Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk pir yang terletak tepat di bawah lobus
kanan hati. Empedu merupakan sekresi eksokrin dari hati dan diproduksi secara terus-
menerus oleh hepatosit. Cairan empedu berisi kolesterol, bilirubin dan garam empedu.
Cairan empedu ini membantu dalam penyerapan lemak. Sebagian dari cairan empedu
dialirkan secara langsung dari hati ke dalam duodenum melalui kanalikuli (saluran-saluran
kecil) yang kemudian kanalikuli ini bersatu dan akhirnya membentuk suatu sistem saluran
empedu (Common Bile Duct) yang lebih besar, dan 50% sisanya disimpan di dalam
kandung empedu. Cairan empedu ini dialirkan dari kandung empedu melalui duktus
sistikus yang bergabung dengan duktus hepatikus dari hati yang membentuk sistem saluran
empedu (Common Bile Duct). Common Bile Duct berakhir pada sfingter di usus halus dan
disini menerima enzim dari pankreas melalui duktus pankreatikus.

Angka kejadian obstruksi bilier atau disebut juga kolestasis diperkirakan 5 kasus per
1000 orang per tahun di AS. Angka kesakitan dan kematian akibat obstruksi bilier
bergantung pada penyebab terjadinya obstruksi. Penyebab obstruksi bilier secara klinis
terbagi dua yaitu intrahepatik (hepatoseluler) yaitu terjadi gangguan pembentukan empedu
dan ekstrahepatik (obstruktif) yaitu terjadi hambatan aliran empedu, dan yang terbanyak
akibat batu empedu (kolelitiasis). Berdasarkan jenis kelamin wanita lebih sering terkena
kolelitiasis dari pada pria.

Di negara Barat 10-15% pasien batu empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada
beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat terbentuk primer di dalam saluran empedu
intra atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer
lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara
Barat.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS
1. Anatomi Fisiologi Sistem
Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral
(divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat
kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh
diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika)
merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih ecil (pars sistika) meluas
membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal
antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut akan membentuk duktus
biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada
disekitar aspek dorsal duodenumSistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua
komponen, jalur intra-hepatik dan ekstra-hepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel
epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal
Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana
duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus
sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen
ekstrahepatik percabangan biliaris. Duktus sistikus dan hepatikus komunis bergabung
membentuk duktus biliaris. Duktus biliaris komunis kira-kira panjangnya 8-10 cm dan
diameter 0,4-0,8 cm. Duktus biliaris dapat dibagi menjadi tiga segmen anatomi:
supraduodenal, retroduodenal, dan intrapankreatik. Duktus biliaris komunis kemudian
memasuki dinding medial duodenum, mengalir secara tangensial melalui lapisan
submukosa 1-2 cm, dan memotong papila mayor pada bagian kedua duodenum. Bagian
distal duktus dikelilingi oleh otot polos yang membentuk sfingter Oddi. Duktus biliaris
komunis dapat masuk ke duodenum secara langsung (25%) atau bergabung bersama
duktus pankreatikus (75%) untuk membentuk kanal biasa, yang disebut ampula Vater.
Traktus biliaris dialiri vaskular kompleks pembuluh darah disebut pleksus vaskular
peribilier. Pembuluh aferen pleksus ini berasal dari cabang arteri hepatika, dan pleksus
ini mengalir kedalam sistem vena porta atau langsung kedalam sinusoid hepatikum.
2. Pengertian
1) Ikterus adalah suatu keadaan dimana jaringan berwarna kekuning-kuningan akibat
deposisi bilirubin yang terjadi bila kadar bilirubin darah mencapai 2 mg/dL.
2) Ikterus adalah perubahan warna kuning pada skelera mata, kulit, dan membran
mukosa yang disebabkan oleh deposisi bilirubin yang meningkat kadarnya dalam
sirkulasi darah. Kata lain ikterus yaitu Jaundice yang berasal dari kata Perancis
“jaune” yang berarti kuning. Jaundice merupakan tanda bahwa hati atau system
empedu tidak berjalan normal (Stump, 1993)
3) Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi sekresi
bilirubin yang dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus
gastrointestinal. Akibat hambatan tersebut terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam
aliran darah, sehingga terjadilah ikterus (Anonim, 2008).
4) Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi
ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri (Sherly,
2008). Dengan demikian, ikterus obstruktif merupakan jaundice/ kekuningan yang
disebabkan oleh obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum.
5) Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi
bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan
sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah
normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.
6) Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu
kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik.
3. Klasifikasi
4. Etiologi
Ikterus obstruktif dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati ) dan
ekstrahepatik ( mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat
gangguan biokimia yang serupa.
a. Ikterus obstruktif intrahepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler
dengan kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis
sirosis. Pada penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat
menekan dan menghambat kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoseluler
biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubin ambilan, konjugasi, dan
ekskresi, tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang paling
menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus obstruktif
intrahepatik yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan
herediter Dubin Jhonson serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada kedaan ini
terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit yang menyebabkan
terjadinya retensi bilirubin dalam sel, obat yang sering mencetuskan gangguan ini
adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid anabolik, isoniazid,
dan klorpromazin.
b. Ikterus obstruktif ekstrahepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu,
biasanya pada ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas
manyebabkan tekanan pada duktus koledokus dari luar; demikian juga dengan
karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang adalah ikterus pasca
peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta
hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat
duktus hepatikus kanan atau kiri. (Price & Wilson, 2006)
5. Patofisiologi

Ikterus secara umum terbagi menjadi 3, yaitu ikterus prehepatik, ikterus hepatik,
dan ikterus posthepatik atau yang disebut ikterus obstruktif. Ikterus obstruktif disebut
juga ikterus posthepatik karena penyebab terjadinya ikterus ini adalah pada daerah
posthepatik, yaitu setelah bilirubin dialirkan keluar dari hepar.
Pada ikterus obstruktif, terjadi obstruksi dari pasase bilirubin direk sehingga
bilirubin tidak dapat diekskresikan ke dalam usus halus dan akibatnya terjadi aliran
balik ke dalam pembuluh darah. Akibatnya kadar bilirubin direk meningkat dalam
aliran darah dan penderita menjadi ikterik. Ikterik paling pertama terlihat adalah pada
jaringan ikat longgar seperti sublingual dan sklera. Karena kadar bilirubin direk dalam
darah meningkat, maka sekresi bilirubin dari ginjal akan meningkat sehingga urine
akan menjadi gelap dengan bilirubin urin positif. Sedangkan karena bilirubin yang
diekskresikan ke feses berkurang, maka pewarnaan feses menjadi berkurang dan feses
akan menjadi berwarna pucat seperti dempul (acholis).

6. Tanda dan Gejala

Manifestasi klinis yang dikeluhkan oleh pasien dengan ikterus obstruktif,


bergantung pada jenis penyakit yang menyebabkan obstruksi sehingga
menyebabkan terjadinya ikterus. Berikut ini merupakan manifestasi klinis yang
secara umum dikeluhkan oleh pasien yang mengalami ikerus, yaitu berupa:8
1) Warna kuning pada sklera mata, sublingual, dan jaringan lainnya
Hal ini diakibatkan karena adanya peningkatan kadar bilirubin dalam plasma yang
terdeposit pada jaringan ikat longgar, salah satu diantaranya adalah sklera dan
sublingual.
2) Warna urin gelap seperti teh
Adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang larut dalam air, menyebabkan
tingginya kadar bilirubin dalam plasma, sehingga kadar bilirubin yang berlebih
dalam plasma tersebut akan diekskresikan melalui urin dan menyebabkan warna
urin menjadi lebih gelap seperti teh.
3) Warna feses seperti dempul
Perubahan warna feses menjadi dempul disebabkan karena berkurangnya ekskresi
bilirubin ke dalam saluran pencernaan.
 Ikterus obstruktif intrahepatik
Terdapat tiga fase :
1) Fase pra-ikterik
Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual, muntah, diare,
konstipasi, penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan, sakit
sendi, ruam kulit.
2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).
Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin),
hepatomegali dengan nyeri tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat
akumulasi garam empedu pada kulit); gejala fase pra-ikterik berkurang sesuai
menonjolnya gejala.
3) Fase pasca ikterik.
Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan
untuk pemulihan komplit.
 Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua
jenis gejala yaitu gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala
yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya
bisa bersifat akut atau kronis seperti:
1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang
samar pada kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu
mengkonsumsi makanan yang berlemak atau digoreng.
2) Rasa nyeri dan kolik bilier. Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu,
kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Klien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas
yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai
dengan mual dan muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam
sesudah makan makanan dalam porsi besar.
3) Ikterus. Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu
dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus
koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak lagi dibawa ke
duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit
dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit
4) Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh
pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat yang disebut “clay-
colored”.
5) Defisiensi Vitamin. Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin
A,D,E dan K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala
defisiensi vitamin-vitamn ini jika obstruksi bilier berjalan lama. Defisiensi
vitamin A dapat menggangu pembekuan darah yang normal. (Smeltzer & Bare,
2002 )

7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium13
a. Pemeriksaan rutin
- Darah : Perlu diperhatikan jumlah leukosit, bila jumlahnya meningkat,
maka berarti terdapat infeksi. Perhatikan juga apakah terdapat peningkatan
prothrombin time (PT) atau tidak, karena apabila prothrombin time
meningkat, maka perlu dicurigai adanya penyakit hepar, atau obstruksi
bilier.
- Urin : Penting untuk mengetahui apakah warna urin merah kecoklatan
seperti teh secara makroskopis, serta terdapat kandungan bilirubin dalam
urin atau tidak. Apabila urin berwarna gelap kecoklatan, perlu dicurigai
adanya peningkatan kadar bilirubin direk yang diekskresikan melalui urin
yang mengarah pada ikterus obstruktif.
- Feses : untuk mengetahui apakah feses berwarna dempul atau tidak. Feses
yang berwarna dempul, menandakan bahwa terdapatnya gangguan aliran
bilirubin direk ke dalam saluran intestinal akibat adanya suatu sumbatan
pada aliran empedu.
b. Tes faal hati :
- Merupakan tes untuk mengetahui gambaran kemampuan hati untuk
mensintesa protein (albumin, globulin, faktor koagulasi), dan
memetabolisme zat yang terdapat dalam darah, meliputi:
 Albumin
Albumin disintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan
distribusi air dalam tubuh (tekanan onkotik koloid). Albumin membantu
transport beberapa komponen darah, seperti ion, bilirubin, hormone,
enzim, dan obat.
Apabila nilai albumin menurun, maka perlu dicurigai adanya gangguan
fungsi hepar, infeksi kronis, edema, ascites, sirosis, serta perdarahan.
 Alanin Aminotransferase (ALT/SGOT)
Konsentrasi enzim ALT yang tinggi terdapat pada hati. ALT juga
terdapat pada jantung, otot, dan ginjal, namun ALT lebih banyak
terdapat di dalam hati, dan lebih spesifik menunjukan fungsi hati
daripada AST. Apabila terjadi peningkatan kadar ALT, maka perlu
dicurigai adanya penyakit hepatoseluler, sirosis aktif, obstruksi bilier,
dan hepatitis. Nilai peningkatan yang signifikan adalah adalah dua kali
lipat dari nilai normal.
 Aspartase Aminotransferase (AST/SGPT)
AST merupakan enzim yang memiliki aktivitas metabolism yang tinggi,
ditemukan di jantung, hati, otot rangka, ginjal, otak, limfe, pankreas dan
paru-paru. Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan, atau
kematian sel pada jaringan tersebut akan mengakibatkan enzim ini
terlepas ke dalam sirkulasi. Apabila terjadi peningkatan, dapat dicurigai
adanya penyakit hati, pancreatitis akut, juga penyakit jantung seperti
MI.
 Gamma Glutamil Transferase (Gamma GT)
GGT terutama terdapat pada hati dan ginjal. GGT merupakan enzim
marker spesifik untuk fungsi hati dan kerusakan kolestatis dibandingkan
ALP. GGT adalah enzim yang diproduksi di saluran empedu sehingga
meningkat nilainya pada gangguan empedu, seperti kolesistitis,
koletiasis, sirosis, atresia bilier, obstruksi bilier. GGT sangat sensitif
tetapi tidak spesifik. Jika terjadi peningkatan hanya kadar GGT (bukan
AST, ALT) bukan menjadi indikasi kerusakan hati.
 Alkali fosfatase
Enzim ini merupakan enzim yang berasal dari tulang, hati, dan plasenta.
Konsentrasi tinggi dapat ditemukan dalam kanalikuli bilier, ginjal, dan
usus halus. Pada penyakit hati, kadar alkali fosfatase akan meningkat
karena ekskresinya terganggu akibat obstruksi saluran bilier.
 Bilirubin
Peningkatan kadar bilirubin indirek lebih sering terjadi akibat adanya
penyakit hepatoseluler, sedangkan apabila terjadi peningkatan bilirubin
direk biasanya terjadi karena adanya obstruksi pada aliran ekskresi
empedu.
2) Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan
ikertus obstruktif, dan merupakan langkah awal sebelum melangkah ke pemeriksaan
yang lebih lanjut apabila diperlukan. Yang perlu diperhatikan adalah:
a. Besar, bentuk, dan ketebalan dinding kandung empedu. Bentuk kandung
empedu yang normal adalah lonjong dengan ukuran 2-3 x 6 cm, dengan
ketebalan sekitar 3 mm.
b. Saluran empedu yang normal mempunyai diameter 3 mm. bila saluran empedu
lebih dari 5 mm berarti terdapat dilatasi. Apabila terjadi sumbatan pada daerah
duktus biliaris, yang paling sering terjadi adalah pada bagian distal, maka akan
terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat kemudian diikuti
pelebaran bagian proksimal. Perbedaan obstruksi letak tinggi atau letak rendah
dapat dibedakan. Pada obstruksi letak tinggi atau intrahepatal, tidak tampak
pelebaran duktus biliaris komunis. Apabila terlihat pelebaran duktus biliaris
intra dan ekstra hepatal, maka ini disebut dengan obstruksi letak rendah (distal).
c. Ada atau tidaknya massa padat di dalam lumen yang mempunyai densitas tinggi
disertai bayangan akustik (acoustic shadow), dan ikut bergerak pada perubahan
posisi, hal ini menunjukan adanya batu empedu. Pada tumor, akan terlihat masa
padat pada ujung saluran empedu dengan densitas rendah dan heterogen.
d. Apabila terdapat kecurigaan penyebab ikterus obstruktif adalah karena
karsinoma pankreas, dapat terlihat adanya pembesaran pankreas lokal maupun
menyeluruh, perubahan kontur pankreas, penurunan ekhogenitas, serta dapat
ditemukan adanya pelebaran duktus pankreatikus.
3) PTC (Percutaneus Transhepatic Cholaniography)
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk melihat duktus biliaris serta untuk
menentukan letak penyebab sumbatan. Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh
gambaran saluran empedu di proksimal sumbatan. Bila kolestasis karena batu, akan
memperlihatkan pelebaran pada duktus koledokus dengan didalamnya tampak batu
radiolusen. Bila kolestasis karena tumor, akan tampak pelebaran saluran empedu
utama (common bile duct) dan saluran intrahepatik dan dibagian distal duktus
koledokus terlihat ireguler oleh tumor.
4) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography)
Pemeriksaan ERCP merupakan tindakan langsung dan invasif untuk
mempelajari traktus biliaris dan system duktus pankreatikus. Indikasi pemeriksaan
ERCP, yaitu:
a. Penderita ikterus yang tidak atau belum dapat ditentukan penyebabnya
apakah sumbatan pada duktus biliaris intra atau ekstra hepatic, seperti:
- Kelainan di kandung empedu
- Batu saluran empedu
- Striktur saluran empedu
- Kista duktus koledokus
b. Pemeriksaan pada penyakit pankreas atau diduga ada kealainan pancreas
serta untuk menentukan kelainan, baik jinak ataupun ganas, seperti:
- Keganasan pada sistem hepatobilier
- Pankreatitis kronis
- Tumor panreas
- Metastase tumor ke sistem biliaris atau pancreas
Adapun kelainan yang tampak dapat berupa:
a. Pada koledokolitiasis, akan terlihat filling defect dengan batas tegas pada
duktus koledokus disertai dilatasi saluran empedu.
b. Striktur atau stenosis dapat disebabkan oleh kelainan diluar saluran empedu
yang menekan, misalnya kelainan jinak atau ganas. Striktur atau stenosis
umumnya disebabkan oleh fibrosis akibat peradangan lama, infeksi kronis,
iritasi oleh parasit, iritasi oleh batu, maupun trauma operasi. Striktur akibat
keganasan saluran empedu seperti adenokarsinoma dan kolangio-karsinoma
bersifat progresif sampai menimbulkan obstruksi total. Kelainan jinak ekstra
duktal akan terlihat gambaran kompresi duktus koledokus yang berbentuk
simetris. Tumor ganas akan mengadakan kompresi pada duktus koledokus
yang berbentuk ireguler.
c. Tumor ganas intraduktal akan terlihat penyumbatan lengkap berupa ireguler
dam menyebabkan pelebaran saluran empedu bagian proksimal. Gambaran
seperti ini akan tampak lebih jelas pada PCT, sedangkan pada ERCP akan
tampak penyempitan saluran empedu bagian distal tumor.
d. Tumor kaput pankreas akan terlihat pelebaran saluran pankreas. Pada daerah
obstruksi akan tampak dinding yang ireguler.
8. Penatalaksaan

a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik


Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring selama fase
akut penting dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya
merupakan makanan yang paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian
makanan secara intravena mungkin perlu diberikan selama fase akut bila pasien
terus menerus muntah. Aktifitas fisik biasanya perlu dibatasi hingga gejala mereda
dan tes fungsi hati kembali normal.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik.
Operasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan tradisional dianggap
sebagai cara pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini. Namun
demikian, perubahan dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan
nonbedah terhadap penatalaksanaan kandung empedu.
1) Penatalaksanaan Nonbedah
a) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya
dibatasi pada makanan cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan
karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim. Makanan berikut ini
ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi atau
ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak
membentuk gas, roti, kopi atau teh.
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya
mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala
gastrointestinal ringan.
b) Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodiol, chenofalk)
telah digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran
kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat
dibandingkan dengan asam kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek
samping dan dapat diberikan dengan dosis yang lebih kecil untuk
mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah menghambat
sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah
empedu.
c) Pelarutan Batu Empedu
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan batu empedu dengan
menginfuskan suatu bahan pelarut (Monooktanion atau Metal Tertier Butil
Eter (MTBE) ke dalam kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan
melalui jalur berikut ini : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan
langsung ke dalam kandung empedu; melaui selang atau drain yang
dimasukan melalui saluran T-tube untuk melarutkan batu yang belum
dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP (Endoscopic
Retrograde Cholangiopancreatography); atau kateter bilier transnalas.
d) Pengangkatan Nonbedah
Beberapa metode nonbedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum
terangkat pada saat cholesistektomy atau yang terjepit dalam duktus
koledokus. Sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya
disisipkan lewat saluran T-tube atau lewat fistule yang terbentuk pada saat
insersi T-tube, jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu
yang terjepit dalam duktus koledokus.
e) Extracorporeal Shock-Wafe Lithotripsy (ESWL)
Prosedur litotripsi atau ESWL ini telah berhasil memecah batu empedu tanpa
pembedahan. Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang
(repeated shock waves) kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau
duktus koledokus.
f) Litotripsi Intrakorporeal
Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau
duktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang ultrasound,
laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan
diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau debris
dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.

2) Penatalaksanaan Bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu
dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk
menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut.
Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan klien sudah mereda atau
bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien
mengharuskannya.
a) Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan,
di Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap
tahunnya. Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan
duktus sistikus diligasi.
b) Minikolesistektomi
Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung
empedu lewat insisi selebar 4 cm.
c) Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)
Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui
dinding abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik,
rongga abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum)
untuk membantu pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat
struktur abdomen.
d) Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu.
e) Bedah Kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut
membuat system bilier tidak jelas. (Smeltzer & Bare, 2002 )

9. Komplikasi

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Dalam mengkaji, harus
memperhatikan data dasar pasien. Informasi yang didapat dari klien (sumber data
primer), data yang didapat dari orang lain (sumber data sekunder), catatan kesehatan
klien, informasi atau laporan laboratorium, tes diagnostik, keluarga dan orang terdekat
atau anggota tim kesehatan lain merupakan pengkajian data dasar. (A.Azis Alimul
Hidayat,2002).
Pengkajian pasien Post Operatif ikterus obstruktif (Doenges,2000) meliputi :
a. Aktifitas/Istirahat
1) Gejala :
a) Kelemahan, atau keletihan
b) Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, rasa gatal.
b. Sirkulasi
1) Tanda :
a) Takikardia (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi, dan nyeri).
b) Kulit/membran mukosa: Turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah
(dehidrasi/malnutrisi).
c) Berkeringat
c. Eliminasi
1) Gejala
Perubahan warna urine dan feses.
2) Tanda
a) Distensi abdomen
b) Teraba massa pada kuadran kanan atas
c) Urine gelap, pekat
d) Feses berwarna seperti tanah liat
d. Makanan dan cairan
1) Gejala
a) Anoreksia, mual/muntah
b) Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembentuk gas”; regurgitasi
berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dispepsia.
c) Bertahak
2) Tanda
Kegemukan, adanya penurunan berat badan.
e. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala
a) Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke punggung atau bahu kanan.
b) Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
c) Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
2) Tanda
Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas ditekan.
f. Pernafasan
1) Tanda
a) Peningkatan frekuensi pernafasan
b) Pernafasan tertekan ditandai oleh nafas pendek, dangkal.
g. Keamanan
1) Tanda
a) Demam, menggigil
b) Ikterik dengan kulit berkeringat dan gatal ( pruritus )
c) Kecendrungan perdarahan ( kekurangan vitamin K )
h. Penyuluhan dan pembelajaran
1) Gejala
a) Kecendrungan keluarga untuk terjadi batu empedu.
b) Adanya kehamilan atau melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias
darah.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan.
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan
kebutuhan tindakan.
3. Intervensi Keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai