Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS PEPTIKUM

KEPERAWATAN MEDIKAL

oleh :
Anis Widyawati
172310101204

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS PEPTIKUM

KEPERAWATAN MEDIKAL

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal


Dosen pengampu : Ns. Jon Hafan S, M.Kep., Sp.Kep.MB

Oleh :
Anis Widyawati
172310101204

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang melimpahkan karunia-Nya sehingga


penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan Ulkus
Peptikum”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah
Keperawatan Medikal Fakultas Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Jon Hafan S, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen penanggung jawab mata
kuliah Keperawatan Medikal,
2. Ns. Jon Hafan S, M.Kep., Sp.Kep.MB dosen yang telah membimbing dalam
penyelesaian tugas ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan
baik,
3. Keluarga di rumah yang senantiasa memberikan dorongan dan doanya demi
terselesaikannya makalah ini,
4. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Jember, 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iii
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 1
1.1 Definisi ................................................................................................................ 1
1.2 Anatomi dan Fisiologi ......................................................................................... 1
1.3 Epidimiologi ....................................................................................................... 3
1.4 Etiologi ................................................................................................................ 4
1.5 Patofisiologi......................................................................................................... 6
1.6 Manifestasi Klinis ............................................................................................... 8
1.7 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................................... 9
1.8 Penatalaksanaan Medis ....................................................................................... 9
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASAR TEORI................................ 15
2.1 Pengkajian ........................................................................................................... 15
2.2 Diagnosa .............................................................................................................. 26
2.3 Intervensi ............................................................................................................. 29
2.4 Evaluasi ............................................................................................................... 34
BAB 3. PATHWAYS............................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 40

iii
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Definisi
Ulkus peptikum merupakan keadaan dimana kontinuitas mukosa lambung terputus
dan meluas sampai bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai
kebawah epitel disebut erosi, walaupun seringkali dianggap juga tukak (misalnya tukak
karena stress). Tukak peptik ditemukan pada setiap bagian saluran cerna yang terkena
getah asam lambung yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal
juga jejunum (Afrian, 2015). Tukak peptik adalah suatu defek mukosa atau submukosa
yang terbatas tegas menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga
dapat terjadi perforasi (Priyanto, 2008 ;77). Ulkus peptikum akan terjadi jika sekresi
asam-pepsin lebih banyak daripada faktor resistensi mukosa. (Gendo, 2006;174)
Ulkus peptikum adalah suatu peronggaan yang dibentuk dalam dinding mukosa
lambung, pilorus, duodenum, atau esofagus. Kondisi ini seringkali diacu sebagai ulkus
gastritikum, duodenal, atau esofagus, tergantung pada letaknya. Kondisi ini disebabkan
oleh erosi area yang mengelilingi membran mukosa. Ulkus peptikum seperti lebih
sering terjadi pada duodenum ketimbang pada lambung. Ulkus peptikum kronis
biasanya terjadi pada kurvatura minor lambung, dekat pilorus (Baughman, Diane C,
2014).

1.2. Anatomi Fisiologi

1
Gambar 1. Bagian-bagian Lambung Gambar 2. Letak dari Tukak Peptik
(Berardi dan Lynda, 2008)
(Fatheemah, 2011)

Lambung adalah organ pencernaan yang paling melebar, dan terletak di antara
bagian akhir dari esofagus dan awal dari usus halus (Gray, 2008). Lambung
merupakan ruang berbentuk kantung mirip huruf J, berada di bawah diafragma,
terletak pada regio epigastrik, umbilikal, dan hipokondria kiri pada regio abdomen
(Tortora & Derrickson, 2009).
Lambung tersusun atas 4 lapisan yakni Tunika Serosa (Lapisan luar) bagian dari
peritonium viseralis, Muskularis memecah makanan menjadi partikel-partikel yang
kecil, mengaduk, dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum, Submukosa, memungkinkan mukosa bergerak
peristaltik mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe, Mukosa
mukosa = ruggae memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan
(Hadi,2013).
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak, fundus,
badan (body), antrum, dan pilori (gambar 1). Kardia adalah daerah kecil yang berada
pada hubungan gastroesofageal (gastroesophageal junction) dan terletak sebagai pintu
masuk ke lambung. Fundus adalah daerah berbentuk kubah yang menonjol ke bagian
kiri di atas kardia. Badan (body) adalah suatu rongga longitudinal yang berdampingan
dengan fundus dan merupakan bagian terbesar dari lambung. Antrum adalah bagian
lambung yang menghubungkan badan (body) ke pilorik dan terdiri dari otot yang kuat.
Pilorik adalah suatu struktur tubular yang menghubungkan lambung dengan duodenum
dan mengandung spinkter pilorik (Schmitz & Martin, 2008).
Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu, fungsi pencernaan dan fungsi motorik.
Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan protein, sintesis
dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel yang mensekresi
mukus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar tubular yang penting
yaitu kelenjar oksintik (gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik terletak pada
bagian fundus dan korpus lambung, meliputi 80% bagian proksimal lambung. Kelenjar
pilorik terletak pada bagian antral lambung. Kelenjar oksintik bertanggung jawab
membentuk asam dengan mensekresikan mukus, asam hidroklorida (HCl), faktor

2
intrinsik dan pepsinogen. Kelenjar pilorik berfungsi mensekresikan mukus untuk
melindungi mukosa pilorus, juga beberapa pepsinogen, renin, lipase lambung dan
hormon gastrin (Guyton dan Hall, 2007).
Fungsi motorik lambung, yaitu menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai
makanan tersebut dapat ditampung pada bagian bawah saluran pencernaan,
mencampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai membentuk suatu
campuran setengah padat yang dinamakan kimus, dan mengeluarkan makanan
perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan absorpsi oleh usus halus (Guyton dan Hall, 2007). Sebagai fungsi
pencernaan dan sekresi, yaitu pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan
pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh protein yang dimakan, sekresi mukus yang
membentuk selubung dan melindungi lambung serta sebagai pelumas sehingga
makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama dengan sekresi gel mukus
yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin (Price dan Wilson, 2005).

