Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

SISTEM PENCERNAAN

(PEPTIC ULCER,DIARE & KONSTIPASI)

OLEH :

KELOMPOK : IV (EMPAT)

ANGGOTA : ASRIKA FITRIANI (519 011 031)

GORENSIA JENIA ( 519 011 070)

JERANA ( 519 011 032)

LUDGENSIA INDRADEWI KURNIATI ( 519 011 069)

YUDOKUS MANTUR ( 519 011 056)

YULIANA MURNI LEDIN ( 519 011 067)

DOSEN PEMBIMBING : DENIYATI S.Farm., M.Si

MATA KULIAH : PATOLOGI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PANCASAKTI

MAKASSAR

2022

1
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul ”Sistem Pencernaan (Peptikulser, Diare & Konstipasi“ ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Patologi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang bagaimana tentang enfisema itu sendiri bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 02 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Sistem Pencernaan Manusia....................................................................................3
B. Peptic ulcer...............................................................................................................8
C. Diare........................................................................................................................12
D. Konstipasi...............................................................................................................21
BAB III...........................................................................................................................33
PENUTUP.......................................................................................................................33
A. Kesimpulan.............................................................................................................33
B. Saran.......................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................34

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua aktivitas makhluk hidup selama hidup, yang meliputi
pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan produksi (kerja, anak, susu, daging atau
telur dan lain-lainnya) memerlukan energi dan gizi lain yang diperoleh dari
bahan pakan. Bahan pakan biasanya merupakan campuran dari protein,
karbohidrat, lemak, air, mineral dan vitamin. Bahan pakan demikian hanya
terdapat dalam bahan berasal dari mahluk hidup. Oleh karena itu hewan
tingkat tinggi (termasuk mamalia dan unggas) sangat tergantung pada mahluk
hidup lainnya (hewan dan tumbuh-tumbuhan), dalam hal pakan yang
diperlukannya. Bahan pakan itu biasanya merupakan campuran zat-zat
protein, lemak, karbohidrat, air, mineral dan vitamin. Oleh karena tidak semua
zat dapat diserap secara langsung dari dinding usus, maka harus dipersiapkan
dengan melalui pemecahan mekanis dan enzimatis secara extraseluler dalam
lumen saluran pencernaan (tractus digestivus). Hal itu dilaksanakan dalam
proses pencernaan, yang meliputi semua aktivitas saluran pencernaan dan
kelenjar pembantunya (glandula accessoria). Perombakan bahan pakan ke
dalam zat-zat yang dapat berdifusi dan berasimilasi, terutama dilakukan oleh
enzim- enzim yang diekskresikan ke dalam lumen saluran pencernaan oleh
berbagai kelenjar yang bermuara atau berlokasi di dindingnya. Hewan dan alat
tubuhnya (termasuk alat pencernaannya) berkembang dan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya serta bahan pakannya. Dengan demikian, kita kenal
beberapa golongan hewan yang berbeda berdasarkan sumber bahan pakannya.
Pada mamalia kita kenal : Karnivora (anjing,kucing) merupakan hewan
pemakan daging, sehingga sumber bahan pakannya adalah hewan lain.
Herbivora (sapi, kuda) merupakan hewan pemakan tumbuh-tumbuhan.
Dalam golongan herbivora ini dibedakan golongan herbivora berlambung
tunggal (kuda, keledai) dan herbivora berlambung complex atau ruminansia

1
(sapi, kerbau). Omnivora (babi) merupakan hewan pemakan segala bahan
pakan yang berasal dari hewan atau tumbuh-tumbuhan.
Ruminansia (sapi, domba) dengan lambung komplex dan fermentasi
mikrobial yang extensif terhadap bahan nabati dalam rumen sebelum
pencernaan enzimatis ; dan Domestikasi dapat mengubah bahan pakan yang
biasa dimakan, meskipun omnivora makan tanaman dan bahan berasal dari
hewan, pencernaannya terutama bersifat enzimatis seperti pada karnivora.
Ternak babi karena domestikasi lebih bersifat sebagai herbivora, sehingga
terdapat pencernaan mikrobial yang menyolok terhadap bahan nabati dalam
usus tebal (intestinum crassum), karena ransum yang diberikan mengandung
lebih banyak bahan pakan nabati. Sedangkan herbivora yang telah mengalami
domestikasi terbagi 2 yaitu Herbivora berlambung tunggal (monogastrik),
dengan pencernaan enzimatiz di bagian muka dan fermentasi mikrobial di
bagian belakang saluran pencernaan.
( DIKTAT FISIOLOGI VETERINER II, PENCERNAAN : siswanto. 2017)

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan system pencernaan ?
2. Apa yang dimaksud dengan peptic ulcer ?
3. Apa yang dimaksud dengan diare ?
4. Apa yang dimaksud dengan konstipasi ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu system pencernaan
2. Mengetahui apa itu peptic ulcer
3. Mengetahui ap aitu diare
4. Mengetahui apa itu konstipasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Pencernaan Manusia


Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ,
berturut- turut dimulai dari (1)Rongga Mulut, (2)Esofagus, (3)Lambung,
(4)Usus Halus, (5)Usus Besar,(6)Rektum, 7. Anus

a. Rongga Mulut
Mulut merupakan saluran pertama yang dilalui makanan. Pada
rongga mulut, dilengkapi alat pencernaan dan kelenjar pencernaan untuk
membantu pencernaan makanan. Pada Mulut terdapat :

3
1) Gigi
Memiliki fungsi memotong, mengoyak dan menggiling makanan
menjadi partikel yang kecil-kecil.
2) Lidah
Memiliki peran mengatur letak makanan di dalam mulut serta
mengecap rasa makanan.
3) Kelenjar Ludah
Ada 3 kelenjar ludah pada rongga mulut. Ketiga kelenjar ludah
tersebut menghasilkan ludah setiap harinya sekitar 1 sampai 2,5 liter
ludah. Kandungan ludah pada manusia adalah : air, mucus, enzim
amilase, zat antibakteri, dll. Fungsi ludah adalah melumasi rongga
mulut serta mencerna karbohidrat menjadi disakarida.

b. Esofagus (Kerongkongan)
Merupakan saluran yang menghubungkan antara rongga mulut
dengan lambung. Pada ujung saluran esophagus setelah mulut terdapat
daerah yang disebut faring. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang
mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi
esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat

4
berjalan sepanjang esophagus, terdapat Gerakan peristaltik sehingga
makanan dapat berjalan menuju lambung.

a. Lambung
Lambung adalah kelanjutan dari esofagus, berbentuk seperti
kantung. Lambung dapat menampung makanan 1 liter hingga mencapai 2
liter. Dinding lambung disusun oleh otot-otot polos yang berfungsi
menggerus makanan secara mekanik melalui kontraksi otot-otot tersebut.
Ada 3 jenis otot polos yang menyusun lambung yaitu otot memanjjang,
otot melingkar dan menyerong.
Selain pencernaan mekanik,pada lambung terjadi pencernaan
kimiawi dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan lambung.
Senyawa kimiawi yang dihasilkan lambung adalah :

Senyaw Fungsi
a Kimia
Asam Mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sebagai
HCL disinfektan, serta
merangsang pengeluaran hormon sekretin dan
kolesistokinin pada usus
halus

5
Lipase Memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Namun
lipase yang dihasilkan sangat sedikit
.
Renin Renin Mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air
susu (ASI). Hanya
dimiliki oleh bayi.
Mukus Mukus Melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat
asam HCl

Hasil penggerusan makanan di lambung secara mekanik dan


kimiawi akan menjadikan makanan menjadi bubur yang disebut bubur
kim.

b. Usus halus

6
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung. Usus halus memiliki
panjang sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi menjadi 3 bagian yaitu
duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (± 3,6 m). Pada usus
halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan
senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari
kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus.

Senyawa kimia fungsi


Menetralkan suasana asam dari
Bikarbonat makanan yang berasal dari
lambung.
Enterokinase Mengaktifkan erepsinogen
menjadi erepsin serta
mengaktifkan trypsinogen menjadi
tripsin. Tripsin mengubah pepton
menjadi asam amino.
Amilase Mengubah amilum menjadi
disakarida.
Lipase Mencerna lemak menjadi asam
lemak dan gliserol.
Tripsinogen Tripsin yang belum aktif.

7
Kimotripsin Mengubah peptone menjadi asam
amino.
Nuklease Menguraikan nukleotida menjadi
nukleosida dan gugus pospat
Hormon insulin Hormon Insulin Menurunkan
kadar gula dalam darah sampai
menjadi kadar normal

Hormon glukagon Menaikkan kadar gula darah


sampai menjadi kadar normal.
(http://www.free.vlsm.org/ dari
http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._KESEHATAN_&_REKREASI/
PRODI._KEPERAWATAN/197011022000121-HAMIDIE_RONALD_DANIEL_RAY/
Bahan_Kuliah/sistem-pencernaan.pdf)

B. Peptic ulcer
Tukak peptik merupakan penyakit akibat gangguan pada saluran
gastrointestinal atas yang disebabkan sekresi asam dan pepsin yang berlebihan
oleh mukosa lambung (Avunduk, 2008). Helicobacter pylori diketahui sebagai
penyebab utama tukak lambung, selain NSAID dan penyebab yang jarang
adalah Syndrome Zollinger Ellison dan penyakit Chron disease (Sanusi,
2011).
Bakteri tersebut terdapat di mukosa lambung dan juga banyak ditemukan
pada permukaan epitel di antrum lambung (Hadi, 2013). Studi di Indonesia
menunjukkan adanya hubungan antara tingkat sanitasi lingkungan terhadap
prevalensi infeksi H. pylory dan diperkirakan 36-46,1 % populasi telah
terinfeksi H. pylory (Rani & Fauzi, 2006).
Pengobatan tukak peptik ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien, menghilangkan keluhan, menyembuhkan tukak, mencegah
kekambuhan dan komplikasi (Sanusi, 2011). Pilihan pengobatan yang paling
tepat untuk penyakit tukak peptik tergantung pada penyebabnya. Terapi
kombinasi obat diperlukan untuk penyakit tukak peptik. Kombinasi dua jenis

8
antibiotik dengan
PPI (Proton Pump Inhibitor) atau bismuth digunakan untuk terapi eradikasi H.
pylory, sedangkan kombinasi H2 reseptor antagonis, PPI atau sukralfat dapat
digunakan untuk terapi yang disebabkan NSAID.
Penggunaan obat yang tidakrasional masih sering dijumpai di pusat-pusat
kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas. Ketidaktepatan indikasi, obat,
pasien, dan dosis dapat menyebabkan kegagalan terapi. Gaya hidup yang
kurang sehat seperti merokok, konsumsi makanan dan minuman cepat saji
serta minuman beralkohol dapat meningkatkan terjadinya angka kekambuhan
dan komplikasi perdarahan pada saluran cerna, kanker bahkan kematian
(Sanusi, 2011).
a. Pengertian
Tukak peptik adalah penyakit akibat gangguan pada saluran
gastrointestinal atas yg disebabkan sekresi asam dan pepsin yang
berlebihan oleh mukosa lambung (Avunduk, 2008).
Tukak peptik merupakan keadaan terputusnya kontinuitas mukosa
yang meluas di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub
mukosa hingga lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna yang langsung
berhubungan dengan cairan lambung asam atau pepsin (Sanusi, 2011).
Sel parieteal mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik atau
zymogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi
pepsin dimana HCl dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin
dengan pH <4 (sangat agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan
akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+.
Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam
lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler,
kerusakan mukosa lambung, gastritis, dan tukak lambung (Tarigan, 2006).
b. Etiologi
Sampai saat ini diketahui terdapat tiga penyebab utama tukak
peptik, yaituNSAID, infeksi H. Pylori, dan kondisi hipersekresi seperti
Zollinger-Ellison syndrome. Adanya infeksi H. Pylori atau penggunaan

9
NSAID harus ditelusuri pada semua penderita dengan tukak peptikum
(Sanusi, 2011).
c. Patofisiologi
Tukak terjadi karena gangguan keseimbangan antara faktor agresif
(asam, pepsin atau faktor-faktor iritan lainnya) dengan faktor defensif
(mukus, bikarbonat, aliran darah) (Sanusi, 2011). Sel parietal
mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik atau zimogen mengeluarkan
pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi pepsin dimana HCl dan pepsin
adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH < 4 (sangat agresif
terhadap mukosa lambung). Bahan iritan dapat menimbulkan defek barier
mukosa dan terjadi difusi balik ion H+.
Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam
lambung, kemudian menimbulkan dilatasi dan peningkatan permeabilitas
pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut atau kronik,
dan tukak peptik (Tarigan, 2006).
Helicobacter pylori dapat bertahan dalam suasana asam di
lambung, kemudian terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, dan pada
akhirnya H. pylori berkolonisasi di lambung. Kemudian kuman tersebut
berpoliferasi dan dapat mengabaikan sistem mekanisme pertahanan tubuh.
Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari H. pylori memainkan peranan
penting diantaranya urase memecah urea menjadi amoniak yang bersifat
basa lemah yang melindungi kuman tersebut terhadap asam HCl (Rani &
Fauzi, 2006).
Obat NSAID yang dapat menyebabkan tukak antara lain:
indometasin, piroksikam, ibuprofen, naproksen, sulindak, ketoprofen,
ketorolac, flurbiprofen dan aspirin (Berardi & Welage, 2008).
Obat-obat tersebut menyebabkan kerusakan mukosa secara lokal
dengan mekanisme difusi non ionik pada sel mukosa (pH cairan lambung
<< pKa NSAID). Stres yang amat berat dapat menyebabkan terjadinya
tukak, seperti pasca bedah dan luka bakar luas, hal ini terjadi karena
adanya gangguan aliran darah mukosa yang berkaitan dengan peningkatan

10
kadar kortisol plasma. Stres emosional yang berlebihan dapat
meningkatkan kadar kortisol yang kemudian diikuti peningkatan sekresi
asam lambung dan pepsinogen, sama halnya dengan gaya hidup yang tidak
sehat, seperti merokok, konsumsi alkohol dan pemakaian NSAID yang
berlebihan (Sanusi, 2011).
d. Gambaran Klinis
Secara umum pasien tukak peptik biasanya mengeluh dispepsia.
Dispepsia adalah suatu sindrom klinik beberapa penyakit saluran cerna
seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar,
rasa penuh di ulu hati setelah makan, dan cepat merasakan kenyang
(Sanusi, 2011).
Pasien tukak peptik menunjukkan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu
hati, rasa tidak nyaman pada perut dan disertai muntah. Rasa sakit tukak
peptik timbul setelah makan, rasa sakit terdapat di sebelah kiri, sedangkan
tukak duodenum rasa sakit terdapat di sebelah kanan garis perut. Rasa
sakit bermula pada satu ttitik, kemudian bisa menjalar ke daerah
punggung. Hal ini menandakan bahwa penyakit tersebut sudah semakin
parah atau mengalami komplikasi berupa penetrasi tukak ke organ
pankreas. Meskipun demikian, rasa sakit saja tidak cukup untuk
menegakkan diagnosis tukak peptik, karena dispepsia juga bisa
menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat ditentukan dengan
lokasi rasa sakit di sebelah kiri atau kanan garis perut. Sedangkan tukak
yang disebabkan oleh NSAID dan tukak pada usia lanjut biasanya tidak
menimbulkan keluhan, hanya diketahui
melalui komplikasinya yang berupa perdarahan dan perforasi (Tarigan,
2006).
e. Diagnosis
Pemeriksaan yang biasanya dilakukan untuk diagnosis tukak peptik
yaitu seperti endoskopi dengan biopsi dan sitologi, pemeriksaan dengan
barium, radiologi pada abdomen, analisis lambung, pemeriksaan

11
laboratorium (kadar Hb, Ht, dan pepsinogen darah), dan melena (Priyanto
& Lestari, 2009).
Diagnosis tukak peptik ditegakkan berdasarkan:
1. Pengamatan klinis
2. Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi)
3. Hasil biopsi untuk pemeriksaan CLO (Compylobacter Like Organism),
histopatologi kuman H. pylori (Tarigan, 2006)

Diagnosis terhadap H.pylori diperlukan untuk menetapkan adanya


infeksi sebelum memberikan pengobatan. Jenis tes diagnostik infeksi H.
pylori adalah sebagai berikut:

1. Non invasif : Serologi (IgG, IgA anti Hp, urea breath test)
2. Invasif/endoskopi : Tes urease (CLO, histopatologi, kultur
mikrobiologi, Polymerase chain reaction) (Rani & Fauzi, 2006)

C. Diare
Diare adalah pengeluaran kotoran tinja dengan frekuensi
meningkat (tiga kali dalam sehari) dengan perubahan konsistensi tinja
menjadi lembek atau encer, dengan atau tanpa darah/lendir dalam tinja
tersebut.

Berdasarkan data WHO tahun 2019, diare menjadi penyebab


menurunkan usia harapan hidup sebesar 1,97 tahun pada penderitanya, di
bawah penyakit infeksi saluran pernapasan bawah (2,09 tahun). Secara
global pada tahun 2016, air minum yang tidak sehat, sanitasi buruk, dan
lingkungan kurang bersih menjadi faktor utama terhadap kematian 0,9 juta
jiwa termasuk lebih dari 470.000 kematian bayi yang diebabkan oleh
diare.1 Oleh karena itu, diare menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah
bahkan organisasi dunia untuk menanggulanginya.

Penyebab utama diare pada balita yaitu gizi buruk. Setiap tahunnya
ada 1,7 miliar kasus penyakit diare yang terjadi pada anak. Anak-anak
yang kekurangan gizi atau memiliki kekebalan tubuh yang terganggu serta

12
orang yang hidup dengan HIV berisiko mengalami diare yang mengancam
jiwa. Di masa lalu, kebanyakan orang mengalami dehidrasi parah yang
bisa menyebabkan diare, akan tetapi sekarang peyebab lain diare adalah
infeksi bakteri septik yang menyebabkan kematian berhubungan dengan
diare. Diare merupakan gejala infeksi pada saluran usus, yang dapat
disebabkan oleh berbagai infeksi bakteri, virus, dan parasite. Infeksi
menyebar melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, atau dari
orang ke orang sebagai akibat dari sanitasi buruk.

Selain disebabkan gizi buruk, ditinjau dari ilmu kesehatan


masyarakat terdapat faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian
diare. Faktor dominan penyebab diare yaitu sarana air bersih dan tempat
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama denga
perilaku manusia, faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercampur
kuman diare berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat akan
menimbulkan penyakit diare. Persediaan air bersih yang terbatas akan
memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata
kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau
35-40 galon. Kebutuhan ini bervariasi dan bergantung pada keadaan ilim,
standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Kemudahan akses air bersih
dan sanitasi merupakan hak azazi manusia sebagai dasar dalam
memperoleh kesehatan tubuh. Lebih dari 3,5 juta orang di dunia
meninggal setiap tahunnya akibat penyakit tular air dan kontaminasi tinja
di lingkungan seperti diare. Pembuangan tinja secara tidak baik dan
sembarangan akan mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau
menjadi sumber infeksi, yang akan membahayakan kesehatan manusia dan
penyakit tergolong water borne disease akan berjangkit. Setiap anggota
keluarga harus memperhatikan pembuangan tinja bayi yang benar dengan
mengumpulkan tinja bayi lalu membuangnya ke jamban, jika tidak ada
jamban maka tinja tersebut ditimbun dalam tanah di tempat yang aman.

