Anda di halaman 1dari 16

BABI PENDAHULUAN

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah.1 Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif. 1,2 Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.2 Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. 1 Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk striktur (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang nonoperabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik. 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI Ikterus adalah gejala kuning pada sklera, kulit, dan mata akibat bilirubin yang berlebihan di dalam darah dan jaringan. Normalnya bilirubin serum kurang dari 9 mol/L (0,5mg%). Ikterus nyata secara klinis jika kadar bilirubin meningkat di atas 35 mol/ L (2 mg)(3) 2.2 FISIOLOGI METABOLISME BILIRUBIN Berikut ini akan dijelaskan mengenai metabolisme pembentukan bilirubin, meliputi(4): 1. Eritrosit yang sudah tua akan difagosit oleh monosit dan makrofag dan sebagiannya lagi akan didestruksi/katabolisasi di sistem retikuloendotelial (SRE) seperti hati dan limfa, sementara sel darah yang telah difagosit itu akhirnya juga akan dibawa menuju SRE untuk mengalami katabolisasi lebih lanjut. 2. Didalam SRE hemoglobin, suatu bentuk protein yang terdapat dalam eritrosit, akan dipecah menjadi 3 komponen yaitu Heme, Ferum (besi), dan globin. Globin akan menuju siklus metabolisme yang lain sedangkan besi akan digunakan kembali oleh tubuh untuk pembentukan eritrosit baru dan akhirnya heme akan dikonversi menjadi biliverdin yang berwarna kehijauan. 3. Biliverdin akan keluar dari SRE menjadi bentuk bilirubin tak terkonjugasi atau bilirubin indirek (BI), karena sifatnya yang tidak larut air maka untuk ditranspor didalam plasma, dibutuhkan suatu pembawa yaitu albumin. Bersama dengan albumin BI akan bersirkulasi dan akan mengalami ambilan oleh hepatosit. 4. BI akan diikat oleh suatu protein yang dihasilkan hati yaitu protein Y, lalu BI + Protein Y akan mengalami reaksi enzimatik, yaitu oleh enzim glukuronil transferase dan kemudian mengalami pengikatan lagi dengan protein Z, maka bilirubin tersebut menjadi bentuk terkonjugasi/bilirubin direk yang memiliki sifat larut dalam air.

5. bilirubin akan dikeluarkan dari hati melalui traktus biliaris dan nantinya akan bercampur dengan garam - garam empedu, dan kemudian memasuki saluran cerna 6. didalam saluran cerna bilirubin akan dimetabolisme lebih lanjut oleh bakteri usus menjadi sterkobilin (dan juga urobilin) yang mewarnai faeces sebagian kecil akan diserap dan dibawa ke dalam sirkulasi portal, dan kemudian ke ginjal dimana bilirubin ini akan mewarnai urine (disini namanya berganti menjadi urobilin) dan dikeluarkan bersama dengan urine (serta faeces) dari tubuh.

Gambar 1. Metabolism bilirubin

2.3 KLASIFIKASI IKTERUS Berikut ini merupakan klasifikasi ikterus secara garis besar antara lain, sebagai berikut(3);

1. Ikterus pre hepatika (hemolitik); Kelainan hemolitik, seperti sferositosis, malaria tropika berat, anemia pernisiosa, atau transfuse darah yang tidak kompatibel 2. Ikterus hepatika (parenkimatosa) Hepatitis A, B, C, atau E, leptospirosis, mononucleosis Sirosis hepatis Kolestasis karena obat (klorpromazin) Zat yang meracuni hati seperti fosfor, kloroform, anestetik lain, karbontetraklorid Tumor hati multiple (kadang)