1.3...............................................................................................................................Epidim
iologi
Ulkus peptikum sering terjadi dibandingkan lesi pada duodenum, dengan kejadian
yang telah dilaporkan dalam enam decade terakhir. Lebih dari satu setengah ulkus
peptikum terjadi pada pria. Usus peptikum merupakan silent disease dan gejalanya
mulai nampak setelah komplikasi berkembang. Prevalensi di Amerika Serikat terdapat
12% pria menderita tukak lambung dan 10% pada wanita selain itu terdapat 15.000
kematian setiap tahunnya yang terjadi akibat komplikasi tukak lambung (Hadi,2013).
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan
60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi
pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada wanita, tapi
terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah
menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria. Ulkus
peptikum pada korpus lambung dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan.
Risiko seumur hidup untuk mengembangkan ulkus peptikum adalah sekitar 10%.
Di negara-negara Barat prevalensi infeksi Helicobacter pylori sekitar pertandingan usia
(yaitu, 20% pada usia 20, 30% pada usia 30, 80% pada usia 80 dll). Prevalensi lebih

3
tinggi di negara-negara dunia ketiga.Transmisi adalah dengan makanan, air tanah yang
terkontaminasi, dan melalui air liur manusia (seperti dari berciuman atau berbagi
peralatan makanan). Sebuah minoritas kasus H. pylori infeksi akhirnya akan
menyebabkan borok dan proporsi yang lebih besar dari orang-orang akan mendapatkan
non-spesifik ketidaknyamanan, nyeri perut atau gastritis.
Ulkus peptik memiliki efek yang luar biasa pada morbiditas dan mortalitas sampai
dekade terakhir abad ke-20, ketika tren epodemologi mulai mulai menunjuk ke sebuah
penurunan mengesankan dalam insiden. Alasannya bahwa tingkat penyakit ulkus
peptikum diperkirakan menurun menjadi pengembangan obat baru penekan dan asam
efektif dan penemuan penyebab kondisi H.pylori.
Di Amerika Serikat sekitar 4 juta orang telah tukak lambung aktif dan sekitar
350.000 kasus baru didiagnosa setiap tahun.Empat kali sebanyak ulkus duodenum
ulkus lambung didiagnosis.Sekitar 3.000 kematian per tahun di Amerika Serikat
disebabkan oleh ulkus duodenum dan 3.000 untuk tukak lambung.

1.4...............................................................................................................................Etiologi
Sampai saat ini diketahui terdapat tiga penyebab utama tukak peptik, yaitu NSAID,
infeksi H. Pylori, dan kondisi hipersekresi asam seperti Zollinger-Ellison syndrome.
Adanya infeksi H. Pylori atau penggunaan NSAID harus ditelusuri pada semua
penderita dengan tukak peptikum (Sanusi, 2011). Etiologi ulkus peptikum kurang
dipahami, meskipun bakteri gram negatif H. Pylori telah sangat diyakini sebagai factor
penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang
terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. (Smeltzer, 2002 ; 1064).
Beberapa penyebab utama ulkus (tukak) :
1. Produksi mukus yang terlalu sedikit (penurunan produksi mukus)
2. Produksi asam yang berlebihan di lambung atau yang disalurkan ke usus
(Corwin, 2009 ;603)
Sedangkan menurut Arif Mutaqqin (2011 ; 407-409) penyebab ulkus peptikum terdiri
dari penyebab umum dan penyebab khusus.
1. Penyebab umum

4
Penyebab umum dari Ulserasi Peptikum adalah ketidakseimbangan antara
kecepatan sekresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan sawar
mukosa gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan deudenum
2. Penyebab khusus
1) Infeksi bakteri H. pylori Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit
75% pasien ulkus peptikim menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa
lambung, dan bagian mukosa duodenum oleh bakteri H. pylori. Sekali pasien
terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali bila kuman
diberantas dengan pengobatan antibacterial. Lebih lanjut lagi, bakteri mampu
melakukan penetrasi sawar mukosa, baik dengan kemampuan fisiknya sendiri
untuk menembus sawar maupun dengan melepaskan enzim-enzim pencernaan
yang mencairkan sawar. Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang
disekresi oleh lambung dapat berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium dan
mencernakan epitel, bahkan juga jaringan- jaringan di sekitarnya. Keadaai ini
menuju kepada kondisi ulkus peptikum.
2) Peningkatan sekresi asam Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus
peptikum di bagian awal duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih
besar dari normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal. Walaupun
setengah dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,
percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan
sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum
mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan. Predisposisi
peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada
saat mengalami depresi atau kecemasan dan merokok.
3) Konsumsi obat-obatan
Obat-obat seperti OAINS / obat anti-inflamasi nonsteroid seperti
indometasin, ibuprofen, asam salisilat mempunyai efek penghambatan siklo-
oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat
secara sistemik termasuk pada epitel lambung dan duodenum. Pada sisi lain,
hal ini juga menurunkan sekresi HCO3- sehingga memperlemah perlindungan
mukosa.
4) Stres fisik

5
Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat.
Bila kondisi stress fisik ini berlanjut, maka kerusakan epitel akan meluas dan
kondisi ulkus peptikum menjadi lebih parah.
5) Refluks usus lambung
Refluks usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim pancreas
yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi predisposisi
kerusakan epitel mukosa.

1.5...............................................................................................................................Patofisi
ologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat
menahan kerja asam lambung pencernaan(asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang
terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau
berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak
tidak dapat mensekresi mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam
klorida (Nuari, 2015).
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa
1. Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau atau rasa ,
makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya
merangsang saraf vagal. Intinya makanan yang tidak menimbulkan nafsu makan
menimbulkan sedikit efek pada sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan
makanan sering secara konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum.
Saat ini banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring mempunyai
efek signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun,
aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong adalah iritan
yang signifikan (Nuari, 2015).
2. Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi
dan mekanis terhadap reseptor dibanding lambung. Refleks vegal menyebabkan

6
sekresi asan sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan (Nuari,
2015).
3. Fase usus
Makanan dalam usu halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap menjadi
gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung. Pada
manusia, sekresi lambung adalah campuran mukokolisakarida dan mukoprotein
yang disekresikan secara kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini
mengabsorpsi pepsin dan melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida
disekresikan secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme
neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila
asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan luar
mukosa tidak memberikan perlindungan asam hidroklorida bersama dengan pepsin
akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil
permukaan lambung. Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa
yang tidak dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah
pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi
lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai
darah, keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh
karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua
factor ini : hipersekresi asam pepsin dan kelemahan barier mukosa lambung.
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak mukosa
lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat anti inflamasi, non steroid lain,
alcohol dan obat anti inflamasi masuk dalam kategori ini.
Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien datang dengan ulkus
peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh dengan terapi medis standar.
Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan berikut : hipersekresi getah lambung,
ulkus duodenal, dan gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor
ditemukan dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus,
bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pancreas. Kira -kira ⅓ dari
gastrinoma adalah ganas (maligna).
Diare dan stiatore (lemak yang tidak diserap dalam feces) dapat ditemui. Pasien ini
dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten atau hyperplasia, dan karenanya

7
dapat menunjukkan tanda hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri
epigastrik. Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut
dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara
fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis berat, dan trauma dengan
organ multiple dapat menimbulkan ulkus stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24
jam setelah cedera menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi
lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas. Bila pasien
sembuh lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.
Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi mukosa. Biasanya
ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan penurunan aliran darah mukosa
lambung. Selain itu jumlah besar pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan
pepsin menciptakan suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus
dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain dari ulkus
lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan trauma otak. Ulkus ini
dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau duodenum, dan biasanya lebih dalam
dan lebih penetrasi daripada ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72
jam setelah luka bakar luas (Nuari,2015).

1.6............................................................................................................................... Manif
estasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau beberapa bulan
bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali dan sering tanpa ada penyebab
yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala ulkus, dan 20-30%
mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya gejala yang mendahulu.
Manifestasi klinisnya terdiri dari (Nuari, 2015) :
a. Nyeri
Pasien dengan ulkus biasanya mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi
terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal ini diyakini bahwa nyeri
terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat menimbulkan
erosi dan merangsang ujung saraf yang terpanjang.
b. Pirosis (nyeri uluhati)

8
Beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar pada esophagus dan lambung, yang
naik ke mulut, kadang-kadang disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum
terjadi bila lambung pasien kosong.
c. Muntah
Meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi
gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan pembentukan jaringan perut
atau pembengkakan akut dari membran mukosa yang mengalami inflamasi
disekitarnya pada ulkus akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual,
biasanya nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
d. Konstipasi dan pendarahan
Konsipasi dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan sebagai akibat dari diet
dan obat-obatan. Pasien dapat juga datang dengan pendarahan gastrointestinal
sebagian kecil pasien yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak
mengalami keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

1.7...............................................................................................................................Pemeri
ksaan Penunjang
Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus. Diperlukan beberapa
pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker lambung juga bisa
menyebabkan gejala yang sama.
1. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan
melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung (Nuari, 2015). Pada
pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk keperluan biopsy.
Keuntungan dari endoskopi:
a. Lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam duodenum
dan dinding belakang lambung dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen.
b. Lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan
lambung.
c. Bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.
2. Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga
disebut barium swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika ulkus
tidak dapat ditemukan dengan endoskopi.

9
3. Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap secara
langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa diukur.
Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum
dilakukannya pembedahan.
4. Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis darah
bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan darah
lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.

1.8. Penatalaksanaan Medis


Sasaran penatalaksanaan ulkus peptikum adalah untuk mengatasi keasaman
lambung. Beberapa metode digunakan untuk mengontrol keasaman lambung termasuk
perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan intervensi pembedahan.
1. Penurunan Stres dan Istirahat
Pasien memerlukan bantuan dalam mengidentifikasi situasi yang penuh stres atau
melelahkan. Gaya hidup terburu-buru dan jadwa tidak teratur dapat memperberat
gejala dan mempengaruhi keteraturan pola makan dan pemberian obat dalam
lingkungan yang rileks. Selain itu dalam upaya mengurangi stres, pasien juga
mendapat keuntungan dari periode istirahat teratur selama sehari, sedikitnya
selama fase akut penyakit.
2. Penghentian Merokok
Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok menurunkan sekresi bikarbonat dari
pancreas ke dalam duodenum. Akibatnya, keasaman duodenum lebih tinggi bila
seseorang merokok. Penelitian menunjukkan bahwa merokok terus menerus dapat
menghabat secara bermakna perbaikan ulkus. Oleh karena itu, pasien sangat
dianjurkan untuk berhenti merokok.
3. Modifikasi Diet
Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk menghindari sekresi asam
yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini dapat diminimalkan dengan
menghindari suhu ekstrem dan stimulasi berlebihan makan ekstrak, alkohol, dan
kopi. Selain itu, upaya dibuat untuk menetralisasi asam dengan makan tiga kali
sehari makanan biasa.
4. Obat-obatan

10
Saat ini, obat-obatan yang paling sering digunakan dalam pengobatan ulkus
mencakup antagonis reseptor histamin (antagonis reseptor H₂), yang menurunkan
sekresi asam lambung; inhibitor pompa proton, yang juga menurunkan sekresi
asam; agen sitoprotektif, yang melindungi sel mukosa dari asam; antasida,
antikolinergis, yang menghambat sekresi asam atau kombinasi antibiotik dengan
garam bismut untuk menekan bakteri H. pylori.
5. Intervensi Bedah
Pembedahan biasanya dianjurkan untuk pasien dengan ulkus yang tidak sembuh
(yang gagal sembuh setelah 12 sampai 16 minggu pengobatan medis), hemoragi
yang mengancam hidup, perforasi, atau obstruksi. Prosedur pembedahan mencakup
vagotomi, vagotomi dengan piloroplasti, atau Biilroth I atau II.
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-
tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan non-operatif mungkin digunakan
dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
Tujuan dari terapi bedah adalah :
1). Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2) . Koreksi penyebab peritonitis
3). Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat
menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah,
makanan, sekresi lambung).
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah
eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan
ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut dan terdapat
peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi
dan antrectomy dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.

Farmakologi

1. Antagonis Reseptor H2

Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara berkompetisi


dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel pariental lambung. Bila

11
histamin berikatan dengan H2 maka akan dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat
ikatan antara histamin dan reseptor digantikan dengan obat-obat ini, maka asam tidak akan
dihasilkan. Efek samping obat golongan ini yaitu diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit
pada otot dan konstipasi (Berardy and Lynda, 2005).

Tabel 1. Obat-obat Antagonis Reseptor H2

Obat Dosis Frekuensi

Simetidin Per oral 300 mg atau 4x sehari

400 mg 2x sehari
800 mg 1x sehari
IV 300 mg
4x sehari

Ranitidin Per oral 150 mg atau 2x sehari

300 mg 1x sehari

IV 50 mg 3-4x sehari

Famotidin Per oral 20 mg atau 2x sehari

40 mg 1x sehari

IV 20 mg 1x sehari

Nizatidin Per oral 150 mg atau 2x sehari

300 mg 1x sehari

Kemampuan antagonis reseptor H2 menurunkan asam lambung disamping dengan


toksisitas rendah merupakan kemajuan dalam pengobatan penyakit. Hasil dari beberapa uji
klinik menunjukkan obat-obat ini dapat menjaga gejala dengan efektif selama episode akut
dan mempercepat penyembuhan tukak duodenal (Ghosh dan Kinnear, 2003).

2. PPI (Proton Pump Inhibitor)

12
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim KH ATPase yang akan memecah KH
ATP akan menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli
serta pariental ke dalam lumen lambung. Panjang dapat menimbulkan kenaikan gastin
darah dan dapat menimbulkan tumor karsinoid pada tikus percobaan. Pada manusia belum
terbukti gangguan keamanannya pada pemakaian jangka panjang (Tarigan, 2001).

Penghambat pompa proton dimetabolisme dihati dan dieliminasi di ginjal. Dengan


pengecualian penderita disfungsi hati berat, tanpa penyesuaian dosis pada penyakit liver
dan penyakit ginjal. Dosis Omeprazol 20-40 mg/hr, Lansoprazol 15-30 mg/hr, Rabeprazol
20 mg/hr, Pantoprazol 40 mg/hr dan Esomeprazol 20-40 mg/hr (Lacy dkk, 2008).

Inhibitor pompa proton memiliki efek yang sangat besar terhadap produksi asam.
Omeprazol juga secara selektif menghambat karbonat anhidrase mukosa lambung, yang
kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat suspensi asamnya (Parischa dan
Hoogerwefh, 2008). Efek samping obat golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare,
konstipasi, muntah, dan ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya
menghindari penggunaan PPI (Lacy dkk, 2008).

3. Sulkrafat

Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis protein mukosa
yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap terjadinya erosi dan ulserasi
mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain menghambat
hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sulkrafat juga memiliki efek sitoprotektif tambahan,
yakni stimulasi produksi lokal prostagladin dan faktor pertumbuhan epidermal (Parischa
dan Hoogerwefh, 2008).

Dosis sulkrafat 1gram 4x sehari atau 2gram 2x sehari. Efek samping yang sering
dilaporkan adalah konstipasi, mual dan mulut kering (Berardy dan Lynda, 2005).

4. Koloid Bismuth

Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein pada dasar
tukak dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam. Dosis obat 2 x 2 tablet sehari.
Efek samping, berwarna kehitaman sehingga timbul keraguan dengan pendarahan
(Tarigan, 2001).

13
5. Analog Prostaglandin : Misoprostol

Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi mukus, sekresi
bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa. Biasanya digunakan sebagai penangkal
terjadinya tukak gaster pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis 4 x 200 mg atau 2 x
400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan
kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjurkan pada wanita yang bakal hamil (Tarigan,
2001).

Misoprostol dapat menyebabkan eksaserbasi klinis (kondisi penyakit bertambah parah)


pada pasien yang menderita penyakit radang usus, sehingga pemakaiannya harus dihindari
pada pasien ini. Misoprostol dikontaindikasikan selama kehamilan, karena dapat
menyebabkan aborsi akibat terjadinya peningkatan kontaktilitas uterus. Sekarang ini
misoprostol telah disetujui penggunaannya oleh United States Food and Drug
Administration (FDA) untuk pencegahan luka mukosa akibat NSAID (Parischa dan
Hoogerwefh, 2008).

6. Antasida

Pada saat ini antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan obat
dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal. Preparat yang
mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan aluminium menyebabkan
konstipasi. Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi
diare dan konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali sehari malam dan sebelum tidur).
Efek samping diare, berinteraksi dengan obat digitalis, barbiturat, salisilat, dan kinidin
(Tarigan, 2001).

Pencegahan :
1. Primer
Pola hidup sehat dan istirahat yang cukup, menghindari stres berlebihan
2. Sekunder
- Penurunan stres dan istirahat
- Berhenti merokok
- Modifikasi diet
14
- Obat-obatan antagonis reseptor histamin untuk menurunkan sekresi asam
dalam lambung; inhibitor pompa proton, agen sitoprotektif, yang
melindungi sel mukosa dari asam atau NSAID; antasida; antikolinergis,
yang menghambat sekresi asam; kombinasi antibiotikdengan garam
bismut yang menekan bakteri H. Pylori
3. Tersier
Pasien dianjurkan untuk mematuhi program medikasi untuk menjamin
penyembuhan ulkus dengan sempurna.

KASUS PEPTIC ULCER (ULKUS PEPTIKUM/TUKAK LAMBUNG)

Ny R, umur 33 tahun, MRS 16 september 2017 datang dengan


keluhan nyeri perut, nyeri tumpul seperti tertusuk dan seperti terbakar di daerah
epigastrium tengah. Ny R mengeluh mual muntah lebih dari 3 kali. Keluarga Ny R
mengatakan belum makan nasi ataupun makanan yang mengandung karbohidrat,
hanya minum air putih dan kemudian makan mangga. BB 58 Kg, TB 155 cm. BB
3 bulan yang lalu 48 kg. hasil lab Hb 9,6 g/dl. Biasa makan 3x sehari dengan lauk
dan sayur. Hasil recall energy hanya 350 kkal, 8 g protein, 5 g lemak. Saat ini
keadaan umum Compos Mentis, TD 110/70, N: 80x/menit, S 38 C, RR
24x/menit.

I. Identitas klien

Nama : Ny. R No. RM : 012***

Umur : 33 Tahun Pekerjaan : PNS

15
Jenis kelamin: Perempuan Status : Menikah

Agama : Islam Tgl MRS : 5 Agt 2019

Pendidikan : S1 Tgl Pengkajian: 10 Agt 2019


Alamat : Sumbersari-Jember Sumber info : Klien & keluarga

II. Riwayat kesehatan

1. Diagnosa Medik:
Ulkus Peptikum
2. Keluhan Utama:

Pasien mengatakan nyeri perut di bagian ulu hati

3. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pada tanggal 16 September 2019, sejak pagi Ny. R belum makan nasi ataupun
makanan yang mengandung karbohidrat hanya minum air putih dan kemudian
makan mangga. Tiba-tiba Ny. R mengeluh sakit perut sekitar pukul 09.00 WIB.
Pada jam 14.00 WIB nyeri bertambah hebat 2 jam setelah Ny. R makan siang.
Pasien datang di RS tgl 16 September 2019 pukul 15.00 WIB dengan keluhan
nyeri perut, nyeri tumpul seperti tertusuk dan seperti terbakar di epigastrium
tengah. Nyeri bertambah 2 jam setelah makan dan setelah aktifitas. Skala
nyeri berada pada skala 8 . Pasien juga mengeluh mual dan muntah lebih
dari 3 kali.
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu:

a. Penyakit yang pernah dialami:


Pasien mengatakan sebelumnya memang mempunyai penyakit maag atau
gastritis.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):

Keluarga Pasien mengatakan, “tidak ada alergi dalam meminum obat , makan
tidak ada alergi, obatpun tidak ada alergi, debu udara juga kuat.”
c. Imunisasi:

Klien tidak mengingat apapun waktu kecil apalagi tentang imunisasi

16
d. Kebiasaan/pola hidup/life style:

Pasien makan 2x sehari dengan lauk dan sayur dengan porsi sedang, dan pasien
minum 700cc per hari
e. Obat-obatan yang digunakan:

Klien dan keluarga mengatakan bahwa hanya membeli obat bebas ditoko
5. Riwayat Penyakit Keluarga:

Klien dan keluarga mengatakan bahwa sebelumnya tidak pernah ada keluarga
yang mengalami penyakit yang sama

III. Pengkajian keperawatan


1. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan,”saya sebenarnya tidak pernah sakit parah, cuman sakit itu ya
pegel linu beli obat/pil diwarung dan beli jamu langsung enak dan segar lagi
badannya. Pasien mengeluh bingung dan cemas dengan keaadaan penyakitnya”

Interpretasi: persepsi kesehatan dan upaya kesehatan klien belum baik.


2. Pola nutrisi/metabolik (ABCD)
- Antropometri

- BB : 58 kg
TB : 155 cm

Lingkar lengan atas : 25,3 cm

Lingkar kepala : -

Interpretasi: -

- Biomedical sign

TD: 110/70 Suhu: 38C

Nadi: 80x/menit RR: 24x/menit


Interpretasi : klien masih dalam keadaan normal, kecuali dengan suhu
Clinical sign

17
Abdomen: palpasi terdapat nyeri tekan pada epigastrik, distensi abdomen

Pasien mengalami nyeri tekan dengan skala 8


Interpretasi: Pasien merasakan nyeri dengan skala 8 di area epigastrik

- Diet pattern (intake makanan dan cairan):

Sebelum MRS: Pasien mengatakan makan 2x sehari dengan lauk dan sayur.
Dan minum kurang lebih 3 gelas dalam sehari

MRS: Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan sdm. Dan minum dua gelas
sehari
Interpretasi: Pasien mengalami ketidakseimbangan nutrisi saat MRS

3. Pola eliminasi
BAK
- Frekuensi : 500cc/2jam

- Jumlah :-

- Warna : kuning

- Bau : khas urin

- Karakter : tidak ada endapan dan tidak warna ada darah

- BJ :-

- Alat bantu :-

- Kemandirian : mandiri

- Lain :-

BAB

- Frekuensi : (BAB terakhir sejak sebelum MRS dua hari)

- Jumlah :-

- Konsistensi : lembek

- Warna : hitam pekat

18
- Bau :-

- Karakter :-

- BJ :-

- Alat bantu :-

- Kemandirian : mandiri

- Lain :-

Interpretasi: Pasien masih dapat melakukan aktifitas BAK dan BAB secara
mandiri

4. Pola aktivitas & latihan

Sebelum sakit Pasien mengatakan semua kegiatan dan aktivitas harian


dilakukan secara mandiri.
c.1 Aktivitas harian (Activity Daily Living)

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi/ROM 
Ket: 0: tergantung total, 1:dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3:
dibantu alat, 4:mandiri
Status oksigenasi:

Klien tidak terpasang selang oksigen


Fungsi kardiovaskuler:

TTV (TB, N, S, RR) dalam batas normal pada saat istirahat dan aktivitas
Terapi oksigen: (Tidak menggunakan)

5. Pola tidur dan istirahat

19
Durasi: 5-7 jam sehari

Gangguan tidur : kadang masih nyeri perut tapi menghilang


Keadaan bangun tidur : kurang fit, masih lemes dan lemah
Lain-lain :-

Interpretasi: klien beresiko masih dalam keadaan pola normal tidur dan
istirahat
6. Pola kognitif & perceptual

Fungsi kognitif dan memori:

Pasien masih mampu mengingat beberapa pertanyaan yang diajukan perawat


mengenai ingatan masa lalu, dan masih dapat mengenal anggota keluarganya
fungsi dan keadaan indera:

klien tidak mempunyai gangguan fungsi indera, masih mampu melihat


mendengar, meraba, mengecap, membau dengan normal tanpa alat bantu
apapun
Interpretasi: tidak ada gangguan kognitis perceptual akibat penyakit.
7. Pola persepsi diri

Gambaran diri:

Pasien mengatakan,”masih bersabar dalam keadaan sakit.”


Identitas diri:

Klien mengatakan,”pasien bersyukur diberlakukan baik selama dirumah sakit.”


Harga diri:

Klien mengatakan,”Merasa senang karena keluarga maupun teman kerabatnya


banyak yang peduli dan mensuportnya untuk sembuh.”
Ideal diri:

Klien mengatakan,”ini saya sudah berusaha sabar dan mengikuti apa kata
dokter supaya bisa cepat sembuh.”
Peran diri:

Klien mengatakan,”sebelum sakit biasanya dirumah mesti didapur dan bekerja

20
seperti biasa”

Interpretasi: klien memahami penyakitnya dan merasa ketiakberdayaan

8. Pola seksualitas & reproduksi

Pola seksualitas:

Klien mengatakan,”tidak bisa melakukan apa-apa sebagai istri.’

Fungsi reproduksi:

Klien mengatakan,” hanya bisa berbaring dan tidak bisa melayani suami.”
Interpretasi: Pasien mengalami terhambat karena penyakit yang dialaminya
9. Pola peran & hubungan

Klien mengatakan,”tidak ada gangguan apapun, semua keluarga tidak ada


masalah, semua mendukung saya buat sembuh.”
Interpretasi: klien dan keluarga merasa tidak ada gangguan apapun

10. Pola manajemen koping-stress

Klien mengatakan,”dapat mengatasi stressnya terhadap penyakitnya, dan


keluarga masih mendampinginya.”
Interpretasi: klien mempunyai koping yang bagus

11. System nilai dan keyakinan

Klien mengatakan,”terus mau meningkatkan ibadah wajib dan sunah.”


Interpretasi: Pasien masih dalam keadaan bagus dalam sistem nilai dan
keyakinan

IV. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: GCS E4M4V4


tanda vital:
- Tekanan darah : 110/70 mm/Hg

- Nadi : 80 x/menit

- RR : 24 x/menit
21
- Suhu : 38 oC

Interpretasi: tanda-tanda vital dalam batas normal


Pengkajian fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala

Inspeksi: bentuk kepala normal, tidak ada kelainan bentu/kecacatan, tidak


ada lesi, rambut kuat, bersih, kurang rapi karena panjang
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya edema/malia

2. Mata

Inspeksi: bentuk mata normal, bersih, tidak ada lesi, konjungtiva anemis,
sklera putih, respon terhadap cahaya normal
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
3. Telinga

Inspeksi: bentuk telinga normal, simetris ka/ki, tidak ada gangguan


konginetal, bersih tidak menggunakan alat bantu dengar
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak ditemukan adanya pembengkakan,
edema, pembesaran organ
4. Hidung

Inspeksi: bentuk hidung normal, simetris, tidak ada lesi, bersih, tidak
mengalami masalah sensori, terpasang NGT
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, lubang hidung paten terasa hembusan nafas,
tidak ada edema/malia/pembesaran sinus
5. Mulut

Inspeksi: bentuk mulut normal simetris, warna bibir pucat, kering, tidak
ada lesi, gigi bagian atas hilang, lidah pucat, tidak terlihat ada sariawan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan cuman merasa tidak enak
6. Leher

Inspeksi: simetris, tidak terlihat ada benjolan, tidak ada lesi, tidak ada
kelainan bentuk

22
Palpasi: tidak ada nyeri tekan , teraba nadi caratis, tidak ada pembesaran
kelenjar

7. Dada

Inspeksi: dada simetris, bentuk dada normal, retraksi dada minimal, ictus
cardis tidak terlihat, tidak ada lesi
Palpasi: tidak nyeri tekan, vokal premitus simetri, ictus cardis teraba
Perkusi: batal jantung ICS 3-5, pekak pada paru
Auskultasi: S1 S2 normal, vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

8. Abdomen

Inspeksi: bentuk datar, simetris dengan umbilikus, tidak ada lesi, tidak ada
spider navi, tidak ada benjolan, kulit sama dengan yang lain, tidak ada
distensi
Palpasi: nyeri tekan pada epigastrium, turgor kulit kering, tidak teraba acites,
tidak teraba massa
Auskultasi: Bising Usus 3x/menit

Perkusi: timpani diseluruh lapang abdomen

9. Urogenital

Inspeksi: terpasang DC, fiksasi dipaha kanan, bersih, tidak ada kelainan
bentuk
10. Ekstremitas

Inspeksi: bentuk normal simetris, dapat digerakkan (ROM) , tidak ada


deformitas, infus ditangan kiri
Palpasi: kekuatan otot, ,
nyeri pada persendian,
ekstremitas bawah
4444 4444
4444 4444

11. Kulit dan kuku

23
Inspeksi: kuning langsat, beberapa bagian mulai keriput, warna kulit rata,
kuku pendek bersih
Palpasi: turgor kulit berkurang wlastisitasnya, mukosa kering, tidak
berkeringat, akral dingin
12. Keadaan lokal

24
V. Terapi (jenis terapi, dosis, rute, indikasi, KI, implikasi keperawatan)

N Farmakodinami Dosis Indikasi Efek samping Implikasi


o. k dan dan keperawata
kontraindi n
dan Rute
kasi
pemberi
Farmakokinetik
a

1. Antasida(Omep Tiga kali Indikasi: Dapat


razole) sehari, Pengobata menstimulasi
per oral n jangka pertumbuhan
pendek sel
tukak ECL(Enterochr
lambung omaffinlikecell
s).
Kontraindi
kasi:
penderita
yang
hipersensit
if terhadap
omeprazol
e

2. Ranitidin IV Indikasi: Sakit kepala,


terjadi Sulit buang air
peningkata besar, diare,
n asam mual, nyeri
lambung perut, gatal-
dan luka gatal pada kulit
pada
lambung

Kontraindi
kasi:
25
Riwayat
alergi
terhadap
Ranitidin,
ibu yang
sedang
menyusui,
kondisi
gagal
ginjal

3. Cairan RL IV

4. Antagonis Diare, sakit


reseptor H2 kepala, lesu,
dan konstipasi

5 Sukralfat 4kali Konstipasi,


sehari diare, dan
mulut kering

VI. Pemeriksaan penunjang & laboratorium

Jenis Nilai normal Hasil


No
pemeriksaan (rujukan) (hari/tanggal)
hematologi nilai Satuan 16/9/2017
1 Hemoglobin 12,0-16,0 gr/dL 9,6
2 lekosit 4,5-11,0 109/L 7,0
3 hematokrit 36-46 % 17,6
4 trombosit 150-450 109/L 182

26
VII.Analisa data

3.2.1 Analisa Data

N Analisa Data Etiologi Masalah Paraf


O dan
Nam
a
1 Infeksi H. Pylori Nyeri akut £
berhubungan dengan Ns.A
Produkdi agen injuri yang
mukus tidak ditandai dengan
adekuat pasien mengeluh
nyeri perut, nyeri
Iritasi tumpul seperti
dinding tertusuk dan terbakar
mukosa di daerah
epigastrium dengan
Infeksi skala nyeri
mukosa
lambung

Pelepasan
mediator
nyeri

Hipotalamus

Otak (persepsi
nyeri)

27
Nyeri akut

2 DS: Infeksi mukosa Risiko kekurangan £


- Pasien lambung volume cairan Ns.A
mengeluh berhubungan
mual muntah dengan mual
lebih dari 3 Peningkatan HCl muntah yang
kali. ditandai dengan
- Pasien pasien mengeluh
mengatakan Mual mual muntah lebih
minum dari 3 kali, pasien
±500cc (air mengatakan minum
hangat) per Muntah ±500cc (air hangat)
hari. per hari, BAK 2-3 kali
sehari, mukosa bibir
DO: Resiko
kering.
- BAK 2-3 kekurangan
kali sehari volume cairan
- Mukosa
bibir kering

3 DS: Asupan diet Ketidakseimbangan


- Pasien kurang nutrisi: kurang dari £
mengeluh kebutuhan tubuh Ns. A
mual dan
Aktivitas lambung berhubungan dengan
muntah lebih intake nutrisi yang
meningkat
dari 3 kali.
tidak adekuat yang
- Keluarga Asam lambung
ditandai dengan
mengatakan meningkat
pasien mengeluh
pasien
mual dan muntah
belum
lebih dari 3 kali,
makan nasi Kontraksi otot
keluarga

28
ataupun lambung mengatakan pasien
makanan belum makan nasi
yang Mual ataupun makanan
mengandun yang mengandung
g Muntah karbohidrat, BB 58kg
karbohidrat.
(3 bulan yang lalu)
dan 54kg saat MRS,
DO: Ketidaksei
mukosa bibir kering.
- BB 58 kg (3 mbangan Nutrisi:
bulan yang kurang dari
lalu) dan 54 kebutuhan tubuh
kg saat
MRS).
- Mukosa
bibir
kering.
- Makanan sering
tidak habis

4 DS: Pelepasan Ansietas


- Pasien Mediator Nyeri berhubungan £
mengeluh dengan stresor Ns.A
bingung Merangsang penyakit ditandai
dan cemas reseptor nyeri dengan pasien
dengan bingung dengan
keaadaan Peningkatan akibat
penyakitny Stresor akibat penyakitnya
a penyakit
DO: -
Ansietas
4

29
2.1 Diagnosa dan Asuhan Keperawatan
Diagnosa keperawatan :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat
4. Ansietas berhubungan dengan stresor penyakit

TTD
Hari/
dan
Tangg Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No 1 Intervensi Rasional Nama
al Keperawatan Hasil
Terang
Jam
Perawat
1. Senin 16 Nyeri akut Tujuan: a. Lakukan a. Mengetahui £
September berhubungan Setelah dilakukan pengkajian nyeri tingkatan nyeri Ns. A
2019, Jam dengan agen injuri tindakan keperawatan secara komprehensif klien
07.00 WIB 3x24 jam, nyeri b. Observasi reaksi b. Mengetahui
terkontrol, level nyeri non-verbal dari reaksi non-verbal
berkurang, kebutuhan ketidaknyamanan dari
rasa nyaman terpenuhi. c. Gunakan teknik ketidaknyamanan
Dengan Kriteria Hasil: komunikasi klien
1. Mampu terapeutik c. Menjalin

30
mengontrol d. Kaji kultur yang hubungan saling
nyeri mempengaruhi percaya
2. Nyeri klien respon nyeri d. Mengetahui
berkurang e. Bantu pasien dan tempat nyeri
3. Skala nyeri 3 keluarga untuk e. Memberi
4. Rasa nyaman mencari dan dukungan pada
setelah nyeri menemukan klien dan
berkurang dukungan keluarga
f. Kontrol f. Mengontrol
lingkungan yang penyebab
dapat timbulnya nyeri
mempengaruhi g. Untuk
nyeri mengurangi rasa
g. Kolaborasi dalam nyeri
pemberian
analgesic
2. Senin 16 Risiko kekurangan Setelah dilakukan a. Monitor status a. Mengetahui £
September volume cairan intervensi 1x24 jam hidrasi status hidrasi Ns. A
2019 Jam berhubungan maka, risiko berkurang. (kelembaban klien
07.50 WIB dengan mual Dengan Kriteria membrane b. Mengetahui
muntah Hasil: mukosa, nadi tanda vital

31
1. Tekanan darah, nadi, adekuat, tekanan c. Mengetahui
suhu tubuh dalam darah ortostatik), adanya tanda
batas normal jika diperlukan gagal ginjal
2. Tidak ada b. Monitor vital sign d. Memenuhi intake
tanda-tanda c. Monitor adanya cairan
dehidrasi tanda gagal ginjal Mengetahui
Elastisitas turgor kulit d. Atur kemungkinan masukan
baik, membrane mukosa transfuse, makanan dan
lembab, tidak ada rasa kolaborasikan cairan klien
haus yang berlebihan pemberian cairan
IV
e. Monitor masukan
makanan/cairan
dan hitung intake
kalori harian

3. Senin 16 Ketidakseimbangan Tujuan: e. Kaji adanya alergi a. Mengetahui £


September nutrisi: kurang dari Setelah dilakukan makanan adanya alergi Ns. A
2019Jam kebutuhan tubuh tindakan keperawatan f. Pantau kandungan makanan pada
08.00 WIB berhubungan 3x24 jam, diharapkan nutrisi dan kalori klien
dengan intake nutrisi pasien pada catatan b. Memantau

32
nutrisi yang tidak terpenuhi. asupan kandungan nutrisi
adekuat Dengan Kriteria g. Timbang pasien dan kalori pada
Hasil: dengan interval asupan
1. Pemenuhan yang tepat c. Mengetahui BB
nutrisi klien h. Anjurkan pasien pasien
terpenuhi untuk d. Untuk
2. BB klien meningkatkan peningkatan
meningkat intake Fe intake Fe
3. Tidak terjadi i. Berikan informasi e. Edukasi klien
mual dan muntah tentang tentang kebutuhan
4. Nafsu makan klien kebutuhan nutrisi nutrisi
meningkat j. Kolaborasi dengan Untuk
5. Menunjukkan ahli gizi untuk peningkatan
peningkatan fungsi menentukan jumlah kalori dan
pengecapan dari jumlah kalori dan nutrisi yang
menelan. nutrisi yang dibutuhkan klien.
6. Porsi makan klien dibutuhkan
habis pasien.
4. Senin 16 Ansietas Tujuan: a. Gunakan pendekatan a. Meningkatkan £
September berhubungan Setelah dilakukan yang tenang dan hubungan saling Ns. A
2019, Jam dengan stressor tindakan keperawatan meyakinkan percaya

33
penyakit 2x24jam ansietas b. Berada disisi pasien b. Mengurangi
teratasi dengan kriteria untuk meningkatkan kecemasan dan
hasil: aman dan membentuk
1. Peningkatan mengurangi rasa kenyamanan
tekanan darah ketakutan c. Untuk
09.00 WIB normal c. Dorong keluarga mengurangi
2. Peningkatan mendampingi klien kecemasan klien
frekuensi nadi d. Kaji tanda verbal dan Mengetahui tanda
normal nonverbal dari verbal dan
kecemasan nonverbal dari
kecemasan

34
3.3 Implementasi
Implementasi
No. Tanggal/Jam Diagnosa Paraf
Keperawatan
1. 16 Sept 2019 Nyeri akut
07.00 berhubungan a. Melakukan £

dengan infeksi pengkajian nyeri Ns.A


mukosa secara komprehensif
lambung b. Mengobservasi
reaksi non-verbal
dari
ketidaknyamanan
c. Menggunakan
teknik komunikasi
terapeutik
d. Membantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
e. Mengontrol
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri
f. Mengkolaborasi
dalam pemberian
analgesic
2 16 Sept 2019 Risiko a. Memonitor status
07.50 kekurangan hidrasi (kelembaban £
volume cairan membrane mukosa,
Ns.A
berhubungan nadi adekuat,
dengan mual tekanan darah
muntah ortostatik), jika
diperlukan
b. Memonitor vital sign

35
c. Memonitor
adanya tanda
gagal ginjal
d. Mengatur
kemungkinan tranfusi,
kolaborasikan
pemberian cairan IV
Memonitor masukan
makanan/cairan dan hitung
intake kalori harian
3 16 Sept 2019 Nutrisi kurang dari a. Mengkaji adanya
08.00 kebutuhan tubuh alergi makanan £

berhubungan dengan b. Memantau Ns.A


intake nutrisi yang tidak kandungan nutrisi
adekuat dan kalori pada
catatan asupan
c. Menimbang pasien
dengan interval
yang tepat
d. Menganjurkan
pasien untuk
meningkatkan
intake Fe
e. Memberikan
informasi tentang
kebutuhan nutrisi
f. Mengkolaborasi
dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan pasien
4. 16 Sept 2019 Ansietas berhubungan a. Mengunakan
09.00 dengan stresor penyakit pendekatan yang tenang £

36
dan meyakinkan Ns.A
b. Mendampingi disisi
pasien untuk
meningkatkan aman dan
mengurangi rasa
ketakutan
c. Mendorong keluarga
mendampingi klien
Mengkaji tanda
verbal dan nonverbal
dari kecemasan

37
3.4 Evaluasi
No. Tanggal/Jam Diagnosa Evaluasi Paraf
1. 17 Sept 2019 Nyeri akut berhubungan - S: Keluarga £
dengan infeksi mukosa mengatakan pasien
Ns.A
lambung mulai jarang
mengeluh nyeri di
perutnya
- O: Skala nyeri 5
- A: Masalah teratasi
sebagian
- P: Intervensi
dilanjutkan. Lakukan
pengkajian nyeri
secara komprehensif,
observasi reaksi non-
verbal dari
ketidaknyamanan
pasien, kolaborasi
pemberian analgesik
2. 17 Sept 2019 Risiko kekurangan - S: Pasien mengatakan £
volume cairan bahwa sudah tidak
berhubungan dengan mual lagi Ns.A
mual muntah - O: Pasien sudah tidak
terlihat pucat dan
membran mukosa
lembab
- A: Masalah risiko
teratasi
- P: Tidak memerlukan
intervensi lanjutan
3. 17 September Nutrisi kurang dari - S: Pasien mengatakan £

38
2019 kebutuhan tubuh sudah tidak Ns.A
berhubungan dengan mengalami mual dan
intake nutrisi yang tidak muntah, keluarga juga
adekuat mengatakan pasien
sudah mau makan
seperti sebelum sakit
- O: Nafsu makan
pasien mulai
mengalami
bertambah
- A: Masalah teratasi
P: Tidak memerlukan
intervensi lanjutan
4. 17 Sept 2019 Ansietas berhubungan - S: Pasien mengatakan £
dengan stresor penyakit telah memahami
Ns.A
tentang penyakitnya
- O: pasien terlihat lebih
tenang
- A: Masalah teratasi
P: Intervensi
dihentikan

BAB 3. PATHWAYS

39
Penyebab dan faktor presdisposisi:
Asam dalam lumen, empedu, alkohol, NSAIDs, H. Pillory, stress, herediter, makanan/minuman
yang dapat mengiritasi lambung

Peningkatan permeabilitas sawar lambung

Asam lambung kembali berdifusi ke mukosa


Mual

Pengeluaran histamin
Anoreksia

Merangsang sekresi asam


Intake makanan
sehingga asam meningkat tidak adekuat

Merusak mukosa lambung Ketidakseimbanga


n nutrisi kurang
dari kebutuhan
Ulkus peptikum tubuh

Kerusakan barier lambung Erosi vena/arteri usus Kerusakan mukosa


lambung
Peningkatan asam lambung Pendarahan
Reaksi radang
Muntah Hematemesis
Pelepasan hormon
Resiko kekurangan volume Krisis situasional bradikinin, serotonin
cairan
Ansietas Merangsang
hipotalamus pada
pusat nyeri

DAFTAR PUSTAKA
nyeri

40
Baughman, Diane C, 2000, Handbook for Brunner and Suddarth’s textbook of medical-
surgical nursing, Jakarta:EGC
Berardy, R., & Lynda, S. 2005. Peptic Ulcer Disease, dalam Dipiro, J.T. et al.
Parmacotherapy a Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. 629-648.
McGraw-hill. Medical Publishing Division by The McGraw-hill Companies
Black, J, M. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan. Jakarta:Selemba Medika
Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Gendon. 2006. Integrasi Kedokteran Barat dan Kedokteran Tradisional Cina. Kanisius.
Yogyakarta

Guyton, A. C., Hall, J. E. 2007. Buku Ajar Fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC

Hadi, S. 2013. Gastroenterologi (204-206). Bandung: PT Alumni

Hoogerwerf, W. A., Pasricha, P. J. 2006. Parmacotherapy of Gastric acidity, Peptic


ulcers, and Gastro Esophageal Reflux Disease. USA: The McGraw-hill Companies

Lacy, C. F., dkk. 2008. Drug Information, 17th ed., Lexi-Copm Inc., New York

Muttaqin, 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan. Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta : Salemba medika

Nuari, N, A. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem


Gastrointestinal. Jakarta: trans info media

Price, S. A., Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Volume 2 Ed/6. Jakarta: EGC

Priyanto. 2008. Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta:selemba Medika

Schmitz, P. G., % Martin, K. J. 2008. Internal Medicine: Just The facts. Singapore: The
McGraw-Hill Companies

Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta:EGC

Sudoyono, A, W., dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV. Jakarta: IPD

41
Tarigan, P. 2001. Tukak Gaster dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Slamet Sutoyo
(Editor). Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Tortora, G. J,. & Derrickson, B. 2009. Principles of Anatomy & Physiology. USA: John
Wiley & Sons. Inc

42

Anda mungkin juga menyukai