APPENDICITIS
DISUSUN OLEH
BIMA GHOVAROLIY
NIM 030.10.056
PEMBIMBING
dr. Pribadi Arif Sp.B(K)BD
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
Appendix berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial
dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi.
Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan
Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi
Caecum.1,2,3
3
Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar
di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi
apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2
4
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
Appendix dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak
penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit
imunodefisiensi lainnya.2
2.2 INSIDENSI
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak kurang
dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2
5
kasus Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta
gangrenosa dengan perforasi. 1,2,6,7)
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix normal
0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan intraluminal
sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri visceral,
mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di bawah
epigastrium. 2)
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan
tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,
muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa Appendix
dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke
RLQ. 2,6,7 )
Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan
suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah
dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah. Dengan
adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi perforasi
biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7)
6
Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB,
dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis,
khususnya pada anak-anak.6
Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul
di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah
dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului
nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan
iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri
melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis
akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi
yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut
saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix,
khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah
tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal
atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri
pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang.
Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis
difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi Appendix
7
mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala
peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi,
dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering
dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak
ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi yang terjadi
pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abscess.
Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi abdomen pada saat
pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.6
2.3.2 Bakteriologi
Flora pada Appendix yang meradang berbeda dengan flora Appendix normal. Sekitar
60% cairan aspirasi yang didapatkan dari Appendicitis didapatkan bakteri jenis anaerob,
dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi Appendix yang normal. Diduga
lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika pertahanan mukosa
terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding lumen. Flora normal
Colon memainkan peranan penting pada perubahan Appendicitis acuta ke Appendicitis
gangrenosa dan Appendicitis perforata. 1,2,7)
Appendicitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan
lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi. 2)
Flora normal pada Appendix sama dengan bakteri pada Colon normal. Flora pada
Appendix akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas gingivalis. Bakteri ini
hanya terlihat pada orang dewasa. Bakteri yang umumnya terdapat di Appendix,
Appendicitis acuta dan Appendicitis perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes
fragilis. Namun berbagai variasi dan bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria
dapat ditemukan. 1,2,7)
8
Tabel 1. Organisme yang ditemukan pada Appendicitis acuta 2)
Bakteri Aerob dan Fakultatif Bakteri Anaerob
Batang Gram (-) Batang Gram (-)
Eschericia coli Bacteroides fragilis
Pseudomonas aeruginosa Bacteroides sp.
Klebsiella sp. Fusobacterium sp.
Coccus Gr (+) Batang Gram (-)
Streptococcus anginosus Clostridium sp.
Streptococcus sp. Coccus Gram (+)
Enteococcus sp. Peptostreptococcus sp.
Kultur intraperitonal rutin yang dilakukan pada pasien Appendicitis perforata dan non
perforata masih dipertanyakan kegunaannya. Saat hasil kultur selesai, seringkali pasien
telah mengalami perbaikan. Apalagi, organisme yang dikultur dan kemampuan
laboratorium untuk mengkultur organisme anaerob secara spesifik sangat bervariasi.
Kultur peritoneal harus dilakukan pada pasien dengan keadaan imunosupresi, sebagai
akibat dari obat-obatan atau penyakit lain, dan pasien yang mengalami abscess setelah
terapi Appendicitis. Perlindungan antibiotik terbatas 24-48 jam pada kasus Appendicitis
non perforata. Pada Appendicitis perforata, antibiotik diberikan 7-10 hari secara intravena
hingga leukosit normal atau pasien tidak demam dalam 24 jam. Penggunaan irigasi
antibiotik pada drainage rongga peritoneal dan transperitoneal masih kontroversi. 2,6)
9
2.4.1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan
nyeri perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri
perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang
disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata
4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari lokasi
anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix yang
panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah tersebut,
Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal Appendix dapat
1,2,3,7,8
menyebabkan nyeri testicular.
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya
suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga >
39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai
muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh
stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah
anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
2,8
diagnosis Appendicitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen
mengarah pada diagnosis gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada beberapa
2,3,8
pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
Appendix.12,13
10
Anorexia 100
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian 50
demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24-36 jam
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya ditentukan
apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan pemeriksaan
PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu
radang akut dan bukan radang akut.11)
11
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.12
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga
Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi,
hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala
muntah, demam, dan nyeri.13
Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang
didiagnosis sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak
retrocaecal. Pada Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga
nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita Appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi Caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6
12
Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360 o mengelilingi pangkal
Caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa
12 dan spina iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri
rectal.6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik: 10
Rovsing’s sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi
peritoneum. Sering positif pada Appendicitis namun tidak spesifik.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan
dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan
musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari
peradangan Appendix. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.
13
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan
pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan
sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi
kemudian eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat
eksorotasi. Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess
lokal, iritasi M. Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia
obturatoria.
14
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri pada saat dilakukan
perkusi di RLQ, dan terdapat penurunan peristaltik di segitiga Scherren pada
auskultasi.
Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
Defence musculare
Defence musculare bersifat lokal sesuai letak Appendix.
Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abscess di cavum Douglasi
atau Appendicitis letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)
15
Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra
atau Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis
acuta dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.
2.5.2.Ultrasonografi1,2,6,7)
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis.
Appendix diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang
nonperistaltik yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix
diukur dalam diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi
ukuran anterior-posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan
ringan merupakan struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan
menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix
tidak terlihat dan tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis
Appendicitis acuta tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam
rongga abdomen harus dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia
reproduktif, organ-organ panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal
maupun endovagina agar dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin
menyebabkan nyeri akut abdomen. Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah
dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG
sama efektifnya pada anak-anak dan wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada
kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat
menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena
proses inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG
negatif palsu dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak
retrocaecal, Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila
Appendix mengalami perforasi oleh karena tekanan.
16
Gambar 3.7.Ultrasonogram pada potongan longitudinal Appendicitis 10)
17
Gambar 3.8. Gambaran CT Scan abdomen: Appendicitis perforata
dengan abscess dan kumpulan cairan di pelvis1)
18
Keuntungan Aman Lebih akurat
Relatif murah Lebih baik dalam
Dapat menyingkirkan mengidentifikasi Appendix
penyakit pelvis pada normal, phlegmon dan
wanita abscess
Lebih baik pada anak-anak
Kerugian Tergantung operator Mahal
Secara teknik tidak Radiasi ionisasi
adekuat dalam menilai gas Kontras
Nyeri
19
mesenterica adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan, satu-satunya
jalan adalah operasi segera.
2. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan
Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self
limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan
muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil
pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
3. Penyakit urogenital pada laki-laki.
Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding Appendicitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena
nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini, Vesikulitis
seminalis dapat juga menyerupai Appendicitis namun dapat dibedakan dengan adanya
pembesaran dan nyeri Vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan Rectal toucher.
4. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena Diverticulitis
Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan
memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
5. Intususseption
Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk
membedakan Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat berbeda.
Umur pasien sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun,
sedangkan Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun.
Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk
sosis dapat teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada
tanda-tanda peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian barium
enema pada pasien Appendicitis acuta sangat berbahaya.
6. Chron’s enteritis
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri RLQ, perih, dan leukositosis
sering dikelirukan sebagai Appendicitis. Selain itu, terdapat diare dan anorexia. Mual
20
dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis kepada enteritis namun tidak
menyingkirkan diagnosis Appendicitis acuta.
7. Perforasi ulkus peptikum
Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai Appendicitis jika cairan
gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan
menutup, gejala nyeri abdomen bagian atas menjadi minimal.
8. Epiploic appendagitis
Epiploic appendagitis mungkin disebabkan oleh infark Colon sekunder dari torsi
Colon. Gejala dapat minimal atau terjadi gejala abdomen yang dapat berlangsung
hingga beberapa hari. Pasien tidak tampak sakit, jarang terjadi mual dan muntah, dan
nafsu makan tidak berubah. Terdapat nyeri tekan pada daerah yang terkena. Pada
25% kasus, nyeri berlangsung terus menerus hingga epiploic appendage yang
mengalami infark dioperasi.
9. Infeksi saluran kencing
Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai
Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan
terutama pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.
10. Batu Urethra
Bila calculus tersangkut dekat Appendix dapat dikelirukan dengan Appendicitis
retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau tanpa
demam atau leukositosis mendukung adanya batu. Pyelografi dapat memperkuat
diagnosis.
11. Peritonitis Primer
Peritonitis primer jarang menyerupai Appendicitis acuta simplex namun dapat
ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang
disebabkan oleh ruptur Appendix. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi peritoneal.
Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis tersebut adalah
peritonitis primer dan terapinya adalah obat–obatan. Bila ditemukan bermacam–
macam bakteri, peritonitis tersebut adalah peritonitis sekunder.
12. Purpura Henoch–Schonlein
21
Sindrom ini biasanya terjadi 2-3 minggu setelah infeksi Streptococcus. Nyeri
abdomen merupakan gejala yang paling menonjol, namun nyeri sendi, purpura dan
nephritis juga hampir selalu ditemukan.
13. Yersiniosis
Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk adenitis
mesenterica, ileitis, colitis dan Appendicitis acuta. Umumnya infeksinya ringan dan
self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang umumnnya
sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif tidak boleh
menunda operasi, karena secara klinis Appendicitis yang disebabkan oleh Yersinia
tidak dapat dibedakan dengan Appendicitis oleh sebab lainnya. Sekitar 5% dari kasus
Appendicitis acuta disebabkan oleh infeksi Yersinia.
22
2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7)
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
23
sayatan
M.rectus abd. M.rectus abd.
ditarik ke medial
2 lapis
Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral
bawah.
Keterangan gambar:
24
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diincisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.
Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak
terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus
dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara
M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan
merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4. Peritoneum dibuka.
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar.
Peritoneum sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di
bawahnya. Secuil peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah
pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada
25
sisi di sebelah dokter bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi
sampai dia yakin bahwa hanya peritoneum yang diangkat.
Keterangan gambar:
Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem
Babcock melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium
seperti pada gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas
mesenterium di bawah ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak
diraba dan dipegang agar tidak menyebarkan kontaminasi.
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih
kuat karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila
terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).
26
7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.
27
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan
dan mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.
b. Laparoscopic Appendectomy
Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan
menggunakan laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari
Appendicitis acuta.1)
28
4. Perdarahan dari traktus digestivus: kebanyakan terjadi 24–27 jam setelah
Appendectomy, kadang–kadang setelah 10–14 hari. Sumbernya adalah echymosis
dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari
sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.
2.10 PROGNOSIS 2)
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun
1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan
penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi,
antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta
meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.
29
BAB III
KESIMPULAN
30
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Appendicitis acuta. Appendicular
infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa
(Appendiceal mass) yang lebih sering dijumpai pada pasien berumur 5 tahun atau lebih
karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup
panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya Appendicitis
acuta. Dimulai dari acute focal Appendicitis acute suppurative Appendicitis
gangrenous Appendicitis (tahap pertama dari Appendicitis yang mengalami komplikasi)
dapat terjadi 3 kemungkinan:
o perforated Appendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang
atau rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.
o terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama
kelamaan akan mengecil dan menghilang)
o Appendicitis kronis, merupakan serangan ulang Appendicitis yang telah
sembuh.
Appendicular infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya riwayat
Appendicitis acuta, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri tekan di RLQ.
Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan tumor Caecum,
limfoma maligna intra abdomen, Appendicitis tuberkulosa, amoeboma, Crohn’s disease,
dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun torsi kista ovarium.
Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif (konservatif)
yang diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian), tetapi apabila massa
tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan massa harus segera
dibuka dan dilakukan drainase.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th
edition. Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia:
Elsevier Saunders. 2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2.
8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20th 2011 From: http://www
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendicitis1x.jpg
6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222
7 Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed:
Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson
RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
8 Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery of Surgery
Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia. Lippincott Williams &
Wilkins. 2001: 1466-78
9 Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy of Family
Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved at October 20th 2018.
10. http://www.alkalizeforhealth.net/gifs/naturesplatform.gif
11. Owen TD, Williams H, Stiff G, Jenkinson LR, Rees BI. Evaluation of the Alvarado
score in acute Appendicitis. Retrieved at June 25th 2018
32