Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh
gangguan peristaltik. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik dan gangguan
peristaltik disebut obstruksi dinamik. Obstruksi mekanik dapat disebabkan karena
adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam lumen usus.
Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya
mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru
mengenai usus halus : Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis
yang sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen.
Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini dan
tindakan bedah darurat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan
60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur sekitar 16 – 98 tahun
dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki – laki.
Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu
kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat
yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.

BAB 2

7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang sekitar 6 meter pada orang
dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum,
merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal berbatasan dengan
kaput dan batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum dipisahkan dari gaster oleh
adanya pylorus dan dari jejunum oleh batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum
terletak di intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterium. Tak
ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40%
panjang dari jejunoileal diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum
berbatasan dengan sekum di katup ileosekal.
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau valvula
conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga terlihat secara
radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan kolon. Lipatan ini
akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal
lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus
halus ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial
yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari
usus halus juga didapatkan adanya folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum,
juga disebut sebagai Peyer Patches.

Gambar 2.1 : Gambaran Usus Halus


(Sumber : Simatupang, 2010)

8
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri
atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid,
rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam
usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis
eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat
mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana feses
umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh
lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari
bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis maupun vili
intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus.

Gambar 2.2 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia


(Sumber: Simatupang, 2010)

2.2 Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi
bahan–bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam
mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang
masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim
pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang

9
lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim. Sekresi empedu dari
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga
memberikan permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili
dan mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus
halus akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar
dan sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke
ujung lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinu
isi lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak
dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel
– sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi.
Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan
makanan dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari :
Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur
makanan dengan enzim – enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi.
Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong makanan ke arah usus
besar.
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang
terdiri dari 2 lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang
terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot
longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan
berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 –
4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi,
segmen lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus
berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus
sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan
hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi

10
segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7
kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan
menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian
proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan
biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh
adanya gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh
adanya sel – sel pace maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas
dari sel – sel ini dipengaruhi oleh sistem saraf dan hormonal.
Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian
besar disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan
refleks peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon
gastrin, CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus.
Sebaliknya sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus.
Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat
selama beberapa jam sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks
gastrileal meningkatkan aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati katup
ileocaecal menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk beberapa lama pada daerah
ileum oleh adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat diabsorbsi pada
daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan kembali dari caecum
masuk ke ileum.
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di
dalam caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal
akan meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat
pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka
sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis
sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

11
2.3 Nyeri Abdomen

Gambar 2.3 Penyebab tersering nyeri abdomen

Gambar 2.4 Nyeri seluruh abdomen

12
Gambar 2.5 .Nyeri abdomen regio Epigastrium,Umbilikus dan Hypogastrium

Gambar 2.6 Pembagian berdasarkan quadran

13
Gambar 2.7 Penyebaran nyeri pada akut abdomen

Kwadran kanan Kwandaran kiri Paraumbilical Kwadran kanan Kwadran kiri


atas atas bawah bawah
Pyelonefritis akut Infark miocard Appendicitis Appendicitis Sigmoid
akut diverculitis
Cholecystitis akut Ruptur lienalis Ileus obstruksi Salpingitis akut Salpingitis akut
Perforasi tukak Perforasi tukakPancreatitis Graviditas Graviditas
deodeni lambung akut extra uterin extra uterine
yang pecah yang pecah
Pancreatitis akut Pancreatitis akut Thrombosis Torsi ovarium Torsi ovarium
A/V mesenterial tumor tumor
Hepatitis akut Ruptur aneurisma Hernia Hernia Hernia
aorta inguinalis inguinalis inguinalis
strangulate inkarserata, inkarserata,
strangulata strangulate
Acute congestive Perforasi colon Aneurisma Diverculitis Perforasi colon
hepatomegaly (tumor/corpus aorta yang meckel descenden
alienum) pecah (tumor, corpus
alienum)
Pneumonia+ Pneumonia+ Diverculitis Ileus regionalis Batu ureter
pleuritis pleuritis (ileum/colon)
Abses hepar Pyelonefritis akut Psoas abses

Batu ureter

14
BAB 3
ILEUS
3.1 Definisi Ileus
Ileus adalah sindroma klinis yang disebabkan oleh gangguan pasase usus, baik karena
obstruksi lumen usus ataupun karena gangguan peristaltik. Obstruksi pada lumen usus disebut
ileus obstruktif sedangkan gangguan peristaltik disebut ileus paralitik.
3.2 Ileus Paralitik
Ileus paralitik adalah keadaan dimana usus gagal/tidak mampu melakukan kontraksi
peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik dibagi menjadi lokal, yakni gangguan
kontraksi peristaltik pada sebagian lumen usus, contohnya appendicitis dan general, yakni
gangguan kontraksi peristaltik pada seluruh lumen usus. Pasien paralitik akan mengeluh
perutnya kembung (abdominal distention), anoreksia, mual, tetapi muntah kemungkinan tidak
ada. Tidak disertai kolik abdomen seperti pada ileus obstruksi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan
bising usus yang lemah atau menghilang. Pada palpasi dirasakan rasa tidak enak pada perut,
tidak terdapat nyeri tekan.
Kausa ileus paralitik:
`1. Neurogenik: Pasca operasi, kerusakan medulla spinalis, keracunan timbal kolik ureter,
iritasi persarafan splanknikus, pankreatitis
2. Metabolik: Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia), uremia, komplikasi
DM, penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
3.Obat-obatan: Narkotik, antikolinergik, katekolamin, fenotiasin, antihistamin
4. Infeksi: Pneumonia, empiema, urosepsis, peritonitis, infeksi sistemik berat lainnya
5. Iskemia usus
3.3 Definisi Ileus Obstruktif
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase
lumen usus terganggu.
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada

15
adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus
halus.
3.4 Epidemiologi
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati urutan pertama.
Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari Ileus adalah perlekatan. Survey
Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah
perlekatan usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.
3.5 Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan
pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati
lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari
lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme :
1. blokade intralumen (obturasi)
2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus
3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal.

16
Gambar 3.1 Penyebab ileus obstruktif
(Sumber: Simatupang, 2010)
Tabel 3.1 : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal

Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik


Benda Asing Adhesi Kongenital
- Iatrogenik Benda Asing - Atresia, stenosis,
- Tertelan Hernia dan webs
- Batu Empedu - Eksternal - Divertikulum
- Cacing - Internal Meckel

Intususepsi Massa Inflamasi


Pengaruh Cairan - Anomali organ atau - Divertikulitis
- Barium pembuluh darah - Drug-induced
- Feses - Organomegali - Infeksi
- Meconium - Akumulasi Cairan - Coli ulcer
- Neoplasma Neoplasma
- Tumor Jinak
Post Operatif
- Karsinoma
Volvulus

17
- Karsinoid
- Limpoma
- Sarcoma
Trauma
- Intramural
Hematom

Dalam sumber lain didapatnya etiologi ileus obstruktif adalah sebagai berikut:

a. Hernia Inkarserata

b. Non Hernia: penyempitan lumen usus

- Isi lumen : skibala, benda asing, ascariasis

- Dinding usus : stenosis, keganasan

- Ekstra luman : tumor intraabdominalis

c. Adhesi

d. Invaginasi

e. Volvulus

f. Malformasi Usus

3.6 Patofisiologi
Obstruksi terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi
dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Gangguan
pasase lumen usus terganggu akan mengakibatkan pengumpulan isi lumen usus yang
berupa gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan
pelebaran dinding usus (distensi). Hal ini menyebabkan rangsangan terjadinya hipersekresi
kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas ntakin hertambah yang

18
menyebabkan distensi usus seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan
ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah.
Sebaliknya juga terjadi gerakan peristaltik menurun (fatiq). Hal ini menyebabkan terjadi
serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi usus yang lanjut, peristaltik
sudah hilang oleh karena dinding usus kehilangan raya kontraksinya.
Gambaran kliniknya ditandai dengan:
a. Gangguan kolik menghilang
b. Distensi usus berat
c. Gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, serta dehidrasi berat
Pada obstruksi usus dengan strangulasi, terjadi keadaan gangguan pendarahan dinding
usus yang menyebabkan nekrosis/gangguan dinding usus. Bahaya umum dari keadaan ini
adalah sepsis/toxinemia.
Tabel 3.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulata
Keluhan Simple Strangulata
Nyeri abdomen Kolik Menetap
Muntah + +
Distensi abdomen + +
Obstipasi + +
Peristaltik +/meningkat +/menurun
Lekosit N/naik Naik
KU memburuk Lambat Cepat

Tabel 3.3 Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar
Keluhan Usus halus Usus besar

Nyeri abdomen +++ +

Muntah +++ +

Distensi abdomen + +++

Dehidrasi Cepat Lambat

19
3.7 Klasifikasi
Berdasarkan Lokasi Obstruksi :
a.Letak Tinggi : Gaster-duodenum-ejenum-ileum
b.Letak Rendah : Colon-sigmoid-rectum

Ileus obstruktif berdasarkan stadium:


1. Ileus obstruktif parsial: menyumbat lumen sebagian
2. Ileus obstruktif simple/komplit: menyumbat lumen secara total
3. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.

3.8 Manifestasi Klinis

Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :


1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah. Adanya flatus
atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari obstruksi parsial.
Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan
hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang
terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik

20
menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus
kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi
bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan
abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering
saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan
tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi.
Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih
bersifat malodorus.
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di diagnosis
banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan untuk
membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes
yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar
dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya
infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai
tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher
untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia,
dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis
strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa
terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari
amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat.

21
Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara
obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible.

3.9 Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi
dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh
dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di
sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus
obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)
maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada
saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga
pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.

22
Gambar 2.5 Gerakan Peristaltik Usus (Sumber : Faradilla, 2009)
b. Palpasi dan perkusi
Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi hipertympani yang
menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance muscular’
involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum
dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani
biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila
telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan
apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum
maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan,
konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat
dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general
misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam
kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan

23
tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan
darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin
dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan
perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu
untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes
fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada
50% pasien.
e. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi
dekubitus)
Gambaran pada foto abdomen:
1. Distribusi gas usus
2. Gambaran fecal material
3. Bayangan hepar dan lien
4. Kontur ginjal kanan dan kiri
5. Psoas shadow
6. Tulang
7. Ada/tidaknya batu radioopaq sepanjang traktus urinarius
Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Coil spring appearance
4) Herring bone appearance
5) Posisi tegak atau dekubitus:
a) distensi usus
b) step-ladder patologis sign

24
Gambar 3.2 Dilatasi usus (Nobie, 2009)

Gambar 3.4 Herring bone appearance (Nobie,2009)

25
Gambar 3.6 Step ledder sign (Nobie, 2009)
Gambaran BOF/LLD Ileus obstruktif Ileus paralitik
Distribusi gas usus Meningkat (+/-) Meningkat (+)
(sampai cavum pelvis)
Dilatasi usus + (tidak merata) + (merata)
Penebalan mukosa usus + +
Coil spring appearance + -
Herring bone appearance + -
Step ledder patologis + (pendek) + (memanjang)
Udara bebas di luar usus - -
Psoas shadow - (tertutup gas usus) - (tertutup gas usus)

b. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulata dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari
neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm.

26
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah
(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona
transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi.

Gambar 3.7 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium (Khan, 2009)

Gambar 3.8 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus
yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005)
c. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi.

27
Gambar 3.9 Ileus obstruktif (Edelman, 2010)

3.10 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu:
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut

3.11 Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan
natrium, klorida dan kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan
cairan salin isotonic seperti ringer asetat. Urin harus di monitor dengan pemasangan
foley kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila
diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit,
dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk
profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal.

28
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastrik tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah
dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat
diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala
tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.
Antibiotik dan analgesik
Antibiotik broad spectrum dan analgesik (bila diagnosis sudah tegak).
Terapi Operatif
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
3.12 Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.

3.13 Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%
atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat .
29
Paralitik Obstruktif Peritonitis Perforasi
Nyeri Kontinous Kolik Seluruh abdomen Seluruh abdomen
Step ledder patologis + (memanjang) + (pendek) +/- +/-
Rectal toucher Terowongan Kolaps Nyeri seluruh Nyeri seluruh
Dilatasi usus + + + +
Penebalan mukosa usus + + + +
Udara bebas di luar usus - - - +
Herring bone apearance - + +/- +/-
Klinis Nyeri Muntah Nyeri seluruh, Nyeri seluruh, defans
defans muscular muscular, febris
Terapi Observasi Operasi Operasi Operasi

30
BAB 4
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
4.1 Pembahasan
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada seluruh lapang abdomen, terdapat mual dan
muntah, serta sejak 2 hari yang lalu tidak bisa BAB dan kentut. Kemudian dari
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen, slightly distended
abdomen, defans muscular +, meteorismus +, BU + lemah dan menurun, pekak hepar
menghilang. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan hb,
hematokrit, MCV, MCH, peningkatan basopil, neutropil, monosit, LED, SGOT, SGPT,
leukositopenia, trombositosis yang mengindikasikan terjadinya suatu infeksi. Dari
pemeriksaan radiologis yakni foto BOF dan LLD terdapat gambaran distribusi gas usus
yang meningkat, tampak dilatasi usus halus, tampak penebalan mukosa usus halus, coil
spring appearance, herring bone appearance, step ladder sehingga dapat disimpulkan
terdapat ileus obstruktif. Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling
distal di iliocaecal junction) dan kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus
halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena
dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan
muskulus yang sirkuler (valvulus coniventes) menyerupai kosta. Tampak gambaran air
fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang disebut step ladder appearance
karena cairan transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi. Sehingga dari
serangkaian anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan dapat ditegakkan sebuah diagnosis yakni suatu ileus obstruksi. Penatalaksaan
selanjutnya adalah dilakukan dehidrasi, karena pasien dengan obstruksi intestinal biasanya
mengalami dehidrasi dan kekurangan natrium, klorida dan kalium yang membutuhkan
penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti ringer laktat. Urin harus
di monitor dengan pemasangan foley kateter. Lalu dilakukan kompresi yakni pemasangan
nasogastrik tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung,
mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan
terjadinya distensi abdomen. Terapi yang diberikan Infus RA loading 1500 cc 
maintenance 1500 cc/24 jam  20 tpm, Ceftriaxone, Ranitidin, Metronidazole, Na
Metamizol dan dilakukan cyto op laparotomy. Didapatkan diagnosis post op yaitu

31
peritonitis generalisata ec perforasi ileum + necrotic ileum, sehingga dilakukan tindakan
cito laparotomy + reseksi anastomosis ileocaecal + ileostomy.
4.2 Kesimpulan
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yakni
laboratorium dan radiologis didapatkan diagnosis ileus obstruksi dimana setelah dilakukan
laparotomi didapatkan diagnosis akhir peritonitis generalisata ec perforasi ileum dan necrotic
ileum dengan tindakan cito laparotomy + reseksi anastomosis ileocaecal + ileostomy.

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp.
1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders.
2. Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Available at:
http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msucmeaa.html
3. Khan, A. N. 2009. Small Bowel Obstruction. Available at emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
4. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos
P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology,
management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007
21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com
5. Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
6. Nobie, B. A. 2009. Obstruction, Small Bowel from emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
7. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.
McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
8. Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: Universitas Mulawarman.
9. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
10. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell,
L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
11. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of
causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
12. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),
Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.

33

Anda mungkin juga menyukai