Pembimbing :
Disusun Oleh:
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tutorial yang
berjudul “Ileus” tepat waktu. Tugas ini disusun untuk memenuhi persyaratan
dalam menyelesaikan pendidikan Kepaniteraan Klinik Stase Bedah Rumah Sakit
Islam Jakarta Cempaka Putih.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
Anatomi................................................................................................................2
ILEUS OBSTRUKTIF.........................................................................................5
2.1. Definisi Ileus Obstruktif............................................................................5
2.2. Epidemiologi Ileus Obstruktif...................................................................6
2.3. Etiologi Ileus Obstruktif............................................................................6
2.4. Klasifikasi Ileus Obstruktif........................................................................8
2.5. Patomekanisme Ileus Obstruktif..............................................................10
2.6. Manifestasi Klinis Ileus Obstruktif..........................................................12
2.7. Diagnosis Ileus Obstruktif.......................................................................14
2.8. 14
ILEUS PARALITIK...........................................................................................20
1. Definisi........................................................................................................20
2. Etiologi........................................................................................................21
4. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................23
5. Tatalaksana..................................................................................................23
6. Prognosis.....................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
1
BAB I
PENDAHULUAN
Ileus adalah penurunan atau hilangnya fungsi usus akibat paralisis atau
obstruksi mekanis yang dapat menyebabkan penumpukan atau penyumbatan zat
makanan. Ileus adalah gangguan atau hambatan isi usus yang merupakan tanda
adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan.
Ileus dibagi menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus
obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen
saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan
atau hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang sekitar 6 meter pada orang
dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal
berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum
dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh batas
Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan bertambat
ke retroperitoneal melalui mesenterium. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk
membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini
sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum
di katup ileosekal.
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau
valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga
terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan
kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus
daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan
bagian proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar,
dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang
lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya
folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer
Patches.
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar
terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens,
sigmoid, rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak
diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik
kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu
berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah
menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus
halus, sel-sel
1
goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus
halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus
besar tidak memiliki plika sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar
usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus.
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta
tepat dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
Duodenum yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis
Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah
Duodenum diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A.
Mesenterika Superior. Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum
dan Ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian
arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah
dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan V. lienalis
membentuk vena porta.
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) :
(1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika
inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2)
sigmoidalis, (3) rektalis superior
4
percobaan
5
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan
herniotomi segera. Hernia inkaserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal,
insisional, atau parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai
penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien
yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga
bisa menyebabkan hernia.
3) Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4) Invaginasi atau intusepsi. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik
dan merupakan kasus obstruksi yang paling sering, tetapi 5-16% kasus
intusepsi terjadi pada dewasa yang 2 dari 3 kasus disebabkan oleh tumor.
Invaginasi menimbulkan obstruksi dan nekrosis iskhemia terhadap bagian
usus yang mengalami intususepsi dengan komplikasi perforasi dan
peritonitis. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5) Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi
akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6) Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus
halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal.
Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian
ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
7) Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan divertikular atau
iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi.
8) Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
9) Benda asing, seperti bezoar.
10) Volvulus. Bisa terjadi karena Divertikulum Meckel. Volvulus pada colon
membuat terputarnya colon di daerah mesentriumnya. Gejalanya timbul
mendadak, sekum dan kolon sigmoid merupakan bagian yang paling sering.
6
11) Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
12) Askariasis. Kebanyakan cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum.
Biasanya ada puluhan hingga lebih seratus, tetapi mungkin terdapat ratusan
ekor. Yang jantan berukuran antara 15-30 cm sedangkan yang betina antara
25-35 cm. Obstruksi bisa terjadi dimana-mana usus halus, tetapi biasanya di
ileum terminal, tempat lumen paling sempit.
7
▪Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
3) Berdasarkan lokasi obstruksi.
▪ Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
▪ Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
4) Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar :
▪ Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah.
▪ Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat
yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.
▪ Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.
5) Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif
dibagi dua
▪ Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum
8
▪ Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai
kolon, sigmoid dan rectum.
9
peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-
muntah.
Gejala utama dari illeus obstruksi ialah mual muntah, umumnya pada
obstruksi letak tinggi. obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri
perut sekitar umbilikus / bagian epigastrium. Sedangkan Obstruksi pada kolon
biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada
usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan
distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. Pada tahap awal, tanda vital normal.
Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi. Pada
tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang.
Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai
adanya keganasan dan intusepsi.
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan
ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala
penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah
obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering
dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi
10
intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus
kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
11
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus,
demam, takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien
sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan.
Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal,
demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate
dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat
bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi
sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu
harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena
pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong,
2004). Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus,
sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun
dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa
abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat
ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm
steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat
12
penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan
juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan
usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga
bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri
usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif
strangulata.
13
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi
mekanik dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan
antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana
dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis
adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya
kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi
usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi.
Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus
diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah
menuntun kita ke arah strangulasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami
obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood
Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang
sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi
pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi
intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal
dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada
50% pasien.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau
posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus
halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto
abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas
foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai
70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat
ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
14
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi
udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari
dinding usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan
gambaran serupa dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu
dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi
berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh
cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi
tampaknya air- fluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya
berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan
yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena
kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.
Dekompresi
15
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga
penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan
tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko
terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya
distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara
konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala
tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.
(Evers, 2004)
Terapi Operatif
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi
usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan
yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh
karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat
diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,
17
walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus
telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi
sama sekali belum baik.
18
dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti
hematoma retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering
menimbulkan ileus paralitik yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga
dada seperti pneumonia paru bagian bawah, empiema, dan infark miokard
dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektrolit terutama hipokalemia,
hiponatremia, hipomagnesemia atau hipermagnesemia memberikan gejala
paralisis usus.
3.2 Etiologi
Penyakit / keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat
diklasifikasikan seperti yang tercantum di bawah ini :
Kausa Ileus Paralitik :
1. Neurologik
- Pasca operasi
- Kerusakan medula spinalis
- Keracunan timbal kolik ureter
- Iritasi persarafan splanknikus
- Pankreatitis
2. Metabolik
- Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia)
- Uremia
- Komplikasi DM
- Penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multipel
3. Obat-obatan
- Narkotik
- Antikolinergik
- Katekolamin
- Fenotiasin
- Antihistamin
4. Infeksi
- Pneumonia
- Empiema
- Urosepsis
- Peritonitis
19
- Infeksi sistemik berat lainnya
5. Iskemia usus
21
perlu dapat dilakukan pemeriksaan lainnya atas indikasi seperti
amilase,lipase, analisa gas darah , ultrasonografi abdomen bahkan CT
scan.
3.5 Tatalaksana
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi
yang adekuat.
3.6 Prognosis
Prognosis ileus paralitik baik bila penyakit primernya dapat diatasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
23
15. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In
R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract
Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
16. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A
Spectrum of causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
17. Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach.
Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
18. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al
(Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill
Companies.
19. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM,
Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency
medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9
24