BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Medis
1. Defenisi
Ikterus adalah perubahan warna jaringan menjadi kuning akibat adanya penimbunan empedu
dalam tubuh,yang biasanya dapat di deteksi pada sklera, kulit, atau urine yang menjadi gelap bila
bilirubin serum mencapai 2-3 mg/dl, bilirubin serum normal adalah 0,3-1,0 mg/dl. (Price &
Wilson, 2006)
Ikterus obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi sekresi bilirubin yang
dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Akibat hambatan tersebut
terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah ikterus (Anonim, 2008).
Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan
menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri (Sherly, 2008).
Dengan demikian, ikterus obstruktif merupakan jaundice atau kekuningan yang disebabkan oleh
obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum
2. Etiologi
Ikterus obstruktif dapat bersifat intrahepatik ( mengenai sel hati ) dan ekstrahepatik ( mengenai
saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia yang serupa.
a. Ikterus obstruktif intrahepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif intrahepatik adalah penyakit hepatoseluler dengan
kerusakan sel parenkim hati akibat hepatitis virus atau berbagai jenis sirosis. Pada penyakit ini,
pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat kanalikuli atau
kolangiola. Penyakit hepatoseluler biasanya mengganggu semua fase metabolisme bilirubin
ambilan, konjugasi, dan ekskresi, tetapi ekskresi biasanya paling terganggu, sehingga yang
paling menonjol adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi. Penyebab ikterus obstruktif intrahepatik
yang lebih jarang adalah pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin Jhonson
serta sindrom Rotor (jarang terjadi). Pada kedaan ini terjadi gangguan transfer bilirubin melalui
membran hepatosit yang menyebabkan terjadinya retensi bilirubin dalam sel, obat yang sering
mencetuskan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral, estrogen, steroid
anabolik, isoniazid, dan klorpromazin.
b. Ikterus obstruktif ekstrahepatik
Penyebab tersering ikterus obstruktif ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada
ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas manyebabkan tekanan pada duktus
koledokus dari luar; demikian juga dengan karsinoma ampula vateri. Penyebab yang lebih jarang
adalah ikterus pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar limfe pada porta
hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat menyumbat duktus hepatikus
kanan atau kiri. (Price & Wilson, 2006)
3. Insiden
a. Ikterus obstruktif intrahepatik
1) Hepatitis A (HAV) : Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat kontak
dengan orang terinveksi melalui kontaminasi feces pada makanan atau air minum.
1) Fase pra-ikterik
Periode dimana infektivitas paling besar. Gejala meliputi mual, muntah, diare, konstipasi,
penurunan berat badan, malaise, sakit kepala, demam ringan, sakit sendi, ruam kulit.
2) Fase ikterik-jaundice (temuan paling menonjol).
Urine gelap berkabut (disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin), hepatomegali dengan nyeri
tekan, pembesaran nodus limfa, pruritus (akibat akumulasi garam empedu pada kulit); gejala fase
pra-ikterik berkurang sesuai menonjolnya gejala.
3) Fase pasca ikterik.
Gejala sebelumnya berkurang tetapi kelelahan berlanjut; empat bulan diperlukan untuk
pemulihan komplit.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu dapat mengalami dua jenis gejala yaitu
gejala yang disebabkan oleh kandung empedu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi
pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis seperti:
1) Gangguan epigrastrium seperti rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada
kuadran kanan. Gejala ini dapat terjadi setelah individu mengkonsumsi makanan yang berlemak
atau digoreng.
2) Rasa nyeri dan kolik bilier.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan
akhirnya infeksi. Klien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas yang
menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah
dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.
3) Ikterus
Ikterus dapat dijumpai di antara penderita penyakit kandung empedu dengan persentase yang
kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu
ke dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu yang tidak lagi
dibawa ke duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan
membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejala gatal-gatal yang
mencolok pada kulit
4) Perubahan warna urine dan feses
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang
tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu dan biasanya pekat yang disebut
clay-colored
5) Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mengganggu abosorpsi vitamin A,D,E dan K yang larut lemak.
Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamn ini jika obstruksi bilier
berjalan lama. Defisiensi vitamin A dapat menggangu pembekuan darah yang normal. (Smeltzer
& Bare, 2002 )
7. Pemeriksan diagnostik
a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik
1) Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal). Catatan : Merupakan batasan nilai untuk
membedakan hepatitis virus dari non virus.
2) AST (SGOT)/ALT(SGPT) : Awalnya meningkat. Dapat meningkat dalam 1-2 minggu
sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
3) Darah lengkap : SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim
hati) atau mengakibatkan perdarahan.
4) Leukopenia : Trombositopenia mungkin ada (splenomegali).
5) Diferensial darah lengkap : Leukositosis, monositosis, limfosit atipikal, dan sel plasma.
6) Alkali fosfatase : Agak meningkat (kecuali ada kolestasis berat).
7) Feces : Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).
8) Albumin serum : Menurun.
9) Gula darah : Hiperglikemia transien/hipoglikemia (gangguan fungsi hati).
10) Anti HAV IgM : Positif pada tipe A.
11) HbsAG : Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A).
12) Masa protrombin : Mungkin memanjang (disfungsi hati).
13) Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).
14) Biopsi hati : Menunjukkan diagnosis dan luasnya nekrosis.
15) Skan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.
16) Urinalisa : Peninggian kadar bilirubin; protein/hematuri dapat terjadi.
b. Ikterus Obstruktif Estrahepatik
1) Foto polos abdomen.
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu dikandung empedu atau di duktus
koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk skrening, melihat keadaan secara
keseluruhan dalam rongga abdomen.
2) Ultrasonografi (USG).
Ultrasonografi sangat berperan dalam mendiagnosa penyakit yang menyebabkan kholestasis.
Pemeriksaan USG sangat mudah melihat pelebaran duktus biliaris intra/ekstra hepatal sehingga
dengan mudah dapat mendiagnosis apakah ada ikterus obstruksi atau ikterus non obstruksi.
Apabila terjadi sumbatan daerah duktus biliaris yang paling sering adalah bagian distal maka
akan terlihat duktus biliaris komunis melebar dengan cepat yang kemudian diikuti pelebaran
bagian proximal.
3) Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP).
ERCP merupakan tindakan yang langsung dan invasif untuk mempelajari traktus biliaris dan
sistem duktus pankreatikus. Ditangan yang berpengalaman ERCP mempunyai keberhasilan yang
cukup tinggi dan tingkat keakuratan atau ketepatan kurang lebih 90%.
4) Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)
MRCP adalah pemeriksaan duktus biliaris dan duktus pankreatikus dengan memakai pesawat
MRI. Dengan memakai heavily T2W acquisition untuk memaksimalkan signal dari cairan yang
menetap pada duktus biliaris dan duktus pankreatikus.
5) Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC)
PTC merupakan sarana diagnosis invasif untuk membedakan ikterus obstruktif ekstra dan intra
hepatik serta menentukan lokasi sumbatan dan juga pada kebanyakan kasus etiologi dari pada
obstruksi lainnya. Gambaran saluran empedu yang diperoleh PTC tidak hanya memberikan
informasi mengenai saluran empedu tetapi juga mempermudah menduga penyebabnya, sehingga
dapat menjadi pedoman bagi ahli bedah dalam perencanaan operasinya.
6) Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD)
Teknik sama dengan PTC hanya di sini kateter masuk sampai melampaui obstruksi dan bisa
sampai duodenum. Lebih ke arah terapi, karena flow dan cairan empedu masuk ke dalam side
hole dari kateter.
7) CT-Scan
Pemeriksaan CT Scan mengenai tractus biliaris banyak dilakukan untuk melengkapi data suatu
pemeriksaan sonografi yang telah dilakukan sebelumnya. Secara khusus CT Scan dilakukan guna
menegaskan tingkat atau penyebab yang tepat adanya obstruksi/kelainan pada saluran empedu.
Dalam hal ini CT Scan dinilai untuk membedakan antara ikterus obstruktif, apakah intra atau
ekstra hepatik dengan memperhatikan adanya dilatasi dari duktus biliaris.
8) Pemerisaan Laboratorium.
a) Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal = 0,1-0,3 mg/ml.
b) Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml), Normal = 0,2-0,8 mg/ml.
c) Tidak adanya bilirubin dalam urin atau peningkatan bilirubin urin (konsentrasi tinggi dalam
darah).
d) Peningkatan urobilinogen (> 4 mg/24 jam) tergantung pada kemampuan hati untuk
mengabsorbsi urobilinogen dari sistem portal, Normal = 0-4 mg/hari.
e) Menurunnya urobilinogen fekal (< 40 mg/24 jam), Normal = 40-280 mg/hari, karena tidak
mencapai usus.
f) Peningkatan alkalin fosfat dan level kolesterol karena tidak dapat diekskresi ke kandung
empedu secara normal.
g) Pada kasus penyakit hati yang sudah parah, penurunan level kolesterol mengindikasikan
ketidakmampuan hati untuk mensintesisnya.
h) Peningkatan garam empedu yang menyebabkan deposisi di kulit, sehingga menimbulkan
pruritus.
i) Pemanjangan waktu PTT (Prothrombin Time) (> 40 detik) dikarenakan penurunan absorbsi
vitamin K.
8. Penanganan medik
a. Ikterus Obstruktif Intrahepatik
Tidak terdapat terapi spesifik untuk hepetitis virus akut. Tirah baring selama fase akut penting
dilakukan, dan diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat umumnya merupakan makanan yang
paling dapat dimakan oleh penderita. Pemberian makanan secara intravena mungkin perlu
diberikan selama fase akut bila pasien terus menerus muntah. Aktifitas fisik biasanya perlu
dibatasi hingga gejala mereda dan tes fungsi hati kembali normal.
b. Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik
Operasi pengangkatan kandung empedu melalui pembedahan tradisional dianggap sebagai cara
pendekatan yang baku dalam penatalaksanaan penyakit ini. Namun demikian, perubahan
dramatis telah terjadi dalam penatalaksanaan bedah dan nonbedah terhadap penatalaksanaan
kandung empedu.
1) Penatalaksanaan Nonbedah
a) Penatalaksanaan Pendukung dan Diet
Diet yang diterapkan segera setelah suatu serangan yang akut biasanya dibatasi pada makanan
cair rendah lemak. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu
skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang dimasak, nasi
atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran yang tidak membentuk gas,
roti, kopi atau teh.
Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi utama pada pasien yang hanya mengalami
intoleransi terhadap makanan berlemak dan mengeluhkan gejala gastrointestinal ringan.
b) Farmakoterapi
kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses
keperawatan. Adapun evaluasi klien dengan post op ikterus obstruktif yang dipasangi kateter
tetap dilakukan berdasarkan kriteria tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan asuhan
perawatan yang diberikan.