13
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare lainnya
yaitu pengelolaan sampah dan air limbah. Sampah di suatu pemukiman
dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang menempati bangunan di
desa atau kota. Sampah sebaiknya ditempatkan dalam tempat
penyimpanan sementara dengan kontruki kuat, memiliki tutup, dan mudah
diangkut sebelum dibawa ke tempat pemrosesan akhir agar tidak
mengkontaminasi makanan dan minuman. Pengelolaan air limbah rumah
tangga harus memiliki sarana yang tertutup, mengalir dengan lancar, tidak
menimbulkan bau, serta rutin dibersihkan. Dengan terpenuhinya syarat
tersebut, dapat mencegah pencemaran rumah tangga, melindungi hewan
dan tanaman yang hidup di dalam air, menghindari pencemaran tanah dan
air permukaan, dan menghilangkan tempat perkembangbiakan vektor
penyakit. Faktor gizi dan lingkungan tersebut akan berinteraksi dengan
pengetahuan dan perilaku manusia dan kualitas pelayanan kesehatan
sehingga berpotensi menyebabkan diare. (Jurnal Kesehatan
lingkungan.2021)

a. Pengertian
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih ) dalam satu
hari.Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokan dalam 6 golongan
besar yaitu infeksi disebabkan oleh bakteri, virus atau invasi parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainya
(DEPKES RI, 2011).

14
b. Etiologi diare
Diare terjadi karena adanya Infeksi (bakteri, protozoa, virus, dan
parasit) alergi, malabsorpsi, keracunan, obat dan defisiensi imun adalah
kategori besar penyebab diare. Pada balita, penyebab diare terbanyak
adalah infeksi virus terutama Rotavirus (Permatasari, 2012).
Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh infeksi. Banyak
dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain:
pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan
keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi
dan
destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan
mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan malabsorpsi. Dan bila tidak
mendapatkan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi
sistemik. Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokan dalam 6
golongan besar yaitu infeksi (disebakan oleh bakteri, virus atau infestasi
parasit), malabsorbsi, alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab
lainya (DEPKES RI, 2011).
Penyebab diare sebagian besar adalah bakteri dan parasit,
disamping sebab lain seperti racun, alergi dan dispepsi (Djamhuri, 1994).
1. Virus

15
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%).
Beberapa jenis virus penyebab diare akut antara lain Rotavirus
serotype 1,2,8, dan pada manusia, Norwalk Virus, Astrovirus,
Adenovirus (tipe 40,41), Small bowel structure virus,
Cytomegalovirus.
2. Bakteri
Enterotoxigenic E.coli (ETEC), Enteropathogenic E.coli (EPEC).
Enteroaggregative E.coli (EaggEC), Enteroinvasive E coli (EIEC),
Enterohemorragic E.coli (EHEC), Shigella spp., Camphylobacterjejuni
(Helicobacter jejuni), Vibrio cholera 01, dan V. Cholera 0139,
salmonella (non-thypoid).
3. Parasit
Protozoa, Giardia lambia, Entamoeba histolityca, Balantidium coli,
Cryptosporidium, Microsporidium spp., Isospora belli, Cyclospora
cayatanensis.
4. Heliminths
Strongyloides sterocoralis, Schitosoma spp., Capilaria philippinensis,
Trichuris trichuria.
5. Non Infeksi
Malabsorbsi, Keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imonodefisiensi, obat dll.

Diare akut

16
No Gejala Penyebab
1. Diare tidak berdarah, gejala infeksi (enteropatigenic dan
penyakit sistemik enterotoksigenic E coli, giardia,
virus.
2. Diare berdarah, gejala Infeksi (shigella, campylobacter,
penyakit sitemik enteroinvasif dan
enterohemoragik, E.coli,
salmonella, yersinia,
E.histolistica), penyakit radang
usus besar, colitis iskemik,
colitis dan pseudomembranosa.
3. Diare berdarah, tanpa gejala Infeksi prokitis ulseratif, prokitis
sistemik. radiasi, dan karsinoma
rektosigmamoid.
4 Diare tidak berdarah, tanda Infeksi atau keracunan makanan
gejala sistemik (seperti
disebutkan sebelumnya),
sindrom usus besar yang mudah
teriritasi, impaksi fektal, obat-
obatan (antasida, antibiotika,
NSAID, kolsisin, kuinidin,
digitalis, metildopa, hidratazin,
laktosa).

Diare kronis
No Gejala Penyebab
1. Diare tidak berdarah Sindrom iritasi usus besar,
intoleransi laktosa, obat-obatan

17
(antasida, antibiotika, NSAID,
kolsisin, kuinidin, digitalis,
metildopa, Hidratazin, laktosa),
giardiasis, penyalahgunaan
laktasif, impaksi fekal.
2. Diare inflamantorik atau Kolitis ulseratif, penyakit crohn,
berdarah penyakit diverticular, kolera,
pankreatik, sindrom zollinger-
alison, karsinoma medulla
karsinoid, alkohol,
penyalahgunaan laktasif,
idiopatik.
3. Diare osmotik Intoleransi laktosa, magnesium
sulfat, fosfat, manitol, sorbitol,
defisien sidisakaridase,
malabsorbsi glukosa-galaktosa
herediter atau malabsorbsi
fruktosa herediter.
4. Diare yang berhubungan Diabetes, tirotoksinosis, penyakit
dengan penyakit sistemik addison,AIDS, defisiensi niasin
dan seng, leukemia, pseudo
obstruktif.

Diare dengan gejala nonspesifik yang merupakan manifestasi


umum gangguan GI, termaksut penyakit inflamasi perut, sindrom iritasi
perut, keganasan saluran cerna, sindrom berbagai macam malabsorbsi, dan
infeksi intestinal akut atau subakut dan gangguan-gangguanya. Diare dapat
juga merupakan efek samping yang tidak dikehendaki pada banyak obat.
Obat yang menyebabkan diare : Akarbosa dan metformin, Alkohol,
Antibiotik seperti: (klindamisin, eritromin, rifampisin, dan seforoksim),

18
kolkisin, senyawa-senyawa sitotoksik, Antasida yang mengandung
magnesium,OAINS (Wiffen et al, 2014).

c. Patofisiologi diare
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan
osmotic (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul
diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin didinding
usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian menjadi
diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik.
Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)
yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis
metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output
berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah (Zein dkk, 2004).
Mekanisme terjadinya diare dan termaksut juga peningkatan
sekresi atau penurunan absorbsi cairan dan elektrolit dari sel mukosa
intestinal dan eksudat yang berasal dari inflamasi mukosa intestinal
(Wiffen et al, 2014).
Infeksi diare akut diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare noninflamasi dan diare inflamasi. Diare inflamasi
disebabkan invasi bakteri dan sitoksin di kolon dengan manifestasi
sindrom disentri dengan diare disertai lendir dan darah. Gejala klinis
berupa mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, tetenus, serta
gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin makroskopis
ditemukan lendir dan atau darah, mikoroskopis didapati sek lukosit
polimakronuklear. Diare juga dapat terjadi akibat lebih dari satu
mekanisme, yaitu peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di
usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin
yang menyebakan terjadinya diare. Pada dasarnya, mekanisme diare akibat
kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan

19
atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin
atau sitoksin. Satu jenis bakteri dapat menggunakan satu atau lebih
mekanisme tersebut untuk mengatasi pertahanan mukosa usus
(Amin,2015).
d. Klasifikasi diare
Penyakit diare secara umum dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1) Diare akut
Diare akut adalah diare yang terjadinya mendadak dan berlangsung
kurang dari 2 minggu. Gejalanya antara lain: tinja cair, biasanya
mendadak, disertai lemah dan kadang-kadang demam atau muntah.
Biasanya berhenti atau berakhir dalam beberapa jam sampai beberapa
hari. Diare akut dapat terjadi akibat infeksi virus, infeksi bakteri,
akibat makanan.
2) Diare kronis
Diare kronis adalah diare yang melebihi jangka waktu 15 hari sejak
awal
diare. Berdasarkan ada tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi 2 yaitu
diare spesifik dan diare non spesifik. Diare spesifik adalah diare yang
disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau parasit. Diare non spesifik
adalah diare yang disebabkan oleh makanan (Wijaya, 2010).
Diare kronik atau diare berulang adalah
suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan keenceran tinja yang
berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus
menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat
suatu penyakit berat. Tanda-tanda diare kronik seperti: demam, berat
badan menurun, malnutrisi, anemia, dan meningginya laju endap
darah. Demam disertai defense otot perut menunjukan
adanya proses radang pada perut. Diare kronik seperti yang dialami
seseorang yang menderita penyakit crohn yang mula-mula dapat
berjalan seperti serangan akut dan sembuh sendiri. Sebaliknya suatu
serangan akut seperti diare karena infeksi dapat menjadi

20
berkepanjangan. Keluhan penderita sendiri dapat diarahkan
untuk memebedakan antara diare akut dengan diare kronik.
Klasifikasi diare berdasarkan tabel derajat dehidrasi :

D. Konstipasi
Konstipasi biasa disebut sembelit atau susah buang air besar. Konstipasi
adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perubahan konsistensi feses menjadi
keras, ukuran besar, penurunan frekuensi atau kesulitan defekasi (Eva, 2015).
Konstipasi banyak terjadi di masyarakat umum pada kelompok remaja dan
dewasa awal. Menurut Chudahman Manan, risiko terjadinya konstipasi lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dengan angka
perbandingan 4:1 (Susilawati, 2010). Hasil penelitian Bardosono dan Sunardi
(2011) pada 210 pekerja perempuan di Jakarta usia 18-55 tahun didapatkan
prevalensi konstipasi fungsional sebesar 52,9% dan ditemukan secara
bermakna lebih besar prevalensi pada subjek yang berusia kurang dari 30
tahun.
Dalam perkembangannya, sekitar 80% populasi dalam setiap negara
beralih menggunakan pengobatan tradisional untuk masalah penyakit utama.

21
Tanaman obat dan formulasi herbal sering kali dipertimbangkan karena efek
toksik yang lebih sedikit dan bebas dari efek samping dibanding dengan obat
sintetik (Ali, 2014). Salah satu tanaman herbal yang memiliki efek laksatif
adalah Trengguli (Cassia fistula L.) yang berasal dari famili Fabaceae. Bagian
yang dapat digunakan untuk laksatif adalah buah trengguli (Sakulpanich,
2008) dengan cara pembuatan dekokta. Metode dekokta menghasilkan total
glikosida antrakuinon yang paling tinggi untuk penggunaan laksatif. (snaini
Nur Jannah,dkk.2017)
a. Pengertian
Konstipasi adalah penurunan frekuensi normal defekasi yang
disertai saat pengeluaran feses atau rasa tidak tuntas dan feses keras,
kering
dan banyak (NANDA, 2015-2017).
Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa
berkurangnya frekuensi buang air besar. Dikatakan konstipasi jika buang
air besar kurang dari 3 kali seminggu atau 3 hari tidak buang air besar dan
diperlukan mengejan secara berlebihan (Dharmika, 2009).
Kejadian konstipasi dianggap remeh yang sesekali dialami dan
tidak berdampak pada gangguan sistem tubuh, tetapi jika tidak segera
ditangani
dapat menimbulkan komplikasi (Claudia et al, 2018).
Konstipasi menahun (kronik), kapan mulainya tidak jelas dan
menetap selamabeberapa bulan atau tahun. Konstipasi adalah kondisi di
mana feses memiliki konsistensikeras dan sulit dikeluarkan. Masalah ini
umum ditemui pada anak-anak. Buang air besarmungkin disertai rasa sakit
dan menjadi lebih jarang dari biasa. Pada anak normal,konsistensi feses
dan frekuensi BAB dapat berbeda-beda. Bayi yang disusui ASI
mungkinmengalami BAB setiap selesai disusui atau hanya sekali dalam 7-
10 hari. Bayi yang disusuiformula dan anak yang lebih besar mungkin
mengalami BAB setiap 2-3 hari.Dengan demikian frekuensi BAB yang
lebih jarang atau konsistensi feses yang sedikit lebihpadat dari biasa tidak

22
selalu harus ditangani sebagai konstipasi.. Definisi kontipasi bersifatrelatif,
tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan kesulitan
keluarnyatinja. Pada anak normal yang hanya berak setiap 2-3 hari dengan
tinja yang lunak tanpakesulitan, bukan disebut konstipasi. Konstipasi
adalah persepsi gangguan buang air besarberupa berkurangnya frekuensi
buang air besar, sensasi tidak puasnya buang air besar,terdapat rasa sakit,
harus mengejan atau feses keras.
Konstipasi berarti bahwa perjalanan tinja melalui kolon dan rektum
mengalamipenghambatan dan biasanya disertai kesulitan defekasi .Disebut
konstipasi bila tinja yangkeluar jumlahnya hanya sedikit, keras, kering,
dan gerakan usus hanya terjadi kurang dari 3 xdalam 1 mnggu.Kriteria
baku untuk menentukan ada tidaknya konstipasi telah ditetapkan,meliputi
minimal 2 keluhan dari beberapa keluhan berikut yang diderita penderita
minimal 25% selama minimal 3 bulan : (1) tinja yang keras, (2) mengejan
pada saat defekasi, (3)perasaan kurang puas setelah defekasi, dan (4)
defekasi hanya 2 x atau kurang dalam seminggu.
b. Factor penyebab konstipasi
1) Stress
Stress psikologis dapat merubah fungsi motor pada usus halus dan
kolon, baik pada orangnormal maupun pasien IBS. Sampai 60% pasien
pada pusat rujukan memiliki gejala psikiatriseperti somatisasi, depresi,
dan cemas. Dan pasien dengan diagnosis IBS lebih seringmemiliki
gejala ini. Ada atau tidaknya riwayat abuse pada masa anak-anak
(seksual, fisik,atau keduanya) dihubungkan dengan beratnya gejala
pada pasien dengan IBS. Ini telahdiusulkan bahwa pengalaman awal
pada hidup dapat mempengaruhi sistem saraf pusat danmemberikan
predisposisi untuk keadaan kewaspadaan yang berlebihan.
 Mikroorganisme seperti bakteri, virus, kuman dll
 Intoleransi makanan
Beberapa orang dengan IBS cenderung memiliki alergi makanan. Pada
tahun 2007 dasarbukti itu tidak cukup kuat untuk merekomendasikan

23
diet ketat. Banyak modifikasi diet yangberbeda telah dicoba untuk
memperbaiki gejala IBS. Ada yang efektif dalam beberapa sub-
populasi. Sebagai intoleransi laktosa dan IBS memiliki gejala yang
sama seperti percobaandiet bebas laktosa sering dianjurkan. Sebuah
fruktosa membatasi diet dan asupan fructantelah terbukti berhasil
mengobati gejala secara dosis-tergantung pada pasien
denganmalabsorpsi fruktosa dan IBS. Sementara banyak IBS pasien
percaya bahwa mereka memilikibeberapa bentuk intoleransi makanan,
tes mencoba untuk memprediksi sensitivitas makanandi IBS telah
mengecewakan. Satu studi melaporkan bahwa tes antibodi IgG efektif
dalammenentukan sensitivitas makanan pada pasien IBS, dengan
pasien dengan diet eliminasimengalami gejala penurunan 10% lebih
besar daripada mereka yang diet semu. [64] Lebihdata yang diperlukan
sebelum pengujian IgG dapat direkomendasikan. Tidak ada bukti
bahwapencernaan makanan atau penyerapan nutrisi yang bermasalah
bagi mereka dengan IBS padatingkat yang berbeda dari mereka yang
tidak IBS. Namun, tindakan yang sangat makan atauminum dapat
menimbulkan reaksi yang berlebihan dari respon gastrocolic pada
beberapapasien dengan IBS karena kepekaan yang meningkat
mendalam mereka, dan ini dapatmengakibatkan perut, sakit diare,
sembelit dan / atau konstipasi
2) Abnormalitas aktifitas usus
Dalam 50 tahun terakhir, perubahan pada kontraktilitas kolon dan usus
halus telahdiketahui pada pasien IBS. Stres psikologis atau fisik dan
makanan dapat merubahkontraktilitas kolon. Motilitas abnormal dari
usus halus selama puasa,seperti kehilangan darikomplek motor
penggerak dan adanya kontraksi yang mengelompok dan
memanjang,kontraksi yang diperbanyak, ditemukan pada pasien IBS.
Juga dilaporkan adanya responkontraksi yang berlebihan pada
makanan tinggi lemak. Nyeri lebih sering dihubungkandengan
aktivitas motor yang ireguler dari usus halus.

24
3) Infeksi atau inflamasi
Sitokin inflamasi mukosa dapat mengaktivasi sensitisasi perifer atau
hipermotilitas. Gweedkk.11 melaporkan pasien dengan enteritis
infeksi, adanya hipokondriasis dan kehidupanpenuh stress pada saat
infeksi akut memprediksi berkembangnya IBS kemudian.
Ditemukanadanya bukti yang menunjukkan bahwa beberapa pasien
IBS memiliki peningkatan jumlahsel inflamasi pada mukosa kolon dan
ileum. Adanya episode enteritis infeksi sebelumnya,faktor genetik,
alergi makanan yang tidak terdiagnosis, dan perubahan pada
mikroflorabakteri dapat berperanan pada terjadinya proses inflamasi
derajat rendah. Inflamasi dikatakandapat mengganggu reflex
gastrointestinal dan mengaktivasi sistem sensori visceral meskipunjika
respon inflamasi yang minimal. Kelainan pada interaksi neuroimun
dapat berperananpada perubahan fisiologi dan hipersensitivitas
gastrointestinal yang mendasari IBS.
c. Gejala dan tanda
Konstipasi dapat menyebabkan gejala berikut:
 Sakit perut
 BAB mungkin disertai rasa sakit.
 Turun atau hilangnya napsu makan.
 Rewel.
 Mual atau muntah.
 Turunnya berat badan.
 Noda feses di celana dalam anak yang menandakan banyaknya feses
yang tertahan di rektum (bagian usus besar terdekat dengan anus). Jika
anak mengalami konstipasi yang cukup berat, ia dapat kehilangan
kemampuan merasakan kebutuhan ke toilet untuk BAB sehingga
menyebabkan anak BAB di celananya. Hal ini disebut encopresis atau
fecal incontinence.
 Mengedan untuk mengeluarkan feses yang keras dapat menyebabkan
robekan kecil pada lapisan mukosa anus (anal fissure) dan perdarahan.

25
 Konstipasi meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. Konstipasi
dapat disebabkan oleh:
a) Kecenderungan alami gerakan usus yang lebih lambat, misalnya
pada anak dengan riwayat feses yang lebih padat dari normal pada
minggu-minggu awal setelah lahir.
b) Nutrisi yang buruk, misalnya yang tinggi lemak hewani dan gula
(pencuci mulut, makanan-makanan manis), serta rendah serat
(sayuran, buah-buahan, whole grains). Beberapa obat dapat
menyebabkan konstipasi, misalnya antasid, fenobarbital (obat
kejang), obat pereda nyeri, dan obat batuk yang mengandung
kodein.
 Kebiasaan BAB yang tidak baik, misalnya tidak tersedianya cukup
waktu untuk BAB dengan tuntas.
 Kurangnya asupan cairan.
 Kurangnya aktivitas fisik.
 Adanya kondisi anus yang menyebabkan nyeri, misalnya robekan pada
lapisan mukosa anus (anal fissure). Hal ini seperti lingkaran setan
karena mengedan untuk mengeluarkan feses yang keras dapat
menyebabkan terjadinya fissure, dan nyeri yang disebabkan fissure
menyebabkan anak menahan kebutuhan BAB yang memperparah
konstipasi.
 Toilet training yang dipaksakan. Toilet training pada anak yang belum
siap secara emosional dapat mengakibatkan anak memberontak dengan
menahan keinginan BAB.

Jika anak belum siap untuk menjalani toilet training, tunggu beberapa
bulan sebelum memulainya kembali. Kadang konstipasi dapat terjadi
karena penganiayaan seksual (sexual abuse). Konstipasi dapat merupakan
akibat dari beberapa penyakit seperti tidak adanya saraf normal di
sebagian usus (Hirschprung disease), kelainan saraf tulang belakang,
kurangnya hormon tiroid, keterbelakangan mental, atau beberapa kelainan

26
metabolik. Namun sebab-sebab ini relatif jarang dan umumnya disertai
gejala lain.

d. Ada beberapa gejala yang pada umumnya menyertai irritable bowel


syndrome, diantaranya adalah :
 Ketidak normalan frekuensi defeksi
 Kelainan bentuk feses
 Ketidaknormalan proses defekasi (harus dengan mengejan,
inkontenensia defekasi, atau rasa defekasi tidak tuntas)
 Adanya mucus atau lender
 Kembung atau merasakan distensi abdomen dan sangat bervariasi
 Ditemukan keluhan diare dengan lendir, darah, kembung, nyeri
abdomen bawah.
 Sembelit
 Sering buang angin
 Sendawa
Buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai
3 hari sekali. Dalam praktek dikatakan konstipasi bila buang air besar
kurang dari 3 kali perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar
atau dalam buang air besar harus mengejan secara berlebihan. Kolon
mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian
mencampur, melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak
diserap, serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan
dengan berbagai mekanisme gerakan yang sangat kompleks. Pada keadaan
normal kolon harus dikosongkan sekali dalam 24 jam secara teratur.).
Diduga pergerakan tinja dari bagian proksimal kolon sampai ke daerah
rektosigmoid terjadi beberapa kali sehari, lewat gelombang khusus yang
mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan yang berlangsung lama.
Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di batang otak, dan
telah dilatih sejak anak-anak.

27
Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat megalami gangguan,
yaitu kesulitan atau hambatan pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga
timbul kesulitan defekasi atau timbul obstipasi. Gangguan pasase bolus
dapat diakibatkan oleh suatu penyakit atau dapat karena kelainan
psikoneuorosis. Yang termasuk gangguan pasase bolus oleh suatu penyakit
yaitu disebabkan oleh mikroorganisme (parasit, bakteri, virus), kelainan
organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas, pasca bedah di salah satu
bagian saluran cerna (pasca gastrektomi, pasca kolesistektomi). Untuk
mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat kembali
bagaimana mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke dalam
kolon, kolon akan menyerap air dan membentuk bahan buangan sisa
makanan, atau tinja. Kontraksi otot kolon akan mendorong tinja ini ke arah
rektum. Begitu mencapai rektum, tinja akan berbentuk padat karena
sebagian besar airnya telah diserap. Tinja yang keras dan kering pada
konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu anyak air. Hal ini terjadi
karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan dan malas,
menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.
Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon
atau pada fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer,
penggunaan obat-obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah besar
penyakit sistemik yang mempengaruhi traktus gastrointestinal.
Konstipasi dapat timbul dari adanya defek pengisian maupun
pengosongan rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna terjadi bila
peristaltik kolon tidak efektif (misalnya, pada kasus hipotiroidisme atau
pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus besar yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung). Statis tinja di kolon
menyebabkan proses pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan
untuk memulai reflek dari rektum yang normalnya akan memicu evakuasi.
Pengosongan rektum melalui evakuasi spontan tergantung pada reflek
defekasi yang dicetuskan oleh reseptor tekanan pada otot-otot rektum,
serabut-serabut aferen dan eferen dari tulang belakang bagian sakrum atau

28
otot-otot perut dan dasar panggul. Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga
bisa menyebabkan retensi tinja.
Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun
penyebabnya. Tinja yang besar dan keras di dalam rektum menjadi sulit
dan bahkan sakit bila dikeluarkan, jadi lebih sering terjadi retensi dan
terbentuklah suatu lingkaran setan. Distensi rektum dan kolon mengurangi
sensitifitas refleks defekasi dan efektivitas peristaltik. Akhirnya, cairan
dari kolon proksimal dapat menapis disekitar tinja yang keras dan keluar
dari rektum tanpa terasa. Gerakan usus yang tidak disengaja (encopresis)
mungkin keliru dengan diare. Akibat dari konstipasi
Sebagaimana diketahui, fungsi kolon di antaranya melakukan absorpsi
cairan elektrolit, zat-zat organik misalnya glukose dan air, hal ini berjalan
terus sampai di kolon descendens. Pada seseorang yang mengalami
konstipasi, sebagai akibat dari absorpsi cairan yang terus berlangsung,
maka tinja akan menjadi lebih padat dan mengeras. Tinja yang keras dan
padat menyebabkan makin susahnya defekasi, sehingga akan
menimbulkan haemorrhoid. Sisa-sisa protein di dalam makanan biasanya
dipecahkan di dalam kolon dalam bentuk indol, skatol, fenol, kresol dan
hydrogen sulfide. Sehingga akan memberikan bau yang khas pada tinja.
Pada konstipasi juga akan terjadi absorpsi zat-zat tersebut terutama indol
dan skatol, sehingga akan terjadi intestinal toksemia. Bila terjadi intestinal
toksemia maka pada penderita dengan sirhosis hepatis merupakan bahaya.
Pada kolon stasis dan adanya pemecahan urea oleh bakteri mungkin akan
mempercepat timbulnya “ hepatik encepalopati” pada penderita sirhosis
hepatis.
Stres, diet, bakteri, kuman, jenis makanan dan reaktifitas usus yang
abnormal dapat menyebabkan IBS.
Stres dapat memicu gejala IBS. Ketika seseorang mendapatkan
masalah yang menyita pikirannya, maka hal ini dapat mempengaruhi sel-
sel saraf dan menjadikan kekejangan pada usus. Kekejangan usus ini dapat

