PERITONITIS
Pembimbing:
dr. Radian Tunjung Baroto, MSi. Med,SpB
Disusun oleh:
Ignatius Jasen Hutomo (406162118)
1
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Peritonitis” sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menempuh Kepaniteraan
Klinik Bagian Ilmu Bedah Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara di RSUD
Kota Semarang. Bagi pembaca, penulisan referat ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan
dan kerjasama yang telah diberikan selama penyusunan laporan kasus ini kepada:
dr. Tanto Edy, Sp.OT selaku ketua SMF ilmu bedah RSUD Kota Semarang
dan pembimbing kepaniteraan klinik di bagian ilmu bedah
dr. Andrew Robert Diyo, SpBS selaku pembimbing kepaniteraan klinik ilmu
bedah RSUD Kota Semarang
Penulis Menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar laporan ini dapat menjadi lebih sempurna dan memberikan
informasi yang berguna dan meningkatkan wawasan pembaca. Penulis memohon
maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan maupun kekurangan dalam
laporan ini.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan
ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya
resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif,
bedah dengan mortalitas sebesar 10-40%. Beberapa peneliti mendapatkan angka ini
dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.1,8
5
Dalam penulisan referat ini akan dibahas tentang definisi, etiologi,
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
rongga abdomen dan organ – organ abdomen didalamnya). Suatu bentuk penyakit
akut, dan merupakan kasus bedah darurat. Dapat terjadi secara lokal maupun umum
melalui proses infeksi akibat perforasi usus, misalnya pada ruptur appendiks atau
divertikulum kolon, maupun infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung pada
perforasi gaster, keluarnya asam empedu pada perforasi kandung empedu. Pada
wanita biasanya peritonitis disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau ruptur ovarium.
Keadaan ini juga sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen,
perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering
menginfeksi adalah organisme yang hidup dalm kolon ( pada kasus ruptura
menetap sebagai pita-pita fibrosa yang kelak dapat menyebabkan terjadinya obstruksi
usus. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke
7
dalam lumen usus, menyebabkan terjadinya dehidrasi, gangguan sirkulasi, oliguria,
Peritonium adalah lapisan serosa paling besar dan paling kompleks yang
terdapat dalam tubuh. Membran serosa tersebut membentuk suatu kantung tertutup
posterior : retroperitonium
peritoneum parietal
peritoneum viseral
kedua lapisa tersebut yang disebut rongga peritoneal. Normalnya jumlah cairan
peritoneal kurang dari 50ml. Cairan peritoneal terdiri atas plasma ultrafiltrasi
dengan elektrolit serta mempunyai kadar protein kurang dari 30 g/L, juga
mempunyai sejumlah kecil sel mesotelial deskuamasi dan bermancam sel imun.
8
Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit
yang terdiri dari kuitis dan sub kutis, lemak sub kutan dan facies superfisial (
preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang
otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea
alba1,2.
Gambar 1 :Tampak anterior otot dinding abdomen dan penampang melintang otot
abdomen11
kulit orang dewasa. Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki membran
basal semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro, maupum mikro
sel. Oleh karena itu peritoneum punya kemampuan untuk digunakan sebagai media
cuci darah yaitu peritoneal dialisis dan menyerap cairan otak pada operasi ventrikulo
9
Cavitas peritonealis pada laki-laki tertutup seluruhnya tetapi pada perempuan
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui tuba uterina, uterus dan vagina.
intraperitoneale, seperti pada lambung, jejunum, ileum, dan limpa. Sedangkan yang
pancreas.
Omentum adalah dua lapisan peritoneum yang menghubungkan lambung dengan alat
viscera lainnya seperti dengan hepar (omentum minus), dengan colon transversum
usus kecil disebut mesenterium, dari appendik disebut mesoappendix dari colon
Mesenterium dan omentum berisi pembuluh darah dan limfe serta saraf untuk alat
10
Peritoneum parietale sensitif terhadap nyeri, temperatur, perabaan dan tekanan
dan mendapat persarafan dari saraf-saraf segmental yang juga mempersarafi kulit dan
otot yang ada si sebelah luarnya. Iritasi pada peritoneum parietale memberikan rasa
nyeri lokal, namun insicipada peritoneum viscerale tidak memberikan rasa nyeri.1,2
Peritoneum viscerale sensitif terhadap regangan dan sobekan tapi tidak sensitif untuk
Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kraniodorsal diperoleh
perdarahan dari cabang aa. Intercostalis VI – XII dan a. epigastrika superior. Dari
dinding perut dipersyarafi secara segmental oleh n.thorakalis VI –XII dan n.lumbalis I
Kelainan dari peritoneum dapat disebabkan oleh bermacam hal, antara lain:
terganggu
alienum, misalnya kain kassa yang tertinggal saat operasi, perforasi, radang,
trauma
11
Peritonitis diklasifikasikan menjadi:
A. Menurut agens
1. Peritonitis kimia :
2. Peritonitis septic :
menimbulkan peradangan.
1. Peritonitis primer
Peritonitis (SBP). Peritonitis ini bentuk yang paling sering ditemukan dan
*Spesifik
kuman tuberkulosa.
12
* Non- spesifik
2. Peritonitis sekunder
adalah:
appendiks, abses), antibiotik, analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri, dan cairan
Mengetahui sumber infeksi dapat melalui cara operatif maupun non operatif
efektif sebagai terapi, bila suatu abses dapat dikeringkan tanpa disertai
13
· cara operatif
dilakukan bila ada abses disertai dengan kelainan dari organ visera
Komplikasi yang dapat terjadi pada peritonitis sekunder antara lain adalah
3. Peritonitis tersier
2.4. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.2
14
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk
buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi
lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding
bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.2
sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis
sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan
sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang
obstruksi usus.1,2,4
15
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus
usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana
yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat
total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah
sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan
akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
kuman S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk
keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang
dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam
selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang
disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang mulai
Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,
16
adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat
asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai
apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem bertambah
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul
abdomen dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ
yang berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi
dari organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan
kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling
lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan
terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat
sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena
Jenis Peritonitis
Peritonitis Aseptik.
17
Terjadi sekitar 20% dari seluruh kasus peritonitis di Inggris, dan biasanya
sekunder dari perforasi ulkus gaster atau duodenal. Peritonitis steril dapat berkembang
Peritonitis bilier
2. kolesistitis akut
3. trauma
4. idiopatik
1. Cairan pankreas
Misalnya dari pankreatitis akut, trauma. Pankreatitis bisa disebabkan karen proses
diagnostik laparotomi pada pasien yang tidak mengalami peningkatan serum amilase.
2. Darah.
3. Urine
4. Meconium
Adalah campuran steril dari sel epitel, mucin, garam,, lemak, dan bilier dimana
dibentuk saat fetus mulai menelan cairan amnion. Peritonitis mekonium berkembang
lambat di kehidupan intra uteri atau di periode perinatal saat mekonium memasuki
18
Peritonitis TB
1. secara langsung melalui limfatik nodul, regio ileocaecal atau pyosalping TB.
Kejadiannya dapat secara akut (seperti peritonitis pada umumnya), dan kronik
(onsetnya lebih spesifik, dengan nyeri perut, demam, penurunan berat badan, keringat
malam, massa abdomen). Makroskopik, ada 4 bentuk dari penyakit ini : ascitic,
Peritonitis Klamidia
Fitz Hugh Curtis sindroma dapat menyebabkan inflamasi pelvis dan digambarkan
benda asing granulomata apabila benda-benda itu bertemu pada rongga peritoneum
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –
defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
19
Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok.4 Rangsangan ini
dengan peritonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti
jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan
seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lain.4,5
2.6 Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi,
pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan
abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga
perlu diperhatikan. 1
baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat
mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan
muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan
adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin
hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya
usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis
biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. 1,2
20
Palpasi : Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang
sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif.
Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan
nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan
bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya
proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang
murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa
Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi
bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat. 1,5
udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui
pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak
hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara
bebas tadi.7,8
memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan
adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri
pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula
membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis
dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya
21
kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan kelainan pada
usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang
sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga
1.Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior
( AP ).
2.Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
3.Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
22
Gambar 3 Foto BNO pada peritonitis.8
dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.2,10
2.8. Penatalaksanaan
Konservatif
- Memuasakan pasien
23
- Dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal
1. Pemberian oksigen
Adalah vital untuk semua pasien dengan syok. Hipoksia dapat dimonitor oleh pulse
2. resusitasi cairan
dikateterisasi untuk memonitor output urine tiap jam. Monitoring tekanan vena sentral
dan penggunaan inotropik sebaiknya digunakan pada pasien dengan sepsis atau pasien
dengan komorbid. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit
bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke dalam
ruang vaskuler.4,9
3. analgetik
4. Antibiotik
Harus spektrum luas, yang mengenai baik aerob dan anaerob, diberikan intravena.
Cefalosporin generasi III dan metronidazole adalah strategi primer. Bagi pasien yang
yang sedang mendapatkan perawatan intensif, dianjurkan terapi lini kedua diberikan
meropenem atau kombinasi dari piperacillin dan tazobactam. Terapi antifungal juga
harus dipikirkan untuk melindungi dari kemungkinan terpapar spesies Candida. 4,5
Definitif
24
Pembedahan
1. Laparotomi
Biasanya dilakukan insisi upper atau lower midline tergantung dari lokasi yang dikira.
- mengkontrol origin sepsis dengan membuang organ yang mengalami inflamasi atau
- Peritoneal lavage
mempunyai peran yang penting pada penanganan pasien dengan peritonitis sekunder,
dimana setelah laparotomi primer ber-efek memburuk atau timbul sepsis. Re-operasi
dengan membuka dinding abdomen dengan pisau bedah sintetik untuk mencegah
eviserasi.
RS dan jangka panjang, lebih tinggi pada relaparotomi sewaktu daripada relaparotomi
tidak semua pasien sepsis dilakukan laparotomi, tetapi juga memerlukan ventilasi
mekanikal, antimikrobial, dan support organ. Mengatasi masalah dan kontrol pada
sepsis saat operasi adalah sangat penting karena sebagian besar operasi berakibat
2. Laparoskopi
Teori bahwa resiko keganasan pada hiperkapnea dan syok septik dalam
25
appendicitis akut dan perforasi ulkus duodenum. Laparoskopi dapat digunakan pada
kasus perforasi kolon, tetapi angka konversi ke laparotomi lebih besar. Syok dan ileus
3. Drain
Efektif digunakan pada tempat yang terlokalisir, tetapi cepat melekat pada
dinding sehingga seringkali gagal untuk menjangkau rongga peritoneum. Ada banyak
laparotomi.
2.9. Komplikasi
1. Syok Sepsis1,10
26
dengan antobiotik pilihan terbaik merupakan terapi pada tempat yang terlokalisir.
Terapi antibiotik disesuaikan dengan kultur yang diambil dari hasil drainase. Sepsis
- Usia
- Penyakit kronis
- Wanita
3. Adhesi
2.10. Prognosa
Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada
27
BAB III
KESIMPULAN
rongga abdomen dan menutupi visera abdomen ) merupakan penyulit berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari luka tembus
abdomen.1,2
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –
defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit yang hilang
yang dilakukan secara intravena , pemberian antibiotic yang sesuai, dan pembuangan
dari focus infeksi dari organ abdomen. Prognosis untuk peritonitis local adalah baik,
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
2. Schwartz, Shires, Spencer. 2000.Peritonitis dan Abses Intraabdomen dalam
Intisari Prinsip – Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC. Hal 489 – 493
3. Schrock. T. R.. 2000.Peritonitis dan Massa abdominal dalam Ilmu Bedah,
Ed.7, alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.
4. Arief M, Suprohaita, Wahyu.I.K, Wieiek S, 2000, Bedah Digestif, dalam
Kapita Selekta Kedokteran, Ed:3; Jilid: 2; p 302-321, Media Aesculapius
FKUI, Jakarta.
5. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R, 1997.Gawat Abdomen, dalam Buku ajar
Ilmu Bedah; 221-239, EGC, Jakarta.
6. Price, Sylvia. 2005.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
6. Jakarta : EGC.
29