3. Ikterus pascahepatik (obstruksi) Obstruksi saluran empedu di dalam hepar; sirosis hepatis, abses hati, hepatokolangitis, tumor maligna primer atau sekunder Obstruksi di dalam lumen saluran empedu; batu, askaris Kelainan di dinding saluran empedu; atresia bawaan, striktur traumatik, tumor saluran empedu Kempalan saluran empedu dari luar; tumor kaput pancreas, tumor ampula vater, pankreatitis, metastasis ke kelenjar limfe di ligamentum hepatoduadenale. Ikterus prahepatik terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih. Bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Sedangkan pada ikterus hepatik jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator(5). Ikterus obstruksi (post/pascahepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi)

pada saluran empedu ekstra hepatika. Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam duodenum. Terdapat dua bentuk ikterus obstruksi yaitu obstruksi intra hepatal dan ekstra hepatal. Ikterus obstruksi intra hepatal dimana terjadi kelainan di dalam parenkim hati, kanalikuli atau kolangiola yang menyebabkan tanda-tanda stasis empedu sedangkan ikterus obstruksi ekstra hepatal terjadi kelainan diluar parenkim hati (saluran empedu di luar hati) yang menyebabkan tanda-tanda stasis empedu. Yang merupakan kasus bedah adalah ikterus obstruksi ekstra hepatal sehingga sering juga disebut sebagai surgical jaundice.(6)

2.4 ANATOMI DAN FISIOLOGI KANDUNG EMPEDU Kandung empedu merupakan kantong kecil yang berfungsi untuk menyimpan empedu (cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati). Kandung empedu memiliki bentuk seperti buah pir dengan panjang 7-10 cm dan merupakan membran berotot. Terletak didalam fossa dari permukaan visceral hati. Bagian-bagian dari kandung empedu terdiri dari(7.8): Fundus vesikafelea; bentuknya bulat, merupakan bagian kandung empedu yang paling akhir setelah korpus vesikafelea. Korpus vesikafelea; merupakan bagian terbesar dari kandung empedu, didalamnya berisi getah empedu. Getah emepedu adalah suatu cairan yang disekresi setiap hari oleh sel hati yang dihasilkan setiap hari 500-1000 cc, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah produksi meningkat sewaktu mencerna lemak. Kolum; bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika. Infundibulum, dikenal juga sebagai kantong Hartmann, merupakan bulbus divertikulum kecil yang terletak pada permukaan inferior dari kandung kemih. Duktus sistikus; yang menghubungkan kandung empedu ke duktus koledokus. Berjalan dari leher kandung empedu dan bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke duodenum. Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher. Duktus koledokus, saluran yang membawa empedu ke duodenum.

Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri kistika, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan. Drainase vena ini dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung kedalam hati dan juga masuk ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta. Sistem persarafan terletak disepanjang arteri hepatika. Sensasi nyeri diperantai oleh serat visceral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka. Kandung empedu ini terdiri dari garam-garam empedu, elektrolit, pigmen empedu (misalnya bilirubin), kolesterol, lemak. Kandung empedu memiliki beberapa fungsi, antara lain(4,7): 1. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati. Untuk membuang limbah tubuh tertentu (terutama pigmen hasil pemecahan sel darah merah dan kelebihan kolesterol) serta membantu pencernaan dan penyerapan lemak. 2. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dirubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.

Berbagai protein yang memegang peranan penting dalam fungsi empedu juga disekresi dalam empedu.

2.5 PATOFISIOLOGI Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase, yaitu pre-hepatik, intrahepatik, post-hepatik, masih relevan. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase pembentukan bilirubin, transpor plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier. Ikterus disebabkan oleh gangguan pada salah satu dari 5 fase metabolisme bilirubin tersebut.3

Fase Pre-hepatik3,7 Fase prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh halhal yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah) A. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg/kg BB terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang oleh sel-sel retikuloendotelial, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari

protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati. Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. B. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Fase Intra-hepatik3,7 Fase intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati yang mengganggu proses pembuangan bilirubin A. Liver uptake. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin. B. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida / bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin. Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid / bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk. Fase Post-hepatik3,7 Fase post-hepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu empedu atau tumor Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan

mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja

yang memberi warna coklat. Sebagian

diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau kolestasis intrahepatik. Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari keempat mekanisme ini: over produksi, penurunan ambilan hepatik, penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik).3 A. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi/indirek 1. Over produksi3,6 Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) hemolisis atau akibat

resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak

terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin indirek meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi pembentukkan

urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : hemoglobin abnormal (cickle sel anemia), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), dan malaria tropika berat. 2. Penurunan ambilan hepatik5 Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Beberapa obat-obatan seperti flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini. 3. Penurunan konjugasi hepatik1,3 asam

Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Terjadi pada : Sindroma Gilberth, Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II. B. Hiperbilirubinemia konjugasi/direk3,6 Hiperbilirubinemia konjugasi / direk dapat terjadi akibat penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu.Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan : Hepatitis, sirosis hepatis, alkohol, leptospirosis, kolestatis obat (CPZ), zat yang meracuni hati fosfor, klroform, obat anestesi dan tumor hati multipel. . Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang akolik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah :6 - Obstruksi sal.empedu didalam hepar : Sirosis hepatis, abses hati, hepatokolangitis, tumor maligna primer dan sekunder. Obstruksi didalam lumen sal.empedu : batu empedu, askaris.

- Kelainan di dinding sal.empedu : atresia bawaan, striktur traumatik, tumor saluran empedu. - Tekanan dari luar saluran empedu : Tumor caput pancreas, tumor Ampula Vatery, pancreatitis, metastasis tumor di lig.hepatoduodenale

2.6 GAMBARAN KLINIK I. Anamnesa Riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi bila kadar bilirubin serum > 2,5 mg/dl. Perubahan warna urine, urine jadi gelap seperti warna teh.

Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti dempul dalam minimal 3x pemeriksaan berturut-turut. Riwayat anemia, terkadang kolelitiasis dapat disertai dengan anemia hemolitik. Nyeri perut terutama di regio perut kanan atas, lebih sering diakibatkan oleh obstruksi mekanis. Kolik bilier merupakan gejala yang umum terjadi berupa nyeri hilang timbul pada area epigastrium (subxyphoid) yang menjalar ke subcostal dextra, scapula dextra, dan leher. Waktu munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama dirasakan setelah makan makanan berlemak yang diikuti mual, muntah.

Gejala anoreksia dan kaheksia lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas atau Ca hepar) daripada obstruksi batu bilier. Demam. Pada obstruksi mekanik muncul setelah nyeri timbul. Sedangkan pada inflamasi demam muncul bersamaan dengan nyeri Usia. Pada usia muda kebanyakan hepatitis, sedangkan usia tua lebih sering keganasan Riwayat tansfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian, tatoo, promiskuitas, pekerjaan beresiko tinggi terhadap hepatitis B, pembedahan sebelumnya. Makanan dan obat. Contohnya Clofibrate akan merangsang pembentukan batu empedu; alkohol, CCl4, makanan tinggi kolesterol juga akan merangsang pembentukan batu empedu. Disamping itu alkohol juga akan menyebabkan fatty liver disease.

Gejala-gejala sepsis lebih sering menyertai ikterus akibat sumbatan batu empedu, jarang pada keganasan. Gatal-gatal. Karena penumpukan bilirubin direk pada kolestasis.

2. Pemeriksaan Fisik

Ikterus: sklera atau kulit Dicari stigmata sirosis (rontoknya rambut aksila dan pubis, spider naevi, gynekomastia, asites, caput medussae, palmar eritem, liver nail, pitting edema), scratch effect.

Hepar teraba atau tidak. Hepar membesar pada hepatitis, Ca hepar, obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar mengecil pada sirosis. Kandung empedu membesar atau tidak (Courvoisier sign(6)). Positif bila kantung empedu tampak membesar, biasanya pada keganasan karena dilatasi kandung empedu. Negatif

bila kantung empedu tidak tampak membesar, biasanya pada obstruksi batu karena adanya proses inflamasi pada dinding kantung empedu.

Murphys sign. Positif pada kolangitis, kolesistitis, koledokolelitiasis terinfeksi. Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Tahap awal ketika akan mengadakan penilaian klinis seorang pasien dengan ikterus adalah tergantung kepada apakah

hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi. Jika ikterus ringan tanpa warna air seni yang gelap harus difikirkan kemungkinan adanya hiperbilirubinemia indirect yang mungkin disebabkan oleh hemolisis, sindroma Gilbert atau sindroma Crigler Najjar, dan bukan karena penyakit hepatobilier. Keadaan ikterus yang lebih berat dengan disertai warna urin yang gelap menandakan penyakit hati atau bilier. Jika ikterus berjalan sangat progresif perlu difikirkan segera bahwa kolestasis lebih bersifat ke arah sumbatan ekstrahepatik (batu saluran empedu atau keganasan kaput pankreas).6

Kolestasis ekstrahepatik dapat diduga dengan adanya keluhan sakit bilier atau kandung empedu yang teraba. Jika sumbatan karena keganasan pankreas (bagian kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak disertai gajala keluhan sakit perut (painless jaundice). Kadang-kadang bila bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi, warna kuning pada sklera mata sering memberi kesan yang berbeda dimana ikterus lebih memberi kesan kehijauan (greenish jaundice) pada kolestasis ekstrahepatik dan kekuningan (yellowish jaundice) pada kolestasis intrahepatik.6

Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta beberapa prosedur diagnostik khusus. Sebagai contoh, ikterus yang disertai demam, dan terdapat fase prodromal seperti anoreksia, malaise, dan nyeri tekan hepar menandakan hepatitis. Ikterus yang disertai rasa gatal menandakan kemungkinan adanya suatu penyakit

xanthomatous atau suatu sirosis biliary primer. Ikterus dan anemia menandakan adanya suatu anemia hemolitik.7 Berikut adalah beberapa temuan klinis dan laboratorium yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis ikterus:

Tes fungsi Bilirubin total Konjugasi bilirubin Bilirubin tak terkonjugasi Urobilinogen Warna Urine Warna feses Alkaline fosfatase Alanin transferase dan Aspartat Bilirubin terkonjugasi dalam Urin

Tabel tes diagnostik Ikterus Ikterus Ikterus hepatik pre-hepatik post-hepatik Normal / Meningkat Meningkat Normal Meningkat Normal / Meningkat Normal / Meningkat Normal Normal Normal Didapatkan Meningkat Meningkat Tidak didapatkan Gelap Pucat Meningkat Normal Menurun / Negatif

2.7 PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1. Pemeriksaan darah lengkap, amilase, albumin, faktor pembekuan, serum transaminase (SGOT/SGPT), AFP, LDH, Alkali Fosfatase, -Glutamil Transpeptidase) 2. Urinalisis terutama bilirubin direk (terkonjugasi) dan total. 3. Marker serologis hepatitis untuk hepatitis.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan USG(9,10) Pemeriksaan USG perlu dilakukan untuk menentukan penyebab obstruksi. Yang perlu diperhatikan adalah :

a. Besar, bentuk dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2 3 X 6 cm, dengan ketebalan sekitar 3 mm. b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. Bila diameter saluran empedu lebih dari 5 mm berarti ada dilatasi. Bila ditemukan dilatasi duktus koledokus dan saluran empedu intra hepatal disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstrusi ekstra hepatal bagian distal. Sedangkan bila hanya ditemukan pelebaran saluran empedu intra hepatal saja tanpa disertai pembesaran kandung empedu menunjukan ikterus obstruksi ekstra hepatal bagian proksimal artinya kelainan tersebut di bagian proksimal duktus sistikus. c. Ada tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi disertai bayangan akustik (acustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor akan terlihat massa padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan heterogen. d. Bila tidak ditemukan tanda-tanda dilatasi saluran empedu berarti menunjukan adanya ikterus obstruksi intra hepatal. e. Bertujuan untuk mencari dan menentukan ukuran lumen saluran bilier serta mencari ada atau tidaknya massa dalam kandung empedu. 2. Pemeriksaan CT scan Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat adanya dilatasi duktus intra hepatik yang disebabkan oleh oklusi ekstra hepatik dan duktus koledokus akibat kolelitiasis atau tumor pankreas. Selain itu juga ditujukan untuk mencari dan menentukan ukuran lumen saluran bilier serta mencari ada atau tidaknya massa dalam kandung empedu. 3.ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) Pemeriksaan ERCP dilakukan untuk menentukan penyebab dan letak sumbatan. ERCP memberi gambaran langsung tentang keadaan duktus biliaris dan sangat berguna mencari etiologi obstruksi ekstrahepatal dan mengekstraksi batu empedu. 4. Biopsi Hepar biasanya untuk memastikan etiologi obstruksi intrahepatal.

2.9 PENATALAKSANAAN Pada dasarnya penatalaksanaan penderita ikterus obstruksi bertujuan untuk menghilangkan penyebab obstruksi atau mengalihkan aliran empedu. Bila penyebabnya adalah batu, dilakukan tindakan pembedahan. Bila penyebabnya adalah tumor dan tindakan bedah tidak dapat menghilangkan penyebab obstruksi karena tumor tersebut maka dilakukan tindakan drainase untuk mengalihkan aliran empedu tersebut. Pembedahan terhadap batu sebagai penyebab obstruksi, yang dapat dilakukan antara lain(7); Kolesistektomi terbuka Adalah mengangkat kandung empedu beserta seluruh batu. Indikasi paling umum untuk kolesistektomia adalah biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Kolesistektomi laparaskopik; indikasi awal hanya pasien dengan batu empedu simptomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Sfingterotomi/papilotomi; Bila letak batu sudah pasti hanya dalam duktus koledokus, dapat dilakukan sfingterotomi/papilotomi untuk mengeluarkan batunya. Cara ini dapat digunakan setelah ERCP kemudian dilanjutkan dengan papilotomi. Tindakan ini digolongkan sebagai surgical Endoscopy Treatment (SET). Pembedahan terhadap striktur/ stenosis; striktur atau stenosis dapat terjadi dimana saja dalam sistem saluran empedu, apakah itu intra hepatik atau ekstra hepatik. Tindakan yang dilakukan yaitu : Mengoreksi striktur atau stenosis dengan cara dilatasi atau sfingterotomi, Dapat juga dilakukan tindakan dilatasi secara endoskopi (Endoscopic Treatment) setelah dilakukan ERCP. Bila cara-cara di atas tidak dapat dilaksanakan maka dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki drainase misalnya dengan melakukan operasi rekonstruksi atau operasi bilio-digestif (by-pass). Pembedahan terhadap tumor; tumor sebagai penyebab obstruksi maka perlu dievaluasi lebih dahulu apakah tumor tersebut dapat atau tidak dapat direseksi. Bila tumor tersebut dapat direseksi perlu dilakukan reseksi kuratif. Hasil reseksi perlu dilakukan pemeriksaan PA. Bila tumor tersebut tidak dapat direseksi maka perlu dilakukan pembedahan paliatif saja yaitu terutama untuk memperbaiki drainase saluran empedu misalnya dengan anastomosis bilo-digestif atau operasi by-pass.

BAB III KESIMPULAN Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah dan jaringan (> 2 mg/ 100 ml serum).1 Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre-hepatik (hemolitik), ikterus intra-hepatik dan ikterus post-hepatik (obstruksi).Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk menegakkan diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar serta beberapa prosedur diagnostik khusus. Penatalaksanaan ikterus sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika

penyebabnya adalah penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya ikterus akan menghilang sejalan dengan perbaikan penyakitnya. Sedangkan pada ikterus obstruktif, pengobatan bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sulaiman, Ali. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam : Aru W Sudoyo et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pnerbitan IPD FKUI, 2007. h. 420423 2. Guyton, Arthur C dan John E hall. Fisiologi Gastrointestinal. Dalam : Irawati Setiawan (Editor Bahasa Indonesia) Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC, 1997. h. 1108-1109 3. Anonymous. Anatomi dan fisiologi. 2010 (http://www.blogspot.com/2010/12/. html) 4. Lab/UPF Ilmu Bedah. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: Rumah Sakit Daerah Dokter Soetomo; 1994.h.71-73 5. Spencer SS. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC, McGrawHill; 2000.h. 455-469 6. Brunicardi F, Charles, et al. Principles of Surgery. 8th ed. New York: McGawHill; 2005.p.1187-1193 7. Lab/UPF Ilmu Bedah. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: Rumah Sakit Daerah Dokter Soetomo; 1994.h.71-73 8. Husadha, Yast. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Fisiologi dan Pemeriksaan Biokimiawi Hati. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKU;. 1996. Halaman 225-226 9. Medical IT FKUI. Cholestasis. 17th edition. 2001: (www. merckmanual.com) 10. Artikel Bedah. Ikterus Obstruksi. 2011 (http://ilmubedah.info/ikterus-obstruksidiagnosis-penatalaksanaan-20110204.html

Anda mungkin juga menyukai