kondisi membrane mukosa, keadaan gigi geligi dan gusi, adakah
caries, inflamasi atau tanda-tanda perdarahan, inspeksi pula kuadran atas
abdomen sewaktu inspirasi dan ekspirasi.

Inspeksi dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan


diamati dengan seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah :

1. Keadaan kulit : warnanya (ikterus, pucat, coklat kehitaman),


elastisitasnya (menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering dehidrasi),
lembab (asites), dan adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal
kronik, ikterus obstruktif), jaringan parut (tentukan lokasinya), striae
(gravidarum/cushing syndrome), pelebaran pembuluh darah vena
(obstruksi vena kava inferior dan kolateral pada hipertensiportal).
2. Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
3. Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan lokal (hernia, hepatomegali,
sple- nomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
4. Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas
5. Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkira-kan
organ apa atau tumor apa.
6. Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus,
tampak pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-
contour).
7. Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering
memberikan gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
8. Perhatikan juga gerakan pasien: bila pasien sering merubah posisi
mengin- dikasikan adanya obstruksi usus. Bila pasien sering
menghindari gerakan menunjukkan adanya iritasi peritoneum
generalisata. Bila pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan
abdomen berkurang/relaksasi menun- jukkan adanya peritonitis.

8
Palpasi

Palpasi abdomen harus dilakukan secara "gentle". Palpasi dilakukan


mengetahui karakter dinding abdomen seperti ukuran, kondisi dan organ
dan lokasi nyeri. Palpasi ringan dilakukan dengan menekan ujung jari
sedalam 1 - 2 cm sedangkan palpasi dalam dilakukan menekan sedalam 4
cm.

Cara melakukan palpasi abdomen

Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan ketika akan melakukan palpasi
yaitu :

1. Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang


2. Pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
3. Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tanga
Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung ja
Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar e
timbul tahanan pada dinding abdomen.
4. Lakukan palpasi dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. bile daerah
yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir. Bila
dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien
diminta untuk menekuk lututnya (fleksi).
5. Pastikan dan bedakan spasme volunter dan spasme sejati. Spasme
volunter akan terdeteksi jika muskulus rectus relaksasi pada penekanan
daerah muskulus rectus dan minta pasien menarik napas dalam. Namun
jika otot kaku tegang selama siklus pernapasan, hal itu adalah spasme
sejati.
6. Palpasi bimanual dilakukan dengan kedua telapak tangan. Tangan kiri be-
rada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di
bagian depan dinding abdomen.
7. Pemeriksaan ballottement dengan cara mempalpasi organ abdomen yang
terdapat asites. Caranya dengan memberikan tekanan yang mendadak
pada dinding abdomen dan tangan cepat ditarik kembali. Cairan asites
berpindah untuk sementara, organ atau massa tumor yang membesar

9
dalam rongga abdomen dapat teraba saat memantul. Teknik ballottement
juga dapat dipakai untuk memeriksa ginjal.
8. Bila teraba massa tentukan ukuran/besar, bentuk, lokasi, kon-sistensi, tepi,
permukaan, fiksasi/mobilitas, nyeri spontan/tekan, dan warna kulit diatas-
nya.
9. Palpasi hati dapat dilakukan dengan satu tangan atau dua tangan
(bimanual) pada kuadran kanan atas. Palpasi dilakukan dari bawah ke atas
pada garis pertengahan antara mid-line dan spina iliaka anterior superior
(SIAS) dan minta pasien untuk napas dalam sehingga hati dapat teraba.
Pembesaran hati dinyatakan dalam sentimeter (di bawah lengkung costa
dan di bawah prosesus xiphoideus).

Auskultasi

Auskultasi meliputi auskultasi bising usus yang terdengar setiap 5 - 10


detik di setiap kwadran abdomen, bising usus normal terdengar 5-12
kali/menit. Bising usus tidak ada biasanya terjadi setelah prosedur operasi,
peritonitis atau ileus paralitik. Bising usus meningkat dapat disebabkan oleh
hipermotilitas. usus pada diare atau gastroenteritis. Bising abdomen (bruit)
merupakan bunyi dari penyempitan pembuluh darah (artery narrowing).
Auskultasi pada hepar hanya dapat didengar pada beberapa kasus tertentu saja
seperti venous hum. la terdengar bila ada arteriovenous aneurisma,
hemangioma atau vena umbili- calis yang persisten pada ligamentum
falciformis. Friction rub menunjukkan adanya perihepatitis dan merupakan
tanda reaksi inflamasi yang mengenai capsula hepar. Infeksi hepar, ruda
paksa dan tumor dapat pula menimbulkan friction rub ini.

Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltik usus


dan bising pembuluh darah. Peristaltik usus dapat didengar dengan
meletakkan diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen selama 2-
3 menit, lalu dipindahkan ke seluruh bagian abdomen. Suara peristaltik usus
terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara dalam usus. Bila terdapat
obstruksi usus, peristaltik meningkat disertai rasa sakit (borborigmi). Bila
obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltik

10
lebih tinggi seperti dentingan keping uang logam (metallic sound). Bila
terjadi peritonitis, peristaltik usus akan melemah, frekuensinya lambat,
bahkan sampai hilang. Pada saat mendengarkan suara pembuluh darah, bising
dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolik, atau kedua fase. Misalnya
pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada
hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah
epigastrium.

Perkusi

Perkusi berguna untuk mendapatkan data keadaan abdomen secara


keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya
massa padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat
dalam lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen.
Suara perkusi abdo- men yang normal adalah timpani (organ berongga yang
berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat). Dilakukan
perkusi pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk me- ngetahui
distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi usus,
pekak hati akan menghilang.

2.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada klien dengan gangguan


sistem pencernaan antara lain :

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan masukan makanan yang tidak adekuat.
2. Gangguan rasa nyaman: nyeri abdomen berhubungan dengan inflamasi/
infeksi.
3. Gangguan pola eliminasi: diare berhubungan dengan infeksi, perubahan
diet serat atau bulk, iritasi dan malabsorpsi usus
4. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan
masukan (intake) makanan dan cairan, pengeluaran (output) cairan yang
berlebihan dan terus menerus, penggunaan laksatif berlebihan/diuretik
kronis/berlebihan.

11
5. Gangguan pola eliminasi fecal; Konstipasi berhubungan dengan kebiasaan
kurang sehat atau efek imobilisasi
6. Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masu-
kan makanan lebih dari kebutuhan tubuh, faktor psikososial, status sosial
ekonomi.
2.4 Rencana atau intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah pada klien gangguan sistem
pencernaan, dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditemukan
yaitu sebagai berikut :
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh.
Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
a. Makan habis satu porsi.
b. Menunjukkan peningkatan berat badan.
c. Turgor kulit dan tonus otot baik.
d. Hasil pemeriksaan albumin serum normal.
Intervensi keperawatan :
a. Kaji status nutrisi dan pola makan klien, untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
b. Berikan makan sedikit demi sedikit tetapi sering atau makan dengan
perlahan, untuk mencegah muntah.
c. Jelaskan agar klien duduk saat makan atau minum, untuk mencegah
aspirasi.
d. Jelaskan agar menghindari makanan yang mengandung gas (seperti
kol, nangka), karena dapat mempengaruhi nafsu makan dan
membatasi masukan nutrisi.
e. Identifikasi makanan yang disukai bersama klien dan masukkan
dalam program diet, karena hal tersebut dapat meningkatkan masukan
makanan.
f. Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan, untuk me-ningkatkan
nafsu makan.

12
g. Catat masukan makanan/cairan setiap hari, untuk mengetahui status
nutrisi.
h. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium: albumin serum.
i. Timbang berat badan klien setiap hari dengan timbangan yang sama.
j. Berikan vitamin seperti injeksi, dan folat sesuai program medik, untuk
mencegah anemia karena gangguan absorpsi.
k. Berikan diet cair melalui selang nasogastrik (NG)/hiperalimentasi
sesuai program medik.
2.5 Evaluasi Keperawatan
1. Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat, klien menunjukkan :
a. Makan habis satu porsi.
b. Peningkatan berat badan.
c. Turgor kulit dan tonus otot baik.
d. Hasil pemeriksaan albumin serum normal.
2. Rasa nyaman klien terpenuhi; nyeri abdomen teratasi, klien menun-
jukkan :
a. Skala nyeri klien 0-2.
b. Ekspresi wajah klien tenang.
c. Klien menyatakan nyeri berkurang.
d. Dapat tidur/istirahat minimal 6-8 jam sehari
3. Pola defekasi normal (diare teratasi), klien menunjukkan :
a. Minum 2-3 liter setiap hari.
b. Makan makanan rendah dan rendah lemak
c. Frekuensi BAB sekali sehari.
d. Klien melaporkan feses berbentuk (tidak encer).
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, klien menunjukkan
a. Tanda-tanda vital klien dalam batas normal.
b. Konsumsi cairan per oral edekuat 2-3 liter sehari.
c. Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan otot.
d. Membran mukosa lembab dan turgor kulit baik.
e. Masukan dan pengeluaran cairan seimbang.
f. Hasil pemeriksaan laboratorium: elektrolit normal.

13
5. Pola defekasi normal (konstipasi teratasi), klien menunjukkan :
a. Patisipasi dalam program latihan reguler.
b. Menghindari penyalahgunaan laksatif.
c. Minum 2-3 liter setiap hari.
d. Makan makanan tinggi serat: seperti buah segar, kacang, sereal, dan
sayuran, dan lain-lain.
e. BAB secara rutin setiap hari atau setiap 2-3 hari.
f. Klien melaporkan feses berbentuk dan lunak.
6. Berat badan klien ideal atau normal, klien menunjukkan :
a. Perubahan pola makan.
b. Partisipasi dalam program latihan.
c. Penurunan berat badan sampai pada BB ideal/normal.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fungsi system gastrointestinal pada umumnya dapat dipertahankan
sebagaimana manusia sehat. Gangguan fungsi biasanya terjadi apabila
terdapat proses patologis pada organ tertentu, atau bilamana terjadi stress lain
yang memperberat organ dari organ yang sudah mulai menurun fungsi dan
anatomiknya. Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik,
antara lain: atrophy pada mukosa, kelenjar dan otot pencernaan sehingga
menyebabkan perubahan fungsional ataupun patologik (gangguan
mengunyah, gangguan menelan, perubahan nafsu makan dan penyakit yang
berhubungan dengan GIT).
3.2 Saran
Kami berharap para pembaca dapat memahami pembahasan kami
tentang Gangguan Gastrointestinal, Sebagai calon perawat, kita harus
mengetahui konsep penyakit gastrointestinal baik dari definisi sampai asuhan
keperawatannya agar bisa diterapkan dalam masyarakat sekitar

15
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. (2011). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta:


Salemba Medika.

Suratun, Lusianah. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta : CV. Trans Info Media.

Diyono dan Sri Mulyanti. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Sistem
Pencernaan. Jakarta: Kencana.

16

Anda mungkin juga menyukai