29
mengantarkan kita pada penyakit irritable bowel syndrome. Apalagi stress
ini berkepanjangan.
Diet yang tidak benar juga dapat memicu adanya IBS. Apabila pola
makan seseorang itu sangat besar atau tidak teratur apalagi keadaan
pencernaannya bermasalah maka dapat menyebabkan kram dan diare.
Setelah itu dapat membuat seseorang itu terkena IBS.Yang ketiga adalah
abnormalitas reaksi usus. Ketidaknormalan gerakan usus ini dapat
disebabkan oleh berbagai banyak hal diantaranya : asupan makanan yang
masuk, mikroorganisme dan stres. Ketidaknormalan gerakan usus ini
apabila terlalu lambat akan menyebabkan sembelit, dan jika terlalu cepat
akan menyebabkan diare.
Intoleransi makanan juga dapat menyebabkan datangnya penyakit IBS
ini. Jika seseorang alergi terhadap suatu makanan tertentu, maka dapat
menyebabkan gangguan usus dan menjadikan irritabel bowel syndrome
Selain itu bakteri juga dapat memberikan efek tertentu terhadap usus
dan dapat menyebabkan IBS.
e. Etiologi
Penyebab konstipasi biasanya multifaktor, misalnya : Konstipasi
sekunder (diit, kelainan anatomi, kelainan endokrin dan metabolik,
kelainan syaraf, penyakit jaringan ikat, obat, dan gangguan psikologi),
konstipasi fungsional (konstipasi biasa, “Irritabel bowel syndrome”,
konstipasi dengan dilatasi kolon, konstipasi tanpa dilatasi kolon , obstruksi
intestinal kronik, “rectal outlet obstruction”, daerah pelvis yang lemah, dan
“ineffective straining”), dan lain-lain (diabetes melitus, hiperparatiroid,
hipotiroid, keracunan timah, neuropati, Parkinson, dan skleroderma).
f. Pola hidup
Pola hidup seperti diet rendah serat, kurang minum dan olahraga
merupakan penyebab tersering dari konstipasi. Penyebab umum dari
konstipasi adalah diit yang rendah serat, seperti terdapat pada sayuran,
buah, dan biji-bijian, dan tinggi lemak seperti dalam keju, mentega, telur
dan daging. Mereka yang makan makanan yang kaya serat biasanya lebih

30
jarang yang mengalami konstipasi Diit rendah serat juga memegang
peranan penting untuk timbulnya konstipasi pada usia lanjut. Mereka
biasanya kurang berminat untuk makan, dan lebih senang memilih
makanan cepat saji yang kadar seratnya rendah. Selain itu, berkurangnya
jumlah gigi, memaksa mereka lebih suka makan makanan lunak yang
sudah diproses dengan kadar serat yang rendah.
Dalam keadaan normal cairan akan mengisi sebagian besar usus
dan feces sehingga feces mudah dikeluarkan. Penderita konstipasi
sebaiknya minum air yang cukup, kira-kira 8 liter per hari. Cairan yang
mengandung kafein, seperti kopi dan kola, serta alkohol memiliki efek
dehidrasi, sehingga dapat meyebabkan konstipasi. urang olahraga dapat
menyebabkan terjadinya konstipasi, meskipun belum diketahui dengan
pasti patogenesisnya. Sebagai contoh, konstipasi sering terjadi pada orang
sakit yang melakukan istirahat yang panjang.

g. Penanganan
Pada bayi di bawah usia satu tahun, kemungkinan masalah organik yang
mungkin menyebabkan konstipasi harus diteliti dengan lebih cermat,
terutama apabila konstipasi disertai gejala lain seperti:
 Keluarnya feses pertama lebih dari 48 jam setelah lahir, kaliber feses
yang kecil, gagal tumbuh, demam, diare yang diserai darah, muntah
kehijauan, atau terabanya benjolan di perut.
 Perut yang kembung.
 Lemahnya otot atau refleks kaki, adanya lesung atau rambut di
punggung bagian bawah.
 Selalu tampak lelah, tidak tahan cuaca dingin, denyut nadi yang
lambat.
 Banyak BAK, banyak minum
 Diare, pneumonia berulang.
 Anus yang tidak tampak normal baik bentuk maupun posisinya Lebih
dari 95% konstipasi pada anak di atas satu tahun adalah konstipasi

31
fungsional (tidak ada kelainan organik yang mendasarinya).5
Umumnya masalah inKebiasaan BAB yang baik.
 Anak yang mengalami konstipasi harus dilatih untuk membangun
kebiasaan BAB yang baik.2 Salah satu caranya adalah dengan
membiasakan duduk di toilet secara teratur sekitar lima menit setelah
sarapan, bahkan jika anak tidak merasa ingin BAB. Anak harus duduk
selama lima menit, bahkan jika anak telah menyelesaikan BAB
sebelum lima menit tersebut habis.
 Anak juga harus belajar untuk tidak menahan keinginan BAB. Kadang
anak mengalami kekhawatiran jika harus menggunakan toilet di
sekolah. Jika orang tua mencurigai adanya masalah tersebut, orang tua
hendaknya membicarakan masalah tersebut dengan anak maupun
pihak sekolah. Makanan tinggi serat.
 Serat membuat BAB lebih lunak karena menahan lebih banyak air dan
lebih mudah untuk dikeluarkan. Memperbanyak jumlah serat dalam
makanan anak dapat mencegah konstipasi.
 Berikan minimal 2 sajian buah setiap hari. Buah yang dimakan beserta
kulitnya, misalnya plum, aprikot, dan peach, memiliki banyak
kandungan serat.
 Berikan minimal 3 sajian sayuran setiap hari.
 Berikan sereal yang tinggi serat sepert bran, wheat, whole grain, dan
oatmeal. Hindari sereal seperti corn flakes.
 Berikan roti gandum (wheat) sebagai ganti roti putih. Banyak minum
dapat mencegah konstipasi. Biasakan anak untuk minum setiap kali
makan, sekali di antara waktu makan, dan sebelum tidur. Namun perlu
diperhatikan bahwa terlalu banyak susu sapi atau produk susu lainnya
(keju, yogurt) justru dapat mengakibatkan konstipasi pada sebagian
anak.

32
33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Saluran pencernaa dimulai dari mulut,kerongkongan,lambung, usus
halus,usu besar dan berakhir di anus. Sedangkan hati, pangkreas dan kantunng
empedu juga berperan dalam proses pencernaan meski organ-organ tersebut
tidak dilewati oleh mkanan dan terletak disaluran pencernaan . system
pencernaan dapat mengalami gangguan diantara nya yaitu peptic ulcer, diare
dan kosntipasi apabila tidak dijaga. Oleh karena itu pentingnya
memperhatikan dari berbagai aspek agar terhindar dari berbagai penyakit
dalam system pencernaan.

B. Saran
Demikianlah yang penulis paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahan , karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada. Penulis berharap para pembaca yang Budiman dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini berguna, bagi penulis
khususnya dan jua para pembaca yang Budiman pada umumnya.

34
DAFTAR PUSTAKA

Andika,dkk.Faktor Risiko kejadian Diare pada Balita di Indonesia. Jurnal


Kesehatan Lingkungan Vol.11 No.1,April 2021.

Snaini Nur Jannah.dkk.2017. REDUCTION OF CONSTIPATING SCORING


SYSTEM AMONG WOMEN AGED 18–25 YEARS OLD AS A
RESULT OF DECOCTED TRENGGULI (Cassia fistula L.). Journal
of Vocational Health Studies 01 (2017): 58–62.

Sari Pediatri. Konstipasi fungsional. E-Journal Vol. 6, No. 2, September 2004:


75-80

35

Anda mungkin juga menyukai