Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

OMPHALOCELE
(Long Case)

Disusun Oleh:
Rahmat Nurwan Nugraha, S.Ked
(1408010036)

Pembimbing:
dr. Irene Lokananta, Sp. BA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
2020
2

BAB 1
PENDAHULUAN

Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi


yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat
merupakan sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera
setelah lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, hal ini seakan-akan
merupakan suatu seleksi alam terhadap kelangsungan hidup bayi yang dilahirkan.
Bayi yang dilahirkan dengan kelainan kongenital, umumnya akan
dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi
kecil untuk masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan
kongenital berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Disamping pemeriksaan fisik, radiologik dan laboratorik untuk
menegakkan diagnose kelainan kongenital setelah bayi lahir, dikenal pula adanya
diagnosisi pre/- ante natal kelainan kongenital dengan beberapa cara
pemeriksaan tertentu misalnya pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air
ketuban dan darah janin. Kelainan kongenital yang akan diteliti pada
penelitian ini, yaitu kelainan kongenital traktus digestivus dan dinding
abdomen, yang terdiri atas Omphalocele, Gastroschisis,Hirscshprung, serta
Atresia Ani. Kelainan kongenital tersebut, tidak jarang terjadi di Provinsi Jawa
timur ini. Pada penelitian kali ini, penulis ingin melaporkan kasus repair defek
omphalocele.
3

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : By. Ny. Ida
Umur : 1 bulan
Tanggal lahir : 09-02-2020
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 527624
Alamat : Oesapa
Ruangan : NICU
Tanggal MRS : 11-2-2020
Tanggal Pemeriksaan : 19-02-2020

2.2 Anamnesis
(Anamnesis dilakukan secara allo-anamnesis dengan orang tua pasien di
ruang NICU pada tanggal Februari 2020)
Keluhan Utama : Isi perut terdapat di luar rongga perut
Riwayat Penyakit Sekarang : pasien rujukan dari RS Rote, lahir pada
tanggal 9/2/2020. BBL pasien 2700 g, pasien lahir cukup bulan, pasien lahir
secara normal melalui pervaginam.
Menurut ibu pasien Plasenta dilahirkan segera setelah bayi lahir, kotiledon
lengkap, infark (-), hematom (-). Pada pasien terdapat kelainan yaitu isi
perutnya terbungkus oleh selaput tipis bening berada di luar rongga perut.
Dengan diameter 4 cm, BAB (+) warna hitamk kehijauan segera setelah lahir,
BAK (+).
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien mengalami keluhan ini sejak lahir
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang memiliki
keluhan yang sama.
4

Riwayat Persalinan : Pasien lahir secara pervaginam, BBL 2700


g, cukup bulan sesuai masa kehamilan.

2.3 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
 Tanda-tanda vital :
 Nadi : 15 x/menit
 Pernapasan : 50 x/menit
 Suhu : 37,5°C
 SpO2 : 99%
 Kepala : Normocephal
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
 Telinga : Otorea (-/-), epistaksis (-/-)
 Hidung : Rinorea (-/-)
 Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-)
 Kulit : Ikterik (-)
 Thoraks :
 Pulmo :
 Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
 Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri,
krepitasi (-).
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara pernafasan vesikuler pada seluruh
lapang paru, wheezing (-/-), rhonki (-/-).
 Cor :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV mid klavikula sinistra
 Perkusi : Sulit dievaluasi
 Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
5

 Inspeksi: tampak kantung seperti selaput bening yang


berujung pada umbilicus berisi usus, tak tampak hati dalam
kantung berada di luar rongga perut tidak tertutup dinding
perut.
 Auskultasi : bising usus (+) kesan normal.
 Palpasi : ukuran diameter kantung ± 4 cm, supel,
turgor kulit perut cukup, nyeri tekan (-), Hepar ¼-¼
Blankhart, lien ttb
 Perkusi : pekak sisi (+) normal, tympani, pekak alih
sulit dinilai
 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2’’, edema (-/-).

Tampak distensi abdomen

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Laboratorium (12-2-2020)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 18.7 g/dL 15.0-2,6.7
Jumlah Eritrosit 5,52 106/uL 4,00-6.80
Hematokrit 52,0 % 50.0-82.0
Jumlah Leukosit 6,64 103/uL 5.00-21.00
Jumlah 340 103/uL 217-497
Trombosit
Glukosa sewaktu 27 mg/dL 70-150

2.4.2 Foto Babygram (14-2-2020)


6

 Cor terkesan tidak membesar


 Corakan vaskular kedua paru normal
 Tampak infiltrat ringan pada lapangan tengah paru kanan
 Sinus kostorenikus dan diafragma normal. Terpasang tube pada
proyeksi esophagus dengan uung tube sulit ditentukan (tersuperposisi
bayangan jantung dan hepar).
 Preperitoneal fat pada kanan-kiri jelas. Bayangan hepar di
subdiafragma kanan.
 Tampak gambaran berbentuk kantong berisi usus di proyeksi ventral/
midline abdomen ke kuadran bawah abdomen
 Udara di daerah rectum tidak jelas teridentifikasi / tersuperposisi
kantong tersebut di atas
 Tidak tampak kalsifikasi intraabdomen
 Tulang-tulang yang teridentifikasi tampak normal. Tidak tampak
deformitas
Kesan:
 Cor dalam batas normal
 Infiltrat bronkopneumonia ringan paru kanan
 omphalocele
7

2.5 Diagnosis
omphalocele

2.6 Terapi
Advice dr. Woro Sp. A :
-IVFD D10 100cc/ 24 jam + sesuai GP
-Ampicilin 50 mg/Kg BB/ 12 jam (135 mg /12 jam)
-Cek DL, GDS, CRP, IT ratio
Advice dr. Irene, Sp. BA
-Tutup dengan kasa kering, dilarang mengoleskan apapun pada
omphalocele.

