ILEUS OBSTRUKSI
Refarat Ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Mengikuti Kegiatan Kepaniteraan
Klinik Senior Departemen Ilmu Bedah di RSU Haji Medan
Pembimbing:
A. Latar Belakang
Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering
dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Setiap tahunnya
1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut abdomen dapat
disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya, ileus
obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau
perdarahan.1
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi intestinal terjadi ketika
lumen usus konstriksi atau terdapat sumbatan. Kondisi ini harus dibedakan dengan ileus
paralitik, dimana terjadi gerakan propulsif yang menurun tanpa adanya sumbatan di
lumen intestinal.2
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus atau
oleh adanya gangguan peristaltik. Obstruksi intestinal atau disebut juga ileus obstruktif
(obstruksi mekanik) dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi atau adanya
sumbatan dalam lumen usus. Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik baik di
usus halus maupun di kolon. Obstruksi mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi
pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus
dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai
kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai usus
halus. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini
dan tindakan bedah darurat.3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan
60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur sekitar 16 – 98
tahun dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki – laki.4
Terapi ileus obstruktif melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang
layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu.5
Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal
untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada
adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus
halus.2
B. Anatomi
Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter pada
orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum.
Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal
berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum dipisahkan
dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh batas Ligamentum Treitz.
Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal melalui
mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara Jejunum
dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya
sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup ileosekal.6
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau valvula
conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga terlihat secara
radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan kolon. Lipatan ini
akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus daripada bagian distal. Hal
lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus
halus ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak
mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang. Pemeriksaan
makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel limfoid. Folikel tersebut,
berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer Patches.6
Gambar 2.1 : Gambaran Usus Halus
(Sumber : Simatupang, 2010)
Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri
atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid,
rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam
usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis
eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat
mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana feses
umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh
lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah
dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis maupun
vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus.
Gambar 2.2 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia
(Sumber: Simatupang, 2010)
Suplai Vaskuler
Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat
dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum yang
sebagian atasnya diperdarahi oleh A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu cabang
dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan separuh bawah Duodenum diperdarahi oleh A.
Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior. Pembuluh -
pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu sama
lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga
diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior
yang menyatu dengan V. lienalis membentuk vena porta.7
Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian
kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1)
ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior
memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan
sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3)
rektalis superior.6
Pembuluh limfe
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1.
Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici
gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah,
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus
superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior.
Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang
terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan
melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi
lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan
limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk
kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk
ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal
kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus
inferior.8
Persarafan
Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus)
dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan
ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus
mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas
sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan
usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan
serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam
lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.7
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian
pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntary.7 Sekum, appendiks dan
kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus
dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh
saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis
berjalan dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut - serabut nervus
vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal
dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon
descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus
inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus.8 Perangsangan simpatis menyebabkan
penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan
perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan.7
C. Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan
pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati
lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari
lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen
(obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen
atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu
pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari
satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi.2
Gambar 2.3 Penyebab ileus obstruktif
(Sumber: Simatupang, 2010)
Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur dan
tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama dari
terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan operasi
laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan
dengan kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan
80 % penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 % obstruksi yang
disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus obstruktif
yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus
komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif
ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan
karsinoma gaster menyebabkan obstruksi lebih sering daripada tumor primer di
intestinal. Malignansi, divertikel, dan volvulus merupakan penyebab tersering
terjadinya obstruksi kolon, dengan karsinoma kolorektal.2
Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et al.,
2005) (Thompson, 2005)
Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik
Benda Asing Adhesi Kongenital
- Iatrogenik Benda Asing - Atresia, stenosis,
- Tertelan Hernia dan webs
- Batu Empedu - Eksternal - Divertikulum
- Cacing - Internal Meckel
D. Patofisiologi
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan
pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju
ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal
bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di
proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi
normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah
distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa
jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus bertambah
terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah
terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan
meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa
splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan
intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen
terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen
menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif.
Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme bakteri.
Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida
(8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang
memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.
Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan
cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya
hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus.
Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang
berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan
kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon
terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik
terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran
cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh
darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan
sekresi dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu
terjadi dan mungkin terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada
mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal,
seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin, atau
endotoksin.
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di
bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses
obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin
ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit
cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan
intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan
nasogastric tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui external loss.
Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan komplikasi yang sering
dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan
terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian.
Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri
Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni berlebihan dari bakteri
dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan menyebabkan
terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.
E. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok
(Yates, 2004)9 :
a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu.
b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi.
c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi.
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,
2005)3 :
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar
suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi
dua (Ullah et al., 2009)5:
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon,
sigmoid dan rectum.
F. Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada:
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi.
Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari
obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang
berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya
menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah
abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark.6
Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan
sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi
bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil
laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan
abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan.
Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering
saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan
tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi.
Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah
lebih bersifat malodorus.2
Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk
membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada
obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang
terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial.
Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun
distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang
muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di
diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan
untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun
rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak
terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda
strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta
rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu
dilakukan.
Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam,
takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga
menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi
karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan
asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium
mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk
membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia
irreversible.
G. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas
pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi
dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh
dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi
sebelumnya atau terdapat hernia.3 Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di
sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus
obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang
kurus/sedang juga dapat ditemukan “darm contour” (gambaran kontur usus)
maupun “darm steifung” (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada
saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga
pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu
serangan kolik.
Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign (Nobie, 2009)
Gambar 2.8 Herring bone appearance (Nobie,2009)
b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi.
Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan
penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)
Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance).(Khan,2009)
c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis
dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari
neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm.10
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat
spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal.
Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus
bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan
kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan
gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung
tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat
distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi
ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding
usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam
dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi
menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah
(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona
transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi.10
Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus
yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005)
f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi,
USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan
akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi
yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu
membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih
murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%.10
Gambar 2.15 USG Abdomen tumor dinding epigastrium (Khan, 2009)
Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi
multiple dari usus halus akibat invaginasi (Hagen-Ansert, 2010).
H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu10
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut
I. Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan
intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor
dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada
cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit
dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas
diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi
intestinal.1
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk
dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk
mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena
muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi
parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja.
Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi
parsial.1
Terapi Operatif
Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi
operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa pasien dengan obstruksi intestinal
komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak
akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam,
takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non
operatif ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi
pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya
injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif
melaporkan bahwa penundaan operasi 12 – 24 jam masih dalam batas aman namun
meningkatkan resiko terjadinya strangulasi.
Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi
dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan
adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari
enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari
segmen hernia dan dilakukan penutupan defek.
Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar,
terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya
sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif.
Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada
by pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi
usus.
Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari
segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan,
segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened
sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna
normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus
tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras
intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon,
invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis.5
J. Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat
menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian.5
K. Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%
atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.10
Daftar Pustaka
1. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp.
1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
2. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell,
L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
3. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
4. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D,
Giannopoulos P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation,
etiology, management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007
21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com
5. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of
causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
6. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),
Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.
7. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.
McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
8. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York
9. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L,
Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New
York: Churchill Livingstone. p.306-9
10. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011,
from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview