Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan Inayahnya sehingga
saya dapat menyelesaikan pembuatan makalah mengenai sirosis hepatis.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kenaikan pangkat dan
golongan kepegawaian di RSUD Cilegon

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang


membantu dalam penyusunan makalah ini.

Demikian yang dapat saya sampaikan mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dan khususnya tim penilai.

Cilegon, 1 April 2022

Penyusun

(.......................................)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

BAB 1.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................1

BAB II............................................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................2

A. Anatomi dan Fisiologi Usus.............................................................................2

1. Anatomi Usus...............................................................................................2

2. Fisiologi Usus...............................................................................................5

B. Ileus Obstruktif.................................................................................................7

1. Definisi..........................................................................................................7

2. Epidemiologi.................................................................................................7

3. Etiologi..........................................................................................................7

4. Patofisiologi..................................................................................................8

5. Klasifikasi...................................................................................................11

6. Manifestasi Klinis.......................................................................................12

7. Diagnosis....................................................................................................14

8. Diagnosis Banding......................................................................................21

9. Tatalaksana.................................................................................................21

10. Komplikasi..................................................................................................22

11. Prognosis.....................................................................................................22

BAB III.........................................................................................................................23

PENUTUP....................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................24

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh
gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Obstruksi mekanik
dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam
lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik
biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru
mengenai usus halus : Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Obstruksi total
usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini dan tindakan bedah
darurat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan 60%


penderita yang mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur sekitar 16 – 98 tahun dengan
perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki – laki (Markogiannakis et
al., 2007).

Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien. Tanpa manajemen yang tepat
sirosis hepatis dapat berakibat fatal.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1) Anatomi dan Fisiologi Usus


2) Anatomi Usus
Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang sekitar 6 meter pada orang dewasa,
yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum, merupakan
segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas
inferior dari korpus pankreas. Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari
jejunum oleh batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan
bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterium. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk
membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai
Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup ileosekal
(Whang et al., 2005)

Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau valvula
conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga terlihat secara
radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan kolon. Lipatan ini akan
terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal lain yang
juga dapat digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus halus ialah
sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih
sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga
didapatkan adanya folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai
Peyer Patches. (Whang et al., 2005).

2
Gambar 1. Gambaran Usus Halus

Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri atas
segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid, rectum dan
anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam usus halus
didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis eksterna usus halus.
Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus
besar, residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di
usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang
di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar
tidak memiliki plika sirkularis maupun vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak
lebih dalam daripada usus halus (Eroschenko, 2003).

Gambar 1. Sistem Saluran Pencernaan Manusia

Suplay Vaskuler

Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat dibawah
A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum yang sebagian
atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu cabang dari A.
Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi oleh A.
Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior. Pembuluh -
pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu sama lain
untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A.

3
Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan V.
lienalis membentuk vena porta. (Price, 2003).

Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian kanan


(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2)
kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior (Price, 1994) (Whang et al.,
2005).

Pembuluh Limfe

Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1. Ke atas
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah, melalui nodi lymphatici
pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri
mesenterica superior.

Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak
sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati
banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus
superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang
terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga
dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior,
sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan
masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior (Snell, 2004).

Inervasi

Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari
pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan ileum berasal
dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior (Snell,
2004). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan
rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai

4
saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang
terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003).

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian pada
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price, 2003). Sekum, appendiks dan
kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari
pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis
nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus
mesentericus superior dan inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua
pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis
nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari
pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 2004).
Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta
perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek
berlawanan. (Price, 2003).

3) Fisiologi Usus
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan–bahan
nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di
dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas yang menghidrolisis
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat
dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja
enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan
mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase
pankreas.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus
enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan
mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus akan
mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan
pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan kecepatan
yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinu isi lambung. Absorbsi adalah
pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan protein melalui dinding usus ke

5
sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel – sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan
vitamin juga diabsorbsi.

Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan
makanan dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari :

Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur


makanan dengan enzim – enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi.

Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong makanan ke arah usus
besar.

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2
lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama berperan
pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian
mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap
kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 – 4 cm. Pada saat satu segmen usus
halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai
kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke
posisinya semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya
terjadi absorbsi.

Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang


merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi
segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada
ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon
dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih cepat daripada
bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya menghilang setelah
berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm

Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh adanya
gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel – sel
pace maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel – sel ini
dipengaruhi oleh sistem saraf dan hormonal.

Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar
disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks peristaltik

6
yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin, CCK, serotonin, dan
insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya sekretin dan glukagon
menghambat pergerakan usus halus.

Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat selama


beberapa jam sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal
meningkatkan aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal
menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk beberapa lama pada daerah ileum oleh
adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat diabsorbsi pada daerah ini. Katup
ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan kembali dari caecum masuk ke ileum.

Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam
caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan
meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat
pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka sfingter
ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis sehingga
pengosonga ileum sangat terhambat.

4) Ileus Obstruktif
1. Definisi
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus
terganggu

Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal untuk
melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada adanya
sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus halus.

2) Epidemiologi
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama.
Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus
Obstruksi di RSUD DR. Soetomo pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya
adalah perlekatan usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%

7
3) Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan pada
akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati lumen
intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen
intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2.
intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat
lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi
intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari seluruh pasien
yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang
ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005).

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur dan


tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama dari terjadinya
obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan operasi laparotomi
sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus
ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 % penyebab dari
kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 % obstruksi yang disebabkan oleh adhesi;
intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus obstruktif yang terjadi pada anak-anak.
Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus komplikasi dari kehamilan dan kelahiran.
Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari
genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi lebih sering
daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan volvulus merupakan
penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan karsinoma kolorektal. (Thompson,
2005).

4) Patofisiologi
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi

Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan
pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju ke
intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian
distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal
daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal
daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi.

8
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa jam
dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus bertambah terkumpul
dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah terjadinya
obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan meningkatkan sekresi
intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah
obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan
volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan
mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif
vena, edema intralumen, dan iskemia.

Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif. Sebagian
kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme bakteri. Gas di Intestinal
terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya
mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial
untuk berdifusi dari lumen.

Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan cara


meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya hiperperistaltik,
intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal obstruksi
segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang berkepanjangan menyebabkan
penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan kerusakan aktivitas gelombang spike,
namun intestinal masih memberikan respon terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap
bahkan setelah obstruksi mekanik terbebaskan.

Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran


cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh darah
ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi dari
Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan
mungkin terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi.
Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan
sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin.

Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di bagian


proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses obstruksi yang
berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin ke proksimal.
Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit cairan intravaskular

9
yang disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan
transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan nasogastric tube malah memperparah
terjadinya defisit cairan melalui external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis
metabolik merupakan komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang
tak dikoreksi dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian.

Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri Aerob
dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan dari bakteri dapat
merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan menyebabkan terjadinya
translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.

Strangulasi

Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari intestinal.
Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa mesenteric atau sebagai
akibat perubahan lokal pada dinding intestinal. Komplikasi ini sering berhubungan dengan
obstruksi yang disebabkan oleh hernia dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada kolon paling
sering disebabkan oleh volvulus.

Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan peningkatan
tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena, kebocoran kapiler, edema
dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari arteri dan vena. Peningkatan
pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam setelah strangulasi. Hal ini menyebabkan
produksi toksin intralumen dan dapat merangsang pelepasan mediator vasoaktif seperti
prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka terhadap iskemia dan beberapa faktor
tampaknya memainkan peranan penting untuk mendukung terjadinya iskemia, termasuk
hipoksia, protease pankreas dan radikal bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap
terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa, bakteri
dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari dinding intestinal menuju ke cavum
peritoneal, limfe pada mesenterikum, dan sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada
terjadinya iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian
akibat syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya gagal
organ, seperti paru.

Obstruksi Gelung Tertutup

10
Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang paling
sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium. Obstruksi di bagian
distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction jika katup
ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen obstruksi meningkat, sekresi
cairan ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang
mungkin terjadi akibat fenomena ini ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi
pada obstruksi gelung tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih
dahulu bahkan sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas.

Obstruksi Parsial Intestinal

Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan penyebab
tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya strangulasi. Obstruksi
parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding intestinal akibat hipertrofi
otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan kelompok kontraksi merupakan
karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris ini dan kemungkinan berhubungan
dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare
sekretorik.

Obstruksi kolon

Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon


khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi. Akumulasi
Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada paling distal dari
saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi
yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan dekompresi
dapat terjadi karena katup ileocecal yang inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup
ileocecal yang kompeten dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi
cecal dan penipisan dinding cecum akibat penambahan diameter dapat meningkatkan resiko
terjadinya rupture. Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon,
diastasis dari lapisan otot, ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon
berakibat pada motilitas abnormal namun tidak hiperperistaltik

11
5) Klasifikasi
Berdasarkan penyebab (Yates, 2004) :

a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu


b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi

Berdasarkan Lokasi Obstruksi :

a.Letak Tinggi : Duodenum-Jejunum


b. Letak Tengah : Ileum Terminal
c.Letak Rendah : Colon-Sigmoid-rectum

Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005):

1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya


pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar
suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.

Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi dua
(Ullah et al., 2009):

1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.

6) Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :

1. Nyeri abdomen

12
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:

1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009)
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
(Whang et al., 2005)

Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi
bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan
abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.

Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering
saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan
tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi.
Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah
lebih bersifat malodorus. (Thompson, 2005).

Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.

Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang

13
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di
diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan
untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun
rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak
terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda
strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta
rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu
dilakukan.

Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia,


dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis
strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat
takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase,
lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat
bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana
dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible

7) Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif usus halus kolik
dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan
di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan
pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.

2) Pemeriksaan Fisik
8) Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat
adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita
yang kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)
maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat
penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus

14
obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan
kolik.

9) Palpasi dan perkusi


Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi Hipertympani yang
menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance muscular’ involunter
atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal

10) Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi
setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi,
maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun
parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau
ileus obstruktif strangulata.

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum


dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya
cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi
perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila
penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan
teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta
jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri
tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis.
Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif
usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung
tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif
adalah lesi intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).

Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan


ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau
komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang
harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya
adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau
sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya

15
obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus
diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke
arah strangulasi

3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi intestinal
terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan serum
amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada
hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis
obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat
mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien.

4) Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus) dan posisi tegak thoraks.
Pada foto abdomen didapatkan gambaran :

a) Distensi usus bagian proksimal obstruksi


b) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
c) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
d) Posisi supine dapat ditemukan :
 distensi usus
 step-ladder sign
e) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet

16
f) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.
Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)

Gambar 2. Dilatasi Usus

Gambar 3. Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign

17
Gambar 3. Herring bone appearance

Gambar 3. Coffee bean appearance

18
Gambar 3. Step ledder sign

2) Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.
Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan
penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)

19
Gambar 3. Intususepsi (coiled-spring appearance)
3) CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan
menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan
radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi
intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan
penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes
usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps
dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.
Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan
kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan
gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung
tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi
ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding
usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam
dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi
menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.

20
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah
(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona
transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie, 2009)

4) CT enterography
Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada
pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar).
Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat
dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini
menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT
biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi
obstruksi (100% vs 94%).(Nobie, 2009)

5) MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie,
2009)

6) USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan
akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi
yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu
membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih
murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%. (Nobie, 2009)

7) Diagnosis Banding
1) Ileus paralitik
2) Appensicitis akut
3) Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier

21
4) Konstipasi
5) Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6) Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7) Pancreatitis akut

8) Tatalaksana
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan
intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor
dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada
cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit
dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas
diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi
intestinal. (Evers, 2004)

a. Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi
parsial. (Evers, 2004).

2) Terapi Operatif
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.

1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana


untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.

22
Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya

9) Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan keseimbangan
elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis,
sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).

10) Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat
segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi
atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.
Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).

BAB III

PENUTUP

Ileus obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatanmekanik. Rintangan pada jalan isi usus akan menyebabkan isi usus terhalang dan
tertimbun di bagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal tersebut akan
terjadi distensiatau dilatasi usus.Adhesi, hernia, dan tumor mencakup 90% etiologi kasus
obstruksi mekanik usus halus. Adhesidan hernia jarang menyebabkan obstruksi pada colon.
Penyebab tersering obstruksi pada colonadalah kanker, diverticulitis, dan volvulus.

23
Adhesi dapat timbul karena operasi yang sebelumnya, atau peritonitis setempat atau
umum. Pitaadhesi timbul diantara lipatan usus dan luka dan situs operasi. Adhesi ini dapat
meyebabkanobstruksi usus halus dengan menyebabkan angulasi akut dan kinking, seringnya
adhesi ini timbul beberapa tahun setelah operasi. Hal ini dikarenakan teknik operasi yang
salah atau terlalu banyak trauma pada usus sewaktu operasi sehingga usus rusak dan
terbentuk jaringan parut yang dapatmengalami penyempitan.Bahkan teknik pembedahan
yang baik pun tidak dapat selalu mencegah pembentukan adhesi.

Jadi, sebagai metode tambahan, banyak ahli bedah telah menggunakan adhesion
barriers sebagai pencegahan terjadinya adhesi pada bedah abdomen dan pelvis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.
studentBMJ April 2002;10:102-3
2. Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011,
Available at: http://www.mr-tip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and
%20Small%20Bowel%20Obstruction
3. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D.
Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC

24
4. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp.
1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
5. Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
6. Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved June
6th, 2011, Available at:
http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msucmeaa.html
7. Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011,
Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
8. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos
P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology,
management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007
21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com
9. Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
10. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011,
from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
11. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.
McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
12. Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June 6th, 2011,
Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi
13. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
14. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York
15. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell,
L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
16. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of
causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
17. Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved
June 6th, 2011, Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
18. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),
Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.

25
19. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L,
Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New
York: Churchill Livingstone. p.306-9

26

Anda mungkin juga menyukai