Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

SISTEM PENCERNAAN HEWAN INVERTEBRATA


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisiologi Hewan
Dosen pengampu :
Drs. R. Ading Pramadi, MS.

Disusun Oleh:
Ari Ramdan

1182060019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR
Bissmilahirahmanirahim.

Assalamu’alaikum wr. wb.


Segala puji bagi Allah SWT. atas segala nikmat dan rahmat-Nya yang senantiasa
memberi kehidupan kepada makhluk-Nya, dan dengan kasih sayang-Nya lah hingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa kami
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari zaman
jahiliyah hingga zaman yang beradab seperti saat ini.
Dalam rangka memenuhi tugas dari Bapak Drs. R. Ading Pramadi, MS. selaku dosen
mata kuliah Fisiologi Hewan, dengan ini penulis membuat makalah yang berjudul “Sistem
Pencernaan Hewan Invertebrata”. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca umumnya,
dan khususnya bagi penulis. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk saya sebagai penulis,
agar dikemudian makalah dapat memperbaiki kekurangan dan menyempurnakan hal tersebut.
Penulis juga banyak menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat,
terutama kepada Bapak Drs. R. Ading Pramadi, MS. yang telah membimbing kami dalam
proses penulisan makalah ini, kepadanya disampaikan terimakasih. Dengan adanya makalah
ini, semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin Yarobbal Allamin

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Bandung, 21 Januari 2021

Ari Ramdan

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................................2
D. Manfaat.....................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................3
A. Pengertian Sistem Pencernaan..................................................................................................3
B. Sistem Pencernaan Hewan Invertebrata....................................................................................9
1. Sistem Pencernaan Porifera (Hewan Berpori).....................................................................9
2. Sistem Pencernaan Coelenterata (Hewan Berongga)...........................................................9
3. Sistem Pencernaan Platyhelminthes (Cacing Pipih)..........................................................10
4. Sistem Pencernaan Nemathelminthes (Cacing Gilik)........................................................12
5. Sistem Pencernaan Annelida (Cacing Gelang)..................................................................12
6. Sistem Pencernaan Mollusca (Hewan Lunak)...................................................................12
7. Sistem Pencernaan Echinodermata (Hewan Berkulit Duri)...............................................14
8. Sistem Pencernaan Arthropoda (Hewan Berbuku-buku)...................................................17
9. Sistem Pencernaan Protozoa (Hewan Bersel Tunggal)......................................................20
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................21
A. Kesimpulan...............................................................................................................................21
B. Saran..........................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok bagi setiap makhluk hidup. Makanan
berfungsi sebagai sumber nutrisi, memberi energi dan tenaga yang dibutuhkan makhluk hidup
sehingga makhluk hidup dapat beraktivitas. Yang dibutuhkan tubuh dari makanan adalah zat-
zat dan sari makanan yang terkandung di dalam bahan makanan yang kita konsumsi,
sehingga harus ada yang mencerna dan mengolah zat-zat dan sari makanan tersebut. Untuk
itu diperlukan sistem pencernaan dan alat-alat pencernaan. Pencernaan adalah sebuah proses
metabolisme dimana suatu makhluk hidup memproses sebuat zat dalam rangka untuk
mengubah zat tersebut secara kimia ataupun mekanik menjadi nutrisi.
Sistem pencernaan makanan berhubungan dengan penerimaan makanan dan
mempersiapkannya untuk di proses oleh tubuh. Makanan adalah tiap zat atau bahan yang
dapat digunakan dalam metabolisme guna memperoleh bahan-bahan untuk memperoleh
tenaga atau energi. Selama dalam proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat-zat
sederhana dan dapat diserap oleh usus, kemudian digunakan oleh jaringan tubuh.
Berbagai perubahan sifat makanan terjadi karena sintesis berbagai enzim yang
terkandung dalam berbagai cairan pencernaan. Setiap enzim mempunyai tugas khusus dan
bekerja atas satu jenis makanan dan tidak mempunyai pengaruh terhadap jenis makanan
lainnya. Agar makan itu berguna bagi tubuh, maka makanan itu harus di distribusi oleh darah
sampai pada sel-sel di seluruh tubuh. Sistem pencernaan umumnya terdiri atas suatu saluran
panjang yaitu saluran cerna yang dimulai dari mulut sampai anus, dan kelenjar-kelenjar yang
berhubungan yang letaknya di luar saluran.
Sistem pencernaan makanan hewan tingkat rendah tidak memiliki sistem pencernaan
seperti sistem pencernaan makanan hewan tingkat tinggi. Contohnya pencernaan makanan
pada hewan bersel satu amoeba yang dimana pencernaan makanannya berlangsung pada sel
itu sendiri. Jika ada makanan amoeba akan bergerak menuju makanan tersebut dan
mengelilingi makanan tersebut dengan peupodium (kaki semu). Makanan tersebut terkurung
oleh kaki semu dan terbentuk vakuola makanan. Di dalam vakuola ini makanan dicerna,
kemudian diedarkan keseluruh tubuh. Sari-sari makanan diedarkan ke dalam sitoplasma dan
sisa makanan dikeluarkan dari membran plasma.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sistem pencernaan?
2. Bagaimana sistem pencernaan hewan invertebrata?

C. Tujuan
1. Memahami tentang sistem pencernaan.
2. Mengetahui sistem pencernaan hewan invertebrata.

D. Manfaat
1. Sebagai bahan atau sumber wawasan atau ilmu pengetahuan baru bagi pembaca .
2. Sebagai bahan referensi bagi semua pihak.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan (digestive system) merupakan sistem organ dalam hewan multisel
yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa
proses tersebut melalui anus. Proses pencernaan makanan ini melibatkan organ-organ
pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Antara proses dan organ-organ serta
kelenjarnya merupakan kesatuan sistem pencernaan. Sistem pencernaan berfungsi memecah
bahan- bahan makanan menjadi sari-sari makanan yang siap diserap dalam tubuh (Campbell,
2004).
Berdasarkan prosesnya, pencernaan makanan dapat dibedakan menjadi dua macam
seperti berikut.
1. Proses mekanis, yaitu pengunyahan oleh gigi dengan dibantu lidah serta peremasan yang
terjadi di lambung.
2. Proses kimiawi, yaitu pelarutan dan pemecahan makanan olehenzim-enzim pencernaan
dengan mengubah makanan yang ber-molekul besar menjadi molekul yang berukuran
kecil.

Makanan mengalami proses pencernaan sejak makanan berada di dalam mulut hingga
proses pengeluaran sisa-sisa makanan hasil pencernaan. Adapun proses pencernaan makanan
meliputi hal-hal berikut.
1. Ingesti adalah pemasukan makanan ke dalam tubuh melalui mulut.
2. Mastikasi adalah proses mengunyah makanan oleh gigi.
3. Deglutisi adalah proses menelan makanan di kerongkongan.
4. Digesti adalah pengubahan makanan menjadi molekul yang lebih sederhana dengan
bantuan enzim, terdapat di lambung.
5. Absorpsi adalah proses penyerapan, terjadi di usus halus.
6. Defekasi adalah pengeluaran sisa makanan yang sudah tidak berguna untuk tubuh
melalui anus.

Saat melakukan proses-proses pencernaan tersebut diperlukan serangkaian alat-alat


pencernaan sebagai berikut.

3
1. Mulut
Makanan pertama kali masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Makanan ini mulai
dicerna secara mekanis dan kimiawi. Di dalam mulut terdapat beberapa alat yang berperan
dalam proses pencernaan yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah (glandula salivales). Selain itu
di dalam mulut juga terdapat gigi, lidah, dan kelenjar ludah.
a. Gigi, berfungsi sebagai alat pencernaan mekanis. Di sini, gigi membantu memecah
makanan menjadi potongan-potongan yang lebih kecil. Hal ini akan membantu enzim-
enzim pencernaan agar dapat mencerna makanan
lebih efisien dan cepat. Berdasarkan fungsinya gigi dibedakan menjadi gigi seri (dens
insisivus) untuk memotong makanan, gigi taring (dens caninus) untuk merobek
makanan, dan gigi geraham (dens premolare) untuk mengunyah makanan.
b. Lidah dalam sistem pencernaan berfungsi untuk membantu mencampur dan menelan
makanan, mempertahankan makanan agar berada di antara gigi-gigi atas dan bawah
saat makanan dikunyah serta sebagai alat perasa makanan. Selain itu lidah dapat
berfungsi sebagai alat perasa makanan karena mengandung banyak reseptor pengecap
atau perasa.
c. Kelenjar ludah terdapat tiga pasang di dalam rongga mulut, yaitu glandula parotis,
glandula submaksilaris, dan glandula sublingualis atau glandula submandibularis. Air
ludah berperan penting dalam proses perubahan zat makanan secara kimiawi yang
terjadi di dalam mulut. Setelah makanan dilumatkan secara mekanis oleh gigi, air ludah
berperan secara kimiawi dalam proses membasahi dan membuat makanan menjadi
lembek agar mudah ditelan. Ludah terdiri atas air (99%) dan enzim amilase. Enzim ini
menguraikan pati dalam makanan menjadi gula sederhana (glukosa dan maltosa).
Makanan yang telah dilumatkan dengan dikunyah dan dilunakkan di dalam mulut oleh
air liur disebut bolus. Bolus ini diteruskan ke sistem pencernaan selanjutnya.

2. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan merupakan saluran panjang yang tipis sebagai jalan bolus dari mulut
menuju ke lambung. Bagian dalam kerongkongan senantiasa basah oleh cairan yang
dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar yang terdapat pada dinding kerongkongan untuk menjaga
agar bolus menjadi basah dan licin. Keadaan ini akan mempermudah bolus bergerak melalui
kerongkongan menuju ke lambung. Bergeraknya bolus dari mulut ke lambung melalui
kerongkongan disebabkan adanya gerak peristaltik pada otot dinding kerongkongan. Gerak

4
peristaltik dapat terjadi karena adanya kontraksi otot secara bergantian pada lapisan otot
yang tersusun secara memanjang dan melingkar.

3. Lambung
Lambung merupakan saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung, terletak di
bawah sekat rongga badan. Lambung terdiri atas tiga bagian yaitu sebagai berikut.
a. Bagian atas (kardiak), merupakan bagian yang berbatasan dengan esofagus
b. Bagian tengah (fundus), merupakan bagian badan atau tengah lambung
c. Bagian bawah (pylorus), yang berbatasan dengan usus halus.
Daerah perbatasan antara lambung dan kerongkongan terdapat otot sfinkter kardiak
yang secara refleks akan terbuka bila ada bolus masuk. Sementara itu, di bagian pilorus
terdapat otot yang disebut sfinkter pilorus. Otot-otot lambung ini dapat berkontraksi seperti
halnya otot-otot kerongkongan. Apabila otot-otot ini berkontraksi, otot-otot tersebut
menekan, meremas, dan mencampur bolus-bolus tersebut menjadi kimus (chyme).
Sementara itu, pencernaan secara kimiawi dibantu oleh getah lambung. Getah ini
dihasilkan oleh kelenjar yang terletak pada dinding lambung di bawah fundus, sedangkan
bagian dalam dinding lambung menghasilkan lendir yang berfungsi melindungi dinding
lambung dari abrasi asam lambung, dan dapat beregenerasi bila cidera. Getah lambung ini
dapat dihasilkan akibat rangsangan bolus saat masuk ke lambung. Getah lambung
mengandung bermacam-macam zat kimia, yang sebagian besar terdiri atas air. Getah
lambung juga mengandung HCl/asam lambung dan enzim-enzim pencernaan seperti renin,
pepsinogen, dan lipase.
Asam lambung memiliki beberapa fungsi berikut.
a. Mengaktifkan beberapa enzim yang terdapat dalam getah lambung, misalnya
pepsinogen diubah menjadi pepsin. Enzim ini aktif memecah protein dalam bolus
menjadi proteosa dan pepton yang mempunyai ukuran molekul lebih kecil.
b. Menetralkan sifat alkali bolus yang datang dari rongga mulut.
c. Mengubah kelarutan garam mineral.
d. Mengasamkan lambung (pH turun 1–3), sehingga dapat membunuh kuman yang ikut
masuk ke lambung bersama bolus.
e. Mengatur membuka dan menutupnya katup antara lambung dan usus dua belas jari.
f. Merangsang sekresi getah usus.
Enzim renin dalam getah lambung berfungsi mengendapkan kasein atau protein susu
dari air susu. Lambung dalam suasana asam dapat merangsang pepsinogen menjadi pepsin.

5
Pepsin ini berfungsi memecah molekul-molekul protein menjadi molekul-molekul peptida.
Sementara itu, lipase berfungsi mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Selanjutnya, kimus akan masuk ke usus halus melalui suatu sfinkter pilorus yang berukuran
kecil. Apabila otot-otot ini berkontraksi, maka kimus didorong masuk ke usus halus sedikit
demi sedikit.

4. Usus halus
Usus halus merupakan saluran berkelok-kelok yang panjang dengan banyak lipatan
yang disebut vili atau jonjot-jonjot usus. Vili ini berfungsi memperluas permukaan usus
halus yang berpengaruh terhadap proses penyerapan makanan. Lakukan eksperimen berikut
untuk mengetahui pengaruh lipatan terhadap proses penyerapan.
Usus halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum (usus 12 jari), jejunum (usus
kosong), dan ileum (usus penyerapan).
Kimus yang berasal dari lambung mengandung molekul-molekul pati yang telah
dicernakan di mulut dan lambung, molekul-molekul protein yang telah dicernakan di
lambung, molekul-molekul lemak yang belum dicernakan serta zat-zat lain. Selama di usus
halus, semua molekul pati dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul glukosa.
Sementara itu molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul asam amino dan
semua molekul lemak dicerna menjadi molekul gliserol dan asam lemak.
Pencernaan makanan yang terjadi di usus halus lebih banyak bersifat kimiawi.
Berbagai macam enzim diperlukan untuk membantu proses pencernaan kimiawi ini. Hati,
pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di dalam dinding usus halus mampu
menghasilkan getah pencernaan. Getah ini bercampur dengan kimus di dalam usus halus.
Getah pencernaan yang berperan di usus halus ini berupa cairan empedu, getah pankreas,
dan getah usus.
a. Cairan Empedu
Cairan empedu berwarna kuning kehijauan, 86% berupa air, dan tidak mengandung
enzim. Akan tetapi, mengandung mucin dan garam empedu yang berperan dalam
pencernaan makanan. Cairan empedu tersusun atas bahan-bahan berikut.
1) Air, berguna sebagai pelarut utama.
2) Mucin, berguna untuk membasahi dan melicinkan duodenum agar tidak terjadi iritasi
pada dinding usus.

6
3) Garam empedu, mengandung natrium karbonat yang mengakibatkan empedu bersifat
alkali. Garam empedu juga berfungsi menurunkan tegangan permukaan lemak dan air
(mengemulsikan lemak).
Cairan ini dihasilkan oleh hati. Hati merupakan kelenjar pencernaan terbesar dalam
tubuh yang beratnya ± 2 kg. Dalam sistem pencernaan, hati berfungsi sebagai pembentuk
empedu, tempat penimbunan zat-zat makanan dari darah dan penyerapan unsur besi dari
darah yang telah rusak.
Empedu mengalir dari hati melalui saluran empedu dan masuk ke usus halus.
Dalam proses pencernaan ini, empedu berperan dalam proses pencernaan lemak, yaitu
sebelum lemak dicernakan, lemak harus bereaksi dengan empedu terlebih dahulu. Selain
itu, cairan empedu berfungsi menetralkan asam klorida dalam kimus, menghentikan
aktivitas pepsin pada protein, dan merangsang gerak peristaltik usus.
b. Getah Pankreas
Getah pankreas dihasilkan di dalam organ pankreas. Pankreas ini berperan sebagai
kelenjar eksokrin yang menghasilkan getah pankreas ke dalam saluran pencernaan dan
sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormone insulin. Hormon ini dikeluarkan
oleh sel-sel berbentuk pulau-pulau yang disebut pulau-pulau langerhans. Insulin ini
berfungsi menjaga gula darah agar tetap normal dan mencegah diabetes melitus.
Getah pankreas ini dari pankreas mengalir melalui saluran pankreas masuk ke usus
halus. Dalam pancreas terdapat tiga macam enzim, yaitu lipase yang membantu dalam
pemecahan lemak, tripsin membantu dalam pemecahan protein, dan amilase membantu
dalam pemecahan pati.
c. Getah Usus
Pada dinding usus halus banyak terdapat kelenjar yang mampu menghasilkan getah
usus. Getah usus mengandung enzim-enzim seperti berikut.
1) Sukrase, berfungsi membantu mempercepat proses pe- mecahan sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa.
2) Maltase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan maltosa menjadi dua
molekul glukosa.
3) Laktase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa.
4) Enzim peptidase, berfungsi membantu mempercepat proses pemecahan peptida
menjadi asam amino.

7
Monosakarida, asam amino, asam lemak, dan gliserol hasil pencernaan terakhir di
usus halus mulai diabsorpsi atau diserap melalui dinding usus halus terutama di bagian
jejunum dan ileum. Selain itu vitamin dan mineral juga
diserap. Vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, penyerapannya bersama dengan
pelarutnya, sedangkan vitamin yang larut dalam air penyerapannya dilakukan oleh jonjot
usus. Penyerapan mineral sangat beragam berkaitan dengan sifat kimia tiap-tiap mineral dan
perbedaan struktur bagian-bagian usus. Sepanjang usus halus sangat efisien dalam
penyerapan Na+, tetapi tidak untuk Cl–, HCO3–, dan ion-ion bivalen. Ion K+
penyerapannya terbatas di jejunum. Penyerapan Fe++ terjadi di duodenum dan jejunum.
Proses penyerapan di usus halus ini dilakukan oleh villi (jonjot-jonjot usus). Di
dalam villi ini terdapat pembuluh darah, pembuluh kil (limfa), dan sel goblet. Di sini asam
amino dan glukosa diserap dan diangkut oleh darah menuju hati melalui sistem vena porta
hepatikus, sedangkan asam lemak bereaksi terlebih dahulu dengan garam empedu
membentuk emulsi lemak. Emulsi lemak bersama gliserol diserap ke dalam villi.
Selanjutnya di dalam villi, asam lemak dilepaskan, kemudian asam lemak mengikat gliserin
dan membentuk lemak kembali. Lemak yang terbentuk masuk ke tengah villi, yaitu ke
dalam pembuluh kil (limfa). Melalui pembuluh kil, emulsi lemak menuju vena sedang- kan
garam empedu masuk ke dalam darah menuju hati dan dibentuk lagi menjadi empedu.
Bahan-bahan yang tidak dapat diserap di usus halus akan didorong menuju usus besar
(kolon).

5. Usus besar
Usus besar atau kolon terdiri atas kolon ascendens, kolon transversum, dan kolon
descendens. Di antara intestinum tenue (usus halus) dan intestinum
crassum (usus besar) terdapat sekum (usus buntu). Pada ujung sekum terdapat tonjolan kecil
yang disebut appendiks (umbai cacing) yang berisi massa sel darah putih yang berperan
dalam imunitas.
Zat-zat sisa di dalam usus besar ini didorong ke bagian belakang dengan gerakan
peristaltik. Zat-zat sisa ini masih mengandung banyak air dan garam mineral yang
diperlukan oleh tubuh. Air dan garam mineral kemudian diabsorpsi kembali oleh dinding
kolon, yaitu kolon ascendens. Zat-zat sisa berada dalam usus besar selama 1 sampai 4 hari.
Pada saat itu terjadi proses pembusukan terhadap zat-zat sisa dengan dibantu bakteri
Escherichia coli, yang mampu membentuk vitamin K dan B12. Selanjutnya dengan gerakan

8
peristaltik, zat-zat sisa ini terdorong sedikit demi sedikit ke saluran akhir dari pencernaan
yaitu rektum dan akhirnya keluar dengan proses defekasi melewati anus.

B. Sistem Pencernaan Hewan Invertebrata


1. Sistem Pencernaan Porifera (Hewan Berpori)
Pencernaan makananan pada porifera adalah intraseluler, intraseluler merupakan
pencernaan makanan yang terjadi di tingkat sel / didalam sel. Proses tersebut diawali dari
masuknya air melalui pori – pori tubuh porifera (ostium), selanjutnya air akan masuk
kedalam tubuh bersamaan dengan plankton dan bakteri yang menjadi sumber makanannya.
Melalui mikrofili yang terdapat pada sel koanosit lapisan endodermis porifera, plankton dan
bakteri akan tersaring. Makanan ditangkap oleh mikrofili dan kemudian dicerna di dalam
vakuola makanan. Sel amoeboid memiliki tugas untuk mengedarkan hasil ‘tangkapan’
tersebut keseluruh tubuh porifera. Sisa-sisa makanan yang tidak berguna dikeluarkan oleh
mikrofili ke dalam air di dalam spongosol dan seterusnya melalui lubang yang berada di
pusta tubuhnya yaitu oskulum (Adun Rusyana, 2014).

Contoh porifera adalah Sycon, Clathrina, Euplectella, Pheronema, Euspongia,


Phyllospongia, Spongilla, dan Callyspongia.

2. Sistem Pencernaan Coelenterata (Hewan Berongga)


Saluran pencernaan pada hewan ini tidak sempurna,yaitu berupa rongga
gastrovaskuler yang terletak di tengah tubuh dan berperan sebagai anus. Rongga tubuh
(coelom) berupa rongga gastrovaskuler yang berfungsi sebagai alat pencernakan dan sirkulasi
makanan. Sistem pencernaan berlangsung secara ekstraseluler (dalam gastrovaskuler) dan
intraseluler (dalam sel endoderm). Makanannya antara lain berupa udang-udangan tingkat
rendah dan larva insekta (Mardiastutik, 2010 : 15-16).
Makan ditangkap dengan tentakel-tentakelnya kemudian dimasukkan ke dalam mulut
dan diteruskan ke dalam rongga gastrovaskular. Dinding gastrovaskular mengeluarkan enzim

9
untuk mencerna makanan. emacam tripsin untuk mencerna protein oleh sel kelenjar enzim
padagastrodermis. Makanan akan hancur menjadi partikel-partikel kecil seperti bubur dan
dengan gerakan flagela diaduk secara merata. Sel otot pencerna mempunyai pseudopodia
untuk menangkap dan menelan partikel makanan, dan pencernaan dilanjutkan secara
intraseluler. Sari-sari makanan diserap oleh sel-sel usus, kemudian didistribusikan ke seluruh
tubuh secara difusi. Cadangan makanan berupa lemak danglikogen. Sisa makanan yang tidak
terpakai dibuang melalui anus (Sugiarti, 2005 : 46).

Contoh coelenterata adalah Hydra, Aurelia autita (ubur-ubur), Metridium, Oculina,


Tubipora musiza, dan Corallium mobile.

3. Sistem Pencernaan Platyhelminthes (Cacing Pipih)


Sistem pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler, dimana peredaran
makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus. Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari
mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan. Di belakang kerongkongan ini terdapat usus
yang memiliki cabang ke seluruh tubuh. Dengan demikian, selain mencerna makanan, usus
juga mengedarkan makanan ke seluruh tubuh. Sedangkan sisa makanannya dibuang melalui
mulut (Sugiarti, 2005).

a. Kelas Tubellaria (Cacing Getar)


Saluran pencernaannya terdiri dari mulut,faring, dan usus, tidak mempunyai anus.
Mulut terdapat di bagian ventral, kurang lebih di bagian tengah tubuh. Faring dapat
dijulurkan dan berhubungan dengan usus (rongga gastrovaskuler). Usus bercabang tiga:
satu cabang ke arah anterior dan dua cabang ke arah posterior. Tiap-tiap cabang usus
tersebut bercabang lagi ke seluruh tubuh melalui cabang-cabang usus, sedangkan sisa
makanan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut (Sugiarti, 2005 : 70).

10
Contoh Turbellaria adalah Planaria.
b. Kelas Trematoda (Cacing Isap)
Alat pencernaannya terdiri dari mulut, kerongkongan pendek, dan usus yang
bercabang dua.

Contoh Trematoda adalah Fasciola hepatica (parasit pada hati domba), Clonorchis
sinensis (parasit pada manusia, ditularkan melalui ikan), dan Schistosoma japonicum.

c. Kelas Cestoda (Cacing Pita)


Cacing ini tidak memiliki mulut dan saluran pencernaan,karena makanan diserap
langsung berupa sari makanan oleh permukaan tubuh (Sugiarti, 2005 : 71).

Contoh Cestoda adalah Taenia saginata (inang perantaranya adalah sapi) dan
Taenia solium (inang perantaranya adalah babi).

11
4. Sistem Pencernaan Nemathelminthes (Cacing Gilik)
Sistem pencernaan cacing ini telah lengkap, terdiri dari mulut, faring, usus, dan anus.
Mulut terdapat pada ujung anterior, sedangkan anus terdapat pada ujung posterior. Beberapa
jenis ada yang memiliki kait pada mulutnya. Memiliki cairan pseudoselom yang membantu
sirkulasi makanan ke seluruh tubuh.Saluran pencernaan berupa pipa lurus yang dimulai dari
kerongkongan (esofagus) dilanjutkan ke usus (intestinum) dan berakhir di anus (Nurhadi,
2018 : 96).

Contoh nemathelmintes adalah Ascaris lumbricoides (cacing gelang), Ancylostoma


duodenale (cacing tambang), dan Trichinella spiralis (cacing otot).

5. Sistem Pencernaan Annelida (Cacing Gelang)


Annelida telah memiliki sistem pencernaan lengkap yang terdiri atas mulut, faring,
kerongkongan (esofagus), tembolok, lambung otot (empedal), usus halus, dan anus yang
memanjang sesuai dengan sumbu tubuh (Dandi Wahyu, 2016 : 255).

Contoh annelida adalah Eunice viridis (cacing pololo), Lysidice (cacing wawo),
Lumbricus terestris (cacing tanah), Hirudo medicinalis (lintah), dan Haemodipsa (pacet).

6. Sistem Pencernaan Mollusca (Hewan Lunak)


Sistem pencernaan Mollusca lengkap, terdiri atas mulut, esofagus, lambung, usus dan
anus. Kecuali pada Pelecypoda, di dalam rongga mulut Mollusca terdapat radula (lidah
parut). Radula terdiri atas tulang muda (odontophore) yang di atasnya terdapat beberapa baris

12
gigi kitin yang ujungnya mengarah ke dalam. Radula berfungsi untuk mengerok lumut,
merumput, mengebor, dan menangkap mangsa. Anus terletak di tepi dorsal rongga mantel, di
bagian posterior. Sisa pencernaan berupa pelet yang padat, sehingga tidak mencemari rongga
mantel. Di samping itu juga terdapat kelenjar pencernaan yang sudah berkembang baik
(Adun Rusyana, 2014 : 90).

a. Kelas Polyplacophora
Organ pencernaan dimulai dari mulut yang dilengkapi radula dan gigi, faring,
perut, usus halus (intestinum), dan terakhir anus. Kelenjar pencernaannya adalah hati yang
berhubungan dengan perut.

Contoh Polyplacophora adalah Chiton.


b. Kelas Gastropoda
Alat pencernaan meliputi rongga mulut, kerongkongan, kelenjar ludah, tembolok,
lambung kelenjar, anus. Saluran pencernaan berbentuk U. Makanan dipotong-potong oleh
rahang tanduk dan dikunyah oleh radula serta dibasahi dengan lendir dari kelenjar ludah.
Kemudian makanan ditelan ke kerongkongan dan berturut-turut menuju tembolok,
lambung, dan dibuang lewat anus yang terdapat di kepala.

Contoh Gastropoda adalah Achatina fulica (bekicot).

13
c. Kelas Chepalopoda
Organ pencernaan dimulai dari rongga mulut yang dikelilingi tentakel, dan
berturut-turut menuju faring, esofagus,lambung, usus halus, dan berakhir di anus. Di
faring terdapat radula dan hati.

Contoh Chepalopoda adalah Nautilus sp., Octopus (gurita), Sepia (sotong) dan
Logigo (cumi-cumi).

d. Kelas Pelecypoda
Makanan masuk bersama air ke mulut karena adanya silia pada palpus labialis.
Esofagus pendek menghubungkan mulut dengan lambung, makanan kemudian diserap di
usus dan sisanya dibuang ke anus.

Contoh Pelecypoda adalah Pecten sp. (kerang).

7. Sistem Pencernaan Echinodermata (Hewan Berkulit Duri)


Sistem pencernaannya lengkap tetapi sederhana. Akan tetapi ada beberapa spesies
yang tidak mempunyai anus.

14
a. Kelas Asteroidea (Bintang Laut)
Saluran pencernaan dimulai dari mulut yang berhubungan dengan kerongkongan
yang sangat pendek dan selanjutnya bersambung dengan kantung yang berperan sebagai
lambung. Lambung terdiri dari dua bagian, bagian muka (kardiak) berukuran lebih besar
daripada bagian belakang (pilorus), dalam proses pencernaan,lambung mengeluarkan
sekresi mukosa. Dari pilorus muncul saluran ke masing-masing lengan. Lengan
bercabang-cabang menjadi dua yang disebut caeca hepatis (warnanya hijau) atau disebut
juga sakus pilorus; di sini dilakukan sekresi enzim untuk mencerna tubuh lunak moluska
mangsanya. Di atas lambung terdapat usus, berupa saluran pendek yang terbuka pada
daerah anus. Bahan makanan dicerna dengan bantuan mukosa dan enzim, sedangkan
bahan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut. Cairan dala selom mengandung zat
makanan yang diedarkan oleh silia ke seluruh tubuh (Tiara Puspitasari Ariyanto, 2016).

Contoh Astereidea adalah Astropecten irregularis, Achanthaster planci, Crossaster


papposus, dan Culeita.

b. Kelas Ophiuroidea (Bintang Ular)


Alat-alat pencernaan makanan terdapat dalam bola cakram, dimulai dari mulut
yang terletak di pusat tubuh kemudian lambung yang berbentuk kantung. Hewan ini tidak
memiliki anus. Di sekeliling mulut tedapat rahang yang berupa 5 kelompok lempeng
kapur. Bahan makanan yang tidak tercerna dibuang keluar melalui mulut (Tiara
Puspitasari Ariyanto, 2016).

15
Contoh Ophiuroidea adalah Ophiopholis aculeata.

c. Kelas Echinoidea (Landak Laut)


Sistem pencernaan berupa saluran panjang dan melingkar dalam cangkang. Saluran
pencernaan dimulai dari mulut, terletak di daerah oral kemudian kerongkongan yang
memiliki saluran sifon dan bersilia. Mulut berukuran besar dikelilingi oleh 5 rangka
samping yang ada dalam cangkang. Saluran sifon menghubungkan kerongkongan dengan
usus. Saluran pencernaan berikutnya adalah lambung yang diperluas oleh kantung-kantung
dan berakhir di rektum. Anus terletak di daerah permukaan aboral, yaitu di pusat tubuh di
antara lempeng kapur yangn mengandung 2,4 sampai 5 lubang genital. Beberapa
Echinoidea memiliki mulut dan anus di bagian pinggir tubuhnya, tetapi ada pula yang
mulutnya terletak di tengah (Tiara Puspitasari Ariyanto, 2016).

Contoh Echinoidea adalah Arbacia puncutulata, Eucidaris, Tripneustes, dan


Colobocentrotus.

d. Kelas Holothuroidea (Teripang/ Timun Laut)


Saluran pencernaannya bulat panjang dengan posisi merentang di atas rongga
tubuh dalam selom. Kerongkongan pendek merupakan sambungan dari mulut ke lambung.
Dari lambung saluran pencernaan berikutnya adalah usus yang panjang dan berhubungan

16
dengan kloaka. Saluran pencernaan berakhir dengan sebuah anus di daerah posterior
(Tiara Puspitasari Ariyanto, 2016).

Contoh Holothuroidea adalah Holothuria edulis.

8. Sistem Pencernaan Arthropoda (Hewan Berbuku-buku)


Saluran pencernaan arthropoda lengkap yaitu terdiri dari dari mulut, esofagus,
lambung, usus, dan anus. Anus terdapat pada segmen posterior.

a. Kelas Crustacea (Udang-udangan)


Pada Crustacea, mulutnya memiliki sepasang mandibula, maksila dan dua pasang
maksila pipet. Makanan Crustacea berupa bangkai hewan-hewan kecil dan tumbuhan.
Alat pencernaan makanannya meliputi mulut yang terletak pada bagian anterior tubuhnya
sedangkan esophagus, lambung (ventrikulus), usus dan anus terletak di bagian posterior.
Hati (hepar) terletak di dekat lambung. Sisa pencernaan selain dibuang melalui anus, juga
dibuang melalui alat eksresi disebut kelenjar hijau yang terletak di dalam kepala (Sivia,
1995 : 156).

Contoh Crustacea adalah Daphnia sp., Artemia sp., Aboilia sp., Assellus
aquaticus, Gammarus, Lernaea, Portunus sexdentatus (kepiting), dan Penaeus monodon
(udang windu).

17
b. Kelas Insekta (Serangga)
Pada insekta mulut terdiri dari sepasang mandibula dan sepasang maksila labium.
Serangga adalah hewan pemakan segala zat organic. Saluran pencernaan itu biasanya
berasal dari mulut hingga anus. Namun pada serangga alat pencernaanya berbeda-beda
disesuaikan dengan jenis makanan yang dikonsumsinya.
Terdapat tiga saluran utama dalam system pencernaan serangga yaitu stromodeum
(saluran pencernaan depan) yang terdiri dari usus depan (foregut), usus tengah (midgut)
dan usus belakang (kindgut); mesenteron (saluran pencernaan tengah) yang terdiri dari
kantung gastric dan ventrikulus; serta proktodeum (saluran pencernaan belakang) yang
terdiri dari ileum, kolon dan rektum.
Stromodeum dan proktodeum dilapisi dengan lapisan kotikula, sedangkan
mesentron tidak. Usus depan (foregut) ini dilapisi oleh lapisan kotikula dan berfungsi
sebagai pencernaan awal dan tempat menyimpan makanan, bagian ini dimulai dari bagian
mulut, eshopagus, crop dan proventiculus. Usus tengah (midgut) berfungsi untuk
mencerna makanan dan absobsi nutrisi ke dalam tubuh serta di dalam bagian akhir midgut
terdapat tubulus Malpighi yang berperan sebagai organ ekresi pada serangga. Usus
belakang (kindgut) berfungsi untuk mencerna kembali makanan yang tidak berhasil
dicerna di usus tengah, dan mengoptimalkan kembali hasil eksresi yang berasal dari
tubulus Malpighi ke dalam hemolimpa. Kindgut ini dilapisi kotikula serta tersusun atas
ileum, rectum dan berakhir di anus (Campbell, 2010 : 259).

Contoh Insekta adalah Lepisma sacharina (kutu buku), Tenodera aridifolia


(belalang sembah), Phasmida (belalang daun), Hemeogtyllus japanicus (jangkrik), dan
Musca deomestica (lalat rumah).

18
c. Kelas Arachnida (Laba-laba)
Pada Arachnida, mulutnya terdiri dari sepasang kalisera dan pedipalpus. Sistem
pencernaan Arachnida dimulai dari mulut, perut, usus halus, usus besar, kantung feses dan
anus. Alat pencernaan dilengkapi dengan lima pasang usus buntu yang terletak di bagian
depan dan hati di bagian abdomen. Makanan ditangkap dengan jaring tepi dan ada pula
yang diisap dari inangnya oleh Arachnida yang hidup sebagai parasit (Silvia, 1995 : 159).

Contoh Arachnida adalah Thelyphonus contudus (kalajengking), Mastigopractus


giganteus (laba-laba raksasa), dan Dermacentor variabilis (caplak anjing).

d. Kelas Myriapoda (Lipan)


Pada Myriapoda, mulutnya memiliki sepasang mandibula dan dua pasang maksila
pada subkelas Chilopoda, sedangkan subkelas Diplopoda hanya memiliki sepasang
mandibula dan maksila. Chilopoda bersifat karnivor dengan gigi beracun pada segmen
pertama, sedangkan Diplopoda bersifat herbivore (pemakan sampah dan daun-daunan).
Sistem pencernaan makanan dari mulut masuk ke esofagas, kemudian ke lambung
(ventrikulus). Dari lambung, makanan dibawah ke usus dan sisa makanan dikeluarkan
lewat anus yang terletak di posteriol tubuh. Pada jangkrik, terdapat pelebaran esafogus
berbentuk tabung bulat yang berotot, yang disebut tembolok atau krop (Silvia, 1995 : 161).

Contoh Myriapoda adalah Scolopendra subspinepes (lipan).

19
9. Sistem Pencernaan Protozoa (Hewan Bersel Tunggal)
Protozoa memiliki tiga macam cara makan, yaitu autotrof, heterotrop, dan amfitrop.
Autotrop ialah cara makan protozoa yang dapat mensintesis makanan sendiri layaknya
tumbuh – tumbuhan dengan jalan fotosintesis. Banyak flagelata yang bersifat autotrof.
Protozoa mendapatkan makanannya dengan cara menelan benda padat, atau memakan
organisme lain seperti bakteri, jamur atau protozoa lain bersifat heterotrof, itu untuk protozoa
yang tdak dapat melakukan fotosintesis. Protozoa yang bersifat autotrof dan heterotrof
disebut amfitrof (Sugiarti Suwignyo, 2005 : 26).

Protozoa yang bersifat heterotrof memiliki dinding sel yang terdiri dari suatu
membran tipis, cara yang dilakukan saat mengambil makanannya yaitu dengan cara
membungkus makanan kemudian menelannya ke dalam sitoplasma. Cara ini disebut
fagositosis. pada protozoa yang berdinding tebal (pelikula) cara yang dilakukan saat
mengambil makanannya yaitu dengan cara mengambil mangsanya dengan menggunakan
mulut sel yang disebut cytostome, dan biasanya dilengkapi cilia untuk mengalirkan air hingga
bila ada makanan yang lewat dapat ditangkap dan dimasukkan ke dalam sitoplasma (Sugiarti
Suwignyo, 2005 : 28).

Makanan yang sudah masuk ke dalam sitoplasma bersama air akan ditempatkan
dalam suatu rongga kecil yang disebut gastriola atau vakuola makanan. Makanan yang ada di
dalam gastriola dicerna secara enzimatis. Dan hasil pencernaannya disebarkan ke seluruh
bagian protoplasma dengan proses pynocytose, sedangkan sisa makanan yang sudah dicerna
dibuang melalui lubang sementara pada membran sel, pada flagelata dan ciliata ada kalanya
terdapat lubang permanen yang disebut cytopyge atau cytoproct. Air yang berlebih dalam sel
akan dikeluarkan oleh organel yang disebut vakuola kontraktril dengan gerakan sistol dan
diastolnya. Didalam suatu sel protozoa biasanya terdapat beberapa vakuola kontraktil yang
terdekat dengan dinding sel. Vakuola kontraktil pada protozoa yang hidup di air tawar
berkembang dengan baik, sedangkan yang dilaut kurang berkembang dengan baik (Sugiarti
Suwignyo, 2005 : 29).

20
Contoh Protozoa adalah Paramecium, Rhizopoda, Flagellata, Cilliata, dan Sporozoa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan
dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Antara proses dan organ-organ serta kelenjarnya
merupakan kesatuan sistem pencernaan. Sistem pencernaan berfungsi memecah bahan-bahan
makanan menjadi sari-sari makanan yang siap diserap dalam tubuh.
Invertebrata dibedakan menjadi beberapa kelompok hewan yang memiliki sistem
pencernaan yang berberda-beda yaitu sebagai berikut.
1. Sistem pencernaan porifera (hewan berpori) berlangsung secara intraseluler, intraseluler
merupakan pencernaan makanan yang terjadi di tingkat sel / didalam sel. Proses tersebut
diawali dari masuknya air melalui pori – pori tubuh porifera (ostium) dan diakhiri
dengan dikeluarkannya sisa-sisa makanan bersama air melalui oskulum.
2. Sistem pencernaan coelenterata (hewan berrongga) tidak sempurna, yaitu berupa rongga
gastrovaskuler yang terletak di tengah tubuh dan berperan sebagai anus. Rongga tubuh
(coelom) berupa rongga gastrovaskuler yang berfungsi sebagai alat pencernaan dan
sirkulasi makanan. Sistem pencernaan berlangsung secara ekstraseluler (dalam
gastrovaskuler) dan intraseluler (dalam sel endoderm).
3. Sistem pencernaan platyhelminthes (cacing pipih) disebut sistem gastrovaskuler, dimana
peredaran makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus. Sistem pencernaan cacing pipih
dimulai dengan masuknya makanan ke mulut dan berakhir dengan keluarnya sisa
makanan melalui mulut pula.
4. Sistem pencernaan nemathelminthes (cacing gilik) telah lengkap, terdiri dari mulut,
faring, usus, dan anus. Mulut terdapat pada ujung anterior, sedangkan anus terdapat pada
ujung posterior. Beberapa jenis ada yang memiliki kait pada mulutnya.
5. Sistem pencernaan annelida (cacing gelang) lengkap yang terdiri atas mulut, faring,
kerongkongan (esofagus), tembolok, lambung otot (empedal), usus halus, dan anus yang
memanjang sesuai dengan sumbu tubuh.
6. Sistem pencernaan mollusca (hewan lunak) lengkap, terdiri atas mulut, esofagus,
lambung, usus dan anus. Kecuali pada Pelecypoda, di dalam rongga mulut Mollusca
terdapat radula (lidah parut).
7. Sistem pencernaan echinodermata (hewan berkulit duri) lengkap tetapi sederhana. Akan
tetapi ada beberapa spesies yang tidak mempunyai anus.

21
8. Saluran pencernaan arthropoda (hewan berbuku-buku) lengkap yaitu terdiri dari dari
mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus. Anus terdapat pada segmen posterior.
9. Saluran pencernaan protozoa memiliki tiga macam cara makan, yaitu autotrof,
heterotrop, dan amfitrop. Autotrop ialah cara makan protozoa yang dapat mensintesis
makanan sendiri layaknya tumbuh – tumbuhan dengan jalan fotosintesis. Banyak
flagelata yang bersifat autotrof. Protozoa mendapatkan makanannya dengan cara
menelan benda padat, atau memakan organisme lain seperti bakteri, jamur atau protozoa
lain bersifat heterotrof, itu untuk protozoa yang tdak dapat melakukan fotosintesis.
Protozoa yang bersifat autotrof dan heterotrof disebut amfitrof.

B. Saran
Sistem pencernaan pada hewan invertebrata tentunya berbeda. Hal ini ditentukan oleh
spesifikasi dari hewan tersebut. Maka, menjadi sebuah kesyukuran bagi kita untuk
mempelajari kekhasan pada setiapnya.Semoga makalah ini bermanfaat, sehingga seluruh
pembaca mampu memahami sistem pencernaan pada hewan invertebrata, makalah ini jauh
dari kata sempurna apabila ada kritik dan saran mohon di sampaikan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Fuad, zakiyul.2016.Keanekaragaman porifera di zona sub litorial rinon kecamatan pulo

Aceh sebagai materi pendukung kingdom animalia di SMAN 2 blang

situngkohkabupaten Aceh Besar.Banda Aceh (skripsi):UIN Ar-Raniry.

Rusyana, Adun. 2014. Zoologi Invertebrata.Bandung:Alfabeta.

Mardiastutik, Wiwik Endang. 2010. Mengenal Hewan Invertebrata. Bekasi: MitraUtama.

Suwignyo, Sugiarti, dkk. 2005. Avertebrata Air. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nurhadi dan Yanti, febri.2018.Taksonmi Invertebrata.Yogyakarta: Deepublish.

Mulyawan, Dandi Wahyu, dkk. 2016. “Preferensi Habitat Cacing Tanah

(Oligochaeta) di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah”. Online Jurnal of

Natural Science. Vol 5.

Tiara Puspitasari Ariyanto. 2016. Keanekaragaman Dan Kelimpahan Echinodermata

DiPulau Barrang Lompo Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar. Skripsi. Tidak

Diterbitkan. Fakultas Sains Dan Teknologi. UIN Alauddin: Makassar.

Campbell, Neil A., dan Jane B. Reece. 2010. Biologi Edisi Kedelapan Jilid II. Jakarta:

Penerbit Erlangga

Mader, Silvia. 1995. Biologi evolusi keanekaragaman dan lingkungan. Malaysia: Penerbit

Kucika.

Campbell, Neil A. dkk. 2004. Biologi Jilid 3, Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Abidin, Zainal. 2010. Studi Keanekaragaman Serangga di Vegetasi Savana Taman Nasional

Bromo Tangger Sameru. Skripsi Pada Jurusan Biologi Fakultas Sains Dan Teknologi.

UIN Maulana Malik Ibrahim Malang: Tidak Diterbitkan.

23

Anda mungkin juga menyukai