Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KELOMPOK KEPERAWATAN DASAR

TENTANG “SISTEM ELIMINASI FESES”

DISUSUN OLEH:

NABILLA RIFDHA HELMI (193110181)

NAJLA LIDIATHUL FITRI (193110182)

NIKEN PRADILA NATASYA (193110183)

PUTRI ASANI (193110184)

PUTRI INDAH DEWI (193110185)

RAFLES JASTIN (193110186)

RANA GEMITA SARI (193110187)

RENI MARDIYANA (193110188)

REVI DAYOSKA (193110189)

RIMA NURHAYUNDA (193110190)

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Suhaimi, S.Kep, M.Kep

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Padang, 27 Januari 2020

Kelompok 3

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................2
C. Tujuan Perumusan.................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................................3
BAB III..........................................................................................................................................9
A. Pengertian Eleminasi.............................................................................................................9
B. Proses Pembentukan Feses....................................................................................................9
C. Proses Defekasi....................................................................................................................10
D. Komposisi Feses..................................................................................................................11
E. Masalah Umum pada Eleminasi Feses.................................................................................11
F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Defekasi......................................................................13
BAB IV.......................................................................................................................................16
A. Kesimpulan..........................................................................................................................16
B. Saran....................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Eliminasi merupakan pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam
tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk feses. Eliminasi juga merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia untuk proses pengeluaran feses yang bila hal itu tidak
terjadi maka akan timbul rasa ketidaknyamanan pada manusia itu dan juga berakibat
timbulnya gejala- gejala penyakit.

Organ - organ yang berperan dalam pembuangan eliminasi adalah Saluran


Gastrointestinal yakni saluran tersebut panjang ( kurang lebih 9 meter) yang terlibat
dalam proses mencerna makanan, yang dimulai dari mulut sampai anus. Saluran ini
akan menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap serta
bercampur dengan enzim dan zat cair melalui proses pencernaan, baik dengan cara
mengunyah, menelan, dan mencampur menjadi zat- zat gizi. ( Tarwoto dan Wartonah,
2010 ).

Konstipasi merupakan penurunan frekuensi defekasi, yang di ikuti oleh


pengeluaran feses yang keras dan kering. Konstipasi adalah bahaya yang signifan
terhadap kesehatan. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan
nyeri pada rectum dan mengedan selama defekasi terhadap klien yang baru menjalani
bedah abdomen, ginekologi, bedah rectum. Upaya mengeluarkan feses dapat
menyebabkan jahitan terbuka. (Potter dan Perry, 2006).

Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya
karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik
pesawat dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor
sistemik, efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa
juga karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organic atau fungsi otot
kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat
disebabkan faktor idiopatik kronik.

Oleh karena itu setiap individu mempunyai pola defekasi yang berbeda. Hal
ini berhubungan dengan jumlah asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Jika

1
asupan nutrisi kurang dari kebutuhan maka akan menyebabkan konstipasi dan
gangguan eliminasi. Khususnya lansia, penurunan fisiologis system GI menyebabkan
lansia rentan untuk terjangkit konstipasi tetapi hal ini bisa dicegah dengan mencukupi
asupan nutrisi bagi tubuh. Maka permasalahan di atas menjadi prioritas masalah yang
diangkat dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Prioritas Masalah
Kebutuhan Dasar Eliminasi di Ling. III Harjosari”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja anatomi fisiologi system pencernaan?
2. Apa yang di maksud eliminasi feses?
3. Bagaimana proses eliminasi feses?
4. Bagaimana proses defekasi ?
5. Apa saja komposisi feses?
6. Apa saja factor yang mempengaruhi eliminasi feses?
7. Apa saja kelainan pada eliminasi feses?

C. Tujuan Perumusan
1. Mampu menjelaskan anatomi fisiologi system pencernaan
2. Mampu menjelaskan pengertian eliminasi feses
3. Mampu menjelaskan proses eliminasi feses
4. Mampu menjelaskan proses defekasi feses
5. Mampu menjelaskan komposisi feses
6. Mampu menjelaskan factor yang mempengaruhi eliminasi feses
7. Mampu menjelaskan kelainan pada elimiasi feses

2
BAB II
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN

Anatomi sistem pencernaan terdiri dari organ-organ pencernaan yang dibagi


menjadi dua kelompok utama, yaitu organ dalam saluran pencernaan dan organ
pencernaan pelengkap.

Saluran pencernaan atau disebut juga dengan saluran gastrointestinal (GI),


adalah saluran panjang yang masuk melalui tubuh dari mulut ke anus. Saluran ini
mencerna, memecah dan menyerap makanan melalui lapisannya ke dalam darah.

Organ dalam saluran pencernaan ini meliputi mulut, esofagus


(kerongkongan), lambung, usus halus, usus besar, dan berakhir di anus. Organ
pencernaan pelengkap (aksesori) termasuk lidah, gigi, kantung empedu, kelenjar air
liur, hati, dan pankreas. Gigi dan lidah terletak di dalam mulut yang juga membantu
proses pencernaan, dalam mengubah makanan dari bentuk kasar menjadi lebih halus.

Sementara kelenjar pencernaan manusia yang terdiri dari kelenjar air liur,
hati, dan pankreas membantu menghasilkan enzim-enzim yang membantu proses
pencernaan.

A. Mulut

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Dinding samping terdiri dari bibir dan pipi,
bagian atas maxillaris (Palatum durum atau langit-langit keras dan palatum mole
atau lagit-langit lunak) dan bagianbawah adalah mandibularis dan lidah. Dalam

3
mulut tedapat organ tambahan berupa lidah, gigi dan kelenjar ludah. Bibir terdiri
dari otot lurik yaitu orbikularis oris, dan pipi terdiri dari otot utama muskulus
buccinator dan sebelah luar muskulus zygomatikus.

B. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot yang dilalui sewaktu makanan
mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Panjang 25 cm dan terbagi menjadi
3 bagian yaitu: Pars Servicalis, Pars Thorakalis dan Pars Abdominalis. Dalam
keadaan norma esofagus dalam keadaan kontraksi kecuali pada waktu menelan.
Lapisan mukosa yang melapisi esofagus bersifat alkali dn tidak tahan asam
lambung. Mukus yang melapisi esofagus berfungsi mempermudah jalannya
makanan dan melindungi mukosa dari cidera akibat zat kimia. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut
esofagus (dari bahasa Yunani: οiσω, oeso - "membawa", dan έφαγον, phagus -
"memakan").

C. Lambung

Lambung adalah organ berbentuk huruf “J”, yang ukurannya sekitar dua
kepalan tangan. Lambung terletak di antara esofagus dan usus halus di perut bagian
atas. Lambung memiliki tiga fungsi utama dalam sistem pencernaan, yaitu untuk
menyimpan makanan dan cairan yang tertelan; untuk mencampur makanan dan cairan
pencernaan yang diproduksinya, dan perlahan-lahan mengosongkan isinya ke dalam
usus kecil.

4
Hanya beberapa zat, seperti air dan alkohol, yang dapat diserap langsung dari
lambung. Zat-zat makanan lainnya harus menjalani proses pencernaan lambung.

Dinding otot perut yang kuat mencampur dan mengocok makanan dengan
asam dan enzim, memecahnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.

Makanan diolah menjadi bentuk semi padat yang disebut chyme. Setelah
makan, chyme perlahan dilepaskan sedikit demi sedikit melalui pyloric sphincter,
sebuah cincin otot antara lambung dan bagian pertama dari usus halus yang disebut
duodenum (usus 12 jari). Sebagian besar makanan meninggalkan perut hingga empat
jam setelah makan.

D. Usus Halus (Usus Kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Panjang 6 meter dimulai dari Pylorus
sampai dengan Illiocecal. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.

Lapisan usus halus


lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler),
lapisan otot memanjang (M Longitidinal) dan lapisan serosa (Sebelah Luar).
Fungsi Usus Halus adalah: sebagian besar (85%) digesti dan absorbsi, menyempurnakan

5
pencernaan maltosa menjadi glukosa, pepton menjadi polipeptida/asam amino dan
lemak menjadi gliserin dan asam lemak.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).

Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Berkelok-kelok, lebih tebal, lebih
lebar, lebih vaskuler dan lebih banyak plicae. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot
usus (vili), bayak pembuluh darah untuk proses absorbsi. Terdapat pembuluh
Limfoid/Lacteal untuk absorbsi lemak. Secara histologis dapat dibedakan dengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula
dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak
Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa
Inggris modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti
"kosong".

Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH
antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan
garam-garam empedu.

6
E. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses, sel goblet
menghasilkan mukos yang penting untuk melicinkan dan melengketkan faeces, dan
fungsi terakhir adalah defikasi.
Usus besar terdiri dari :
1. Kolon asendens (kanan)
2. Kolon transversum
3. Kolon desendens (kiri)
4. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Dinding Kolon terdiri dari: Tunika Mukosa berlipat-lipat, tidak ada jonjot,
terdapat kelenjar Glandulu Lieberkhun semakin ke rektum semakin banyak), Tunika
Sub Mukosa terdiri dari jaringan iket longgar, Tunika Muskularis yang sebelah dalam
sirkuler dan luar longitudinal. Lapisan longitudinal merupakan tiga pita yaitu Taenea
libera, taenea omentalis dan taenea mesocolica. Banyaknya bakteri yang terdapat di
dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-
zat gizi.

F. Usus Buntu (Sekum)


Suatu kantung Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam
istilah anatomi adalah yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar.

G. Umbai Cacing (Appendix)


Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.

7
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis
yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,
vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang
menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang
dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai
20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa
berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum.

H. Rektun dan Anus


Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir
di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,
yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya
dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem
saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan
air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi
bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot
yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)
dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar -
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

8
BAB III
KONSEP ELEMINASI

A. Pengertian Eleminasi
Menurut kamus bahasa Indonesia, eliminasi adalah pengeluaran,
penghilangan, penyingkiran, penyisihan.
Dalam bidang kesehatan, Eliminasi adalah proses pembuangan sisa
metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Eliminasi pada manusia
digolongkan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Defekasi
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk
hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang
berasal dari sistem pencernaan (Dianawuri, 2009).
2. Miksi
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi.
Miksi ini sering disebut buang air kecil.

B. Proses Pembentukan Feses


Setiap harinya, sekitar 750 cc chyme masuk ke kolon dari ileum. Di kolon,
chyme tersebut mengalami proses absorbsi air, natrium, dan klorida. Absorbsi ini
dibantu dengan adanya gerakan peristaltik usus. Dari 750 cc chyme tersebut, sekitar
150-200 cc mengalami proses reabsorbsi. Chyme yang tidak direabsorbsi menjadi
bentuk semisolid yang disebut feses (Asmadi, 2008).
Selain itu, dalam saluran cerna banyak terdapat bakteri. Bakteri tersebut
mengadakan fermentasi zat makanan yang tidak dicerna. Proses fermentasi akan
menghasilkan gas yang dikeluarkan melalui anus setiap harinya, yang kita kenal
dengan istilah flatus. Misalnya, karbohidrat saat difermentasi akan menjadi hidrogen,
karbondioksida, dan gas metan. Apabila terjadi gangguan pencernaan karbohidrat,
maka akan ada banyak gas yang terbentuk saat fermentasi. Akibatnya, seseorang akan
merasa kembung. Protein, setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri, akan
menghasilkan asam amino, indole, statole, dan hydrogen sulfide. Oleh karenannya,
apabila terjadi gangguan pencernaan protein, maka flatus dan fesesnya menjadi sangat
bau (Asmadi, 2008).

9
C. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa metabolisme
berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Terdapat
dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yaitu terletak di medula dan
sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sfingter anus
bagian dalam akan mengendur dan usus besar menguncup. Refleks defekasi
dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh
sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi,
berbagai otot lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut,
diafragma, dan otot-otot dasar pelvis (Hidayat, 2006).
Defekasi bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sfingter ani. Kedua
faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga
gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik, dan gerakan massa kolon.
Gerakan massa kolon ini dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna
(feses) dari kolon ke rektum (Asmadi,2008).
Secara umum, terdapat dua macam refleks dalam membantu proses defekasi, refleks
tersebut adalah sebagai berikut (Tarwoto & Wartonah, 2004) :
1. Refleks defekasi intrinsik
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rektum sehingga terjadi distensi rektum,
yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan terjadilah
gerakan peristaltik. Setelah feses sampai ke anus, secara sistematis sfingter interna
relaksasi, maka terjadilah defekasi.
2. Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rektum akan merangsang saraf rektum yang kemudian diteruskan
ke jaras spinal (spinal cord). Dari jaras spinal kemudian dkembalikan ke kolon
desenden, sigmoid, dan rektum yang menyebabkan intensifnya peristaltik,
relaksasi sfingter internal, maka terjadilah defekasi.

Dorongan feses juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan


diafragma, dan kontraksi otot elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot
femur dan posisi jongkok. Gas yang dihasilkan dalam proses pencernaan
normalnya 7-10 liter/24 jam. Jenis gas yang terbanyak adalah CO2, metana, H2S,
O2, dan Nitrogen (Tarwoto & Wartonah, 2004).

10
D. Komposisi Feses
Komposisi tinja tanpa air seni

KOMPONEN KANDUNGAN (%)


Air 66 – 80
Bahan0 organic (dari berat kering) 88 – 97
Nitrogen (dari berat kering) 5.0 – 7.0
Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering) 3.0 – 5.4
Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering) 1.0 – 2.5
Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering) 4–5
Karbon (dari berat kering) 40 – 55
Rasio C/N (dari berat kering) 5 - 10

E. Masalah Umum pada Eleminasi Feses


1. Konstipasi
Konstipasi berhubungan dengan jalan yagn kecil, kering, kotoran yang keras,
atau tidak ada lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi ketika
pergerakan feses melalui usus besar lambat, hal ini ditambah lagi dengan
reabsorbsi cairan di usus besar. Konstipasi berhubungan dengan pengosongan
kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunter
pada proses defekasi.
Ada banyak penyebab konstipasi :
a. Kebiasaan buang air besar (b.a.b) yang tidak teratur
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi
adalah kebiasaan b.a.b yang tidak teratur. Refleks defekasi yagn normal
dihambat atau diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin
melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi habis. Anak
pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini ; orang dewasa
mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan. Klien yang dirawat
inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan
bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan
rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk
menghindari konstipasi adalah membiasakan b.a.b teratur dalam kehidupan.

b. Penggunaan laxative yang berlebihan


Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan
buang air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang

11
sama dengan mengabaikan keinginan b.a.b – refleks pada proses defekasi yang
alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang
lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang
dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).
c. Peningkatan stres psikologi
Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan
menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem
syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi
hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini
adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan periode
bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.
d. Ketidaksesuaian diet
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga
menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada
proses defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar
bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan
makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut.
e. Obat-obatan
Banyak obat menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di
antaranya seperti ; morfiin, codein, sama halnya dengan obat-obatan
adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan dari colon melalui
kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi
yang lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang
lebih secara lokal pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi
juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian
orang.
f. Latihan yang tidak cukup
Pada klien yang pada waktu yang lama otot secara umum melemah,
termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses
defekasi. Secara tidak langsung kurangnya latihan dihubungkan dengan
kurangnya nafsu makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat, yang
penting untuk merangsang refleks pada proses defekasi.
g. Umur

12
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi
pada orang tua turut berperan menyebabkan defekasi.
h. Proses penyakit
Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa
di antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan
hemorhoid, yang membuat orang menghindari defekasi; paralisis, yang
menghambat kemapuan klien untuk buang air besar; terjadinya peradangan
pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Defekasi


1. Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai
sistem neuromuscular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang
dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat mempengaruhi proses
pengosongan lambung. Diantaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang
normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya
peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-
otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung.
Beberapa orang dewasa jugamengalami penurunan kontrol terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
2. Diet
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya
selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan
tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini
berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan
feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur
dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu
yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.

3. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan

13
untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme
ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari
normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan
cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme.
4. Tonus Otot
Tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi.
Aktivitasnya juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chime
sepanjang colon. Otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan
tekanan intraabdominal selama proses defekasi atau pada pengontrolan defekasi.
Otot-otot yang lemah merupakan akibat dari berkurangnya latihan (exercise),
imobilitas atau gangguan fungsi syaraf.
5. Faktor Psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit
tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai
komponen psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau
marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi
orang yang depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada
konstipasi.
6. Gaya Hidup
Gaya hidup mempengaruhi eliminasi feses pada beberapa cara. Pelathan buang
air besar pada waktu dini dapat memupuk kebiasaan defekasi pada waktu yang
teratur, seperti setiap hari setelah sarapan, atau bisa juga digunakan pada pola
defekasi yang ireguler. Ketersediaan dari fasilitas toilet, kegelisahan tentang bau,
dan kebutuhan akan privacy juga mempengaruhi pola eliminasi feses. Klien yang
berbagi satu ruangan dengan orang lain pada suatu rumah sakit mungkin tidak
ingin menggunakan bedpan karena privacy dan kegelisahan akan baunya.
7. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang
besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin
dan codein, menyebabkan konstipasi.Beberapa obat secara langsung
mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus
dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses,
14
mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride
(Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk
mengobati diare.

BAB IV
PENUTUP

15
A. Kesimpulan
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa
bowel (feses). Faktor yang mempengaruhi eleminasi fecal yaitu, usia, diet, asupan
Cairan, aktivitas Fisik, faktor Psikologis, kebiasaan pribadi, Posisi Selama Defekasi,
Nyeri, Kehamilan, Pembedahan dan Anestesia, Obat-obatan, Pemeriksaan Diagnostik.
Dengan kita mengetahui faktor-faktor tersebut akan mempermudah saat kita
melakukan asuhan keperawatan.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat menjadi bahan pembelajaran agar kita dapat
mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan eliminasi fekal.

DAFTAR PUSTAKA

 Buku “ANATOMI FISIOLOGI untuk Mahasiswa Keperawatan”

16
 https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/anatomi-sistem-pencernaan/
 https://www.slideshare.net/destuayu/eliminasi-fekal-46654586
 https://id.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI
 http://www.indonesian-publichealth.com/karakteristik-dan-dekomposisi-tinja/
 https://www.academia.edu/38068745/MAKALAH_ELIMINASI_ALVI_FEKAL_

17

Anda mungkin juga menyukai