KETERANGAN UMUM
Nama Umur Alamat : An. A : 10 tahun : Cijotang, Cibeunying,Bandung.
ANAMNESIS
Keluhan utama: Nyeri di seluruh perut
S Sejak 4 hari SMRS, penderita mengeluh nyeri di seluruh
perut dirasakan hilang timbul namun dirasakan semakin bertambah nyeri. Keluhan tersebut didahului oleh nyeri di daerah ulu hati, yang kemudian nyeri di seluruh abdomen. Keluhan juga diawali dengan demam sejak 3 minggu yang lalu yang muncul terutama pada malam hari. Keluhan juga disertai mual muntah dan diare
ANAMNESIS
S BAK tidak ada kelainan. BAB terakhir 2 hari sebelum masuk
RS. Riwayat keluhan serupa sebelumnya tidak ada. Karena keluhannya penderita berobat ke Cikopi, diberi obat antibiotik dan parasetamol kemudian keluhan berkurang, namun kambuh lagi, lalu pasien berobat ke RSUD Majalaya kemudian dirujuk ke RSHS.
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis - Kesadaran - Keadaan umum - Tanda vital : Compos mentis : Tampak sakit berat :T N R S - Kulit : 110/70mmHg : 88 x/menit : 20 x/menit : 37,20
: Turgor baik
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala Leher : Simetris, konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, pupil bulat, isokor, 3 mm, RC +/+ : JVP tidak meningkat, KGB tidak membesar
Dada
Paru Jantung
Perut
Ekstremitas
PEMERIKSAAN FISIK
Status Lokalis (27 November 2013)
a/r abdomen
RESUME
Sejak 4 hari SMRS, penderita mengeluh nyeri di seluruh perut dirasakan hilang timbul namun dirasakan semakin bertambah nyeri. Keluhan tersebut didahului oleh nyeri di daerah ulu hati, yang kemudian nyeri di seluruh abdomen. Keluhan juga diawali dengan demam sejak 3 minggu yang lalu yang muncul terutama pada malam hari. Keluhan juga disertai mual muntah dan diare. BAK tidak ada kelainan. BAB terakhir 2 hari sebelum masuk RS. Riwayat keluhan serupa sebelumnya tidak ada. Karena keluhannya penderita berobat ke Cikopi, diberi obat antibiotik dan parasetamol kemudian keluhan berkurang, namun kambuh lagi, lalu pasien berobat ke RSUD Majalaya kemudian dirujuk ke RSHS.
RESUME
Status lokalis tanggal 27 November 2013:
a/r abdomen : BU(+)N, Nyeri Tekan (+), Nyeri Lepas (+),Defence Muskular (+)
a/r Kuadran Bawah Kanan: DM(+), NT(+), nyeri lepas (+)
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
PEMERIKSAAN PENUNJANG
26 November 2013
PT APTT INR Hb Ht Leukosit Trombosit Eritrosit MCV MCH MCHC Anti S H paratyphi A Anti S H paratyphi B Anti S H paratyphi C Anti S H typhi H = 18,2 = 29,9 = 1,42 = 9,1 = 26 = 3.100 = 81.000 = 3,26 = 80,4 = 27,9 = 34,7 NR NR NR NR
Anti S O paratyphi A Anti S O paratyphi B Anti S O paratyphi C Anti S typhi O Tubex T Laktat SGOT SGPT Ureum
NR NR NR NR =7 = 1,8 = 149 = 70 = 15
Kreatinin GDS
= 0,22 = 125
CRP kuantitatif = 11,1 Na K pH pCO2 pO2 HCO3 = 125 = 2,8 = 7,461 = 30,0 = 82,5 = 21,1
BE
= -1,2
SaO2 = 96,5
TC02 = 40,5
TATALAKSANA
Ranitidin 2x 1 amp iv
Ketorolac 2x 1 amp iv Diet rendah serat
PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam
: ad bonam
PEMBAHASAN
S Peritonitis adalah inflamasi pada peritoneum, suatu membran
serosa yang melapisi dinding abdominopelvik serta organ-organ di dalamnya. Sedangkan istilah lain adalah abses intra abdomen yang didefinisikan sebagai infeksi yang terlokalisir pada abdomen, lain dengan peritonitis yang bersifat difus atau generalisata. Peritonitis termasuk kasus gawat abdomen atau akut abdomen yang memerlukan penanganan segera dan biasanya berupa tindak bedah. Definisi gawat abdomen adalah gambaran keadaan klinis akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama.
adalah suatu membran serosa yang melapisi dinding abdomen hingga pelvik dan berfungsi melindungi organ-organ di dalamnya.
S Peritonitis termasuk kasus gawat abdomen dan biasanya
memerlukan tindakan bedah. Keputusan untuk mengambil tindak bedah harus segera diambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyulit yang berakibat meningkatnya morbiditas dan mortalitas.
S Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di
usus halus dan usus besar. Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya dapat terjadi komplikasi
PERITONITIS PRIMER
S Peritonitis primer atau peritonitis spontan terjadi melalui penyebaran
limfatik dan hematogen. Kejadiannya jarang dan angka insidensinya kurang dari 1 % dari seluruh angka kejadian peritonitis
S Paling umum terjadi peritonitis primer adalah peritonitis bakterial
spontan akibat penyakit liver menahun yang dikarenakan adanya asites sehingga menyebar melalui aliran limfatik.
PERITONITIS SEKUNDER
S Peritonitis Sekunder terjadi akibat proses patologik yang terjadi
dalam abdomen.
S Peritonitis ini tipe yang paling sering terjadi. Berbagai macam jalur
patologis dapat berakibat terjadinya peritonitis sekunder. Yang paling sering mengakibatkan terjadinya tipe ini termasuk perforasi apendisitis, perforasi infeksi lambung dan usus, perforasi usus besar akibat divertikulitis, volvulus, kanker, dan lain-lain.
SOURCE ESOPHAGUS
CAUSES Boerhaave syndrome Malignancy Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic* Peptic ulcer perforation Malignancy (eg, adenocarcinoma, lymphoma, gastrointestinal stromal tumor) Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic* Peptic ulcer perforation Trauma (blunt and penetrating) Iatrogenic*
STOMACH
DUODENUM
BILIARY TRACT
Cholecystitis Stone perforation from gallbladder (ie, gallstone ileus) or common duct Malignancy Choledochal cyst (rare) Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic*
Pancreatitis (eg, alcohol, drugs, gallstones) Trauma (blunt and penetrating) Iatrogenic*
PANCREAS
SOURCES
CAUSES
SMALL BOWEL
Ischemic bowel Incarcerated hernia (internal and external) Closed loop obstruction Crohn disease Malignancy (rare) Meckel diverticulum Trauma (mostly penetrating)
Ischemic bowel Diverticulitis Malignancy Ulcerative colitis and Crohn disease Appendicitis Colonic volvulus Trauma (mostly penetrating) Iatrogenic Pelvic inflammatory disease (eg, salpingooophoritis, tubo-ovarian abscess, ovarian cyst) Malignancy (rare) Trauma (uncommon)
PERITONITIS TERSIER
S Peritonitis tersier adalah peritonitis yang sudah ditangani lewat
PATOFISIOLOGI
S Peritoneum adalah suatu membran serosa yang terdiri dari sel
mesothelial yang melapisi dinding abdomen hingga pelvik dan berfungsi untuk melindungi organ-organ intra abdominal.
S Peritoneum mempunyai flora normal yaitu . Bila terjadi suatu proses
patologis, apakah itu pertambahan jumlah kuman, masuknya kuman baru yang invasif dan jumlah melebihi 105, atau sistem imun tubuh yang kurang atau lemah, maka keseimbangan akan terganggu dan muncul reaksi tubuh seperti proses inflamasi dan bila tidak tertangani akan jatuh ke dalam infeksi.
S Etiologi dari peritonitis bermacam-macam. Pada keadaan normal,
volume intra peritoneum adalah kurang dari 50 mL. Peritoneum terbagi menjadi dua lapis yaitu peritoneum parietal dan peritoneum
PERITONITIS (TYPE)
ANTIBIOTIK
PRIMARY
GRAM(-)
E coli (40%) Third-generation K pneumoniae (7%) cephalosporin Pseudomonas species (5%) Proteus species (5%) Streptococcus species (15%) Staphylococcus species (3%) Anaerobic species (<5%) E coli Enterobacter species Klebsiella species Proteus species
Streptococcus species Enterococcus species
SECONDARY
GRAM(-)
GRAM(+)
ANAEROBIC
Second-generation cephalosporin Third-generation cephalosporin Penicillins with anaerobic activity Quinolones with anaerobic activity Quinolone and metronidazole Aminoglycoside and
ETIOLOGIC ORGANISM
ANTIBIOTIK
CLASS
GRAM(-)
TYPE OF ORGANISM
Enterobacter species Pseudomonas species Enterococcus species Staphylococcus species Candida species Second-generation cephalosporin Third-generation cephalosporin Penicillins with anaerobic activity Quinolones with anaerobic activity Quinolone and metronidazole Aminoglycoside and metronidazole Carbapenems Triazoles or amphotericin (considered in fungal etiology) (Alter therapy based on culture results.)
GRAM(+) FUNGAL
DIAGNOSIS
S Keluhan utama peritonitis adalah rasa nyeri pada perut. Nyeri ini
awitannya dapat akut atau mendadak. Pada tahap pertama nyeri ini menyebar di seluruh perut dan bersifat tumpul.
S Lalu pada tahap selanjutnya nyeri ini akan bersifat tajam dan
terlokalisir. Tetapi bila proses infeksi tidak tertangani maka nyeri akan tetap bersifat generalisata atau dirasa menyebar di seluruh perut.
S Pada penyakit-penyakit tertentu seperti perforasi lambung,
pankreatitis akut, iskemia usus, nyeri menyebar akan terasa sejak awal.
S Keluhan anoreksia dan nausea sering menyertai keluhan nyeri perut.
Muntah sering terdapat pada pasien dengan obstruksi dan perforasi usus.
DIAGNOSIS
S Pada pemeriksaan fisik biasanya pasien datang dengan kondisi
tampak sakit ringan hingga berat, terlihat menahan sakit. Demam dapat mencapai lebih dari 380 C tetapi harus diwaspadai pasien yang datang dengan sepsis karena suhunya mungkin akan hipotermia.
S Takikardia dapat terjadi dikarenakan agen vasoaktif yang dikeluarkan
tubuh dan reaksi akibat terjadi hipovolemia yang dikarenakan anoreksia, muntah dan demam tinggi.
S Pemeriksaan rektal perlu dilakukan untuk dapat memperkirakan asal
infeksi intra abdomen, misal bila ditemukan massa di regio kanan pada pemeriksaan rektal dapat dicurigai adanya apendisitis atau bila ditemukan tanda fluktuatif di daerah anterior mungkin dapat dicurigai adanya abses di daerah kuldesak atau kavum Douglasi.
DIAGNOSIS
S Pada pasien wanita, diperlukan pemeriksaan vagina dan bimanual
untuk mengeliminir kemungkinan adanya inflamasi pelvik-endometrial seperti endometritis, salfingo-ovaritis, tubo-ovarian, atau bila pasien dalam usia reproduktif, dicurigai kemungkinan ruptur kehamilan ektopik.
PENATALAKSANAAN
S Pada prinsipnya terbagi menjadi dua, yaitu terapi umum dan khusus.
Terapi umum diantaranya adalah terapi suportif seperti : oksigenisasi jaringan, dekompresi, resusitasi cairan dan elekrolit. Terapi khusus terbagi menjadi dua yaitu terapi non bedah dan terapi bedah. Terapi non bedah
PROGNOSIS
S Prognosis dari peritonitis tergantung dari berapa lamanya proses
peritonitis sudah terjadi. Semakin lama orang dalam keadaan peritonitis akan mempunyai prognosis yang makin buruk.
S Kurang dari 24 jam : prognosisnya > 90 %
S 24 48 Jam : prognosisnya 60 % S > 48 jam : prognosisnya 20 %
peritonitis, diantaranya adalah adanya penyakit penyerta, usia, dan adanya komplikasi.
APPENDISITIS
S Apendisitis adalah suatu peradangan dari appendiks
vermiformis yang oleh masyarakat awam sering disebut sebagai radang usus buntu dan ini merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai.
S Meskipun sebagian besar pasien dengan apendisitis akut
dapat dengan mudah didiagnosis tetapi tanda dan gejalanya cukup bervariasi sehingga diagnosis secara klinis dapat menjadi sulit untuk ditegakkan, untuk itu dokter harus mempunyai pengetahuan yang baik untuk mengenal apendisitis.
seorang ahli bedah di Westminster dan St. Georges Hospitals yang mengangkat appendiks yang telah mengalami perforasi dari suatu kantong hernia dari anak laki-laki yang berusia 11 tahun.
S Sampai akhir abad ke 19 peradangan dan perforasi pada appendiks diberi
istilah typhlitis dan pertyphlitis, namun pada tahun 1886 oleh Reginald Fitz seorang professor dari Harvard University memperkenalkan istilah apendisitis dan deskripsi yang lebih akurat tentang appendicitis serta terapi pembedahannya
dini sebelum mengalami rupture, termasuk titik maksimal dari nyeri tekan abdomen dan suatu insisi dibuat pada dinding abdomen pada kasus appendiks.
S Appendicitis merupakan penyebab tersering dari nyeri abdomen yang
progresif dan menetap pada semua golongan umur. Kegagalan menegakkan diagnosa dan keterlambatan penatalaksanaannya akan menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas
akut. Obstruksi dapat disebabkan oleh fecolith, plug, benda asing, parasit, tumor atau hyperplasia jaringan limfoid
S Akibat obstruksi tersebut akan mengganggu pengeluaran secret mucus
sehingga di bagian distal dari obstruksi akan terjadi distensi dan inflamasi yang akan memperparah obstruksi tersebut
S Distensi dan inflamasi merangsang serabut saraf nyeri visceral aferen
sehingga menimbulkan ketegangan dan nyeri difus pada daerah abdomen atau dibawah epigastrium.
nyeri kram yang mendadak tumpang tindih dengan nyeri visceral akibat appendicitis.
S Distensi terus berlanjut bukan hanya karena sekresi mukosa tetapi
juga akibat multiplikasi yang cepat dari bakteri residen pada appendiks.
S Keadaan tersebut akan mengakibatkan tekanan intra lumen meningkat yang
dapat menyebabkan penekanan pembuluh darah dari appendiks sehingga dapat menyebabkan perforasi.
S Hal tersebut di atas biasanya menyebabkan reflex mual dan muntah serta
parietal pada daerah tersebut, hal ini ditandai dengan nyeri yang beralih ke daerah kuadran kanan bawah yang bila sudah terjadi perforasi nyeri akan menyebar ke seluruh perut.
INSIDENSI
S Sex rasio appendiks akut pada sebelum masa pubertas adalah 1 : 1. Pada
masa pubertas frekwensi laki-laki meningkat dengan rasio 2 : 1 pada usia 15 25 tahun. Setelah itu rasio kembali berimbang.
S Insidensi appendicitis yang akan membutuhkan tindakan appendektomi
secara signifikan menurun pada usia diatas decade ketiga dan keempat.
MANIFESTASI KLINIS
S Nyeri abdomen
LABORATORIUM
S sebagian besar pasien mengalami leukositosis berkisar antara 10.000-
20.000/mm3.
S Pada pasien yang leukositnya normal umumnya didapatkan hitung jenis
yang ekstrim pada hitung jenis, kemungkinan telah terjadi appendicitis perforasi.
S Dalam urinalisi dapat terlihat beberapa sel darah merah dan sel darah putih
pada appendiks terinflamasi yang letaknya dekat dengan ureter atau kandung kemih. Bila terdapat darah merah dan sel darah putih dalam jumlah yang ekstrim menandakan penyakit primer traktus urinarius
RADIOGRAFI
S Pemeriksaan radiologis tidak diindikasikan pada kasus appendicitis akut
yang klasik tetapi dapat berguna jika ada keraguan diagnosis atau untuk diagnosis banding atau memperlihatkan appendicitis yang mengalami komplikasi
S Foto polos abdomen memperlihatkan dilatasi caecum fluid level serta
tampak pengisian kontras pada appendiks dan tidak terdapatnya perubahan mukosa appendiks maupun daerah ileocecal, appendicitis akut dapat disingkirkan
S Pemeriksaan ultrasonografi kadang-kadang dapat membantu,
memperlihatkan pembesaran appendiks atau suatu abses. Begitu juga dengan CT Scan abdomen dapat membantu memperlihatkan suatu abses
DIAGNOSIS
Alvarado Score
Yang dinilai Gejala Nyeri beralih pada fossa illiaca kanan Anoreksia Mual/muntah Nyeri tekan fossa illiaca Nyeri lepas fossa illiaca kanan Kenaikan temperatur Lekositosis Netrofil bergeser ke kiri Skor total Skor 1 1 1 2 1 1 2 1 10
Tanda Laboratorium
S skor 1-6
S skor 5-6
: Dipertimbangkan kemungkinan diagnosis appendisitis akut, tetapi tidak membutuhkan tindakan operasi segera dan dinilai ulang
S skor 7-8
S skor 9-10
Ohman Score
Variabel Nyeri tekan kuadran kanan bawah Nyeri lepas Tidak ada kesulitan berkemih Nyeri yang menetap Hitung lekosit > 10.000/mm2 Usia <50 tahun Relokasi nyeri ke kuadran kanan bawah Ketegangan dinding abdomen Skor total Skor 4.5 2.5 2.0 2.0 1.5 1.5 1.0 1.0 16
Skor <6
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding : Gastroenteritis akut Kehamilan ektopik Divertikulosis meckel Intususepsi ISK Batu ureter Peritonitis primer Pelvic inflammatory disease (PID)
anak-anak dibandingkan dengan pada orang dewasa, karena angka kejadian ruptur lebih besar sehingga menyebabkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas. Akurasi diagnosa lebih rendah dari pada orang dewasa.
S Perjalanan penyakit terjadi lebih cepat. Ruptur dari gangrenous
appendisitis lebih sering terjadi diikuti dengan peritonitis difus dan abses intraabdomen yang jauh letaknya. Proses walling off kurang efisien karena omentum mayusnya kecil dan belum lengkap perkembangannya, juga karena interval yang pendek antara onset dengan ruptur.
lebih serius sebagaimana halnya pada anak-anak. Pada orang tua, manifestasi klinis relatif lebih ringan. Temuan pada pemeriksaan klinis seperti nyeri abdomen dan nyeri tekan juga ringan. Demam dan respon lekosit yang dianggap dapat membantu menegakkan diagnosis tidak diharapkan dan pada beberapa pasien yang tua nilainya dalam batas normal
emergency yang paling lazim, dengan insidensi berkisar 1 dalam 2000-40.000 persalinan. Appendiktomi sebagai suatu diagnosis preoperatif dikerjakan pada sekitar 1 dalam 1500 persalinan. Meningkatnya insidensi appendisitis bukan disebabkan karena kehamilan.
abdomen dan mual juga lazim pada kehamilan. Pergeseran appendiks oleh uterus yang gravid merubah lokasi komponen somatik dari nyeri abdomen dan titik maksimal nyeri menjadi lebih tinggi dan lebih lateral. Lekositosis yang mencapai hingga 15.000/mm3 pada kehamilan adalah normal. Meskipun demikian, pergeseran kekiri yang terjadi pada appendisitis dapat membedakannya.
PENATALAKSANAAN
appendisitis akut, penatalaksanaan yang tepat adalah appendiktomi. Memberikan terapi antibiotika pada appendisitis dapat mengaburkan etiologi obstruktif dari appendisitis kecuali diagnosis telah ditegakkan
PROGNOSIS
appendectomy berguna jika dijumpai keraguan dalam diagnosis (khususnya pada wanita). Hal ini oleh karena banyaknya kondisi yang menyerupai gejala appendisitis seperti kolik renal dan ureter, kolesistitis, divertikulosis meckel dan pada wanita adalah pelvic inflammatory disease, endometriosis dan ruptur kista ovarium
Kontraindikasi relatif
S Pada appendiks yang gangrenous dengan dasar yang
nekrotik sulit dilakukan dengan laparoscopi. Abses appendiks juga paling baik dengan drainase perkutaneus. Juga pada kehamilan oleh karena tertutupi uterus dan adanya kemungkinan efek deterious dari insufflasi intraperitoneum.
S Yang perlu ditekankan bahwa laparoscopic appendectomy
tidak boleh dilakukan tanpa instrumentasi yang benar dan pengalaman laparoscopic.
menurunkan lama rawat, mengurangi nyeri, infeksi luka, ileus dan waktu recovery, juga diduga dapat menurunkan infertilitas pada wanita oleh karena adhesi setelah appendectomy terbuka.
Terima Kasih