Anda di halaman 1dari 15

LAPORANPENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny “F” DENGAN


DIAGNOSA MEDIS PERITONITIS DI RUANG GILI TRAWANGAN
KELAS II RSUDP NTB

DISUSUN OLEH:
NAMA: LAELI HIDAYATUL ROFIAH
NIM: 013SYE19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan pada Ny “F” dengan diagnosa medis peritonitis di
Rumah Sakit Provinsi NTB
Ruang: Gili Trawangan
Hari/tanggal:

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lahan

( Abi Aufan., S.Kep., Ners ) (Zuhratul Hajri., S.Kep Ners., M.kep)


LAPORAN PENDAHULUAN
1. Diagnos medis
Peritonitis
2. Landasan teori
a. Pengertian
Peritonitis adalah suatu radang akut selaput perut, yang adalah lapisan
dari rongga abdominal. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan
membran serosa rongga abdomen dan meliputi viresela. Biasanya, akibat
dari infeksi bakteri: organisme yang berasal dari penyakit saluran
gastrointestinal atau pada wanita dari organ reproduksi internal (Nurarif,
Kusuma, 2015).
Peritonitis adalah peradangan rongga peritoneum yang diakibatkan
oleh penyebaran infeksi dari organ abdomen seperti appendik,
pancreatitis, rupture appendiks, perforasi atau trauma lambung dan
kebocoran anastomosis (Padila, 2012)
b. Etiologi
Penyebab terjadinya perotonitis adalah bakteri, bakteri ini masuk ke
rongga peritoneum dan terjadi peradangan. Bakteri yang sering
menyebabkan peritonitis yaitu Escheria coli (40%), Klabsiella pneumonia
(7%), Steptococcus pneumoniae (15%), Pseudomonas species, proteu
specie, dan gram negatif lainnya (20%), sterptococcus lainnya (15%), dan
staphylococcus (3%) (Muttaqin, 2011).
Peritonitis juga bisa disebabkan secara langsung dari luar seperti operasi
yang tidak seteril, terkontaminasi talcum veltum, lypodium, dan
sulfonamida, serta trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, dan
ruptur hati (Jitowiyono & Kristyanasari, 2012)
c. Tanda dan gejala
1. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik)
2. Demam, Distensi abdomen
3. nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis
4. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya
5. Nausea, Vomating, penurunan peristaltic (Nurarif & Kusuma 2015)
d. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen kedalam
rongga abdomen, biasanya diakibatkan dan peradangan iskemia, trauma,
atau perforasi tumor, peritoneal diawali terkontaminasi material. Awalnya
material masuk kedalam rongga abdomen adalah steril kecuali pada kasus
peritoneal dialysis tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri.
Akibatnya timbul edema jaringan dan pertambahan eksudat. Cairan dalam
rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambah sejumlah protein, sel-
sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal
adalah hipermotil tetapi segera diikuti oleh ileus paralitik dengan
penimbunan udara dan cairan dalam usus besar. Timbulnya peritonitis
adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran
infeksi. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah
keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk
diantara perlengketan fibrosa yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau menyebar dapat timbul peritonitis umum. Perkembangan
tersebut dapat aktivasi peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang
kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi syok, gangguan sirkulasi
dan oliguria, perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus
yang meregang dan dapat menganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus. Gejala berbeda-beda tergantung luas
peritonitis, beratnya peritonitis, dan jenis organisme yang
bertanggungjawab. Gejala utama adalah sakit perut (biasanya terus
menerus), muntah dan abdomen yang tegang, kaku, nyeri, dan tanpa
bunyi, demam dan leukositosis sering terjadi (Padilla, 2012)
e. Pathway
f. Komplikasi
Lili 2013 mengatakan bahwa Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis
bakterial akut sekunder, dimana komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi
komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
1. Komplikasi Dini
a) Septikemia
b) Syok hipovolemik
c) Sepsis intra abdomen rekuren yang dapat dikontrol dengan
kegagalan multisystem
d) Abses residual intraperitoneal
e) Portal pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi Lanjut
a) Adhesi
b) Obstruksi intestinal rekuren
g. Penatalaksanaan medis
Mengemukakan bahwa pemeriksaan lanjut yang perlu dilakukan atau
diketahui adalah hasil pemeriksaan laboratorium yaitu leukosit,
hematoktit meningkatkan dan asidosis metabolic meningkat. Pemeriksaan
X-Ray adalah foto polos abdomen pada 3 posisi (anterior, posterior, dan
lateral) akan didapatkan ileus, usus halus dan usus besar dilatasi, dan
udara dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
Pemeriksaan dapat membantu dalam mengevaluasi kuadran kanan
misal priheptic abses, kolesistitis biloma, pankreatitis, pankreas
pseudocyst dan kuadran kiri misal appendiksitis, abses tuba ovarium, dan
abses douglas, tetapi kadang pemeriksaan terbatas karena adanya nyeri
distensi abdomen dan gangguan gas usus, USG juga dapat melihat jumlah
cairan dalam peritoneal (Muttaqin & Sri, 2011).
3. Fokus assessment
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan menurut
(Dermawan, 2012).
a. Data biografi meliputi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal
masuk rumah sakit, alamat, pendidikan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Terdapat beberapa keluhan utama yang sering muncul pada pasien
peritonitis adalah nyeri dibagian perut sebelah kanan dan menjalar
kepinggang. Seseorang dapat mengalami peritonitis karna di sebabkan
oleh peradangan isemik, peritoneal diawali dengan terkontaminasi
material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan
sirosis hepatis dengan asetes.
c. Riwayat penyakit dahulu
Seseorang dengan penyakit peritonitis pernah tuptur saluran cerna,
komplikasi setelah operasi, tidak steril saat menjalankan operasi akibat
pembedahan, trauma pada kecelakaan seoerti rupture limpa dan rupture
hati.
d. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini
disebebkan oleh bakteri primer seperti Tubercolosis maka kemungkinan
diturunkan ada.
e. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon:
1) Pola Persepsi Kesehatan atau Menejemen Kesehatan.
Menggambarkan persepsi klien terhadap keluhan apa yang dialami
klien, dan tindakan apa yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit.
Pada klien dengan peritonitis mengeluh nyeri berat di bagian perut
sebelah kanan dan menjalar ke pinggang dan umumnya telah
dilakukan tindakan dengan obat anti-nyeri.
2) Pola Nutrisi-Metabolik.
Menggambarkan asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulit
dan rambut, nafsu makan, diet khusus/suplemen yang dikonsumsi,
instruksi diet sebelumnya, jumlah makan atau minum serta cairan
yang masuk, ada tidaknya mual, muntah, kekeringan, kebutuhan
jumlah zat gizinya, dan lain-lain. Pada pasien peritonitis akan
mengalami mual. Vomitus dapat muncul akibat proses patologis organ
visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi
peritoneal, selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun,
dan gerakan peristaltik usus turun (<12x/menit). Diet yang diberikan
berupa makanan cair seperti bubur saring dan diberikan melalui NGT.
3) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi menggambarkan kemampuan eliminasi
pengeluaran system pencernaan, perkemihan, integument, dan
pernafasan. Pada klien peritonitis terjadi penurunan produksi urin,
ketidakmampuan defekasi, turgor kulit menurun akibat kekurangan
volume cairan, takipnea.
4) Fungsi kognitif
Menggambarkan proses berfikir klien, memori, tingkat kesadaran dan
kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba dan mencium
serta sensori nyeri. Pada klien dengan peritonitis tidak mengalami
gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran,
adanya nyeri tekan pada abdomen.
5) Pola aktivitas atau latihan
Menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan latihan, selain itu,
fungsi respirasi dan fungsi sirkulasi. Pada klien dengan peritonitis
mengalami letih, sulit berjalan. Kemampuan pergerakan sendi
terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan. Pola nafas irregular
(RR> 20x/ menit), klien mengalami takikardi, akral: dingin, basah dan
pucat.
6) Pola istirahat tidur
Pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien
mempertahankan waktu istirahat tidur serta kesulitan yang dialami
saat istirahat tidur. Pada klien dengan peritonitis didapati mengalami
kesulitan tidur karena nyeri.
7) Pola Nilai dan Kepercayaan.
Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama
selama sakit serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain.
Pengaruh latar belakang sosial, faktor budaya, larangan agama
mempengaruhi sikap tentang penyakit yang sedang dialaminya.
Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.
8) Pola Peran dan Hubungan Interpersonal.
Pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan
gangguan terhadap peran yang dilakukan. Adanya kondisi kesehatan
mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan mengalami
hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
9) Pola Persepsi atau Konsep Diri.
Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalahmasalah
yang ada seperti perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian
terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri,
dan identitas tentang dirinya. Pada klien dengan peritonitis terjadi
perubahan emosional.
10) Pola Koping/Toleransi Stres.
Pola koping/toleransi stres menggambarkan kemampuan untuk
menangani stres dan penggunaan sistem pendukung. Pada klien
dengan peritonitis didapati tingkat kecemasan pada tingkat berat.
11) Pola Reproduksi dan Seksual.
Pola reproduksi dan seksual menggambarkan pemerikasaan
payudara/testis sendiri tiap bulan, dan masalah seksual yang
berhubungan dengan penyakit. Pada laki-laki berhubungan dengan
kebiasaan seks, sehingga penting untuk menghindari aktivitas seksual
yang bebas. Pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi
perubahan
f. Pemeriksaaan fisik
1) Sistem pernapasan
Pola napas irreguler (RR >20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu
penapasan serta menggunakan otot bantu pernapasan.
2) Sistem kardiovaskuler
Pasien dengan takikardi karena mediator inflamasi dan hipovolemia
vaskuler karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama janting
irreguler akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atau septik),
akral dingin, basah, dan pucat.
3) Sistem perkemihan
Terjadi penurunan produksi urin
4) Sistem pencernaan
Pada keadaan ini pasien akan mengalmi nausea dan anoreksia. Vomit
muncul disebabkan oleh proses patologis organ visceral (seperti
obstruksi), secara sekunder akibat iritasi peritoneal. Pada penderita
jiga akan mengalami distensi abdomen, bising usus menurun dan
Gerakan peristaltic usus menurun dibawah 12x/menit.
5) Sistem muskuloskeletal dan integumen
Pasien dengan masalah peritonitis akan mengalami kelelahan, sulit
berjalan dan nyeri perut saan aktivitas, pergerakan sendi akan terbatas
dan kekuatan otot akan mengalami penurunan kekuatan, turgo kulit
juga akan menurun akibat mengalami kekurangan volume cairan
6) Pengkajian psikososial terdiri dari interaksi sosial menurun terkait
dengan keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan.
g. Pemeriksaan Penunjang.
1) Pemeriksaan Laboratorium.
a) Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi
intra abdomen menunjukan adanya luokositosis.
b) Cairan peritoneal.
c) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
2) Pemeriksaan Radiologi
a) Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan
pembentukan gas dalam usus
b) USG
c) Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema
dan pembentukan gas dalam usus halus dan usus besar atau pada
kasus perforasi organ viceral. Foto tersebut menunjukan udara
bebas di bawah diafragma.
d) Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma
4. Masalah/ diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerba makanan
c. Kerusakan integritas kulit beghubungan dengan luka post op laparotomi
d. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post op
5. Rencana tindakan
Diagnosa Luaran SLKI Intervensi SIKI
SDKI
Nyeri akut Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I.08238)
Ekspektasi: menurun Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
keperawatan 3x24 jam frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
diharapkan perilaku pasien 2. Identifikasi skala nyeri.
sesuai dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi respons nyeri non verbal.
1. Kemampuan menuntaskan 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
aktifitas meningkat. memperingan nyeri.
2. Keluhan nyeri menurun. 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
3. Meringis menurun. nyeri.
4. Sikap protektif menurun. 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
5. Gelisah menurun. nyeri.
6. Kesulitan tidur menurun. 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup.
7. Menarik diri menurun. 8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
8. Diaforesis menurun. yang sudah diberikan.
9. Perasaan depresi (tertekan) 9. Monitor efek samping penggunaan analgetik.
menurun. Terapeutik
10. Perasaan takut mengalami 1. Berikan teknik nonfarmakologis yntuk
cidera tulang menurun. mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
11. Anoreksia menurun. akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
12. Ketegangan otot pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
menurun. kompres hangat/dingin, terapi bermain).
13. Pupil dilatasi menurun. 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
14. Muntah menurun. nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
15. Mual menurun. kebisingan).
Frekuensi nadi membaik 3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat.
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
Defisit nutrisi Status nutrisi (L.03030) Manajemen nutrisi
Ekspektasi: meningkat Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi
keperawatan 3x24 jam 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
diharapkan perilaku pasien 3. Identifikasi perlunya selang nasogastrik
sesuai dengan kriteria hasil: 4. Monitor asupan makanan
1. Porsi makan yang 5. Monitor berat badan
dihabiskan meningkat Terapeutik
2. Kekuatan otot mengunya 1. Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlu
membaik 2. Sajikan makanan yang menarik dan sesuai
3. Perasaan cepat kenyang 3. Hentikan pemberian makanan melalui selang
menurun nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
4. Nyeri abdomen menurun Edukasi
5. Berat badan membaik 1. Anjurkan posisi duduk jika mampu
6. Nafsu makan membaik 2. Ajarkan diet yang di programkan
7. Frekuensi makan Kolaborasi
meningkat 1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan.
Gangguan Integritas kulit dan Perawatan integritas kulit (I.11353)
integritas kulit jaringan (I.14125) Observasi
Ekspektasi: meningkat 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Setelah dilakukan tindakan (misalnya perubahan sirkulasi, perubahan status
keperawatan 3x24 jam nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
diharapkan perilaku pasien lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas).
sesuai dengan kriteria hasil:
1. Elastisitan meningkat. Terapeutik
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring.
2. Hidrasi meningkat. 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
3. Perfusi jaringan jika perlu.
meningkat. 3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
4. Kerusakan jaringan selama periode diare.
menurun. 4. Gunakan produk berbahan petroleum atau
5. Kerusakan lapisan minyak pada kulit kering.
menurun. 5. Gunakan produk berbahan ringan/ alami dan
6. Nyeri menurun. hipoalergik pada kulit sensitive.
7. Perdarahan menurun. 6. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada
8. Kemerhan menurun. kulit kering.
9. Hematoma menurun.
10. Jaringan parut menurun. Edukasi
11. Suhu kulit membaik. 1. Anjurkan menggunakan pelembab (misalnya
12. Sensasi membaik. lotion, serum).
13. Tekstur membaik 2. Anjurkan minum air yang cukup.
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur.
5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem.
6. Anjurkan mebggunaan tabir surya SPF minimal
30 saat berada di luar rumah.
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
secukupnya.

Gangguan pola Luaran : pola tidur Intevensi: Dukungan tidur (I.05174)


tidur (L.05045) Observasi
Ekspektasi: membaik 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Setelah dilakukan Tindakan 2. Identifikasi factor pengganggu tidur
keperawatan diharapkan 3. Identifikasi makanan dan minuman yang
tingkahlaku pasien sesuai mengganggu tidur
dengan kriteria hasil: Terapeutik
1. Keluhan tidur menurun 1. Modifikasi lingkungan (misalnya pencahayaan
2. Keluhan sering terjaga kebisingan, suhu)
menurun 2. Batasi waktu tidur siang
3. Keluhan tidak puas 3. Tetapkan jadwal tidur rutin
tidur menurun Edukasi
4. Keluhan pola tidur 1. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup
berubah menurun 2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
5. Keluhan istirahat tidak 3. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara
cukup menurun nonfarmakologis
Kemampuan beraktivitas
meningkat

6. Tindakan keperawatan
Menurut Potter dan Perry (2014) implementasi merupakan komponen
dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi menuangkan rencana asuhan kedalam tindakan, setelah
intervensi di kembangkan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien,
perawat melakukan tindakan keperawatan spesifik yang mencangkup
tindakan perawat dan tindakan dokter.
7. Evaluasi
Langkah evaluasi dari proses keperawatan yaitu dengan mengukur
respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah
pencapaian tujuan. Data dikumpulkan dengan dasar berkelanjutan untuk
mengukur perubahan dalam fungsi, dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
ketersediaan atau pengembangan sumber eksternal (Potter & Perry, 2014).
a. Evaluasi Formatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada proses akhir
untuk membandingkan keberhasilan dari proses keperawatan yang telah
perawat lakukan. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk
menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara
efektif.
b. Evaluasi Sumatif merupakan evaluasi yang dilaksanakan pada saat
pelaksanaan program sudah selesai, yang bertujuan untuk menilai hasil
pelaksanaan program dan temuan utama berupa pencapaian apa saja dari
pelaksanaan program

8. Daftar pustaka
Kusuma Hardhi dan Nurarif Amin Huda.( 2015). Handbook For Health
Student. Yogyakarta : Mediaction.
Muttaqin. (2011). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: EGC
Padila. (2012). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha
medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.(2018). Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.(2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai