Anda di halaman 1dari 20

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Saluran Empedu


2.1.1. Embriologi
Cikal bakal saluran empedu dan hati adalah sebuah penonjolan sebesar tiga
milimeter di daerah ventral usus depan. Bagian kranial tumbuh menjadi hati,
bagian kaudal menjadi pankreas, sedangkan bagian sisanya menjadi kandung
empedu. Dari tonjolan berongga yang bagian padatnya kelak jadi sel hati, di
antara sel hati tersebut tumbuh saluran empedu yang bercabang-cabang seperti
pohon.1
2.1.2. Anatomi
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah alpukat dengan
panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 mL empedu. Bagian fundus umumnya
menonjol sedikit ke luar tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot
rektus abdominis. Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam
jaringan hati. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi
infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan
peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh
batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann). 1
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm drengan diameternya 2-3 mm. Dinding
lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang
memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu, tetapi
menahan aliran keluarnya. 1
Saluran

empedu

ekstrahepatik

terletak

di

dalam

ligamentum

hepatoduodenale yang batas atasnya portahepatis, sedangkan batas bawahnya


distal papila Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal dari
saluran paling kecil, yang disebut kanalikulus empedu, yang meneruskan curahan
sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan selanjutnya ke
duktus hepatikus di hilus. 2

Gambar 2.1 Anatomi empedu

Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara
duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum, menembus
jaringan pankreas dan dinding duodenum, membentuk papila Vater yang terletak
di sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot
sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum. Duktus
pankreatikus umumnya bermuara di tempat yang sama dengan duktus koledokus
di dalam papila Vater, tetapi dapat juga terpisah (lihat Gambar 2.2). 2

Gambar 2.2 variasi billiary-pancreatic duct junction dalam perlekatannya ke duodenum

Sering ditemukan variasi anatomi kandung empedu, saluran empedu, dan


pembuluh arteri yang mendarahi kandung empedu dan hati. Variasi yang kadang
ditemukan dalam bentuk luas ini perlu diperhatikan oleh para ahli bedah untuk
menghindari komplikasi pembedahan, seperti perdarahan atau cedera pada duktus
hepatikus atau duktus koledokus. 1
2.1.3. Fisiologi
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 mL per hari. Di
luar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu,
dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50%. 1
Pengaliran cairan empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu
oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam
keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung
empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan

empedu mengalir ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti


disemprotkan karena secara intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi
daripada tahanan sfingter.1
Kolesistokinin (CCK), hormon sel APUD dari mukosa usus halus,
dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam
lumen usus. Hormon ini merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi
kandung empedu. Dengan demikian, CCK berperan besar terhadap terjadinya
kontraksi kandung empedu setelah makan. 1
2.1.4. Biokimia
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan
berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi oleh mekanisme
umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau
diperlukan.1
2.2.

Metabolisme Bilirubin
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang

berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih


relevan, walaupun diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam
tahapan metabolisme bilirubin. Pembagian yang baru menambahkan 2 fase lagi
sehingga tahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase 1).
Pembentukan bilirubin, 2). Transpor plasma, 3). Liver uptake, 4). Konjugasi, dan
5). Ekskresi bilier. 3
2.2.1. Fase Prahepatik
Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar
4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan
sel darah merah yang matang. Sedangkan sesanya 20-30% (early labelled
bilirubin) datang dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam sumsum
tulang dan hati. Sebagian dari protein hem dipecah menjadi besi dan produk
antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain,
6

biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi


terutama

dalam

sel

sisterm

retikuloendotelial

(mononuklir

fagositosis).

Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan


pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada
beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis
kurang penting.3
Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak
terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak
dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni.
Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan
seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin.
3

2.2.2

Fase Intrahepatik
Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati

secara rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum
jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat,
namun tidak termasuk pengambilan albumin. 3
Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami
konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida atau
bilirubin konjugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim
mikrosomal glukuronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut air. Dalam
beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin monoglukuronida,
dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan dalam saluran empedu
melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap fisiologik.
Bilirubin konjugasi lainnya selain diglukuronid juga terbentuk namun
kegunaannya tidak jelas. 3
2.2.3. Fase Pascahepatik
Ekskresi Bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus
bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dalam mempengaruhi
proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri mendekonjugasi dan
7

mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar


ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan
kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai
urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin
unkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap yang khas pada
gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonjugasi
bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak
terkonjugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta.
Dalam sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan
gula melalui enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair. 3
2.3. Obstruksi Jaundice
2.3.1. Definisi
Jaundice atau Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau
jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh
bilirubin yang meningkat kosentrasinya dalam sirkulasi darah (Fauci et al, 2008).
Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat
dari metabolisme sel darah merah. Kata jaundice (ikterus) berasal dari kata
perancis jaune yang berarti kuning. Jaundice dapat dilihat di sclera, frenulum
lidah, atau kulit. Level bilirubin serum lebih dari 2,5 mg/dl akan menimbulkan
jaundice di sklera dan level bilirubin serm lebih dari 5 mg/dl akan menimbulkan
kutaneus jaundice. 3
Jaundice

dapat

dikategorikan

menjadi

prehepatik,

hepatic,

atau

posthepatik, tergantung dari peyakit yang mendasarinya. Hemolysis merupakan


penyebab tersering pada jaundice prehepatik, penyebab lainnya gilbert disease
dan criggler najjar syndrome. 4
Jaundice hepatic (parenkimal) dapat diklasifikasikan menjadi tipe
hepatoselular dan tipe kolestatik. Tipe kolastatik secara klinis dan biokimia
seringklai sulit dibedakan dengan jaundice yang disebabkan karena sumbatan di
saluran empedu. 4
Ekstrahepatik jaundice (obstructive jaundice) adalah jaundice yang
disebabkan oleh gangguan alitran empedu antara hepar dan duodenum yang

terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran empedu ekstra hepatica.
Obstruksi jaundice disebut juga ikterus kolestasis dimana terjdai statsis sebagian
atau seluruh cairan empedu dan bolirubun ke dalam duodenum. Obstruksi
jaundice bukan merupakan suatu diagnosis definitif, melainkan evaluasi awal
untuk menentukan penyebab dari kolestasis untuk menghindari perubahan
patologi yang terjadi apabila obstruksi tidak segera ditangani. 4
2.3.2. Etiologi
Berbagai maca penyait dapat menyebabkan obstruksi jaundice, yang
paling sering terjadi yaitu 5:
- Koledokolitiasis
- Cholangiocarcinoma
- Ca ampullary
- Ca pancreas
- Striktur bilier
2.3.3. Patofisiologi
Kolestasis intrahepatik. Istilah kolestasis lebih disukai untuk pengertian
obstruktif jaundice sebab obstruksi yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada.
Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati
(kanalikulus), sampai ampula Vater. Untuk kepentingan klinis, membedakan
penyebab sumbatan intrahepatik atau ekstrahepatik sangat penting. Penyebab
paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit
hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun. Penyebab yang kurang sering
adalah sirosis hati bilier primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatik
dan penyakit-penyakit lain yang jarang. 3
Virus hepatitis, alkohol, keracunan obat (drug induced hepatitis), dan
kelainan autoimun merupakan penyebab yang tersering. Peradangan intrahepatik
mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebab jaundice. Hepatitis A
merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya jaundice
yang timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan
jaundice pada tahap awal (akut), tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan
mengakibatkan gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati.
Tidak jarang penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga kadangkadang didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut. 3

Alkohol bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan


sekresinya, dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus
menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis dengan
berbagai tingkat jaundice. Perlemakan hati merupakan penemuan yang sering,
biasanya dengan manifestasi yang ringan tanpa disertai jaundice, tetapi kadangkadang bisa menjurus ke sirosis. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi
gejala jaundice sering timbul akut, dengan keluhan dan gejala yang lebih berat.
Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase yang tinggi. 3
Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya
sering mengenai kelompok muda terutama perempuan. Data terkhir menyebutkan
juga kelompok yang lebih tua bisa dikenai. Dua penyakit autoimun yang
berperngaruh pada sistem bilier tanpa terlalu menyebabkan reaksi hepatitis adalah
sirosis bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan
penyakit hati bersifat progresif dan terutama mengenai perempuan paruh baya.
Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang sering merupakan
penemuan awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang timbul kemudian. 3
Kolangitis

sklerosis

primer

(Primary

sclerosing

cholangitis/PSG)

merupakan penyakit kolestatik lain, lebih sering dijumpai pada laki-laki, dan
sekitar 70% menderita penyakit peradangan usus. PSG bisa menjurus ke
kolangiokarsinoma. Banyak obat mempunyai efek dalam kejadian ikterus
kolestatik, seperti asetaminofen, penisilin, obat kontrasepsi oral, klorpromazin
(Torazin) dan steroid estrogenik atau anabolik. 3

10

Gambar 2.3 tipe jaundice

Kolestasis ekstrahepatik. Penyebab paling sering pada kolestasis


ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab
lainnya yang relatif lebih jarang adalah struktur jinak (operasi terdahulu) pada
duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst
pankreas dan kolangitis sklerosing. Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi
empedu. Mekanismenya sangat kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis
empedu. 3
Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang
terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan
kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin
menghasilkan campuran hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi
masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bisa
mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi
selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun
sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga patogenesis gatal masih belum
bisa diketaui dengan pasti. 3
Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak dan vitamin K,
gangguan

ekskresi

garam

empedu

dapat

berakibat

steatorrhea

dan

hipoprotrombinemia. Pada keadaan kolestasis yang berlangsung lama (primary

11

biliary cirrhosis), gangguan penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang
larut lemak dapat terjadi dan dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia.
Retensi kolesterol dan fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis
kolesterol di hati dan esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan;
konsentrasi trigliserida tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah sebagai
lipoprotein densitas rendah yang unik dan abnormal yang disebut sebagai
lipoprotein X. 3
2.3.4. Gambaran klinis
- Anamnesis
Mata, badan menjadi kuning, kencing berwarna pekat seperti air teh, badan
terasa gatal (pruritus), disertai atau tanpa kenaikan suhu badan, disertai atau tanpa
kolik di perut kanan atas. Feses berwarna keputih-putihan seperti dempul.
Tergantung kausa obstruksi jaundice yaitu :
a. Bila kausa oleh karena batu, penderita mengalami kolik hebat. Keluhan
nyeri perut di kanan atas dan menusuk ke belakang. Penderita tampak
gelisah dan kemudian ada jaundice disetai pruritus. Riwayat jaundice
biasanya berulang. Riwayat mual ada, perut kembung, gangguan nafsu
makan disertai diare. Warna feses seperi dempul dan urine pekat seperti air
teh.
b. Bila kausa oleh karena tumor, gejalanya antara lain: penderita mengalami
jaundice progresif, biasanya penderita berusia diatas 40 tahun. Terjadi
penurunan berat badan, kaheksia berat, anoreksia dan anemis, memberi
kesan adanya proses keganansan. 4
-

Pemeriksaan Fisik
Jaundice pada sklera atau kulit, terdapat bekas garukan di badan. Bila

obstruksi karena batu, penderita tampak gelisah, demam timbul bila terdapat
kolangitis, nyeri tekan perut kanan atas, kadang disertai defans muskular dan
murphy sign positif, hepatomegali disertai atau tanpa disertai terabanya kandung
empedu. 4

12

Bila obstruksi jaundice karena tumor, maka tidak ada rasa nyeri tekan. Ditemukan
courvoisier sign positif, occult blood (biasanya ditemukan pada karsinoma
ampula dan karsinoma pankeras). 4
-

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan biokimia dan darah terdapat kenaikan jumlah bilirubin

terkonjugasi dalam serum. Kadar GGT (Gamma Glutamyl Transpeptidase) juga


meningkat pada pasien kolestasis. Pada umumnya, pasien dengan batu empedu
memiliki kadar bilirubin yang lebih rendah daripada obstruksi jaundice akibat
keganasan. Kadar bilirubin biasanya kurang dari 20mg/dl. Kadar alkalin fosfatase
dapat meningkat lebih dari 10x nilai normal. Kadar transaminase meningkat
apabila timbul penyulit pada parenkim hati seperti sirosis hepatik bilier, dan akan
menurun drastis saat obstruksi dihilangkan. Kenaikan sel darah putih dapat
ditemukan pada pasien kolangitis. Pada pasien Ca pankreas dan obstruksi
keganasan lainnya, kadar bilirubin dalam serum bisa antara 35-40 mg/dl, disertai
juga dengan kenaikan alkalin fosfatase, namun dengan kadar transaminase dalam
batas normal atau sedikit meningkat. Selain itu pada Ca pancreas, Ca ampula, dan
kolangiokarsinoma ditemukan kenaikan tumor marker seperti CA 19-9, CEA, dan
CA-125, namun keniakan tersebut tidak spesifik karena dijumpai pula pada tumor
hepatobilliary tree. 4
-

Pemeriksaan Penunjang
Tujuan dari pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Untuk mengkonfirmasi adanya obstruksi ekstrahepatik dan membedakannya
dari penyebab jaundice hepatik.
2. Untuk mengetahui letak obstruksi.
3. Untuk menentukan penyebab definitif dari obstruksi .
4. Untuk menyediakan informasi tambahan terhadap diagnosis definitif (Sebagai
contoh, gamabaran x ray plain abdomen menunjukkan batu empedu kalsium,
porcelain kanting empedu, atuau udara). 5
Pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan yaitu :
1. Pemeriksaan USG

13

Pemeriksaan USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi.


Keakuratan pemeriksaan USG mencapai 95 % tergantung pada operator yang
mengoperasikan. Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan USG adalah2:
-

Besar, Bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung


empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2-3 x 6 cm, degan

ketebalan sekitar 3 mm .
Saluran empedu yang normal, mempunyai diameter 3 mm. bila diameter
saluran empedu lebih dari 5 mm berarti ada dilatasi. Bila ditemukan dilatasi
duktus koledokus dan saluran empedu intra hepatal disertai pembesaran
kandung empedu menunjukkan obstruksi jaundice ekstra hepatal bagian
distal. Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran saluran empedu intra
hepatal saja tanpa disertai pembesaran kantong empedu menunjukkan
obstruksi jaundice ekstra hepatal bagian proksimal, artinya kelainan tersebut
dibagain distal duktus sistikus.5

Gambar 2.4 USG dari duktus koledokus atau common bile duct (CBD) yang
mengalami dilatasi.

Ada tidaknya masa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi
disertai bayangan akustik (accoustic shadow), dan ikut bergerak pada peruaan
posisi, hal ini menunjukkan batu empedu. Pada tumor akan terlihat masa
padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan heterogen.

14

Gambar 2.5 USG batu empedu dalam kandung empedu, dengan gambaran accoustic
shadow

Bila tidak ditemukan tnanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti


menunjukkan adanya obstruksi jaundice intra hepatal.

2. Pemeriksaan CTscan

Gambar 2.6 CT-Scan pembesaran kandung empedu

Pemeriksaan CT-scan memberikan visualisasi yang lebih bagus dari hati,


kandung empedu, batu kandung empedu, pankreas, ginjal, dan rongga
retroperitoneum. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara obstruksi intrahepatik
dan ekstrahepatik dengan keakuratan mencapai 95%. Namun, CT-scan tidak dapat
mendeteksi obstruksi inkomplit disebabkan oleh batu kecil, tumor, atau striktur. 2

3. ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography )


Merupakan sebuah pemeriksaan invasif menggunakan endoskopi dan
fluorokopi untuk menginjeksi kontras melalui ampulla dan menggambarkan
15

billiary tree. ERCP dapat digunakan sekaligus sebagai alat diagnosis (mengambil
sampel jaringan) dan dekompresi (apabila terdapat obstruksi). 2
Pemeriksaan ERCP dilakukan untuk menentukan penyebab dan letak
sumbatan antara lain2 :
-

Koledokolitiasis, akan terlihat defek pengisian (filling defect) dengan batas

tegas pada duktus koledokus disertai dilatasi saluran empedu.


Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan di luar saluran empedu
(ekstra duktal) yang menekan misalnya oleh kelainan jinak atau ganas.
Striktur atau stenosis umumnya disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan
lama , infeksi kronis, iritasi oleh parasit, iritasi oleh batu maupun trauma
operasi. Contoh yang ekstrim pada kolangitis oriental atau kolangitis piogenik
rekuren dimana pada saluran-saluran empedu intra hepatic dan ekstra hepatic
ada bagian-bagian yang striktur dan ada bagian-bagian yang dilatasi atau
ekstasia akibat obstruksi kronis disertai timbulnya batu, batu empedu akibat
kolestasis dan infeksi bakteri. Striktur akibat keganasan saluran empedu
seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma bersifat progresif sampai
menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra duktal akan terlihat
gambaran

kompresi

duktus

koledokus

yang

berbentuk

simetris.

Tumor ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus yang


-

berbentuk ireguler.
Tumor ganas intra duktal akan terlihat penyumbatan lengkap berbentuk
ireguler dan dan menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal.
Gambaran semacam ini akan tampak lebih jelas pada PTC, sedangkan pada

ERCP akan tampak penyempitan saluran empedu sebelah distal tumor.


Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas. Pada daerah

obstruksi tampak dinding yang ireguler.


Pada obstruksi jaundice ekstra hepatal dimana dari hasil ERCP sudah dapat
memastikan penyebab obstruksi dimana bila :
o Penyebabnya adalah batu (koledokolitiasis)

sebaiknya

dilakukan

papilotomi untuk mengeluarkan batunya.


o Penyebabya adalah tumor, perlu dilakukan tindakan pembedahan.
Bila pada pemeriksaan USG tidak ditemukan dilatasi saluran empedu dan

16

hasil pemeriksaan ERCP tidak menunjang kelainan ekstra hepatal maka ini
merupakan obstruksi jaundice intra hepatal.
4. PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography)
Pemeriksaan ini hampir sama dengan ERCP, PTC menyediakan gambaran
langsung tentang letak obstruksi. Namun, pemeriksaan ini bersifat invasif dan
dapat menyebabkan penyulit seperti cholangitis, biliary leakage, pankreatitis, dan
perdarahan. Pemeriksaan ini berguna untuk membedakan sumbatan intra atau
ekstrahepatal. 2
Tujuan pemeriksaan PTC ini untuk melihat saluran bilier serta untuk
menentukan letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh
gambaran saluran empedu di proksimal sumbatan. 2
Bila kolestasis karena batu akan memperlihatkan pelebaran pada duktus
koledokus dengan di dalamnya tampak batu radiolusen. Bila kolestasis karena
tumor akan tampak pelebaran saluran empedu utama (common bile duct) dan
saluran intra hepatal dan dibagian distal duktus koledokus terlihat ireguler oleh
tumor. 2
5. Duodenography Hipotonik (DH)
Pada pemeriksaan ini dapat terlihat pendesakan duodenum ke medial oleh
karena pembesaran duodenum. Atau bila terlihat pembesaran papilla Vater yang
ireguler atau dinding medial duodenum yang ireguler (gambaran gigi gergaji / duri
mawar) menunjukan keganasan pada ampula Vater atau kaput pancreas sebagai
penyebab obstruksi jaundice. 2

6. Endoskopic Ultrasound (EUS)


Endoscopic ultrasound memiliki berbagai fungsi, seperti menentukan
staging dari keganasan gastrointestinal, evaluasi dari tumor submukosa, dan telah
dikembangkan

sebagai

modalitas

penting

untuk

mengevaluasi

sistem

pankreatobilier. EUS dapat mendeteksi dan menentukan staging dari tumor apula,
mikrolitiasis, koledokolitiasis, dan evaluasi dari striktur benigna maupun maligna
17

dari duktus biliaris. EUS memungkinkan aspirasi dari kista dan biopsi dari lesi
solid. 2

Gambar 2.7 radial EUS menunjukkan koledokolitiasis di bagian distal duktus koledokus
(Common Bile Duct (CBD)

7. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)


Metode ini tergolong baru, bersifat noninvasif untuk mengetahui gambaran
dari sistem duktus bilier dan pankreas. Pemeriksaan ini terutama digunakan pada
pasien yang memiliki kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. 2

Gambar 2.8 Gambaran normal ERCP.

2.3.5

Diagnosis
Diagnosis obstruksi jaundice beserta penyebabnya dapat ditegakan

berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisis, laboratorium dan


pemeriksaan penunjang diagnostik invasive maupun non invasive.6
2.3.6

Penatalaksanaan
18

Pada dasarnya penatalaksanaan penderita obstruksi jaundice bertujuan


untuk menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila
penyebabnya adalah batu, dilakukan tindakan pengangkatan batu dengan cara
operasi laparotomi atau sfingterotomi dengan endoskopi / laparoskopi. 6
-

Pembedahan Terhadap Batu


Setiap penderita dengan kolestasis ekstra hepatal merupakan indikasi

pembedahan. Sewaktu melakukan pembedahan sebaiknya dibuat kolangiografi


intra operatif pada saat awal pembedahan untuk lebih memastikan letak batu.
Lebih baik lagi bila sebelum operasi telah dilakukan pemeriksaan ERCP. 6
Pembedahan terhadap batu sebagai penyebab obstruksi, yang dapat
dilakukan antara lain :

Kolesistektomi
Adalah mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Bila ditemukan
dilatasi duktus koledokus lebih dari 5 mm dilakukan eksplorasi duktus
koledokus. Eksplorasi ke saluran empedu dapat menggunakan probe,
forseps batu atau skoop, selain itu kalau memungkinkan dibantu dengan
alat endoskop saluran empedu yang rigid atau fleksibel. Semua batu
dibuang sebersih mungkin. Kalau ada rongga abses dibuka dan
dibersihkan. Usaha selanjutnya ialah mencegah batu rekuren dengan
menghilangkan sumber pembentuk batu antara lain dengan cara diet
rendah

kolesterol

menghindari

penggunaan

obat-obatan

yang

meningkatkan kolesterol, mencegah infeksi saluran empedu.

Sfingterotomi / papilotomi
Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus koledokus, dapat dilakukan
sfingterotomi / papilotomi untuk mengeluarkan batunya. Cara ini dapat
digunakan setelah ERCP kemudian dilanjutkan dengan papilotomi.
Tindakan ini digolongkan sebagai Surgical Endoscopy Treatment

(SET).
Pembedahan Terhadap Striktur / Stenosis

19

Striktur atau stenosis dapat terjadi dimana saja dalam sistem saluran
empedu, apakah itu intra hepatik atau ekstra hepatik. Tindakan yang
dilakukan yaitu :
o Mengoreksi striktur atau stenosis dengan cara dilatasi atau
sfingterotomi.
o Dapat juga dilakukan tindakan dilatasi secara endoskopi
(Endoscopic Treatment) setelah dilakukan ERCP.
o Bila cara-cara di atas tidak dapat dilaksanakan maka dapat
dilakukan tindakan untuk memperbaiki drainase misalnya dengan
melakukan operasi rekonstruksi atau operasi bilio-digestif.6
-

Pembedahan Terhadap Tumor


Bila tumor sebagai penyebab obstruksi maka perlu dievaluasi lebih dahulu

apakah tumor tersebut dapat atau tidak dapat direseksi. 6


o Bila tumor tersebut dapat direseksi perlu dilakukan reseksi kuratif.
Pada tumor ganas saluran empedu dan pankreas dapat dilakukan an
pankreato-duodenektomi dengan cara Whipple. Hasil reseksi perlu
dilakukan pemeriksaan PA.
o Bila tumor tersebut tidak dapat direseksi maka perlu dilakukan
pembedahan paliatif yaitu terutama untuk memperbaiki drainase
saluran empedu misalnya dengan anastomosis bilio-digestif atau
operasi by-pass.

Gambar 2.9 Pankreato-duodenektomi menurut Whipple

20

Gambar 2.10 Macam anastomosis biliodigestif. (A) Kolesistoduodenostomi (B)


Koledokoduodenostomi (C) Anastomosis Roux-en-Y.

Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat


menghilangkan penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan
tindakan bedah paliatif untuk mengalihkan aliran empedu tersebut. 6 tindak bedah
paliatif, yaitu pintas alih berupa anastomosis biliodigestif berbentuk koledokoduodenostomi atau kolesisto-jejunostomi. Drainase interna pertama kali
dilaporkan oleh Pareiras et al dan Burchart pada tahun 1978, dan presentase
munculnya kembali obstruksi jaundice setelah dilakukan pintasan adalah 0 15 %
tergantung dari tehnik operasi yang digunakan.6
2.3.7. Prognosis
Bahaya akut dari obstruksi jaundice adalah terjadinya infeksi saluran
empedu (kolangitis akut), terutama apabila terdapat nanah di dalam saluran
empedu dengan tekanan tinggi seperti kolangitis piogenik akut atau kolangitis
supuratifa. Kematian terjadi akibat syok septic dan kegagalan berbagai organ.
Selain itu sebagai akibat obstruksi kronis dan atau kolangitis kronis yang berlarutlarut pada akhirnya akan terjadi kegagalan faal hati akibat sirosis biliaris.
Obstruksi jaundice yang tidak dapat dikoreksi baik secara medis kuratif maupun
tindakan pembedahan mempumnyai prognosis yang jelek diantaranya akan timbul
sirosis biliaris. 6
Bila penyebabnya adalah tumor ganas mempunyai prognosis jelek.
Penyebab morbiditas dan mortalitas adalah :
a.
b.
c.
d.

Sepsis khususnya kolangitis yang menghancurkan parenkim hati.


Hepatic failure akibat obstruksi kronis saluran empedu.
Renal failure.
Perdarahan gastro intestinal.6

21

22

Anda mungkin juga menyukai