PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Cholangitis akut merupakan infeksi duktus biliere yang bervariasi tingkat
keparahannya dari ringan hingga dapat sembuh sendiri sampai berat hingga
mengancam jiwa. Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari
kolangitis, sebagai trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas
yang dikenal dengan Charcot triad. Charcot mendalilkan bahwa empedu
stagnan karena obstruksi saluran empedu yang menyebabkan perkembangan
kolangitis. Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu,
yang membawa empedu dari hepar ke kandung empedu dan usus. Bakteri yang sering
dikultur pada empedu adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus,
Enterococcus, Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang
dikultur hanya sekitar 15% kasus.
Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia Tenggara
cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada pasien berusia
lanjut yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat memperburuk
kondisi dan mempersulit terapi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Anatomi
Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang
terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan
dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada
orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL.
Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar , yang mengandung
vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati.
Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum,
dan kolum (Avunduk, 2002).
Empedu yang dihasilkan hepatosit akan dieksresikan ke dalam kanalikuli dan
selanjutnya ditampung dalam suatu saluran kecil empedu yang terletak di dalam hati
yang secara perlahan akan membentuk saluran yang lebih besar lagi. Saluran kecil ini
memiliki epitel kubis yang bisa mengembang secara bertahap bila saluran empedu
membesar.
Saluran empedu intrahepatic secara perlahan menyatu membentuk saluran
yang lebih besar yang dapat menyalurkan empedu ke delapan segmen hati. Di dalam
segmen hati kanan, gabungan cabang-cabang ini membentuk sebuah saluran di
anterior dan posterior yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus kanan.
Pada beberapa orang, duktus hepatikus kanan berada 1cm di luar hati. Duktus ini
kemudian bergabung dengan 3 segmen dari segmen hati kiri (duktus hepatikus kiri)
menjadi duktus hepatikus komunis.
Setelah penggabungan dengan duktus sistikus dari kandung empedu, duktus
hepatikus menjadi duktus koledokus. Pada beberapa keadaan, dinding duktus
koledokus menjadi besar dan lumennya melebar sampai mencapai ampula. Biasnaya
panjang duktus koledokus sekitar 7 cm dengan diameter berkisar antara 4-12 mm.
kandung empedu menerima suplai darah terbesar dari jalinan pembuluh darah cabang
arteri hepatica kanan.
Kandung empedu dapat menampung 50 ml cairan empedu dengan ukuran
panjang 8-10 cm dan terdiri dari fundus, korpus dan kolum. Lapisan mukosanya
membentuk cekungan kecil dekat dengan kolum yang disebut dengan kantong
Hartman, yang bisa menjadi tempat tertimbunnya batu empedu.
2.2
Fisiologi
Empedu berperan dalam membantu pencernaan dan absorpsi lemak, ekskresi
metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin dan logam berat. Sekresi
empedu membutuhkan aktivitas hepatosit (sumber empedu primer) dan kolangiosit
yang terletak sepanjang duktulus empedu. Epitel bilier berperan dalam menghasilkan
40% dari 600 ml produksi empedu setiap hari.
Asam-asam empedu dibentuk dari kolesteroldi dalam hepatosit, diperbanyak
pada struktur cncin hidroksilasi dan bersifat larut dalam air akibat konjugasi dengan
glisin, tarin dan sulfat. Asam empedu mempunyai kegunaan seperti deterjen dalam
mengemulsi lemak, membantu kerja enzim pancreas dan penyerapan lemak
intralumial. Konugasi garam-garam empedu selanjutnya di reabsorbsi oleh transfor
aktif spesifik dalam ileum terminalis, walaupun sekitar 20% empedu intestinal di
konjugasi oleh bakteri ileum. Empedu yang tidak di reabsorbsi akan memetabolisme
bakteri dalam kolon dan 50% akan di reabsorbsi kembali.
Kandung Empedu
Kandung empedu mempunya peranan penting dalam pencernaan lemak.
Kandung empedu menampung 50ml empedu yang dapat dibuat kembali dalam
merespons pencernaan makanan. Dalam keadaan puasa kira-kira setengah dari
empedu secara terus-menerus dialirkan ke dalam kandung empedu, maka akan terjadi
peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya proses reabsorbsi ion-ion
natrium, kalsium, klorida dan bikarbonat, diikuti oleh difua air sehingga terjadi
penurunan pH intrasistik. Kandung empedu mampu menurunkan volumenya jika diisi
empedu 80-90%.
Tabel 1. Komposisi Empedu
Komposisi Empedu
Konstituen
Asam empedu
Asam kolat
Keterangan
Berikatan dengan taurin, glisin atau sulfat
Terutama
efisien
pada
sirkulasi
enterohepatik
Asam kenodeoksilat
Asam ursodeoksilat
(jumlah kecil)
Bilirubin
Kolesterol
Trace metal
Metabolit obat
lipofilik
biasanya
berkonjugasi.
Petanda
Bilirubin
Nilai Normal
5-18 umol/I
SGOT/AST
5-40 IU/I
SGPT/ALT
5-35 IU/I
Interpretasi
Tidak
spesifik
untuk
penyakit hati, meningkat
juga pada hemolysis dan
obstruksi
bilier.
Jika
berdiri
sendiri,
pertimbangkan
hiperbilirubinemia
herediter.
Meningkat
sesuai
inflamasi atau nekrosis
hepatosit. Biasanya tidak
diperlukan
untuk
Fosfatase Alkali
30-130 IU/I
GT
5-50 IU/I
Albumin
3,5-4,5 gr/L
LDH
240-524 IU/I
mengukur
keduanya,
namun rasio AST/ALT > 2
cenderung ke penyakit
hepatitis alkoholik.
Biasanya
meningkat
bersamaan
kolestasis,
obstruksi
bilier
atau
infiltrasi
hepatik.
Fosfatase
alkali
juga
diproduksi oleh tulang,
usus dan plasenta.
Menunjukkan
fungsi
sintesis hati. Konsentrasi
dapat
menurun
pada
malabsorbsi,
protein
losing-enterohepati,
penyakit kritis (kebalikan
dari fase akut protein),
luka bakar dan sindrom
nefrotik.
Sensifitas
dan
spesifitasnya rendah pada
penyakit hati. Mungkin
meningkat pada hepatitis
iskemik. Kadarnya juga
meningkat
setelah
kerusakan tulang atau
hemolysis.
2.3
Definisi
Kolangitis akut merupakan superimpose infeksi bakteri yang terjadi pada
obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu namun dapat
pula ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.
2.4
Epidemiologi
Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang berpotensi
Etiologi
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi
Manifestasi Klinis
Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan
nyeri abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua
elemen tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan
kolangitis supuratif tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga
menunjukkan penurunan kesadaran dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Cameron, demam di temukan pada lebih dari 90 persen kasus, ikterus pada 67
persen kasus dan nyeri abdomen hanya pada 42 persen kasus.
Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi
aliran empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus,
demam dan mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia.
Biakan darah yang diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah
positif pada 40 sampai 50 persen pasien. Pada hampir semua serial Escherichia
coli dan Klebsiella pneumoniae adalah organisme tersering yang didapatkan pada
biakan
darah.
dibiakan
dari
darah
adalah
Gambaran
Warna kulit
Hemolitik
Kuning pucat
Heaptoseluler
(intrahepatic)
Oranye-kuning
muda atau tua
Warna urine
Normal (atau gelap Gelap
(bilirubin
dengan urobilin)
terkonjugasi)
Warna feses
Normal atau gelap Pucat (lebih sedikit
(lebih
banyak sterkobilin)
sterkobilin)
Pruritus
Tidak ada
Tidak menetap
Bilirubin serum Meningkat
Meningkat
indirek atau tak
terkonjugasi
Bilirubin
direk Normal
Meningkat
atau terkonjugasi
Bilirubin urine
Tidak ada
Meningkat
Urobilinogen
Meningkat
Sedikit meningkat
urine
Obstruktif
Kuning-hijau muda
atau tua
Gelap
(bilirubin
terkonjugasi)
Warna
dempul
(tidak
ada
sterkobilin)
Biasanya menetap
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Menurun
2.7
Diagnosis
Diagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
abdomen jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu
saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang
dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar
hidrops, kandung empedu kadang juga dapat terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatika.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada
duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus.
Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan
gaya gravitasi.
3. CT-Scan
CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu
kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung empedu
yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.
Gambar 3. CT scan yang menunjukkan dilatasi duktus biliaris (panah hitam) dan
dilatasi duktus pankreatikus (panah putih), dimana keduanya terisi oleh musin
4. ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang
menggunakan lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal.
Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat
menentukan penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati
penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.
Gambar.
Menunjukkan
endoscope
Cholangiopancreotography
(ERCP)
dimana
menunjukkan
5.
Skintigrafi
Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati
dan kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas dan
spesifitas sekita 90% sampai 97%. Meskipun test ini paling bagus untuk melihat
duktus empedu dan duktus sistikus, namun skintigrafi bilier tidak dapat
mengidentifikasi batu saluran empedu atau hanya dapat memberikan informasi sesuai
dengan letak anatominya. Agent yang digunakan untuk melakukan test skintigrafi
adalah derivat asam iminodiasetik dengan label
99m
Tc.
6. Kolesistografi oral
Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui
prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang
lebih jelas. Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes.
Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan di
ekskresi ke dalam empedu dan dikirim ke kandung empedu.
7. Kolangiografi
Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien dengan
kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk menentukan
patologi biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi definitif.
Jadi, kolangiografi jarang diperlukan pada awal perjalanan kolangitis dan dengan
demikian harus ditunda sampai menghilangnya sepsi. Kekecualian utama adalah
pasien yang datang dengan kolangitis supuratif, yang tidak berespon terhadap
antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi segera mungkin diperlukan untuk
menegakkan
drainase biliaris.
Kolangiografi
retrograd
endoskopik ataupun
2.8
1.
Diagnosis Banding
Kolesistitis akut
Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh
batu yang terjebak di dalam kantong Hartmann. Pada keluhan utama dari kolesistikus
akut adalah nyeri perut di kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke
belakang di daerah skapula. Biasanya ditemukan riwayat kolik dimasa lalu, yang pada
mulanya sulit dibedakan dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis, nyeri
menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan dan defans
muskuler otot dinding perut. Kadang-kadang empedu yang membesar dapat diraba.
Pada sebagian penderita, nyeri disertai mual dan muntah.
2. Pankreatitis
Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan oleh
infeksi bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang
keluar dari saluran pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah makan
kenyang atau setelah minum alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau mulai
secara perlahan. Nyeri dirasakan di daerah pertengahan epigastrium dan biasanya
menjalar menembus ke belakang. Rasa nyeri berkurang bila pasien duduk
membungkuk dan bertambah bila terlentang. Muntah tanpa mual dulu sering
dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung sudah kosong.
Gambaran klinik tergantung pada berat dan tingkat radang. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Kira-kira 90% disertai
demam, takikardia, dan leukositosis.
3. Hepatitis
Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari
hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Hepatitis B
merupakan hepatitis yang paling sering terjadi. Keluhan utamanya yaitu nyeri perut
pada kuadran kanan atas sampai di ulu hati. Kadang disertai mual, muntah dan
demam. Sekitar 90% kasus hepatitis merupakan infeksi akut. Sebagian menjadi
sembuh dan sebagian lagi menjadi hepatitis fulminan yang fatal.
2.9
Penatalaksanaan
Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah
antibiotik. Perlindungan antibiotik jelas diubah jika hasil biakan spesifik dan
kepekaan telah tersedia.
Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk
terapi kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara teoritis
antibiotik saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang bukan saja
mencakup organisme yang ditemukan dengan infeksi saluran biliaris, tetapi juga
yang dieksresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam cairan empedu.
2.10
Dekompresi Biliaris
Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akut akan
berespon terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan
tes fungsi hati kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien
tidak menunjukkan perbaikan atau malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam
pertama, dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar
kasus, dekompresi biliaris segera paling baik dilakukan secara non operatif baik
dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:
a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik
Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah
semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran empedu
dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa
nasobilier. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm,
sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita
ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu.
b. Lisis batu
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil
pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan
selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam
kandung empedu dengan metil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini
merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai dengan penyulit(7)
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah penghancuran batu
saluran empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi
dengan
pencitraan
flouroskopi
sebelum
prosedur, diperlukan
sfingterotomi
A.
Kolesistektomi Terbuka
Karl Legenbach dari Jerman telah melakukan kolesistektomi elektif yang
pertama pada tahun 1882. Lebih dari satu abad kolesistektomi terbuka dijadikan
standar untuk metode terapi pembedahan pada sistem empedu. Kolesistektomi
membutuhkan anestesi umum kemudian dilakukan irisan pada bagian anterior
dinding abdomen dengan panjang irisan 12 20 cm.
Tekhnik operasi untuk kolesistektomi terbuka
Tidak ada aturan yang kaku tentang jenis insisi yang terbaik. Insisi digaris
tengah, paramedian kanan, transversal dan insisi subkostal dapat dilakukan,
tergantung pada pilihan ahli bedah. Kriteria penting adalah pemaparan yang adekuat
untuk diseksi serta eksplorasi. Pilihannya adalah insisi subkostal kanan (Kocher)
sebagai salah satu insisi yang paling serba guna dalam diseksi kandung empedu dan
saluran empedu.
menggunakan klem yang dipasang di fundus dan kantung Hartman, peritoneum yang
menutupi segitiga Calot diinsisi dan disisihkan dengan diseksi tumpul. Arteri sistikus
diidentifikasi, diligasi ganda atau diklem ganda, dan lalu dipotong, meninggalkan
puntung sekurangnya 1 sampai 2 mm3.
Pemotongan
arteri
mempermudah
identifikasi
saluran
sistikus.
Memperhatikan anomali yang sering terjadi adalah penting pada tahapan ini.
Anomali yang cukup sering adalah masuknya saluran sistikus ke saluran hepatik
kanan, anomali lain adalah masuknya saluran hepatik asesorius kanan yang cukup
besar ke saluran sistikus. Sangat penting bahwa struktur saluran yang dipotong
sampai anatomi sistem saluran yang tepat telah diketahui. Persambungan saluran
sistikus dengan saluran empedu harus ditunjukkan secara jelas. Jika kandung empedu
mengandung batu kecil atau lumpur, saluran sistikus diikat dengan jahitan atau klem
tunggal pada tempat keluarnya dari kandung empedu, untuk mencegah batu atau
lumpur masuk ke dalam saluran empedu selama diseksi. Menegakkan anatomi pada
tahap operasi ini dilakukan dengan kolangiografi operatif.
* Kolangiografi operatif
empedu. Teknik ini adalah perawatan yang singkat dan dapat kembali beraktifitas
dengan normal. Penyulitnya adalah adanya cidera saluran empedu, perdarahan,
kebocoran empedu dan cidera akibat trokar.
Keterangan gambar :
A. Tempat trokar
B. Fundus
ditahan/dipegang
mengekspos/mengenai
kandung
dan
cephalad
empedu
proksimal
diretraksi
dan
untuk
ligamentum
Keterangan Gambar :
A. Keranjang transistik dengan menggunakan fluoroskopi
1. Keranjang digunakan sebagai tempat batu dan terbuka
2. Batu ditempatkan dikeranjang kemudian dipindahkan dari duktus
sistikus
B. Koledoskopi transistik dan pemindahan batu
C. Keranjang dilewati oleh beberapa saluran pada skopik dan batu dapat dilihat
D.
E.
F.
G.
H.
I.
dibawahnya
Batu entrapped
Pernyataan dari koledoskopik
Koledoktomi dan pemindahan batu
Insisi kecil dibuat pada duktus empedu
Duktus empedu dibersihkan batunya dengan koledoskopik
Pemasangan T. Tube dibagi kiri duktus empedu yang berhubungan dengan
dinding abdomen untuk dekompersi empedu
2.12
Komplikasi
empedu
dapat
dengan
mudah
rusak
pada
tindakan
kolesistektomi atau pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan
anatominya. Kesalahan yang sangat fatal adalah tidak mengetahui cara
melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.
E. Perdarahan
Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya
dapat mengalami trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi.
Perdarahan yang terjadi kadang susah untuk dikontrol.
F. Kolangitis asendens dan infeksi lain
Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat
pada pembedahan sistem bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk
antara duktus empedu dan usus besar bagian asendens. Refluks pada bagian
intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif sehingga terjadi stagnan
empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak adekuat.
Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem
bilier adalah abses subprenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang
mengalami demam beberapa hari setelah operasi.
Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien
yang diterapi dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah:
i. Perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus)
ii. Sepsis
2.13
Prognosis
Tergantung berbagai faktor antara lain :
A. Pengenalan dan pengobatan diri
Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik
secara dini dan diikuti dengan drainase yang tepat serta
dekompresi traktus biliaris.