Anda di halaman 1dari 27

TUTORIAL

ILEUS OBSTRUKTIF DAN ILEUS PARALITIK

Pembimbing :

dr. Raden Bagoes Soesilo, Sp.B, SubSp.Ped(K), FINAC., FISA

Disusun Oleh:

Lirisia Eka N 2019730135 Presentan

Lathifatul Afifah 2019730056 Audience


Risa Utami S 2019730152 Audience

M. Iqbal Zuhdi 2019730073 Audience


Kurrotul Aini 2019730054 Audience

M. Guntur Saketi 2019730023 Audience


M. Adib Rusli 2019730069 Audience

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
2024
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tutorial yang
berjudul “Ileus” tepat waktu. Tugas ini disusun untuk memenuhi persyaratan
dalam menyelesaikan pendidikan Kepaniteraan Klinik Stase Bedah Rumah Sakit
Islam Jakarta Cempaka Putih.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Raden


Bagoes Soesilo, Sp.B, SubSp.Ped(K), FINAC., FISA, selaku pembimbing yang
telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan bimbingan
dan arahan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.

Jakarta, Maret 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
Anatomi................................................................................................................2
ILEUS OBSTRUKTIF.........................................................................................5
2.1. Definisi Ileus Obstruktif............................................................................5
2.2. Epidemiologi Ileus Obstruktif...................................................................6
2.3. Etiologi Ileus Obstruktif............................................................................6
2.4. Klasifikasi Ileus Obstruktif........................................................................8
2.5. Patomekanisme Ileus Obstruktif..............................................................10
2.6. Manifestasi Klinis Ileus Obstruktif..........................................................12
2.7. Diagnosis Ileus Obstruktif.......................................................................14
2.8. 14
ILEUS PARALITIK...........................................................................................20
1. Definisi........................................................................................................20
2. Etiologi........................................................................................................21
4. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................23
5. Tatalaksana..................................................................................................23
6. Prognosis.....................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

1
BAB I
PENDAHULUAN

Ileus adalah penurunan atau hilangnya fungsi usus akibat paralisis atau
obstruksi mekanis yang dapat menyebabkan penumpukan atau penyumbatan zat
makanan. Ileus adalah gangguan atau hambatan isi usus yang merupakan tanda
adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan.

Ileus dibagi menjadi dua yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus
obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen
saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan
atau hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus.

Ileus obstruktif atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun


penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Sedangkan ileus
paralitik adalah obstruksi usus akibat kelumpuhan seluruh atau sebagian otot-otot
usus yang menyebabkan berkurangnya atau tidak adanya peristaltic. Dapat
disimpulkan bahwa ileus obstruktif merupakan penyumbatan pada usus yang
disebabkan oleh hernia, adhesi atau perlengketan, tumor yang menyebabkan isi
usus tidak dapat disalurkan ke distal.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang sekitar 6 meter pada orang
dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal
berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum
dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh batas
Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan bertambat
ke retroperitoneal melalui mesenterium. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk
membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini
sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum
di katup ileosekal.
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau
valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga
terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan
kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus
daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan
bagian proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar,
dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang
lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya
folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer
Patches.
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar
terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens,
sigmoid, rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak
diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik
kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu
berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah
menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus
halus, sel-sel

1
goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus
halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus
besar tidak memiliki plika sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar
usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus.
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta
tepat dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali
Duodenum yang sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis
Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah
Duodenum diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A.
Mesenterika Superior. Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum
dan Ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian
arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah
dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan V. lienalis
membentuk vena porta.
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) :
(1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika
inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon
descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2)
sigmoidalis, (3) rektalis superior

II. ILEUS OBSTRUKTIF


2.1. Definisi Ileus Obstruktif
Ileus obstruksi adalah keadaan dimana terdapat hambatan pasase usus karena
obstruksi lumen usus yang disebabkan oleh strangulasi, invaginasi atau sumbatan
di dalam lumen usus. Berdasarkan letak obstruksinya, ileus obstruktif di bagi
menjadi letak tinggi (usus halus) dan letak rendah (kolon).
Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi
lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya
sumbatan/hambatan mekanik yang disebabkan kelainan dalam lumen usus,
dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu
segmen usus yang menyebabkan nekrosis segmen usus tersebut. Sedangkan ileus
paralitik
3
atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal/ tidak mampu melakukan
kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurogenik atau
hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi mekanik.
2.2. Epidemiologi Ileus Obstruktif
Kira-kira 60–70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendisitis
akut disebabkan oleh ileus dan sekitar 44% dari obstruksi mekanik usus
disebabkan oleh hernia eksterna yang mengalami strangulasi. 7 Di Indonesia,
hernia dapat menjadi penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun obstruksi usus
strangulasi (63%) dimana hernia strangulasi menjadi penyebab kematian tersering
pada obstruksi usus. Apabila obstruksi usus tidak dapat didiagnosis dan
ditatalaksana dengan benar maka akan dapat menyebabkan nekrosis (gangren)
usus yang dapat berlanjut menjadi perforasi dan peritonitis.

2.3. Etiologi Ileus Obstruktif


Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh :
1) Adhesi (perlekatan usus halus), ileus karena adhesi umumnya tidak disertai
strangulasi. Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat
peritonitis setempat atau umum, atau pascaoperasi. adhesi dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multipel, mungkin
setempat maupun luas. Sering juga ditemukan bentuk pita. Pada operasi,
perlengketan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus pulih kembali.
Adhesi yang kambuh mungkin akan menjadi masalah besar. Setelah
berulang tiga kali, risiko kambuh menjadi 50%. Adhesi merupakan
penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus.
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal sebelumnya
atau proses inflamasi intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh
adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen
dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus
obstruktif di dalam masa anak-anak. Pada kasus seperti ini, diadakan
pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan akan memberikan
perbaikan pasase, kemungkinan besar obstruksi akan kambuh lagi dalam
waktu singkat.
2) Hernia inkarserata. Obstruksi akibat hernia inkaserata pada anak dapat
dikelola secara konservatif dengan posisi tidur trendelenburg. Jika

4
percobaan

5
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan
herniotomi segera. Hernia inkaserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal,
insisional, atau parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai
penyebab ileus obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien
yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia interna
(paraduodenal, kecacatan mesentericus, dan hernia foramen Winslow) juga
bisa menyebabkan hernia.
3) Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi
intralumen, sedangkan tumor metastase atau tumor intraabdominal dapat
menyebabkan obstruksi melalui kompresi eksternal.
4) Invaginasi atau intusepsi. Invaginasi pada anak biasanya bersifat idiopatik
dan merupakan kasus obstruksi yang paling sering, tetapi 5-16% kasus
intusepsi terjadi pada dewasa yang 2 dari 3 kasus disebabkan oleh tumor.
Invaginasi menimbulkan obstruksi dan nekrosis iskhemia terhadap bagian
usus yang mengalami intususepsi dengan komplikasi perforasi dan
peritonitis. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi.
5) Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi
akut selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6) Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus
halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal.
Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian
ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
7) Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan divertikular atau
iskhemia, inflamasi, terapi radiasi, atau trauma operasi.
8) Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
9) Benda asing, seperti bezoar.
10) Volvulus. Bisa terjadi karena Divertikulum Meckel. Volvulus pada colon
membuat terputarnya colon di daerah mesentriumnya. Gejalanya timbul
mendadak, sekum dan kolon sigmoid merupakan bagian yang paling sering.

6
11) Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
12) Askariasis. Kebanyakan cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum.
Biasanya ada puluhan hingga lebih seratus, tetapi mungkin terdapat ratusan
ekor. Yang jantan berukuran antara 15-30 cm sedangkan yang betina antara
25-35 cm. Obstruksi bisa terjadi dimana-mana usus halus, tetapi biasanya di
ileum terminal, tempat lumen paling sempit.

2.4. Klasifikasi Ileus Obstruktif


Klasifikasi ileus ada bermacam-macam antara lain;
1) Berdasarkan sumbatannya ileus dibagi menjadi total dan parsial:
▪ Ileus obstruksi parsial terjadi apabila lumen usus menyempit tapi masih
dapat sebagian isi usus masih dapat lewat ke arah distal.
▪ Ileus obstruksi total terjadi akibat lumen usus tersumbat total sehingga
tidak ada isi usus yang dapat lewat ke arah distal. Ileus obstruksi total
menyebabkan peningkatan risiko gangguan vaskular atau strangulasi dan
bila ini terjadi maka membutuhkan penanganan operatif segera.9
2) Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok:
▪Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
▪Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.

7
▪Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
3) Berdasarkan lokasi obstruksi.
▪ Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum
▪ Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum
4) Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar :
▪ Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan
terjepitnya pembuluh darah.
▪ Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya
penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat
yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren.

Tabel 2.1 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate

(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)

▪ Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan
keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua
tempat obstruksi.
5) Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif
dibagi dua
▪ Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
duodenum, jejunum dan ileum

8
▪ Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai
kolon, sigmoid dan rectum.

2.5. Patomekanisme Ileus Obstruktif

Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi


karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus yang
nantiya menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut
menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akibatnya tersumbat, akan terjadi
pengumpulan isi lumen usus berupa gas dan cairan, khususnya di daerah
proximal. hal itu akan menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar
pencernaan, yang membuat cairan dan gas tersebut akan meningkat dan
menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas
makin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat
sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal
sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat
(hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti

9
peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-
muntah.
Gejala utama dari illeus obstruksi ialah mual muntah, umumnya pada
obstruksi letak tinggi. obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri
perut sekitar umbilikus / bagian epigastrium. Sedangkan Obstruksi pada kolon
biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada
usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan
distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. Pada tahap awal, tanda vital normal.
Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi. Pada
tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang.
Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai
adanya keganasan dan intusepsi.

2.6. Manifestasi Klinis Ileus Obstruktif

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :

1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:

1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan
ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala
penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah
obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering
dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi

10
intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus
kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen


yang akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau
distensi bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus,
dan peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume
intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin
didapatkan leukositosis ringan.

Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi


lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat
muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering
ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai
dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.
(Thompson, 2005).

Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting


untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih
terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah
obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya
obstruksi partial.

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya,


namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah.
Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa
yang teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun
strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga
kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan
tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat
diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-
tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui
adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa
di rectum harus selalu dilakukan.

11
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus,
demam, takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien
sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan.
Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal,
demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate
dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat
bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi
sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.

2.7. Diagnosis Ileus Obstruktif

Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu
harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :

1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena
pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong,
2004). Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus,
sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun
dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa
abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat
ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus) maupun “darm
steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat

12
penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan
juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik.

b. Palpasi dan perkusi


Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi Hipertympani
yang menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya
tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup
‘defance muscular’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau
massa yang abnormal.

c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa
tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan
usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga
bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri
usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif
strangulata.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah


pemeriksaan rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan
didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering
ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi.
Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi
merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba
benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi,
serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati
oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general
misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di
dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada
colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung
tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi
intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

13
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi
mekanik dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan
antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana
dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis
adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya
kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi
usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi.
Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus
diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah
menuntun kita ke arah strangulasi.

3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami
obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood
Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang
sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi
pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi
intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal
dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada
50% pasien.

4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau
posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus
halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto
abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas
foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai
70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat
ditemukan beberapa gambaran, antara lain:

1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi


2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels

14
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi
udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari
dinding usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan
gambaran serupa dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu
dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi
berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh
cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi
tampaknya air- fluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya
berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan
yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena
kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit.

2.8. Penatalaksanaan Ileus Obstruktif

Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan


kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin
harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat,
KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan
elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk
menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk
profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi
intestinal.

Dekompresi

15
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga
penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan
tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko
terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya
distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara
konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala
tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.
(Evers, 2004)

Terapi Operatif

Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit


membutuhkan terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa
pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan
bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah
yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri
tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini
dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi
pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah
terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel.
Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam
masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi
dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara
hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma
pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia
incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan
penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya
riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana
metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan
yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat
berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana
dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang
dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus.
16
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai
viabilitas dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas
usus masih meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan
pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan
kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali
dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk
dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras
intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang
dikerjakan pada obstruksi ileus.

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah


sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena
keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis.

Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi
usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan
yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh
karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat
diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,

17
walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus
telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi
sama sekali belum baik.

Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai


diare pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit
serta menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap
dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila
telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai
selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah
toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari
ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan
disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.

III. ILEUS PARALITIK


3.1 Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan di mana usus gagal /
tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus
paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai
penyakit primer, tindakan (operasi) yang berhubungan dengan rongga perut,
toksin dan obatobatan yang dapat mempengaruhi kontraksi otot polos usus.

Gerakan peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus yang


terkoordinasi dengan baik diatur oleh neuron inhibitory dan neuron exitatory
dari sistim enteric motor neuron. Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi dan
dimodulasi oleh berbagai faktor seperti sistim saraf simpatik – parasimpatik,
neurotransmiter (adrenergik, kolinergik, serotonergik,dopaminergik, hormon
intestinal, keseimbangan elektrolit dan sebagainya.

Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi


abdomen. Keadaan ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam.
Beratnya ileus paralitik pasca operasi bergantung pada lamanya
operasi/narkosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak
dengan udara luar. Pencemaran peritoneum oleh asam lambung, isi kolon,
enzim pankreas, darah,

18
dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan retroperitoneal seperti
hematoma retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering
menimbulkan ileus paralitik yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga
dada seperti pneumonia paru bagian bawah, empiema, dan infark miokard
dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektrolit terutama hipokalemia,
hiponatremia, hipomagnesemia atau hipermagnesemia memberikan gejala
paralisis usus.

3.2 Etiologi
Penyakit / keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat
diklasifikasikan seperti yang tercantum di bawah ini :
Kausa Ileus Paralitik :
1. Neurologik
- Pasca operasi
- Kerusakan medula spinalis
- Keracunan timbal kolik ureter
- Iritasi persarafan splanknikus
- Pankreatitis
2. Metabolik
- Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia)
- Uremia
- Komplikasi DM
- Penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multipel
3. Obat-obatan
- Narkotik
- Antikolinergik
- Katekolamin
- Fenotiasin
- Antihistamin
4. Infeksi
- Pneumonia
- Empiema
- Urosepsis
- Peritonitis

19
- Infeksi sistemik berat lainnya
5. Iskemia usus

3.3 Manifestasi Klinis


Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal
distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin ada mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan
dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik
mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang
paroksismal.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien bervariasi dari ringan


sampai berat bergantung pada penyakit yang mendasarinya, didapatkan
adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus yang lemah dan
jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada palpasi, pasien hanya
menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya
reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit
primernya peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran
peritonitis.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari
kausa penyakit. Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan yaitu
leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glucosa darah, dan amilase. Foto
polos abdomen sangat membantu menegakkan diagnosis. Pada ileus
paralitik akan ditemukan distensi lambung usus halus dan usus besar
memberikan gambaran herring bone, selain itu bila ditemukan air fluid
level biasanya berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda
dengan air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran
stepladder (seperti anak tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto
polos abdomen masih meragukan adanya suatu obstruksi, dapat
dilakukan pemeriksaan foto abdomen dengan mempergunakan kontras
kontras yang larut air. Pemeriksaan penunjang lainnya yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin ( Hb, lekosit,hitung jenis dan
trombosit), elektrolit, BUN dan kreatinin, sakar darah, foto dada, EKG,
20
bila diangap

21
perlu dapat dilakukan pemeriksaan lainnya atas indikasi seperti
amilase,lipase, analisa gas darah , ultrasonografi abdomen bahkan CT
scan.

3.5 Tatalaksana
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif.
Tindakannya berupa dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit, mengobati kausa atau penyakit primer dan pemberian nutrisi
yang adekuat.

Beberapa obat-obatan jenis penyekat simpatik (simpatolitik)


atau obat parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak
konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik
(bila perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi
gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai
dengan kebutuhan dan prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa
obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pasca-operasi,
dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik
karena obat-obatan. Neostigmin sering diberikan pada pasn ileus
paralitik pasca operasi. Bila bising usu sudah mulai ada dapat
dilakukan test feeding, bila tidak ada retensi,dapat dimulai dengan diit
cair kemudian disesuaikan sejalan dengan toleransi ususnya

3.6 Prognosis
Prognosis ileus paralitik baik bila penyakit primernya dapat diatasi.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal


Radiographs. studentBMJ April 2002;10:102-3
2. Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Available at:
http://www.mrtip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and%20Sma
ll%20Bowel%20Obstruction
3. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional
(9 ed.). (D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.)
Jakarta: EGC
4. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery
(17 ed., pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
5. Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
6. Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen.
7. Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Available at
emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
8. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D,
Giannopoulos P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical
presentation, etiology, management and outcome. World Journal of
gastroenterology. January 2007 21;13(3):432-437.
9. Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
10. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. from
emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
11. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A.
Price, L. McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
12. Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda:
http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi
13. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
14. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition,
New York

23
15. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In
R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract
Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
16. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A
Spectrum of causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
17. Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach.
Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
18. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al
(Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill
Companies.
19. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM,
Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency
medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9

24

Anda mungkin juga menyukai