Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN UMUR 57 TAHUN DENGAN KELUHAN


NYERI PINGGANG KANAN

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Radiologi


di RSUD Tugurejo Semarang

Disusun Oleh :
Dimas Bagus Sukma J H2A014015P
M Amin Misbah H2A014049P

Pembimbing :
dr. Zakiyah, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK ILMU RADIOLOGI RSUD TUGUREJO


SEMARANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH


SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

NAMA : DIMAS BAGUS SUKMA dan M AMIN MISBAH


NIM : H2A014015 dan H2A014049
FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS : UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
BIDANG PENDIDIKAN : ILMU RADIOLOGI
PEMBIMBING : dr. Zakiyah, Sp.Rad

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Januari 2019

Pembimbing

dr. Zakiyah, Sp.Rad

2
BAB I
KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. G
Umur : 55 Tahun
Alamat : Magelung Kaliwungu Selatan Kendal
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
No. RM : 496044
II. Anamnesis
A. Keluhan utama : Nyeri Pada Pinggang Kanan
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan nyeri pinggang sebelah
kanan. Yeri pinggang sudah dirasakan sejak 4 SMRS. Nyeri dirasakan tiba-
tiba setelah pasien beraktivitas. Nyeri hilang timbul, Nyeri terasa sangat tidak
nyaman dan bertambah berat saat digunakan untuk beraktifitas. Nyeri tidak
nyaman pada keadaan apapun. Nyeri Pinggang disertai nyeri perut kanan.
Nyeri perut kanan dibagian atas perindikan menjalar kepinggang kiri, nyeri
dirasakan terus menerus perut terasa kembung, muntah 10x sehari, muntah
cair, putih kekuningan, BAK terakhir jam 10.00 wib, BAK tidak lancar,
volume sedikit, berwarna merah kecoklatan, nafsu makan menurun, makan
dan minum sedikit langsung muntah, Os mengeluh ingin BAB tetapi tidak
bisa, buang angin masih bisa. kencing keruh (+), hematuria (-), demam (+),
muntah (-) , mual (-) , BAB (+) , BAK (+)

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal

3
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : diakui, infeksi saluran kemih
Riwayat alergi : disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa : diakui, ayah pasien
Riwayat Stroke : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat batuk lama : disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal

E. Riwayat Pribadi
Kebiasaan merokok : disangkal
Kebiasaan minum alkohol : disangkal
Kebiasaan konsumsi obat-obatan : disangkal
Kebiasaan olahraga : disangkal
Kebiasaan konsumsi makanan manis : disangkal
Kebiasaan konsumsi makanan asin : disangkal
Kebiasaan Minum Teh : diakui

F. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien seorang Ibu rumah tangga. Tinggal di rumah bersama suami, anak
dan. Biaya pengobatan menggunakan BPJS NON PBI.

III. Pemeriksaan Fisik


A. Keadaan Umum : Tampak Nyeri
B. Kesadaran : compos mentis, GCS E4M6V5 = 15
C. Tanda vital
4
- TD : 120/70 mmHg
- Nadi : 94 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR : 20 x/menit
- Suhu : 38,7 0C (per axilla)

D. Status Internus
1. Kepala : kesan mesocephal
2. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek pupil
direct (+/+), reflek pupil indirect (+/+), edem palpebral
(-/-), pupil isokor (3 mm/ 3 mm)
3. Telinga : serumen (-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tekan
tragus (-/-)
4. Hidung : nafas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
5. Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
6. Leher : pembesaran limfonodi (-), otot bantu pernapasan (-),
pembesaran tiroid (-), JVP R+2
7. Thoraks :
Jenis pernafasan : Abdominothorakal, normochest, simetris, retraksi
supraternal (-), retraksi intercostalis (-), sela iga melebar (-),
pembesaran kelenjar getah bening aksilla (-)
a. Cor
Inspeksi : ictus cordis tampak di ICS V line midclavicula
Palpasi : ictus cordis kuat angkat, pulsus parasternal (-),
pulsus epigastrik (-), sternal lift (-)
Perkusi : konfigurasi jantung normal
- Batas atas jatung : ICS II linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
(cembung)
- Batas kiri bawah jantung : ICS V linea mid clavicula 2 cm ke
lateral sinistra
- Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
5
Auskultasi : suara jantung I dan II, bising sistolik dan diastolik
murmur (-) gallop (-), HR : 94x/menit
b. Pulmo
Dextra Sinistra
Pulmo Depan

Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemitohorax Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis
Warna Sama seperti kulit sekitar Sama seperti kulit sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus Menurun

Perkusi sonor sonor

Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- Ronki (-) (-)
- Stridor (-) (-)
Pulmo Belakang

Inspeksi
Bentuk dada Normal Normal
Hemitohorax Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis
Warna Sama seperti kulit sekitar Sama seperti kulit sekitar
Palpasi
Nyeri tekan (-) (-)
Stem fremitus Normal

Perkusi Sonor Sonor

6
Auskultasi
Suara dasar Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan
- Wheezing (-) (-)
- Ronki kasar (-) (-)
- Stridor (-) (-)

Tampak pulmo anterior Tampak pulmo posterior

Suara dasar
vesikuler.

8. Abdomen
Inspeksi : permukaan cebung , warna sama seperti kulit sekitar,
umbilicus cembung (-)
Auskultasi : bising usus (+), peristaltic 17x /menit
Perkusi : pekak sisi (+), pekak alih (-),shifting dullness (-)
Palpasi : Distensi (-), nyeri tekan (+) Hipokondrium Dextra
,hepar, lien dan renal tidak teraba, Nyeri Ketok
kostovertebra dextra (+)
Ektremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- +/+
Sianosis -/- -/-
Capillary Refill <2 detik / <2 detik <2 detik / <2 detik
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal
5/5 5/5
5/5 5/5
7
IV. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan CT Abdomen ( 21 Januari 2019)

8
Pembacaaan:

 REN DEXTRA: Bentuk dan ukuran normal, sistem pelvio ces (PCS)
tampak melebar, Korteks dan medula tak meriipis, tampak batu stag
horn pada kaliks distal-pelvis renalis Sd pelvio ureteral junction (PIJJ).

 REN SINISTRA: Bentuk dan ukuran normal, sistem pelvio calyxces


(PCS) tak melebar, tak tampak batulmassa

 VESICA URINARIA: Dinding tak menebal, tak tampak batu.

 UTERUS Ukuran membesar. bentuk sedikit lobulated. densitas


parenkim in homogen. tampak kalsifikasi coarse, multipel

 HE PAR Ukuran membesar (craniocaudal 1&m), dan bentuk tampak


normal. densitas parenkim hypoechoic homogen (densitas lemak), tak
tampak nodul. Vena Porla dan V Hepatika baik

 DUKTUS BILLIARIS intra dan extra hepatik tak melebar


PANKREAS: Ukuran normal, tak tampak pelebaran duktus
pancreatikus, tak tampak nodul.

 VESICA FELEA: ukuran normal. tak tampak sludge/ batu

 LIEN : Ukuran normal, parenkim homogen, tak tampak nodul. V.


Lienalis tak melebar

Tak tampak limfadenopati paraaorta maupun parailiaka Tak tampak


cairan bebas intraabdomen. Tak tampak effusi pleura. Tidak tampak lesi
litik pada tulang

KESAN
- Hidronefrosis dextra derajat sedang ec batu staghom pada kaliks distal-
pelvis renal s/d PUJ dextra
• Uterus ukuran membesar dg kalsifikasi coarse, suspek Fibroid Uteri
(Mioma Uteri)..
- Hepatomegali dengan penurunan densitas parenkim hepar. sesuai Fatty
Liver.
- Struktur kandung empedu. pankreas, lien, ren sinistra dan VU baik.

9
B. Pemeriksaan USG

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Hidronefrosis
1. Definisi
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau
kedua ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karena aliran air kemih
tersumbat. Dalam keadaan normal, air kemih mengalir dari ginjal dengan
tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air kemih tersumbat, air kemih
akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung kecil di dalam ginjal
(tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air kemih (pelvis
renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal menggelembung dan menekan
jaringan ginjal yang rapuh. Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang
menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan
ginjal akan kehilangan fungsinya.
2. Penyebab
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan
ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):

 Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis


renalis terlalu tinggi
 Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
 Batu di dalam pelvis renalis
 Penekanan pada ureter oleh:
 jaringan fibrosa
 arteri atau vena yang letaknya abnormal
 tumor.

Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan di bawah


sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung
kemih:

o Batu di dalam ureter


11
o Tumor di dalam atau di dekat ureter
o Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi
penyinaran atau pembedahan
o Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter
o Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter
akibat pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama
metisergid)
o Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung
kemih)
o Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ
panggul lainnya
o Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih
ke uretra akibat pembesaran prostat, peradangan, atau kanker
o Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau
cedera
o Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu
menghalangi kontraksi ureter.
Terkadang hidronefrosis terjadi selama kehamilan karena pembesaran
rahim menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini
karena mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air
kemih ke kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan
berakhir, meskipun sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap
agak melebar.

Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi


kontraksi otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung
kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot
yang normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan yang menetap.

3. Patofisiologi
Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik,
sehingga tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau
12
kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika
obstruksi terjadi di salah satu ureter akibat adanya batu ataukekakuan maka
hanya satu ginjal saja yang rusak.

Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang
terbentuk di piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya.
Obstruksi dapat diakibatkan oleh tumor yang menekan ureter atau berkas
jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat ureter dan menjepit saluran
tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal di pangkal
ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau
kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada
pintu kandung kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat
terjadi pada kehamilan akibat pembesaran uterus.

Apapun penyebabnya adanya akumulasi urin di piala ginjal akan


menyebabkan distensi piala dan kaliks ginjal. Pada saat ini atrofi ginjal
terjadi. Ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap,
maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertropi
kompensatori), akhirnya fungsi renal terganggu.

4. Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kuranglebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi
atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah
tepi bawah iga 11atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah
processus transversusvertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3.
Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya
lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.Secara umum, ginjal terdiri dari

13
beberapa bagian:

 Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari


korpusrenalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
 Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulusrektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
 Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
 Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke
arah korteks
 Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
 Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpuldan calix minor.
 Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
 Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
 Pelvisrenalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
 Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria

14
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpusrenalis/
Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortusproksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi
jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron dimana korpus renalisnya terletak di
korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian
lengkung Henle yang terbenam pada medula, dan (2)nefron juxta
medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula,
memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa
rekta.

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan


dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena
cavainferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan
bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-
segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior,
anterior-inferior, inferiorserta posterior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan


simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus
major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk
vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui
n.vagus.

5. Anatomi Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis
menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak

15
retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal. Ureter setelah
keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major,
lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter
berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu
melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria.
Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah
memasuki kandung kemih.Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura
marginalis serta muara ureter kedalam vesica urinaria. Tempat-tempat
seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca


communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan
persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus
renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan
inferior.

B. Urolitiasis
1. Definisi
Urolitiasis adalah proses terbentuknya batu (kalkuli) pada traktus
urinarius. Kalkuli yang ditemukan pada ginjal disebut nephrolitiasis dan
kasus ini paling sering ditemukan. Jika kalkuli ditemukan pada ureter dan
vesica urinaria sebagian besar berasal dari ginjal.1,2 Urolitiasis adalah
penyebab umum adanya keluhan ditemukan darah dalam urin dan nyeri di
abdomen, pelvis, atau inguinal. Urolitiasis terjadi pada 1 dari 20 orang
pada suatu waktu dalam kehidupan mereka.

2. Epidemiologi

Urolithiasis merupakan masalah kesehatan yang umum sekarang


ditemukan. Diperkirakan 10% dari semua individu dapat menderita
urolitiasis selama hidupnya, meskipun beberapa individu tidak

16
menunjukkan gejala atau keluhan. Setiap tahunnya berkisar 1 dari 1000
populasi yang dirawat di rumah sakit karena menderita urolitiasis. Laki-
laki lebih sering menderita urolitiasis dibandingkan perempuan, dengan
rasio 3:1. Dan setiap tahun rasio ini semakin menurun. Dari segi umur,
yang memiliki risiko tinggi menderita urolitiasis adalah umur diantara
20 dan 40 tahun.

3. Faktor Resiko
Risiko menderita urolitiasis meningkat akibat dari faktor-faktor apa pun
yang menyebabkan terjadinya urin yang stasis yang berkaitan dengan
menurun atau tersumbatnya aliran urin. Faktor-faktor yang
menyebabkan tingginya angka insiden urolitiasis
 Laki-laki: mengekskresi sedikit sitrat dan banyak kalsium
dibandingkan perempuan.
 Etnis: Etnis Amerika, Afrika atau Israel memiliki risiko tinggi
menderita urolitiasis.
 Riwayat keluarga: beberapa keluarga memiliki kecenderungan
memproduksi mukoprotein yang berlebihan pada traktus
urinariusnya, yang mana dapat meningkatkan terjadinya urolitiasis.
 Riwayat kesehatan: beberapa masalah kesehatan dapat
meningkatkan terjadinya urolitiasis meliputi penyakit di saluran
cerna, infeksi saluran kencing yang berulang dan sistinuria.
 Diet: dehidrasi atau menurunnya intake cairan meningkatkan
terjadinya urolitiasis ditambah dengan meningkatnya konsumsi
sodium, oksalat, lemak, protein, gula, karbohudrat kasar dan
vitamin C.
 Lingkungan: beberapa daerah memiliki risiko tinggi menderita

urolitiasis seperti yang beriklim tropis, pegunungan atau padang

pasir

 Etnis: Etnis Amerika, Afrika atau Israel memiliki risiko tinggi


17
menderita urolitiasis.

 Riwayat keluarga: beberapa keluarga memiliki kecenderungan

memproduksi mukoprotein yang berlebihan pada traktus

urinariusnya, yang mana dapat meningkatkan terjadinya urolitiasis.

 Riwayat kesehatan: beberapa masalah kesehatan dapat

meningkatkan terjadinya urolitiasis meliputi penyakit di saluran

cerna, infeksi saluran kencing yang berulang dan sistinuria.

 Diet: dehidrasi atau menurunnya intake cairan meningkatkan

terjadinya urolitiasis ditambah dengan meningkatnya konsumsi

sodium, oksalat, lemak, protein, gula, karbohudrat kasar dan

vitamin C.

 Lingkungan: beberapa daerah memiliki risiko tinggi menderita

urolitiasis seperti yang beriklim tropis, pegunungan atau padang

pasir.

 Obat-obatan: bebrapa macam obat seperti ephedrin, guifenesin,

thiazid, indinavir dan allopurinol dapat menyebabkan terjadinya

urolitiasis.

4. Patofisiologi

Adanya kalkuli dalam traktus urinarius disebabkan oleh dua fenomena


dasar. Fenomena pertama adalah supersaturasi urin oleh konstituen
pembentuk batu, termasuk kalsium, oksalat, dan asam urat. Kristal atau
benda asing dapat bertindak sebagai matriks kalkuli, dimana ion dari
bentuk kristal super jenuh membentuk struktur kristal mikroskopis.
Kalkuli yang terbentuk memunculkan gejala saat mereka membentur
ureter waktu menuju vesica urinaria.
18
Fenomena kedua, yang kemungkinan besar berperan dalam
pembentukan kalkuli kalsium oksalat, adalah adanya pengendapan
bahan kalkuli matriks kalsium di papilla renalis, yang biasanya
merupakan plakat Randall (yang selalu terdiri dari kalsium fosfat).
Kalsium fosfat mengendap di membran dasar dari Loop of Henle yang
tipis, mengikis ke interstitium, dan kemudian terakumulasi di ruang
subepitel papilla renalis. Deposit subepitel, yang telah lama dikenal
sebagai plak Randall, akhirnya terkikis melalui urothelium papiler.
Matriks batu, kalsium fosfat, dan kalsium oksalat secara bertahap
diendapkan pada substrat untuk membentuk kalkulus pada traktus
urinarius.
5. Tanda Gejala
Gejala pasti dari urolitiasis tergantung pada lokasi dan ukuran kalkuli

dalam traktus urinarius. Jika kalkuli berukuran kecil tidak menunjukkan

gejala. Namun perlahan keluhan akan dirasakan seiring bertanbahnya

ukuran kalkuli seperti:2,6,7

- Nyeri atau pegal-pegal pada pinggang atau flank yang dapat

menjalar ke perut bagian depan, dan lipatan paha hingga sampai ke

kemaluan.

- Hematuria:buang air kecil berdarah.

- Urin berisi pasir, berwarna putih dan berbau

- Nyeri saat buang air kecil

- Infeksi saluran kencing

- Demam.

Urolitiasis yang masih berukuran kecil umumnya tidak

menunjukkan gejala yang signifikan, namun perlahan seiring

19
berjalannya waktu dan perkembangan di saluran kemih akan

menimbulkan gejala seperti rasa nyeri (kolik renalis) di punggung, atau

perut bagian bawah (kolik renalis).6

Kolik didefinisikan sebagai nyeri tajam yang disebabkan oleh

sumbatan, spasme otot polos, atau terputarnya organ berongga. Kolik

renal berarti nyeri tajam yang disebabkan sumbatan atau spasme otot

polos pada saluran ginjal atau saluran kencing (ureter). 7

Nyeri klasik pada pasien dengan kolik renal akut ditandai

dengan nyeri berat dan tiba-tiba yang awalnya dirasakan pada regio

flank dan menyebar ke anterior dan inferior. Hampir 50% dari pasien

merakan keluhan mual dan mutah.5 Kolik ginjal biasanya nyeri berat,

pasien tidak bisa istirahat (posisi irrespektif). Berbeda dengan pasien

peritonitis yang cenderung berbaring saja dan tidak mau bergerak.

Gejala lain adalah lemas, berkeringat, dan nyeri ringan saat palpasi

abdominal ginjal. Namun untuk batu staghorn walaupun besar sering

tanpa gejala nyeri karena jenis batu ini membesar mengikuti system

anatomi saluran ginjal. Gejala dari batu ginjal atau batu ureter dapat

diprediksi dari pengetahuan tempat terjadinya obstruksi. Nyeri yang

khas dirasakan pada testis untuk pasien pria dan labia mayora pada

pasien wanita.9

Lokasi dan karakteristik dari nyeri pada urolitiasis meliputi:7

- Di ureteropelvic: nyeri bersifat ringan sampai berat dirasakan

lokasinya agak dalam dalam regio flank tanpa penyebaran ke regio

20
inguinal, urgensi (dorongan kuat untuk berkemih disertai dengan

kandung kemih yang tidak nyaman dan banyak berkemih), frekuensi

(sering berkemih), disuria (nyeri saat berkemih) dan stranguria

(pengeluaran urin yang lambat dan nyeri akibat spasme uretra dan

kandung kemih).

- Di ureter: nyeri yang mendadak, berat, nyeri di regio flank dan

ipsilateral dari abdomen bagian bawah, menyebar ke testes atau

vulva, mual yang terus menerus tanpa muntah

- Di ureter bagian proksimal: nyeri menyebar ke regio flank atau area

lumbar

- Di ureter di bagian medius: nyeri menyebar ke anterior dan caudal

- Di uterer di bagian distal: menyebar ke inguinal atau testes atau

labia majora

- Waktu melewati vesica ruinaria: paling sering asimptomatis,

retensio urin posisional

6. Klasifikasi
a. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Berdasarkan etiologinya urolitiasis dapat diklasifikasikan menjadi:
infeksi, non infeksi, genetik, atau efek samping obat. Dapat dilihat
pada tabel

Tabel 1. Klasifikasi Urolitiasis Berdasarkan Etiologi 10

Urolitiasis Non Infeksi

21
a. Kalsium oksalat

b. Kalsium phospat

c. Asam urat

Urolitiasis dengan Infeksi

a. Magnesium ammonium phospat

b. Karbonat apatit

c. Amonium urat

Genetik

a. Cistin

b. Xanthin

c. 2,8-dihidroksiadenin

Obat

b. Klasifikasi Berdasarkan Komposisi Kalkuli

Komposisi dari batu (kalkuli) sangat penting untuk menjadi

dasar diagnostik dan penanganan lebih lanjut. Kalkuli sering dibentuk

oleh substansi campuran. Pada tabel 2 di bawah menyajikan komposisi

dari kalkuli yang relevan dengan klinis dan komponen mineralnya.10

Tabel 2. Komposisi Kalkuli 10

Nama Kimia Nama Mineral Formula Kimia

Kalsium oksalat Whewellite CaC2O4.H2O

monohidrat

Kalsium Oksalat dihidrat Wheddelite CaC2O4.2H2O

22
Kalsium phospat dasar Apatite Ca10(PO4)6..(OH)2

Kalsium hidroksil Carbonic apatite Ca5(PO3)3..(OH)

Phospat

B-trikalsium phospat Whitlockite Ca3(PO4)2

Karbonat apatite phospat Dahlite Ca5(PO4)3OH

Kalsium hidrogen Brushite PO4.2H2O

Phospat

Kalsium karbonat Aragonite CaCO3

Oktakalsium phospat Ca8H2(PO4)6.5H2O

Asam urat Uricite C5H4N4O3

Asam urat dihidrat Uricite C5H4O3-2H2O

Amonium urat NH4C5H3N4O3

Sodium asam urat NaC5H3O3.H2O

monohidrat

Magnesium amonium Struvite MgNH4PO4.6H2O

Phospat

Asam magnesium Newberyite MbHPO4.3H2O

phospat trihidrat

Magnesium amonium Dittmarite MgNH4(PO4).1H2O

phospat monohidrat

Sistin [SCH2CH(NH2)COOH]2

23
Gipsum Kalsium sulfat dihidrat CaSO4.2H2O

Zinc phospat tetrahidrat Zn3(PO4)2.4H2O

Xantin

2,8-Dihidroksiadenin

Protein

Kolesterol

Kalsit

Potasium urat

Trimagnesium phospat

Melamin

Matrix

Batu obat Komponen aktifnya

menjadi kristal di urin

Corpus alienum di

Kalkuli

c. Klasifikasi Berdasarkan Ukuran dan Lokasi

Berdasarkan diameter ukurannya secara dua dimensi dibagi

menjadi >5 cm, 4-10 cm, 10-20 cm, dan > 20 cm. Sedangkan

berdasarkan posisi anatominya kalkuli dibagi menjadi: calyx superior,

medius, atau inferior; pelvis renali; ureter proksimal, medius, dan distal;

dan vesica urinaria.11

d. Klasifikasi Berdasarkan Gambaran Radiologis


24
Pembagian kalkuli berdasarkan gambaran radiologisnya

menjadi tiga yaitu: radiopak, radiopak lemah, dan radiolusen. Yang

bersifat radiopak yaitu: kalkuli kalsium oksalat dihidrat, kalsium oksalat

monohidrat, dan kalsium phospat. Yang gambaran radiologisnya

radiopak lemah: magnesium ammonium phospat, apatite, dan sistin.

Dan yang tergolong radiolusen: kalkuli asam urat, amonium urat,

xanthin, 2,8-didroksiadenin, batu karena obat-obatan.10

7. Diagnosis

a. Anamnesis

Diagnosis adanya kalkuli pada traktus urinarius dimulai dari

wawancara adanya keluhan klasik berupa kolik renalis. Bagaimana

onset, kualitas dan durasi dari kolik renalis tersebut. Nyeri pada kolik

renalis ditandai nyeri akut dan berat pada regio flank yang menjalar ke

anterior dan inferior abdomen. Pasien terlihat tidak bisa diam, selalu

menggeliat berbeda dengan nyeri karena peritonitis dimana pasien

selalu diam dan berbaring. Pada saat wawancara juga ditanyakan

adanya riwayat urolitiasis sebelumnya dan juga adakah keluarga yang

menderita urolitiasis.4,5,12

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik vital sign jangan pernah lupa dilakukan.

Demam juga bisa dijumpai saat muncul kolik renalis, jika ada infeksi

pada kasus hidronefrosis, pienefrosis atau abses perinephritik. Adanya

takikardia dan berkeringat juga bisa dijumpai. Pada kasus dimana


25
terjadi hidronephrosis yang disebabkan oleh obstruksi pada ureter

ditemukan adanya flank ternderness. Pemeriksaan abdomen dan

genetalia biasanya meragukan (harus hati-hati). Bila pasien merasakan

nyeri didaerah terebut, tapi tanda-tanda kelainan tidak ada dijumpai,

maka kemungkinan nyeri berasal dari batu ginjal.12

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pada 85% dari pasien yang mengalami kolik renalis pada

pemeriksaan urinalisisnya ditemukan adanya hematuria secara

mikroskopis, kadang-kadang kristaluria.5 Derajat hematuria bukan

merupakan ukuran untuk memperkirakan besar batu atau kemungkinan

lewatnya suatu batu. Tidak dijumpai hematuria secara mikroskopis pada

urinalisis tidaklah menyingkirkan adanya suatu batu saluran kemih, dan

lebih kurang 10% penderita batu urin dijumpai darah didalam

urinnya.4,12

Bakteriuria biasanya tidak dijumpai kecuali bila pasien secara

bersamaan menderita infeksi saluran kencing (ISK). Meskipun ISK

bukan secara langsung merupakan konsekuensi dari batu, tapi ISK

dapat terjadi setelah instrumentasi atau pemakaian alat seperti kateter

pada bedah traktus urinarius ataupun dalam pengobatan batu ginjal.5

Urinalisis harus dilakukan dalam pada semua pasien dengan dugaan

urolitiasis. Selain mikrohematuria tipikal, temuan penting yang perlu

diperhatikan adalah pH urin dan adanya kristal, yang dapat membantu

mengidentifikasi komposisi batu. Penderita batu asam urat biasanya

26
memiliki urin yang bersifat asam, dan mereka yang memiliki formasi

batu akibat infeksi memiliki urine alkalin.4

Identifikasi bakteri penting dalam perencanaan terapi, dan

kultur urin harus dilakukan secara rutin. Pyuria terbatas adalah respon

yang cukup umum terhadap iritasi yang disebabkan oleh batu dan,

dengan tidak adanya bakteriuria, umumnya tidak menunjukkan adanya

infeksi saluran kemih yang berdampingan.12

d. Pemeriksaan Penunjang

Untuk diagnosa pasti adanya batu adalah dengan Intravenous

Pielography (IVP) dan foto polos abdomen atau Blass Nier Overzicht

(BNO). Namun pada keadaan tertentu misalnya wanita hamil, ada

riwayat tak tahan dengan zat kontras, ditentukan dengan pemeriksaan

Ultrasonography (USG). Dikatakan USG lebih sensitif untuk

mendeteksi batu ureteral vesical junction dibandingkan dengan IVP,

namun juga dikatakan bahwa USG tidak dapat mendeteksi batu ureter

tengah dan distal.4

Gambaran USG Hidronefrosis

27
Gambaran BNO IVP Hidronefrosis

Ultrasonografi abdomen terbatas digunakan dalam diagnosis

dan pengelolaan urolitiasis. Meskipun ultrasonografi sudah tersedia,

dilakukan dengan cepat dan sensitif terhadap kalkuli ginjal, hampir sulit

mendeteksi adanya batu ureter (sensitivitas: 19 persen), yang

kemungkinan besar bersifat simtomatik daripada kalkuli ginjal. Namun,

jika batu ureter itu ada, divisualisasikan dengan ultrasound, temuannya

dapat diandalkan (spesifisitas: 97 persen). Pemeriksaan ultrasonografi

juga sangat sensitif terhadap hidronefrosis, yang mungkin merupakan

manifestasi obstruksi ureter, namun seringkali terbatas pada penentuan

tingkat atau sifat obstruksi.10,12

Gambaran CT Scan Hidronefrosis

28
Radiografi polos BNO mungkin cukup untuk

mendokumentasikan ukuran dan lokasi kalkuli yang bersifat

radiopaque. Batu yang mengandung kalsium, seperti batu kalsium

oksalat dan kalsium fosfat, paling mudah dideteksi dengan radiografi.

Batu yang bersifat radiopaque lemah, seperti batu asam urat murni dan

batu yang terutama terdiri dari sistin atau magnesium amonium fosfat,

mungkin sulit, jika tidak mungkin, untuk dideteksi pada radiografi film

biasa.4,5,12

Sayangnya, kalkuli yang bersifat radiopaque sering

dikaburkan oleh tinja atau gas usus, dan batu-batu ureter yang

melintang di atas processus transversus corpus vertebra sangat sulit

untuk diidentifikasi. Selanjutnya, radiopacities nonurologis, seperti

kelenjar getah bening yang mengalami kalsifikasi, batu empedu, tinja

dan phlebolith (vena pelvis yang mengandung kalsifikasi), dapat

disalahartikan sebagai batu. Meskipun 90% kalkuli urin secara historis

dianggap radioopak, sensitivitas dan spesifisitas radiografi

BNO tetap saja buruk (sensitivitas: 45-59%; Spesifisitas: 71-77%).


12

Intravenous Pielography (IVP) telah dianggap sebagai

modalitas pencitraan standar untuk urolitiasis. IVP memberikan

informasi yang berguna tentang batu (ukuran, lokasi, radiodensitas) dan

lingkungannya (anatomi calyx, tingkat obstruksi), serta unit ginjal

29
kontralateral (fungsi, anomali). IVP tersedia secara luas, dan

interpretasinya juga terstandarisasi. Dengan modalitas pencitraan ini,

kalkulus ureter dapat dengan mudah dibedakan dari radiopacities

nonurologis.10,12

Keakuratan IVP dapat dimaksimalkan dengan persiapan usus

yang tepat, dan efek buruk kontras yang merugikan. Media dapat

diminimalkan dengan memastikan bahwa pasien terhidrasi dengan baik.

Sayangnya, langkah persiapan ini memerlukan waktu dan seringkali

tidak bisa dilakukan saat pasien dalam kondisi darurat. Dibandingkan

dengan USG abdomen dan BNO, IVP memiliki sensitivitas yang lebih

tinggi (64-87%) dan spesifisitas (92-94%) untuk deteksi urolitiasis.

Namun, IVP dapat membingungkan dengan adanya batu radiolusen

yang tidak mengganggu, yang mungkin tidak selalu menghasilkan

"defek pengisian." Selanjutnya, pada pasien dengan obstruksi tingkat

tinggi, bahkan IVP yang berkepanjangan selama 12-24 jam mungkin

tidak menunjukkan tingkat penyumbatan karena konsentrasi media

kontras yang tidak memadai.4,5,12

Media kontras yang digunakan dalam IVP efek samping

berupa nefrotoksik yang telah terbukti. Kadar serum kreatini harus

diukur sebelum media kontras diberikan. Meskipun kadar serum

kreatinin lebih besar dari 1,5 mg/dL (130 µmol/L) bukan kontraindikasi

mutlak. Risiko dan manfaat menggunakan media kontras harus

dipertimbangkan dengan hati-hati, terutama pada pasien diabetes

30
melitus, penyakit kardiovaskular atau mieloma multipel. Resiko ini

dapat diminimalisir dengan menghidrasi pasien denagn cukup,

meminimalkan jumlah bahan kontras yang diinfuskan, dan

memaksimalkan interval waktu antara pemberian kontras berturut-turut.

Meskipun demikian, adalah bijaksana untuk menghindari penggunaan

media kontras bila modalitas pencitraan alternatif dapat memberikan

informasi yang setara. 12

9. Tatalaksana

Pengobatan urolitiasis meliputi penanganan darurat kolik

renalis (ureter), termasuk jika ada indikasi untuk intervensi

pembedahan, dan terapi medis untuk kalkulinya. Dalam keadaan

darurat dimana ada kekhawatiran tentang kemungkinan gagal ginjal,

fokus pengobatan adalah harus memperbaiki dehidrasi, mengobati

infeksi saluran kemih, mencegah terjadinya jaringan parut,

mengidentifikasi pasien dengan ginjal fungsional soliter, dan

mengurangi risiko cedera ginjal akut akibat nefrotoksisitas kontras,

terutama pada pasien. dengan azotemia yang sudah ada sebelumnya

(kreatinin > 2 mg/dL), diabetes, dehidrasi, atau multiple myeloma.

Hidrasi intravena yang adekuat sangat penting untuk meminimalisi efek

nefrotoksik dari media kontras.4,5,10

Sebagian besar pasien hidronefrosis karena urolitiasis yang

berukuran kecil dapat ditangani dengan melakukan observasi dan

pemberian asetaminofen. Kasus yang lebih serius dengan nyeri yang

31
sulit ditangani mungkin memerlukan drainase dengan memasang stent

nefrostomi stent atau perkutan. Stent ureter interna biasanya lebih

disukai dalam situasi ini karena dapat menurunkan angka morbiditas.4,5

Ukuran batu merupakan faktor yang sangat penting untuk

dapat memprediksi perjalanannya dalam traktur urinarius. Batu yang

berdiameter kurang dari 4 mm memiliki kemungkinan 80% dapat

melewati traktus urinarius secara spontan. Dan menurun sebesar 20%

jika batu berdiameter >8mm. Tapi perjalanan batu pada traktus urinarius

juga tergantung pada bentuk dan lokasi pasti dari batu, dan anatomi

dari traktus urinarius bagian superior. Jika terjadi obstruksi pada

junctura ureteropelvis meskipun berukuran kecil sangat sulit melwati

junctura tersebut.4,5

Terapi medikamentosa untuk kalkulus memerlukan waktu

yang panjang. Tujuan pemberian obat adalah untuk melarutkan atau

menghancurkan kalkulus sehingga dapat melewati traktus urinarius

dengan mudah. Selain itu bertujuan untuk mencegah munculnya

kembali kalkulus pada traktus urinarius. Terutama pada pasien yang

memiliki risiko tinggi seperti menderita urolitiasis sebelum umur 30

tahun, memiliki keluarga yang sama menderita urolitiasis, dan pasien

yang menderita urolitiasis setelah pembedahan.5

Batu yang berdiameter lebih besar (yaitu, ≥ 7 mm) yang tidak

mungkin lewat secara spontan memerlukan beberapa jenis prosedur

pembedahan. Dalam beberapa kasus, pasien dengan batu berukuran

32
besar perlu menjalani rawat inap di rumah sakit. Namun, kebanyakan

pasien dengan kolik ginjal akut dapat diobati secara rawat jalan. Sekitar

15-20% pasien memerlukan intervensi invasif karena ukuran batu yang

besar, penyumbatan, infeksi, atau nyeri yang sulit diatasi. Teknik yang

tersedia untuk ahli urologi saat batu tersebut gagal melewati traktus

urinarius secara spontan meliputi:

- Penempatan stent

- Nefrostomi perkutan

- Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)

- Ureteroscopi (URS)

- Nephrostolithotomi Perkutan

- Open nephrostomy Anatrophic nephrolithotomy

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Armed Forces Health Surveillance Center. Urinary Stones,


Active Component, U.S. Armed Forces, 2001-2010. Medical
Surveillance Monthly Report (MSMR). 2011. December; Vol 18
(No12): 6-9.
2. Kidney stones in adults. National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Diseases.
https://www.niddk.nih.gov/health-information/urologic-
diseases/kidney-stones/definition-facts . Accessed Jan. 16, 2018.
3. Medical Definition of Urolithiasis. Medicine.Net.com.
https://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=66
49. Accessed Jan. 16, 2018.
4. Yolanda S. What is Urolithiasis. News Medical Life Sciences.
https://www.news-medical.net/health/What-is-Urolithiasis.aspx.
Accessed Jan. 16, 2018.
5. Moore, Keith L., Arthur F Dalley, and A. M. R Agur. Clinically
Oriented Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2010.
6. Skandalakis, John E., Panajiotis N. Skandalakis, Lee John
Skandalakis, and SpringerLink (Online service). Surgical
Anatomy and Technique: A Pocket Manual. New York, NY:
Springer US, 1995.
7. Dave C. 2017. Nephrolithiasis.
Medscape. https://emedicine.medscape.com/article/437096-
overview. Dec 12. 2017. Accessed Jan. 16, 2018.
8. Evan AP, Coe FL, Lingeman JE, Shao Y, Sommer AJ, Bledsoe
SB, et al. Mechanism of formation of human calcium oxalate
renal stones on Randall's plaque. Anat Rec (Hoboken). 2007 Oct.
290(10):1315-23
9. Kolik Ginjal. Catatan Urologi.
34
https://urologynotes.wordpress.com/2009/06/21/kolik-ginjal/.
Accessed Jan. 16, 2018.
10. Turk C, Knoll T, Pterick A et al. Guidelines on Urolithiasis.
European Association of Urology 2015. March 2015.
11. Kim SC, Burns EK, Lingeman JE, et al. Cystine calculi:
correlation of CT- visible structure, CT
number, and stone morphology with
fragmentation by shock wave lithotripsy. Urol Res 2007
Dec;35(6):319-24.
12. Kim SC, Burns EK, Lingeman JE, et al. Cystine calculi:
correlation of CT- visible structure, CT
number, and stone morphology with
fragmentation by shock wave lithotripsy. Urol Res 2007
Dec;35(6):319-24.

35

Anda mungkin juga menyukai