2.7 Follow Up
19-2-2020 : Hari perawatan ke 9
Keluhan Utama : Isi perut terdapat di luar rongga perut (+).
Vital Sign: HR: 110 x/mnt RR : 36 x/mnt T : 36.8°C
BB : 2700 gr
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : Otorea (-/-), epistaksis (-/-)
Hidung : Rinorea (-/-)
Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Kulit : Ikterik (-)
Thoraks :
 Pulmo :
 Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
 Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri,
krepitasi (-).
 Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
8

 Auskultasi : Suara pernafasan vesikuler pada seluruh


lapang paru, wheezing (-/-), rhonki (-/-).
 Cor :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV mid klavikula sinistra
 Perkusi : Sulit dievaluasi
 Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen :
 Inspeksi: tampak kantung seperti selaput bening yang
berujung pada umbilicus berisi usus, tak tampak hati dalam
kantung berada di luar rongga perut tidak tertutup dinding
perut.
 Auskultasi : bising usus (+) kesan normal.
 Palpasi : ukuran diameter kantung ± 4 cm, supel,
turgor kulit perut cukup, nyeri tekan (-), Hepar ¼-¼
Blankhart, lien ttb
 Perkusi : pekak sisi (+) normal, tympani, pekak alih
sulit dinilai
 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2’’, edema (-/-).
Assesment : Omphalocele
Terapi :
-IVFD D10 100cc/ 24 jam + sesuai GP
-Ampicilin 50 mg/Kg BB/ 12 jam (135 mg /12 jam)
9

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Omfalokel (disebut juga Exomfalos) merupakan defek dinding


abdomen pada garis tengah dengan berbagai derajat ukuran, disertai hernia
visera yang ditutupi oleh membran yang terdiri atas peritoneum di lapisan
dalam dan amnion dilapisan luar serta Wharton’s Jelly diantara lapisan
tersebut. Pembuluh darah berada di dalam membran, bukan pada dinding
tubuh. Isi dari hernia antara lain berbagai jenis dan jumlah usus, sering
sebagian dari hati dan kadang-kadang organ lainnya. Sedangkan tali pusat
terdapat pada puncak kantong ini. Defek ini mungkin terletak di pusat atas,
tengah atau bawah abdomen dan ukuran serta lokasi memiliki implikasi
yang penting dalam penanganannya.1

Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui
akar pusar yang hanya di lapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak
dilapisi oleh kulit.1

Setelah kejadian omfalokel pada kelahiran anak pertama, risiko untuk


terjadinya omfalokel pada kelahiran selanjutnya sangat bergantung
penyebab dari omfalokel tersebut. Jika omfalokel tidak berhubungan
dengan suatu sindrom, seperti Beckwith-Wiedermannan, dan tidak
berhubungan dengan adanya kelainan kromosomal, tingkat rekurensinya
sangat rendah, sekitar 1% atau kurang. Bagaimanapun, dengan
kemungkinan yang lebih sedikit, dapat muncul predisposisi genetik, dan
tingkat kekambuhannya dapat mencapai 50%.4
10

3.2 Embriologi dan Patofisiologi

Omfalokel terjadi pada masa awal gestasi. Hal ini berkaitan erat
dengan proses pembentukan dari saluran cerna yang terjadi pada minggu
ketiga perkembangan embrio. Saluran cerna adalah sistem organ utama
yang berasal dari lapisan germinativum endoderm, lapisan ini melapisi
permukaan ventral mudigah dan membentuk atap yolk sac.6
Pada minggu ini juga terbentuk lipatan embrio secara sefalokaudal
dan lateral yang berperan dalam pembentukan dinding abdomen. Akibat
pelipatan ini, sebagian dari rongga yolk sac yang dilapisi endoderm masuk
ke dalam tubuh mudigah membentuk primitive gut (usus primitif). Di
bagian sefalik mudah membentuk foregut (usus depan), di bagian kaudal
membentuk hindgut (usus belakang), di bagian antara usus depan dan usus
belakang adalah midgut (usus tengah) yang untuk sementara tetap
berhubungan dengan yolk sac.6

Gambar 2. Pembentukan lipatan embrio secara sefalokaudal. (A) Rongga yang dilapisi
endoderm masuk membentuk primitive gut. (B) Foregut dan Hindgut. (C) Midgut yang
tetap berhubungan dengan yolk sac. 6
Usus primitif dan turunannya akan berkembang menjadi bagian-
bagian tersendiri. Foregut akan berkembang membentuk faring, sistem
pernafasan bagian bawah, esofagus, gaster, duodenum, hepar, kandung
empedu dan pankreas. Midgut akan berkembang membentuk usus halus,
caecum, appendix, colon ascenden dan sebagian colon transversum.
Hindgut akan berkembang membentuk sisa dari colon transversum, colon
descenden, colon sigmoid, rectum, lubang anal, kandung kemih dan
uretra.6
11

Pada awal minggu keenam perkembangan embrio, akan terjadi


pemanjangan cepat dari usus tengah dan mesenteriumnya membentuk
Ushapedloop (lengkung Usus primer).12

Gambar 3. Lengkung usus primer (U-shaped loop).6

Perkembangan lengkung usus primer ditandai dengan pemanjangan


yang pesat terutama pada bagian sefalik. Akibat pertumbuhan yang pesat,
ekspansi hati dan ginjal, rongga abdomen untuk sementara tidak mampu
menampung semua lengkung usus sehingga lengkung tersebut masuk ke
rongga ektraembrional di tali pusat selama minggu keenam (herniasi
umbilikalis fisiologis). Pada minggu kesepuluh, lengkung usus yang
mengalami herniasi mulai kembali ke rongga abdomen.6
Usus halus adalah bagian pertama yang masuk kembali ke dalam
rongga abdomen diikuti oleh usus besar. Setelah lengkung usus kembali,
masing-masing akan berkembang, memanjang, menyatu dengan dinding
abdomen dan menempati tempat sesuai posisinya di rongga abdomen.
Dinding abdomen akan menutup, rongga yang terbentuk sebelumnya akan
konstriksi dan terbentuk tali pusat.12
12

Omfalokel adalah herniasi organ visera abdomen melalui cincin


umbilicus yang melebar. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan proses
terjadinya omfalokel. Pertama, omfalokel terbentuk dari kegagalan atau
tertahannya pembentukan pelipatan dinding abdomen secara parsial atau
komplit. Kedua, beberapa teori menyebutkan bahwa omfalokel terjadi
karena terdapatnya ekstensi organ ventral atau terbentuknya rongga di tali
pusat secara persisten. Ketiga, menyebutkan bahwa omfalokel terjadi
karena kegagalan organ visera untuk kembali ke rongga abdomen setelah
herniasi fisiologis selama minggu keenam sampai minggu kesepuluh.12
Kebanyakan omfalokel berlokasi pada bagian tengah dinding
abdomen dimana defek terjadi pada pelipatan lateral. Beberapa terbentuk
di daerah epigastrik ( di atas umbilikus) atau hipogastrik ( di bawah
umbilikus). Omfalokel epigastrial terbentuk akibat defek dari pelipatan
sefalik sehingga memiliki kemungkinan untuk berhubungan dengan
kelainan pelipatan kranial tambahan seperti hernia diafragma, celah
sternal, defek perikardial dan defek kardiak yang apabila kelainan tersebut
terjadi bersamaan, disebut sebagai Pentalogy of Cantrell. Omfalokel
hipogastrial terbentuk akibat defek dari pelipatan kaudal dimana kelainan
lain yang menyertai dapat berupa extrophy bladder, atresia ani, anomaly
vertebra sacralis ataupun meningomyelocele.12

Gambar 4. Omfalokel. (A) Defek pada bagian tengah dinding abdomen. (B)
Pentalogy of Cantrell. (C) Extrophy bladder7,14
13

3.3 Etiologi

Penyebab pasti terjadinya omfalokel belum jelas sampai sekarang.


Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan
terjadinya omfalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok
pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan
genetik serta polihidramnion. Walaupun omfalokel pernah dilaporkan terjadi
secara herediter, namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan dengan
sindrom kelainan kongenital yang lain Sindrom kelainan kongenital yang
sering berhubungan dengan omfalokel diantaranya:8
a. Syndrome of upper midline development atau thorako abdominal syndrome
(pentalogy of Cantrell) berupa upper midline omphalocele,\ anterior
diaphragmatic hernia, sternal cleft, cardiac anomaly berupa ektopic cordis
dan vsd
b. Syndrome of lower midline development berupa bladder
(hipogastricomphalocele) atau cloacal extrophy, inferforate anus, colonic
atresia, vesicointestinal fistula, sacrovertebralanomaly dan
meningomyelocele dan sindrom-sindrom yang lain seperti Beckwith-
Wiedemann syndrome, Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan sindrom-
sindrom kelainan kromosom seperti yang telah disebutkan.
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
1) Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan
terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik.
Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan
lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi
dengan gastroskisis dan omfalokel paling sering dijumpai.
2) Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding
abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis
masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal
Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi
memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus.
14

Bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak


untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
3) Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan
kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.

3.4 Diagnosis

Diagnosis omfalokel adalah sederhana, namun perlu waktu khusus


sebelum operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara lengkap dan perlu suatu
rontgen dada serta ekokardiogram. Pada saat lahir, omfalokel diketahui
sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin umbilikus. Defek tersebut
lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara umum dikenal sebagai
hernia umbilikalis) dan dibungkus oleh suatu kantong membran atau amnion.
Pada 10% sampai 18%, kantong mungkin ruptur dalam rahim atau sekitar 4%
saat proses kelahiran. Omfalokel raksasa (giant omphalocele) mempunyai
suatu kantong yang menempati hampir seluruh dinding abdomen, berisi
hampir semua organ intra abdomen dan berhubungan dengan tidak
berkembangnya rongga peritoneum serta hipoplasi pulmoner. Klasifikasi
omfalokel menurut Moore ada 3, yaitu:7
a. Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm
b. Tipe 2 : diameter defek 2,5 – 5 cm
c. Tipe 3 : diameter defek > 5 cm
Suatu defek yang sempit dengan kantong yang kecil mungkin tak
terdiagnosis saat lahir. Dalam kasus ini timbul bahaya tersendiri bila
kantong terjepit klem dan sebagian isinya berupa usus, bagiannya teriris
saat ligasi tali pusat. Bila omfalokel dibiarkan tanpa penanganan,
bungkusnya akan mengering dalam beberapa hari dan akan tampak retak-
retak. Pada saat tersebut akan menjalar infeksi dibawah lapisan yang
mengering dan berkrusta. Kadang dijumpai lapisan tersebut akan terpecah
dan usus akan prolap.
Diagnosis omfalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
dapat ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal.
15

a. Diagnosis Prenatal
Defek dinding abdomen sering terdiagnosis selama pemeriksaan
prenatal dengan ultrasonografi (USG), yang merupakan suatu skrining
rutin ataupun karena adanya indikasi obsetrik seperti evaluasi peningkatan
serum alfa feto protein (AFP) maternal.1
AFP analog dengan fetal albumin dan serum AFP maternal
merefleksikan nilai AFP cairan amnion. Tes ini digunakan untuk
mengevaluasi abnormalitas kromosomal fetus dan defek tabung neural,
tetapi AFP juga biasanya meningkat pada defek dinding abdomen. Pada
omfalokel, AFP biasanya meningkat rata-rata 4 kali dari nilai normal.1
USG fetus sering dapat mengindikasikan adanya omfalokel pada
trimester kedua atau awal trimester ketiga. Kebanyakan omfalokel
sekarang dapat didiagnosis sebelum kelahiran. Hal ini sangat membantu
dalam mempersiapkan perawatan bagi neonatal.9
Pemeriksaan USG abdomen pada diagnosis omfalokel ditunjukkan
dengan adanya kantong hernia dan letak korda umbilikalis pada apeks dari
kantong hernia. Adanya gambaran kantong tersebut mengkonfirmasi
diagnosis omfalokel. Bagaimanapun, kantong hernia tersebut tidak selalu
dapat dilihat. Keadaan yang lebih jarang, yaitu terjadinya ruptur kantong
hernia.9

Gambar 3. Gambaran omfalokel pada USG kehamilan 15 minggu


16

Organ visera yang terdapat pada kantong hernia dapat berupa usus,
hati, dan lambung. Ukuran defek dinding abdomen dapat bervariasi dari
sederhana yang hanya mengandung usus sampai defek besar (giant
omphalocele) yang mengandung organ hati. Ukuran defek berkorelasi
dengan tindakan reduksi dan perbaikan pada operasi. Pada kehamilan
dengan omfalokel yang terdeteksi awal dengan USG, diperlukan
pemeriksaan lanjutan khususnya pada usia 20-24 minggu dengan CT-Scan
untuk mendeteksi anomali kongenital lain.9

Gambar4. Potongan tranversal pada usia gestasi 22 minggu: menunjukan


omfalokel (OM). Gambaran ekogenik mengarah kepada eviserasi hepar.
Bagaimanapun, keakuratan pemeriksaan USG prenatal untuk
mendiagnosis kelainan dinding abdomen sangat dipengaruhi oleh waktu,
tujuan awal dari pemeriksaan, posisi janin, serta pengalaman dan keahlian
pemeriksa. USG memiliki spesifitas yang tinggi, lebih dari 95% namun
sensitivitasnya hanya 60-75% untuk mengidentifikasi omfalokel. Kesalahan
diagnosis dapat terjadi karena:
1) Kekeliruan dengan adanya defek dinding abdomen lain yang jarang.
2) Ruptur kantong omfalokel sehingga mengakibatkan adanya diagnosis
gastroskisis.1
b. Diagnosis Postnatal
17

Gambaran klinis bayi baru lahir dengan omfalokel ialah terdapatnya


defek sentral dinding abdomen pada daerah tali pusat. Defek bervarasi
ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm sampai dengan 12 cm,
mengandung herniasi organ-organ abdomen baik solid maupun berongga
dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali pusat
berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau selaput tersusun atas 2
lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa
peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan
Warton’s jelly. Warton’s jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan
hasil deferensiasi dari jaringan mesenkimal (mesodermal). Jelly
mengandung kaya mukosa dengan sedikit serat dan tidak mengandung
vasa atau nervus.7
Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm atau
meliputi seluruh dinding abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan
dapat mengandung seluruh organ-organ abdomen termasuk liver. Kantong
atau selaput pada omfalokel dapat mengalami ruptur. Glasser
menyebutkan bahwa sekitar 10-20 % kasus omfalokel terjadi ruptur
selama kehamilan atau pada saat melahirkan. Disebutkan pula bahwa
omfalokel yang mengalami ruptur tersebut bila diresorbsi akan menjadi
gastroskisis. Apabila terjadi ruptur dari selaput atau kantong maka organ-
organ abdomen janin/bayi dapat berubah struktur dan fungsi berupa
pembengkakan, pemendekan atau eksudat pada permukan organ abdomen
tersebut Perubahan tersebut tergantung dari lamanya infeksi dan iskemik
yang berhubungan dengan lamanya organ-organ terpapar cairan amnion
dan urin janin. Bayi-bayi dengan omfalokel yang intak biasanya tidak
mengalami distres respirasi, kecuali bila ada hipoplasia paru yang biasanya
ditemukan pada giant omphalocele. Kelainan lain yang sering ditemukan
pada omfalokel terutama pada giant omphalocele ialah malrotasi usus
serta kelainan-kelainan kongenital lain.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi lahir
untuk mendukung diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah
18

dan radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat berupa rongent thoraks untuk


melihat ada tidaknya kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk
melihat ada tidaknya kelainan jantung.7
3.5 Diagnosis Banding
19

3.6 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Prenatal
20

Apabila terdiagnosa omfalokel pada masa prenatal maka sebaiknya


dilakukan informed consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko
tehadap ibu, dan prognosis. Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan
dan penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan atau
mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan
observasi melalui pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan
cara melahirkan. Selama kehamilan omfalokel mungkin berkurang
ukurannya atau bahkan ruptur sehingga mempengaruhi prognosis.2
Janin dengan defek dinding abdomen merupakan kehamilan resiko
tinggi pada banyak tingkatan. Untuk kasus omfalokel, terdapat
peningkatan risiko retardasi pertumbuhan intrauterin/Intrauterine growth
retardation (IUGR), kematian janin dan kelahiran prematur, sehingga
pengkajian obstetrik dengan serial USG dan tes lainnya menjadi indikasi.1
Komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan defek
dinding abdomen kongenital dapat berupa distosia dengan kesulitan
persalinan dan kerusakan organ abdomen janin termasuk liver. Walaupun
demikian, sampai saat ini persalinan melalui sectio caesar belum
ditentukan sebagai metode terpilih pada janin dengan defek dinding
abdomen. Beberapa ahli menganjurkan pengakhiran kehamilan jika
terdiagnosa omfalokel yang besar atau janin memiliki kelainan kongenital
multipel.1
2. Penatalaksanaan Postnatal
Manajemen awal bayi yang baru lahir dengan defek dinding
abdomen diawali dengan resusitasi ABC dan setelah dinilai dan
distabilisasi, perhatian diarahkan ke defek dinding abdomennya. Masalah
yang penting yaitu kehilangan panas, sehingga perawatan harus dilakukan
seperti menjaga suhu lingkungan hangat selagi melakukan proteksi
terhadap visera yang terpapar. Kelahiran prematur umumnya berhubungan
dengan kondisi tersebut di atas. Menilai dan menjaga nilai glukosa serum
merupakan bagian dari resusitasi tetapi khususnya penting pada bayi
dengan defek dinding abdomen karena hubungannya dengan prematuritas,
21

IUGR dan pada omfalokel serta kemungkinan terjadinya sindrom


Beckwith-Wiedeman. Prematuritas berhubungan dengan hipoplasia paru
atau defek jantung signifikan yang terlihat pada omfalokel mungkin
memerlukan intubasi awal dan ventilasi mekanik. Dekompresi lambung
penting untuk mencegah distensi traktus
gastrointestinal dan kemungkinan aspirasi. Akses vaskular diperoleh untuk
memberikan cairan intravena dan antibiotik spektrum luas untuk profilaksis.
Kateter urin berguna untuk memonitor keluaran urin secara ketat dan sebagai
panduan resusitasi. Arteri dan vena umbilikus mungkin dilakukan kanulasi jika
diperlukan selama resusitasi, namun pada omfalokel penempatan mungkin sulit
karena insersi abnormal pembuluh darah. Bahkan jika kanulasi berhasil, mungkin
perlu dilepaskan selama pembetukan defek.1
Setelah resusitasi berhasil dilakukan, defek dinding abdomen dapat
dinilai dan diobati. Defek diinspeksi agar menjamin membran yang
menutupinya tetap intak dan kain basah yang tidak menempel diletakkan dan
distabilisasi untuk mencegah trauma terhadap kantong.1
Penatalaksaan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir
(immediate postnatal), kelanjutan penatalaksanaan awal apakah berupa
operasia tau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi.
Penatalaksanaan segera bayi dengan omfalokel adalah:2
a. Tempatkan bayi pada ruangan yang aseptik dan hangat untuk mencegah
kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
b. Posisikan bayi senyaman mungkin dan lembut untuk menghindari bayi
menagis dan air swallowing. Posisi kepala sebaiknya lebih tinggi untuk
memperlancar drainase.
c. Lakukan penilaian ada/tidaknya distress respirasi yang mungkin
membutuhkan alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa
macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan masuknya udara kedalam traktus gastrointestinal.
d. Pasang pipa nasogastrik atau pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan
cairan dari sistem usus sehingga dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi,
22

mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam sistem usus sekaligus


mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu dipasang rectal tube
untuk irigasi dan untuk dekompresi sistem usus.
e. Pasang kateter uretra untuk mengurangi distensi kandung kencing dan
mengurangi tekanan intra abdomen.
f. Pasang jalur intra vena (sebaiknya pada ektremitas atas) untuk pemberian
cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler
dan menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi karena gangguan
sistem usus, dan untuk pemberian antibiotik broad spectrum.
g. Lakukan monitoring dan stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan
elektrolit. Pada omfalokel, defek ditutup dengan suatu streril-saline atau
povidone-iodine soaked gauze, lalu ditutup lagi dengan suatu oklusif plastic
dressing wrap atau plastic bowel bag. Tindakan harus dilakukan ekstra hati-
hati dimana cara tersebut dilakukan dengan tujuan melindungi defek dari
trauma mekanik, mencegah kehilangan panas dan mencegah infeksi serta
mencegah angulasi sistem usus yang dapat mengganggu suplai aliran darah.
h. Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan hematokrit perlu
dilakukan guna persiapan operasi bila diperlukan.
i. Evaluasi adanya kelainan kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan
rongent toraks dan ekhokardiogram.
Bila bayi akan dirujuk sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator
hangat dan ditambah oksigen. Pertolongan pertama saat lahir:
a. Kantong omfalokel dibungkus kasa yang dibasahi betadin, selanjutnya
dibungkus dengan plastik.
b. Bayi dimasukkan inkubator dan diberi oksigen
c. Pasang NGT dan rectal tube
d. Antibiotik
3. Penatalaksanaan Konservatif
Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada
kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume
organ-organ intra abdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan
23

rongga abdomen seperti pada giant omphalocele atau terdapat status klinis
bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau
pembiusan seperti pada bayi-bayi prematur yang memiliki hyaline
membran disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang
lain seperti gagal jantung. Pada giant omphalocele bisa terjadi herniasi
dari seluruh organ-organ intra abdomen dan dinding abdomen berkembang
sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara
primer dan dapat membahayakan bayi. Beberapa ahli pernah mencoba
melakukan operasi pada giant omphalocele secara primer dengan
modifikasi dan berhasil. Tindakan non operatif secara sederhana dilakukan
dengan dasar merangsang epitelisasi dari kantong atau selaput. Suatu saat
setelah granulasi terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya
akan terbentuk hernia ventralis yang akan direpair dan setelah status
kardiorespirasi membaik.7
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi
adalah 0,25 % merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver
sulvadiazine dan povidoneiodine (betadine). Obat-obat tersebut
merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu pembentukan skar
bakteriostatik dan perlahan lahan akan merangsang epitelisasi. Obat
tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantong
dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat menekan dan
mengurangi isi kantong.7
Tindakan non operatif lain dapat berupa penekanan secara
eksternal pada kantong. Beberapa material yang biasa digunakan ialah ace
wraps, velcro binder, dan poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit.
Glasser menyatakan bahwa tindakan non operatif pada omfalokel
memerlukan waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan
angka metabolik yang tinggi serta omfalokel dapat ruptur sehingga dapat
menimbulkan infeksi organ-organ intra abdomen. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa dari suatu studi, bayi-bayi yang menjalani
penatalaksanaan non operatif ternyata memiliki lama rawat inap yang lebih
24

pendek dan waktu full enteral feeding yang lebih cepat dibanding dengan
penatalaksanaan dengan silastic.
Indikasi terapi non bedah adalah:2
a. Bayi dengan omfalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan penyerta
yang mengancam jiwa dimana penanganannya harus didahulukan daripada
omfalokelnya.
b. Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan
pembedahan.
c. Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan
hidup.
Prinsip kerugian dari metode ini adalah kenyataan bahwa organ
visera yang mengalami kelainan tidak dapat diperiksa, sebab itu bahaya
yang terjadi akibat kelainan yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan
komplikasi misalnya obstruksi usus yang juga bisa terjadi akibat adesi
antara usus halus dan kantong. Jika infeksi dan ruptur kantong dapat
dicegah, kulit dari dinding anterior abdomen secara lambat akan tumbuh
menutupi kantong, dengan demikian akan terbentuk hernia ventralis,
karena sikatrik yang terbentuk biasanya tidak sebesar bila dilakukan
operasi. Metode ini terdiri dari pemberian lotion antiseptik secara berulang
pada kantong, yang mana setelah beberapa hari akan terbentuk skar.
Setelah sekitar 3 minggu, akan terjadi pembentukan jaringan granulasi
yang secara bertahap karena terjadi epitelialisasi dari tepi kantong.
Penggunaan antiseptik merkuri sebaiknya dihindari karena bisa
menghasilkan blood and tissue levels of mercury wellabove minimum toxic
levels. Alternatif lain yang aman adalah alkohol 65% atau 70% atau
gentian violet cair 1%. Setelah keropeng tebal terbentuk, bubuk antiseptik
dapat digunakan. Hernia ventralis memerlukan tindakan kemudian tetapi
kadang-kadang menghilang secara komplit.7
4. Penatalaksanaan Operatif

Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga


abdomen dan menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak
25

diperlukan operasi emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan


pelacakan kelainan lain yang mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan
penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang
mungkin ada (misalnya kelainan paru). Tujuan operasi atau pembedahan
ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal dan menutup defek
dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intra abomen, aproksimasi
dari kulit dan fascia serta dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi
dilakukan setelah tercapai resusitasi dan status hemodinamik stabil.
Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong dan obstruksi
usus. Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure
(penutupan secara primer atau langsung) dan staged closure (penutupan
secara bertahap). Standar operasi baik pada primary ataupun staged
closure yang banyak dilakukan pada sebagian besar pusat adalah dengan
membuka dan mengeksisi kantong. Organ-organ intra abdomen kemudian
dieksplorasi, dan jika ditemukan malrotasi dikoreksi.10
a. Primary Closure
Primary closure merupakan treatment of choice pada omfalokel kecil
dan medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ-organ
intra abdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga
abdomen. Primary closure biasanya dilakukan pada omfalokel dengan
diameter defek < 5-6 cm. Operasi dilakukan dengan general anestesi
dengan obat-obatan blok neuromuskuler.
Mula-mula hubungan antara selaput dengan kulit serta fascia
diinsisi dan vasa-vasa umbilikus dan urakus diidentifikasi dan diligasi.
Selaput kemudian dibuang dan organ-organ intra abdomen kemudian
diperiksa. Sering defek diperlebar agar dapat diperoleh suatu insisi linier
tension free dengan cara memperpanjang irisan 2-3 cm ke superior dan
inferior.
Kemudian dilakukan manual strecthing pada dinding abdomen
memutar diseluruh kuadran abdomen. Manuver tersebut dilakukan hati-
hati agar tidak mencederai liver atau ligamen. Kulit kemudiaan direseksi
26

atau dibebaskan terhadap fascia secara tajam. Fascia kemudian ditutup


dengan jahitan interuptus begitu pula pada kulit. Untuk kulit juga dapat
digunakan jahitan subkutikuler terutama untuk membentuk umbilikus
(umbilikoplasti) dan digunakan material yang dapat terabsorbsi. Standar
operasi ialah dengan mengeksisi kantong dan pada kasus giant
omphalocele biasanya dilakukan tindakan konservatif dahulu, namun
demikian beberapa ahli pernah mencoba melakukan operasi langsung pada
kasus tersebut dengan teknik modifikasi.10
b. Staged closure
Pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar
antara volume organ-organ intra abdomen yang mengalami herniasi atau
eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele, dapat
dilakukan tindakan konservatif. Cara tersebut ternyata memakan waktu
yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan beresiko terhadap
pecahnya kantong atau selaput sehingga dapat timbul infeksi. Juga pada
keadaan tertentu selama operasi, ternyata tidak semua pasien dapat
dilakukan primary closure. Suatu studi melaporkan bahwa kenaikan IGP
(intragastricpressure) > 20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha
operasi primer dapat menyebabkan kenaikan tekanan intra abdomen yang
dapat berakibat gangguan kardiorespirasi dan dapat membahayakan bayi
sehingga usaha operasi dirubah dengan metode staged closure. Beberapa
ahli kemudian mencari solusi untuk penatalaksanaan kasus-kasus tersebut,
yang akhirnya ditemukan suatu metode staged closure. Staged closure
telah diperkenalkan pertama kali oleh Robert Gross pada tahun 1948
dengan teknik skin flap yang kemudian tejadi hernia ventralis dan
akhirnya cara tersebut dikembangkan oleh Allen dan Wrenn pada tahun
1969 dengan suatu teknik “silo”.10
1. Teknik skin flap
Pada prosedur ini, dibuat skin flap melalui cara
undermining/menreseksi/membebaskan secara tajam kulit dan jaringan
subkutan terhadap fascia anterior muskulus rektus abdominis dan
27

aponeurosis muskulus obliqus eksternus disebelah lateralnya sampai batas


linea aksilaris anterior atau media. Kantong atau selaput dibiarkan tetap
utuh. Skin flap kemudian ditarik dan dipertemukan pada garis tengah
untuk menutupi defek yang kemudian cara tersebut menimbulkan hernia
ventralis. Hernia ventralis timbul karena kulit terus berkembang
sedangkan otot-otot dinding abdomen tidak. Biasanya 6-12 minggu
kemudian dapat dilakukan repair terhadap hernia ventralis. Cara tersebut
juga dapat menimbulkan skar pada garis tengah yang panjang sehingga
menimbulkan bentuk umbilikus yang relatif jauh dari normal. Beberapa
ahli kemudian mencoba suatu usaha agar didapatkan bentuk umbilikus
yang mendekati normal yaitu dengan cara umbilical preservation.
Prosedur dilakukan dengan cara tidak memotong kantong pada
tempat melekatnya urakus dan vasa umbilikus serta tidak memisahkan
kutis dan subkutis dari fascia pada daerah tersebut. Kemudian pada tempat
tersebut dibuat neo umbilikus dengan jahitan kontinyu.10
2. Teknik silo
Teknik silo dapat dilakukan juga bila terdapat omfalokel yang
sangat besar sehingga tidak dapat dilakukan dengan teknik skin flap. Silo
merupakan suatu suspensi prostetik yang dapat menjaga organ-organ intra
abdomen tetap hangat dan menjaga dari trauma mekanik terutama saat
organ-organ tersebut dimasukkan ke dalam rongga abdomen. Operasi
diawali dengan mengeksisi kantong atau selaput omfalokel. Kemudian
cara yang sama dilakukan seperti membuat skin flap namun dengan lebar
yang sedikit saja sehingga cukup untuk memaparkan batas fascia atau otot.
Suatu material prostetik silo (Silastic reinforced with Dacron) kemudian
dijahitkan dengan fascia dengan benang nonabsorble, sehingga terbentuk
kantong prostetik ekstra abdomen yang akan melindungi organ-organ intra
abdomen. Organ-organ intra abdomen dalam silo kemudian secara
bertahap dikurangi dan kantong diperkecil. Usaha reduksi dapat dilakukan
tanpa anastesi umum, tetapi bayi harus tetap dimonitor di ruangan
28

neonatal intensive care. Reduksi dapat dicapai seluruhnya dalam beberapa


hari sampai beberapa minggu.
Selama operasi terutama pada primary closure, haruslah dipantau
tekanan airway dan intra abdomen. Dulu beberapa kriteria digunakan
untuk memonitor selama operasi, diantaranya angka respirasi, tekanan
darah, warna kulit, dan perfusi perifer.10
Observasi tersebut menjadi sulit dan kurang reliabel karena bayi
dibius dan mengalami paralisis. Dari hasil studi dilaporkan bahwa
Intraoperatif Measurement dengan cara memonitor perubahan nilai CVP
dan IGP (intra gastric pressure) dapat digunakan untuk menentukan
teknik yang sebaiknya dilakukan dan memperkirakan hasil dari teknik
operasi yang dilakukan. Dia menyimpulkan pula bahwa kenaikan IGP >
20 mmHg dan CVP > 4 mmHg selama usaha primary closure dapat
menyebabkan kenaikan tekanan intra abdomen yang dapat berakibat
gangguan kardiorespirasi bayi sehingga usaha operasi dirubah dengan
metode staged closure dan didapatkan hasil yang memuaskan dari metode
operasi tersebut. Perawatan pra operasi meliputi pemberian glukosa 10%
intravena, NGT dan irigasi rektal untuk dekompresi usus serta antibiotik.
Cairan infus seluruhnya diberikan melalui ektremitas atas. Pada penutupan
primer omfalokel, eksisi kantong amnion, pengembalian organ visera yang
keluar ke dalam kavum peritoneal dan penutupan defek dinding anterior
abdomen pada 1 tahap merupakan metode operasi pertama untuk
omfalokel dan masih merupakan metode yang memuaskan. Hal ini
dikerjakan untuk omfalokel dengan ukuran defek yang kecil dan sedang.
Pada sebagian besar kasus omfalokel secara tehnik masih mungkin untuk
mengembalikan organ visera ke dalam abdomen dan memperbaiki dinding
abdomen. Pada kasus dengan defek yang besar, terutama bila sebagian
besar hepar menempati kantung, rongga abdomen tidak cukup untuk
ditempati seluruh organ visera, hal ini akan menyebabkan peningkatan
tekanan intra abdomen karena rongga abdomen terlalu penuh.10
5. Penatalaksanaan Pasca Operasi
29

Hiperalimentasi perifer dianjurkan pada hari ke-2 atau ke-3 pasca


operasi atau jika penutupan kulit dapat dicapai, hiperalimentasi sentral
dimasukkan. Resiko sepsis meningkat saat kateter sentral terpasang pada
bayi dengan pemasangan silastic. Konsekuensinya pada bayi ini tidak ada
alternatif selain alimentasi perifer. Gastrostomi meningkatkan resiko
infeksi. Konsekuensinya lambung didrainase dengan kateter plastik kecil.
Fungsi usus pada bayi dengan omfalokel adalah tertunda. Disfungsi usus
membutuhkan waktu lama untuk normal, dari 6 minggu sampai beberapa
bulan. Dalam waktu kurang dari 2 minggu pasca penutupan primer,
mereka jarang toleransi penuh dengan makanan oral. Pemantauan selama
operasi haruslah dilanjutkan setelah operasi, termasuk pemberiaan
antibiotik dan nutrisi. Pemberian antibiotik berfungsi mencegah infeksi
seperti selulitis dan biasanya dilanjutkan sampai gejala peradangan mereda
atau selama terpasang material prostetik. Fungsi usus biasanya akan
kembali setelah 2-3 hari dari waktu primary closure sehingga nutrisi
enteral awal dapat diberikan.7
Pada staged repair, total perenteral nutrisi (TPN) diberikan lebih
lama lagi sampai dengan fungsi usus kembali normal. Glasser (2003)
menyebutkan bahwa fungsi usus akan cepat kembali normal jika
peradangan mereda. Akibat awal operasi dapat terjadi kenaikan tekanan
intra abdomen yang berakibat menurunnya aliran vena kava (venous
return) ke jantung dan menurunnya kardiak output. Selain itu diafragma
dapat terdorong ke rongga toraks yang menyebabkan naiknya tekanan
udara dan beresiko terjadinya barotrauma dan insufisiensi paru. Keadaan
itu semua dapat menimbulkan hipotensi, iskemia usus, gangguan respirasi
(ventilasi) serta gagal ginjal. Termasuk dari komplikasi awal operasi
adalah timbulnya obtruksi intestinal, NEC, infeksi yang dapat berakibat
sepsis, juga dapat terjadi kegagalan respirasi yang menyebabkan pasien
tergantung pada ventilator yang lama sehingga timbul pneumonia. Eijk
melaporkan dari kasusnya bahwa obstruksi usus dapat disebabkan karena
adhesi usus dengan jaringan fibrous pada penutupan skin flap. NEC dapat
30

disebabkan karena iskemia usus karena volvulus atau karena tekanan intra
abdomen yang meningkat. Infeksi biasanya terjadi pada staged closure
dimana terdapat pemaparan luka berulang dan penggunaan material
prostetik. Komplikasi lanjut dari operasi termasuk hernia ventralis dan
lambatnya pertumbuhan anak.7
3.7 Prognosis

Prognosis bayi dengan omfalokel lebih sulit untuk


digeneralisasikan, tetapi kebanyakan mortalitas dan morbiditas
berhubungan dengan anomali daripada defek dinding abdomen itu sendiri.1
Survival rate pada bayi omfalokel dipengaruhi oleh beberapa hal dibawah
ini2
1. Prematuritas
Neonatus yang lahir pada usia gestasi <36 minggu memiliki
survival rate yang rendah yaitu 57%. Survival rate akan meningkat dengan
peningkatan usia gestasi >36 minggu mencapai 87% .
2. Ukuran omfalokel
Pada omfalokel yang mengandung organ hati, umumnya
merupakan suatu giant omphalocele. Kebanyakan akan mengalami
gangguan pada perkembangan paru, bayi ini akan mengalami kesulitan
bernapas. Bayi ini memiliki survival rate 50%.
3. Adanya anomali pada organ lain
Neonatus dengan defek tambahan memiliki survival rate yang
rendah. Dapat dilihat pada tabel berikut:
Defek Insiden Survival rate
Jantung 34% 63%
Malformasi anus 15% 69%
Anomali kromosom 30% 1%

3.8 Komplikasi

Komplikasi dari penyakit ini adalah :


31

a. Infeksi usus
b. Kematian jaringan usus yang bisa berhubungan dengan kekeringan atau
trauma oleh karena usus yang tidak dilindungi.
c. Komplikasi dini adalah infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada
permukaan yang telanjang.
d. Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balans cairan dan nutrisi yang
adekuat misalnya dengan nutrisi parenteral. Dapat terjadi sepsis terutama jika
nutrisi kurang dan pemasangan ventilator yang lama.
e. Nekrosis
f. Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan
lain yang memperburuk prognosis.
32

BAB 4

PEMBAHASAN

Omfalokel (disebut juga Exomfalos) merupakan defek dinding abdomen


pada garis tengah dengan berbagai derajat ukuran, disertai hernia visera yang
ditutupi oleh membran yang terdiri atas peritoneum di lapisan dalam dan amnion
dilapisan luar serta Wharton’s Jelly diantara lapisan tersebut. Pembuluh darah
berada di dalam membran, bukan pada dinding tubuh. Isi dari hernia antara lain
berbagai jenis dan jumlah usus, sering sebagian dari hati dan kadang-kadang
organ lainnya. Sedangkan tali pusat terdapat pada puncak kantong ini. Defek ini
mungkin terletak di pusat atas, tengah atau bawah abdomen dan ukuran serta
lokasi memiliki implikasi yang penting dalam penanganannya.

Pada kasus pasien terdapat kelainan yaitu isi perutnya terbungkus oleh
selaput tipis bening berada di luar rongga perut. Dengan diameter 4 cm, BAB (+)
warna hitam kehijauan segera setelah lahir, BAK (+).
33

DAFTAR PUSTAKA

1. Ledbetter DJ. 2013. Gastroschisis and Omphalocele. Surg Clin N


Am;86:249–260.
2. Minnesota. 2011. Question and Aswer about Omphalocele. Neonatal Facts.
Minnesota Neonatal Physician.
3. Carmen & John Thain. 2014. Understanding Omphalochele. Center for
Prenatal Pediatrics. New York: Columbia University Medical Center.
4. Reksoprodjo S. 2012. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Staf Pengajar Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
BinarupaAksara.
5. Lagay ERC, Kelleher CM, Langer JC. 2011. Neonatal Abdominal
WallDefects. Seminars in Fetal & Neonatal Medicine; 16:164-172.
6. Glasser JG. 2010. Pediatric Omphalocele and Gastroschisis. Medscpape
Reference. Tersedia di
http://emedicine.medscape.com/article/975583overview. Dikunjungi tanggal
11 Maret 2018.
7. Boykin K. 2012. Gastroschisis vs Omphalocele. Tersedia
dihttp://www.sh.lsuhsc.edu/Pediatrics/documents/Gastroschisis%20vs
%20Omphalocele.pdf. Dikunjungi tanggal 11 Maret 2018.
8. Blazer S, Zimmer EZ, Gover A, Bronshtein M. 2012. Fetal Omphalocele
Detected Early in Pregnancy: Associated Anomalies and Outcomes.
RSNA;232:191-195.
9. Ragarwal. 2012. Prenatal Diagnosis of Anterior Abdominal Wall
Defect:Pictorial Essay. Ind J Radiol Imag;15:3:361-372.
10. Eijk FCV. 2013. Strategies and Trends in The Treatment of (Giant)
Omphalocele. Erasmus Universiteit Rotterdam. Optima Grafische
Communicatie, Rotterdam, The Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai