Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cholangitis akut merupakan infeksi duktus biliere yang bervariasi tingkat

keparahannya dari ringan hingga dapat sembuh sendiri sampai berat hingga

mengancam jiwa. Charcot ditahun 1877 menjelaskan tentang keadaan klinis dari

kolangitis, sebagai trias, yaitu demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas

yang dikenal dengan ’’Charcot triad’’. Charcot mendalilkan bahwa ’’empedu

stagnan’’ karena obstruksi saluran empedu yang menyebabkan perkembangan

kolangitis. Obstruksi juga dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran empedu,

yang membawa empedu dari hepar ke kandung empedu dan usus. Bakteri yang sering

dikultur pada empedu adalah Eschericia Coli, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus,

Enterococcus, Clostridium perfiringens, Bacteroides fragilis. Bakteri anaerob yang

dikultur hanya sekitar 15% kasus.

Penyakit ini perlu diwaspadai karena insidensi batu empedu di Asia Tenggara

cukup tinggi, serta kecenderungan penyakit ini untuk terjadi pada pasien berusia

lanjut yang biasanya memiliki penyakit penyerta yang lain yang dapat memperburuk

kondisi dan mempersulit terapi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier


(sumber: www.pennstatehershey.adam.com)

Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang

terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan

dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada

orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL.

Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar , yang mengandung
vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati.

Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum,

dan kolum (Avunduk, 2002).

Empedu yang dihasilkan hepatosit akan dieksresikan ke dalam kanalikuli dan

selanjutnya ditampung dalam suatu saluran kecil empedu yang terletak di dalam hati

yang secara perlahan akan membentuk saluran yang lebih besar lagi. Saluran kecil ini

memiliki epitel kubis yang bisa mengembang secara bertahap bila saluran empedu

membesar.

Saluran empedu intrahepatic secara perlahan menyatu membentuk saluran

yang lebih besar yang dapat menyalurkan empedu ke delapan segmen hati. Di dalam

segmen hati kanan, gabungan cabang-cabang ini membentuk sebuah saluran di

anterior dan posterior yang kemudian bergabung membentuk duktus hepatikus kanan.

Pada beberapa orang, duktus hepatikus kanan berada ± 1cm di luar hati. Duktus ini

kemudian bergabung dengan 3 segmen dari segmen hati kiri (duktus hepatikus kiri)

menjadi duktus hepatikus komunis.

Setelah penggabungan dengan duktus sistikus dari kandung empedu, duktus

hepatikus menjadi duktus koledokus. Pada beberapa keadaan, dinding duktus

koledokus menjadi besar dan lumennya melebar sampai mencapai ampula. Biasnaya

panjang duktus koledokus sekitar 7 cm dengan diameter berkisar antara 4-12 mm.
kandung empedu menerima suplai darah terbesar dari jalinan pembuluh darah cabang

arteri hepatica kanan.

Kandung empedu dapat menampung ±50 ml cairan empedu dengan ukuran

panjang 8-10 cm dan terdiri dari fundus, korpus dan kolum. Lapisan mukosanya

membentuk cekungan kecil dekat dengan kolum yang disebut dengan kantong

Hartman, yang bisa menjadi tempat tertimbunnya batu empedu.

2.2 Fisiologi

Empedu berperan dalam membantu pencernaan dan absorpsi lemak, ekskresi

metabolit hati dan produk sisa seperti kolesterol, bilirubin dan logam berat. Sekresi

empedu membutuhkan aktivitas hepatosit (sumber empedu primer) dan kolangiosit

yang terletak sepanjang duktulus empedu. Epitel bilier berperan dalam menghasilkan

40% dari 600 ml produksi empedu setiap hari.

Asam-asam empedu dibentuk dari kolesteroldi dalam hepatosit, diperbanyak

pada struktur cncin hidroksilasi dan bersifat larut dalam air akibat konjugasi dengan

glisin, tarin dan sulfat. Asam empedu mempunyai kegunaan seperti deterjen dalam

mengemulsi lemak, membantu kerja enzim pancreas dan penyerapan lemak

intralumial. Konugasi garam-garam empedu selanjutnya di reabsorbsi oleh transfor

aktif spesifik dalam ileum terminalis, walaupun sekitar 20% empedu intestinal di

konjugasi oleh bakteri ileum. Empedu yang tidak di reabsorbsi akan memetabolisme

bakteri dalam kolon dan ± 50% akan di reabsorbsi kembali.


Bilirubin merupakan suatu pigmen kuning dengan sebuah struktur tetrapirol

yang tidak larut air berasal dari sel-sel darah yang telah hancur (75%), katabolisme

protein-protein hem lain (22%) dan inaktivasi eritropoiesis sumsum tulang (3%).

Bilirubin yang tidak terkonjugasi akan ditransport ke dalam sirkulasi sebagai sebuah

kompleks dengan albumin, walaupun sejumlah kecil dialirkan ke dalam sirkulasi

secara terpisah. Bilirubin larut lemak akan di ubah menjadi larut air oleh hati melalui

beberapa langkah yang terdiri atas fase pengambilan spesifik, konjugasi dan ekskresi.

Sebenarnya bilirubin terkonjugasi tidak direabsorbsi dari duktus biliarin atau

usus melainkan pada kolon. Kolon dapan menkonjugasi bilirubin dan mengkonversi

menjadi tetrapirol larut air yang dikenal sebagai urobilinogen. Kira-kira setengah dari

urobilinogen akan di reabsorbsi dan di sekresi oleh ginjal dan dikeluarkan bersama

feses sebagai sterkobilin.

Peranan Traktus Biliaris

Sesaat setelah empedu diekskresi oleh hepatosit, empedu tersebut akan

mengalami modifikasi pada saat melalui saluran biliaris. Modifikasi tersebut

meliputi, penarikan air melalui proses osmosis paraseluler ke dalam empedu,

pemisahan glutation menjadi asam amino yang dapat di reabsorbsi kembali (seperti

glukosa dan beberapa asam organic), dan sekresi bikarbonat dan ion-ion klorida

secara aktif ke dalam empedu oleh mekanisme yang ebrgantung pada regulator

transmembran fibrosis sistik.


Kandung Empedu

Kandung empedu mempunya peranan penting dalam pencernaan lemak.

Kandung empedu menampung ±50ml empedu yang dapat dibuat kembali dalam

merespons pencernaan makanan. Dalam keadaan puasa kira-kira setengah dari

empedu secara terus-menerus dialirkan ke dalam kandung empedu, maka akan terjadi

peningkatan konsentrasi empedu oleh karena terjadinya proses reabsorbsi ion-ion

natrium, kalsium, klorida dan bikarbonat, diikuti oleh difua air sehingga terjadi

penurunan pH intrasistik. Kandung empedu mampu menurunkan volumenya jika diisi

empedu 80-90%.

Tabel 1. Komposisi Empedu

Komposisi Empedu

Konstituen Keterangan

Asam empedu Berikatan dengan taurin, glisin atau sulfat

Asam kolat Terutama efisien pada sirkulasi

enterohepatik

Asam kenodeoksilat

Asam ursodeoksilat

(jumlah kecil) Terutama berikatan dengan glukoronid.

Bilirubin Sepertiga direabsorbsi kembali di usus.

Kolesterol Besi, mangan, zink, tembaga dan timbal.


Trace metal Cenderung mempunyai berat molekul

Metabolit obat yang lebih besar dibandingkan yang

diekresikan dalam urin.

Metabolit lipofilik biasanya berkonjugasi.

Kontrol Motilitas dan Sekresi Bilier

Kandung empedu, saluran empedu ekstrahepatik dan sfinkter Oddi merupakan

struktur yang berperan penting pada pergerakan dan pengaliran empedu. Hormon

kolesistikin (CCK) merupakan stimulus fisiolois yang paling potensial bagi kontraksi

kandung empedu disamping adanya komponen saraf otonom dan saraf parasimpatis

lainnya yang dapat menyebabkan relaksasi kandung empedu. Kadar CCK dapat

meningkat sebagai tanggapan terhadap diet asam amino rantai panjang dan

karbohidrat. Efek utama hepatobilier pada hormone sekretin adalah meningkatkan

sekresi cairan dan elektrolit oleh epitelium biliaris.

Tabel 2. Tes Fungsi Biokimia Hati

Petanda Nilai Normal Interpretasi

Bilirubin 5-18 umol/I Tidak spesifik untuk


penyakit hati, meningkat
juga pada hemolysis dan
obstruksi bilier. Jika
berdiri sendiri,
pertimbangkan
hiperbilirubinemia
herediter.
SGOT/AST 5-40 IU/I Meningkat sesuai
inflamasi atau nekrosis
SGPT/ALT 5-35 IU/I hepatosit. Biasanya tidak
diperlukan untuk
mengukur keduanya,
namun rasio AST/ALT > 2
cenderung ke penyakit
hepatitis alkoholik.
Fosfatase Alkali 30-130 IU/I Biasanya meningkat
bersamaan kolestasis,

ˠ GT 5-50 IU/I obstruksi bilier atau


infiltrasi hepatik. Fosfatase
alkali juga diproduksi oleh
tulang, usus dan plasenta.
Albumin 3,5-4,5 gr/L Menunjukkan fungsi
sintesis hati. Konsentrasi
dapat menurun pada
malabsorbsi, protein
losing-enterohepati,
penyakit kritis (kebalikan
dari fase akut protein),
luka bakar dan sindrom
nefrotik.
Sensifitas dan
LDH 240-524 IU/I spesifitasnya rendah pada
penyakit hati. Mungkin
meningkat pada hepatitis
iskemik. Kadarnya juga
meningkat setelah
kerusakan tulang atau
hemolysis.
2.3 Definisi

Kolangitis akut merupakan superimpose infeksi bakteri yang terjadi pada

obstruksi saluran bilier, terutama yang ditimbulkan oleh batu empedu namun dapat

pula ditimbulkan oleh neoplasma ataupun striktur.

2.4 Epidemiologi

Kolangitis merupakan infeksi pada duktus koledokus yang berpotensi

menyebabkan kesakitan dan kematian. Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%.

Kolangitis ini dapat ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin,

dilaporkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan tidak ada yang dominan

diantara keduanya. Berdasarkan usia dilaporkan terjadi pada usia pertengahan sekitar

50-60 tahun.

2.5 Etiologi

Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah : koledokolitiasis, obstruksi

struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Bagaimanapun berat

penyebab obstruksi, kolangitis tidak akan terjadi tanpa cairan empedu yang terinfeksi.

Kasus obstruksi akibat keganasan hanya 25-40% yang hasil kultur empedunya

positif. Koledokolitiasis menjadi penyebab tersering kolangitis.

Dalam beberapa tahun terakhir dengan semakin banyaknya pemakaian

manipulasi saluran biliaris invasif seperti kolangiografi, stent biliaris, untuk terapi
penyakit saluran biliaris telah menyebabkan pergeseran penyebab kolangitis. Selain

itu pemakaian jangka panjang stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent oleh

cairan biliaris yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis.

2.6 Manifestasi Klinis

Walaupun gambaran klasik kolangitis terdiri dari trias, demam, ikterus, dan

nyeri abdomen kuadran kanan atas yang dikenal dengan trias Charcot, namun semua

elemen tersebut hanya ditemukan pada sekitar 50 persen kasus. Pasien dengan

kolangitis supuratif tampak bukan saja dengan adanya trias charcot tapi juga

menunjukkan penurunan kesadaran dan hipotensi. Dalam penelitian yang dilakukan

oleh Cameron, demam di temukan pada lebih dari 90 persen kasus, ikterus pada 67

persen kasus dan nyeri abdomen hanya pada 42 persen kasus.

Dua hal yang diperlukan untuk terjadinya kolangitis yaitu adanya obstruksi

aliran empedu dan adanya bakteri pada duktus koledokus. Pada sebagian besar kasus,

demam dan mengigil disertai dengan kolangitis menandakan adanya bakteriemia.

Biakan darah yang diambil saat masuk ke rumah sakit untuk kolangitis akut adalah

positif pada 40 sampai 50 persen pasien. Pada hampir semua serial Escherichia

coli dan Klebsiella pneumoniae adalah organisme tersering yang didapatkan pada

biakan darah. Organisme lain yang dibiakan dari darah adalah

spesies Enterobacter, Bacteroides, dan Pseudomonas.


Dalam serial terakhir species Enterobacter dan Pseudomonas lebih sering

ditemukan, demikian juga isolat gram negatif dan spesies jamur dapat dibiak dari

empedu yang terinfeksi. Adapun organisme anaerobik yang paling sering diisolasi

adalah Bacteroides fragilis. Tetapi, anaerobik lebih jarang ditemukan pada serial

terakhir dibandingkan saat koledokolitiasis merupakan etiologi kolangitis yang

tersering.

Tabel 3. Gambaran Khas Ikterus Hemolitik, Hepatoseluler dan Obstruktif

Gambaran Hemolitik Heaptoseluler Obstruktif


(intrahepatic)
Warna kulit Kuning pucat Oranye-kuning Kuning-hijau muda
muda atau tua atau tua
Warna urine Normal (atau gelap Gelap (bilirubin Gelap (bilirubin
dengan urobilin) terkonjugasi) terkonjugasi)
Warna feses Normal atau gelap Pucat (lebih sedikit Warna dempul
(lebih banyak sterkobilin) (tidak ada
sterkobilin) sterkobilin)
Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap
Bilirubin serum Meningkat Meningkat Meningkat
indirek atau tak
terkonjugasi
Bilirubin direk Normal Meningkat Meningkat
atau terkonjugasi
Bilirubin urine Tidak ada Meningkat Meningkat
Urobilinogen Meningkat Sedikit meningkat Menurun
urine
2.7 Diagnosis

Diagnosis kolangitis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisis, dan pemeriksaan penunjang.

A. Anamnesis

Pada anamnesis penderita kolangitis dapat ditemukan adanya keluhan demam,

ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami dingin

dan demam dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning

pada kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita.

B. Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya demam, hepatomegali,

ikterus, gangguan kesadaran, sepsis, hipotensi dan takikardi.

C. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian

besar pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Leukopeni atau

trombositopenia kadang-kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi sepsis parah.

Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang. Peningkatan

bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes fungsi hati termasuk alkali

fosfatase dan transaminase serum juga meningkat yang menggambarkan proses

kolestatik.
Beberapa pemeriksaan radiologis pasien dengan kolangitis adalah:

1. Foto polos abdomen

Meskipun sering dilakukan pada evaluasi awal nyeri abdomen , foto polos

abdomen jarang memberikan diagnosis yang signifikan. Hanya sekitar 15% batu

saluran empedu yang terdiri dari kalsium tinggi dengan gambaran radioopak yang

dapat dilihat. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar

hidrops, kandung empedu kadang juga dapat terlihat sebagai massa jaringan lunak di

kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura

hepatika.

2. Ultrasonografi

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi

untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik

maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena

fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada

duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi, karena terhalang udara di dalam usus.

Dengan ultrasonografi lumpur empedu dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan

gaya gravitasi.
Gambar. 2 Menunjukkan ultrasonografi dari duktus
intrahepatik yang mengalami dilatasi

3. CT-Scan

CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu

kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung empedu

yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.

Gambar 3. CT scan yang menunjukkan dilatasi duktus biliaris (panah hitam) dan
dilatasi duktus pankreatikus (panah putih), dimana keduanya terisi oleh musin
4. ERCP

Endoskopik merupakan selang kecil yang mudah digerakkan yang

menggunakan lensa atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal.

Endoscope Retrograde Cholangiopancreotography (ERCP) dapat lebih akurat

menentukan penyebab dan letak sumbatan serta keuntungannya juga dapat mengobati

penyebab obstruksi dengan mengeluarkan batu dan melebarkan peyempitan.

Gambar. 4 Menunjukkan
endoscope
Cholangiopancreotography
(ERCP) dimana menunjukkan
duktus biliaris yang berdilatasi
pada bagian tengah dan distal
(dengan gambaran feeling defect).

5. Skintigrafi

Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati

dan kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas dan

spesifitas sekita 90% sampai 97%. Meskipun test ini paling bagus untuk melihat

duktus empedu dan duktus sistikus, namun skintigrafi bilier tidak dapat
mengidentifikasi batu saluran empedu atau hanya dapat memberikan informasi sesuai

dengan letak anatominya. Agent yang digunakan untuk melakukan test skintigrafi
99m
adalah derivat asam iminodiasetik dengan label Tc.

6. Kolesistografi oral

Metode ini dapat digunakan untuk melihat kerja dari sistem bilier melalui

prinsip kerja yang sama dengan skintigrafi tapi dapat memberikan informasi yang

lebih jelas. Pasien diberi pil kontras oral selama 12-16 jam sebelum dilakukan tes.

Kemudian kontras tadi diabsorbsi oleh usus kecil, lalu dibersihkan oleh hepar dan di

ekskresi ke dalam empedu dan dikirim ke kandung empedu.

7. Kolangiografi

Biasanya diindikasikan ada suatu saat dalam penatalaksanaan pasien dengan

kolangitis. Pada sebagian besar kasus, kolangiografi dilakukan untuk menentukan

patologi biliaris dan penyebab obstruksi saluran empedu sebelum terapi definitif.

Jadi, kolangiografi jarang diperlukan pada awal perjalanan kolangitis dan dengan

demikian harus ditunda sampai menghilangnya sepsi. Kekecualian utama adalah

pasien yang datang dengan kolangitis supuratif, yang tidak berespon terhadap

antibiotik saja. Pada kasus tersebut, kolangiografi segera mungkin diperlukan untuk

menegakkan drainase biliaris. Kolangiografi retrograd endoskopik ataupun

kolangiografi transhepatik perkutan dapat digunakan untuk menentukan anatomi atau

patologi billiaris. Tetapi, kedua teknik tersebut dapat menyebabkan kolangitis pada

sekitar 5 persen pasien. Dengan demikian perlindungan antibiotik yang tepat harus

diberikan sebelum instrumentasi pada semua kasus.


2.8 Diagnosis Banding

1. Kolesistitis akut

Hampir semua kolesistitis akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh

batu yang terjebak di dalam kantong Hartmann. Pada keluhan utama dari kolesistikus

akut adalah nyeri perut di kuadran kanan atas, yang kadang-kadang menjalar ke

belakang di daerah skapula. Biasanya ditemukan riwayat kolik dimasa lalu, yang pada

mulanya sulit dibedakan dengan nyeri kolik yang sekarang. Pada kolesistitis, nyeri

menetap dan disertai tanda rangsang peritoneal berupa nyeri tekan dan defans

muskuler otot dinding perut. Kadang-kadang empedu yang membesar dapat diraba.

Pada sebagian penderita, nyeri disertai mual dan muntah.

2. Pankreatitis

Pankreatitis adalah radang pankreas yang kebanyakan bukan disebabkan oleh

infeksi bakteri atau virus, akan tetapi akibat autodigesti oleh enzim pankreas yang

keluar dari saluran pankreas. Biasanya serangan pankreatitis timbul setelah makan

kenyang atau setelah minum alkohol. Rasa nyeri perut timbul tiba-tiba atau mulai

secara perlahan. Nyeri dirasakan di daerah pertengahan epigastrium dan biasanya

menjalar menembus ke belakang. Rasa nyeri berkurang bila pasien duduk

membungkuk dan bertambah bila terlentang. Muntah tanpa mual dulu sering

dikeluhkan dan muntah tersebut sering terjadi sewaktu lambung sudah kosong.

Gambaran klinik tergantung pada berat dan tingkat radang. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perut tegang dan sakit terutama bila ditekan. Kira-kira 90% disertai

demam, takikardia, dan leukositosis.

3. Hepatitis

Hepatitis merupakan salah satu infeksi virus pada hepar yang terdiri dari

hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D dan hepatitis E. Hepatitis B

merupakan hepatitis yang paling sering terjadi. Keluhan utamanya yaitu nyeri perut

pada kuadran kanan atas sampai di ulu hati. Kadang disertai mual, muntah dan

demam. Sekitar 90% kasus hepatitis merupakan infeksi akut. Sebagian menjadi

sembuh dan sebagian lagi menjadi hepatitis fulminan yang fatal.

2.9 Penatalaksanaan

Jika diagnosis klinis kolangitis telah dibuat, penatalaksanaan awal adalah

konservatif. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus dikoreksi dan perlindungan

antiobiok dimulai. Pasien yang sakit ringan dapat diterapi sebagai pasien rawat

dengan antibiotik oral. Dengan kolangitis supuratif dan syok septik mungkin

memerlukan terapi di unit perawatan insentif dengan monitoring invasif dan

dukungan vasopresor.

Pemilihan awal perlindungan antibiotika empiris harus mencerminkan

bakteriologi yang diduga. Secara historis, kombinasi aminoglikosida dan penicillin

telah dianjurkan. Kombinasi ini adalah pilihan yang sangat baik untuk melawan basil

gram negatif yang sering ditemukan dan memberikan antivitas sinergistik melawan

enterokokus. Penambahan metronidazole atau clindamycin memberikan perlindungan

antibakterial terhadap anaerob bakteroides fragilis, jadi melengkapi perlindungan


antibiotik. Perlindungan antibiotik jelas diubah jika hasil biakan spesifik dan

kepekaan telah tersedia.

Satu faktor yang seringkali dipertimbangkan dalam pemilihan antibiotik untuk

terapi kolangitis adalah konsentrasi obat yang terdapat dalam empedu. Secara teoritis

antibiotik saluran biliaris yang ideal harus merupakan antibiotik yang bukan saja

mencakup organisme yang ditemukan dengan infeksi saluran biliaris, tetapi juga

yang dieksresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam cairan empedu.

2.10 Dekompresi Biliaris

Sebagian besar pasien (sekitar 70 persen) dengan kolangitis akut akan

berespon terhadap terapi antibiotik saja. Pada kasus tersebut demam menghilang dan

tes fungsi hati kembali ke normal seringkali dalam 24 sampai 48 jam. Jika pasien

tidak menunjukkan perbaikan atau malahan memburuk dalam 12 sampai 24 jam

pertama, dekompresi biliaris darurat harus dipertimbangkan. Pada sebagian besar

kasus, dekompresi biliaris segera paling baik dilakukan secara non operatif baik

dengan jalur endoskopik maupun perkutan. Yaitu:

a. Penanggulangan sfingterotomi endoskopik

Apabila setelah tindakan di atas keadaan umum tidak membaik atau malah

semakin buruk, dapat dilakukan sfingterotomi endoskopik, untuk pengaliran empedu

dan nanah serta membersihkan duktus koledokus dari batu. Kadang dipasang pipa

nasobilier. Apabila batu duktus koledokus besar, yaitu berdiameter lebih dari 2 cm,
sfingterotomi endoskopik mungkin tidak dapat mengeluarkan batu ini. Pada penderita

ini mungkin dianjurkan litotripsi terlebih dahulu.

b. Lisis batu

Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil

pada batu kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan

selama satu sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan kedalam

kandung empedu dengan metil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini

merupakan terapi invasif walaupun kerap disertai dengan penyulit(7)

ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah penghancuran batu

saluran empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi

dengan pencitraan flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan sfingterotomi

endoskopik dan pemasangan kateter nasobiliaris untuk memasukkan material kontras.

Terapi dilanjutkan sampai terjadi penghancuran yang adekuat atau telah diberikan

pelepasan jumlah gelombang kejut yang maksimum.

c. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)

Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai

salah satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi

ikterus berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien

dengan pipa T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar

untuk membantu mengambil batu intrahepatik.

2.11 Adapun Pembedahan-Pembedahan Yang Dilakukan :


A. Kolesistektomi Terbuka
Karl Legenbach dari Jerman telah melakukan kolesistektomi elektif yang

pertama pada tahun 1882. Lebih dari satu abad kolesistektomi terbuka dijadikan

standar untuk metode terapi pembedahan pada sistem empedu. Kolesistektomi

membutuhkan anestesi umum kemudian dilakukan irisan pada bagian anterior

dinding abdomen dengan panjang irisan 12 – 20 cm.

Tekhnik operasi untuk kolesistektomi terbuka

Tidak ada aturan yang kaku tentang jenis insisi yang terbaik. Insisi digaris

tengah, paramedian kanan, transversal dan insisi subkostal dapat dilakukan,

tergantung pada pilihan ahli bedah. Kriteria penting adalah pemaparan yang adekuat

untuk diseksi serta eksplorasi. Pilihannya adalah insisi subkostal kanan (Kocher)

sebagai salah satu insisi yang paling serba guna dalam diseksi kandung empedu dan

saluran empedu.

Gambar insisi untuk pembedahan sistem bilier


Terdapat sedikit perbedaan pendapat tentang pengangkatan kandung empedu

secara antegrad (diseksi dimulai di fundus) atau retrograd (diseksi dimulai di porta).

Jika anatomi porta tidak dikaburkan oleh peradangan yang parah, maka pilihannya

adalah memulai diseksi pada porta. Dengan traksi pada kandung empedu
menggunakan klem yang dipasang di fundus dan kantung Hartman, peritoneum yang

menutupi segitiga Calot diinsisi dan disisihkan dengan diseksi tumpul. Arteri sistikus

diidentifikasi, diligasi ganda atau diklem ganda, dan lalu dipotong, meninggalkan

puntung sekurangnya 1 sampai 2 mm3.

Gambar langkah-langkah teknik kolesistektomi


Pemotongan arteri mempermudah identifikasi saluran sistikus.

Memperhatikan anomali yang sering terjadi adalah penting pada tahapan ini.

Anomali yang cukup sering adalah masuknya saluran sistikus ke saluran hepatik

kanan, anomali lain adalah masuknya saluran hepatik asesorius kanan yang cukup

besar ke saluran sistikus. Sangat penting bahwa struktur saluran yang dipotong

sampai anatomi sistem saluran yang tepat telah diketahui. Persambungan saluran

sistikus dengan saluran empedu harus ditunjukkan secara jelas. Jika kandung empedu

mengandung batu kecil atau lumpur, saluran sistikus diikat dengan jahitan atau klem

tunggal pada tempat keluarnya dari kandung empedu, untuk mencegah batu atau

lumpur masuk ke dalam saluran empedu selama diseksi. Menegakkan anatomi pada

tahap operasi ini dilakukan dengan kolangiografi operatif.

* Kolangiografi operatif
Kolangiografi operatif dilakukan secara rutin karena dua alasan. Pertama,

untuk mendapatkan peta anatomik di daerah yang sering mengalami anomali. Kedua

yang sama pentingnya adalah untuk menyingkirkan batu saluran empedu yang tidak

dicurigai, dengan insidensi setinggi 5 sampai 10 persen.

Kolangiografi dilakukan dengan menggunakan salah satu dari sekian banyak

kanula kolangiografik yang dapat digunakan (Berci, Lehman, Colangiocath, dll).

Pilihannya adalah kolesistektomi terbuka adalah kanula Berci bersudut untuk

mempermudah insersi dan fiksasi. Insisi dibuat disaluran sistikus pada titik yang

aman setelah persambungan sistikus dan saluran empedu (biasanya sekurangnya 2,0

cm). Insisi harus cukup besar untuk memasukkan kanula atau kateter, yang dapat

diinsersikan jika empedu terlihat mengalir dari lumen. Kanula lalu dipertahankan di

tempatnya dengan hemoklip medium atau klem khusus. Material kontras untuk

kolangiografi adalah hypaque 25 persen. Sistem operasi yang paling disukai untuk

kolangiografi, menggunakan fluorokolangiografi dengan penguatan citra (image

intensifier) serta monitor televisi . Ini memungkinkan pengisian saluran empedu

secara lambat dan pemaparan multiple sistem saluran saat sedang diisi.

* Laparoskopi Kolesistektomi

Kolesistektomi laparoskopi adalah cara yang invasif untuk mengangkat batu

empedu dengan menggunakan teknik laparoskopi. Prosedur menjadi populer pada

tahun 1988 dan telah berkembang dengan cepat. Indikasi untuk operasi adalah batu

empedu, polip simtomatik dan penyulit akibat batu. Kontraindikasinya adalah sepsis

abdomen, gangguan pendarahan, kehamilan dan tidak mampu melihat saluran


empedu. Teknik ini adalah perawatan yang singkat dan dapat kembali beraktifitas

dengan normal. Penyulitnya adalah adanya cidera saluran empedu, perdarahan,

kebocoran empedu dan cidera akibat trokar.

Gambar 5 Lokasi kanula untuk kolesistektomi laparoskopi.

Gambar 6. Lokasi kanula dan susunan awal untuk kolesistektomi laparoskopi


Gambar 7 . Kolesistektomi Laparoskopik

Keterangan gambar :

A. Tempat trokar

B. Fundus ditahan/dipegang dan cephalad diretraksi untuk

mengekspos/mengenai kandung empedu proksimal dan ligamentum

hepotoduadenale. Selain itu bagian posterolateral infundibulum di retraksi

untuk dapat mengenai segitiga Calot

C. Segi tiga Calot dibuka dan leher kandungan empedu dan bagian duktus

sistikus di diseksi. Klip dipindahkan pada hubungan antara duktus sistikus

dengan kandungan empedu

D. Pembukaan kecil dibuat didalam duktus sistikus dan kateter kolangiogram di

insersi

E. Duktus sistikus dan arteri sistikus dibagi


F. Gambar intraoperatif yang menunjukkan bagian lateral infundibulum

kandungan empedu, nampak segitiga Calot yang sudah didiseksi begitu juga

dengan arteri sistikus

* Eksplorasi koledokus; laparoskopi eksplorasi duktus empedu

Umumnya, batu duktus empedu dideteksi intraoperatif dengan kolangiografi

intraoperatif atau ultrasonografi dan dilakukan dengan cara laparoskopi eksplorasi

koledokus yang merupakan bagian dari tekhnik kolesistetomi laparoskopi. Pasien

dengan batu duktus empedu dideteksi sebelum operasi, biasanya dengan klirens

endoskopik. Namun, kurang berhasil sehingga batu di duktus harus dilakukan dengan

kolesistektomi.

Jika batu pada duktus empedu kecil, mungkin dapat dibilas ke dalam

duodenum dengan mengalirkan saline melalui kateter kolangiografi setelah sfingter

Oddi direlaksasikan dengan glukagon. Jika irigasi (pengaliran) tidak berhasil, dapat

dilakukan pemasangan kateter balon melalui duktus sistikus dan turun ke duktus

empedu.
Gambar 8 laparoskopi eksplorasi duktus empedu. Laparoskopi eksplorasi koledokus.

Keterangan Gambar :

A. Keranjang transistik dengan menggunakan fluoroskopi


1. Keranjang digunakan sebagai tempat batu dan terbuka

2. Batu ditempatkan dikeranjang kemudian dipindahkan dari duktus

sistikus

B. Koledoskopi transistik dan pemindahan batu

C. Keranjang dilewati oleh beberapa saluran pada skopik dan batu dapat dilihat

dibawahnya

D. Batu entrapped

E. Pernyataan dari koledoskopik

F. Koledoktomi dan pemindahan batu

G. Insisi kecil dibuat pada duktus empedu

H. Duktus empedu dibersihkan batunya dengan koledoskopik

I. Pemasangan T. Tube dibagi kiri duktus empedu yang berhubungan dengan

dinding abdomen untuk dekompersi empedu

2.12 Komplikasi

Beberapa komplikasi dari penyakit kolangitis terutama yang derajat tinggi

(kolangitis supuratif) adalah sebagai berikut:

A. Abses hati piogenik

Abses hati piogenik merupakan 75% dari semua abses hati. Abses ini

pada anak dan dewasa muda terjadi akibat komplikasi apendisitis, dan pada

orang tua sebagai komplikasi penyakit saluran empedu seperti kolangitis.

Infeksi pada saluran empedu intrahepatik menyebabkan kolangitis yang

menimbulkan kolangiolitis dengan akibat abses multiple.


B. Bakteremia, sepsis bakteri gram negatif

Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah (25-40%).

Komplikasi bakteremia pada kolangitis dapat terjadi oleh karena etiologi

utama penyebab terjadinya kolangitis adalah infeksi bakteri. Demam

merupakan keluhan utama sekitar 10-15%.

C. Peritonitis sistem bilier

Kebocoran empedu dalam ruang peritoneal menyebabkan iritasi dan

peritonitis. Jika empedu terkena infeksi, maka akan menyebabkan peritonitis

dan sepsis yang mempunyai resiko tinggi yang sangat fatal.

D. Kerusakan duktus empedu

Duktus empedu dapat dengan mudah rusak pada tindakan

kolesistektomi atau pada eksplorasi duktus empedu yang tidak sesuai dengan

anatominya. Kesalahan yang sangat fatal adalah tidak mengetahui cara

melakukan transeksi atau ligasi pada duktus.

E. Perdarahan

Arteri hepatik dan arteri sistikus serta vaskularisasi hepar lainnya

dapat mengalami trauma dan perdarahan pada saat melakukan operasi.

Perdarahan yang terjadi kadang susah untuk dikontrol.

F. Kolangitis asendens dan infeksi lain

Kolangitis asendens adalah komplikasi yang terjadinya lambat

pada pembedahan sistem bilier yang merupakan anastomosis yang dibentuk

antara duktus empedu dan usus besar bagian asendens. Refluks pada bagian
intestinal dapat berlanjut menjadi infeksi aktif sehingga terjadi stagnan

empedu pada sistem duktus yang menyebabkan drainase tidak adekuat.

Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem

bilier adalah abses subprenikus. Hal ini harus dijaga pada pasien yang

mengalami demam beberapa hari setelah operasi.

Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien

yang diterapi dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah:

i. Perdarahan (intra-abdomen atau perkutaneus)

ii. Sepsis

2.13 Prognosis

Tergantung berbagai faktor antara lain :

A. Pengenalan dan pengobatan diri

Pada kasus kolangitis dibutuhkan pengobatan antibiotik

secara dini dan diikuti dengan drainase yang tepat serta

dekompresi traktus biliaris.

B. Respon terhadap terapi

Semakin baik respon penderita kolangitis terhadap terapi

yang diberikan (misalnya antibiotik) maka prognosisnya akan

semakin baik. Namun sebaliknya, respon yang jelek akan

memperberat penyakit tersebut.

C. Kondisi Kesehatan Penderita


Sistem pertahanan tubuh penderita merupakan salah satu

faktor yang menentukan prognosis penyakit ini. Biasanya

penderita yang baru pertama kali mengalaminya dan berespon

baik terhadap terapi yang diberikan, prognosisnya akan baik.

Anda mungkin juga menyukai