Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN ANAK II

“ATRESIA DUKTUS HEPATIKUS/ ATRESIA BILIARIS”

Disusun Untuk memenuhi Tugas Keperawatan Anak II

Disusun Oleh:

1. ADITYA YOGA DESA (010216A001)


2. CLARA TYAS EVININGRUM (010216A013)
3. JULIO ARMANDO PETRUS D (010216A031)

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO


S1 KEPERAWATAN TRANSFER
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Cambel (2006) dalam Julinar, dkk (2009), atresia bilier


adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier
terjadi karena proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi
hambatan aliran empedu (kolestasis), akibatnya di dalam hati dan darah terjadi
penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk.

Menurut Bisanto (2007) dalam Julinar, dkk (2009) , di dunia secara


keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia bilier berkisar 1:10.000-15.000
kelahiran hidup, lebih sering pada wanita dari pada laki-laki. Rasio atresia
bilier antara anak perempuan dan laki-laki 1,4:1, dan angka kejadian lebih
sering pada bangsa Asia. Kolestasis ekstrahepatik sekitar 25-30% disebabkan
oleh atresia billier.(4-7) Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
penyebab kolestasis obstruktif yang paling banyak dilaporkan (>90%) adalah
atresia bilier.

Mengingat beratnya penyakit Atresia bilier maka diagnosis dini sangat


diperlukan untuk mendapatkan terapi yng tepat dan cepat.Pemeriksasan
ultrasonografi dan imejing lainnya sangat diperlukan untuk diagnosis.

B. Tujuan

1. Mengetahui gambaran secara umum tentang Atresia biliaris

2. Mengetahui penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada anak dengan


atresia biliaris
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen


atau lebih dari duktus biliaris akibat terhentinya perkembangan janin,
menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati yang bervariasi dari statis
empedu sampai sirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi
hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland 2002: 206). Atresia bilier atau
atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi progresif yang
menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut. (Donna L.
Wong 2008: 1028).

Atresia bilier (biliary atresia)a adalah suatu penghambatan di dalam


pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju
ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang
berarti terjadi saat kelahiran. Atresia billiaris merupakan salah satu penyebab
dari kolestasis extrahepatik. Gejala yang sering menyertai adalah: sindrom
polisplenia (situs inversus, levocardia, dan tidak adanya vena cava inferior).
Napsu makan sangat menurun, muntah, irritable dan sepsis akibat adanya
kelainan metabolisme, (missal: galaktosemia, intoleransi fruktosa herediter,
trisemia, dll), menurut (Hersig J,1980).

B. Sistem Bilier

Sistembilier terbagi atas:

1. Intrahepatik
Sistem biliaris Intrahepatik terdiri atas kanalikuli biliaris dan duktuli
biliaris intralobular. Duktus biliaris intrahepatik terdiri atas sel kuboid atau
sel epitel kolumnar. Bersama dengan bertambahnya jaringan konektif
fibroelastis di sekitar epitel, maka duktus semakin besar. Duktus yang
terbesar mempunyai otot polos pada dindingnya. Kanalikuli biliaris
sebenarnya bukan merupakan suatu duktus melainkan suatu dilatasi ruang
interseluler antara hepatosit yang berdekatan. Diameter lumen kanalikuli
ini rata-rata 0,7 mm.

2. Ekstrahepatik

Sistem biliaris ekstrahepatik merupakan suatu saluran yang berada di


dalam ligamentum hepatoduodenale dan secara histologis terdiri atas sel
epitel kolumnar tinggi yang mensekresi mukus, selain itu juga terdapat
jaringan konektif di bawah epitel yang terdiri atas sejumlah serabut elastis,
kelenjar mukus, pembuluh darah dan saraf. Sistem biliaris extrahepatik
terdiri dari Ductus hepaticus kanan dan kiri, Ductus hepaticus komunis,
Ductus systicus dan Ductus koledokus, Ampula vateri dan Sfingter Oddi.

a) Duktus Hepatikus Kiri dan Kanan

Duktus            hepatikus kiri dan kanan muncul pada porta hepatika


dari kanan dan kiri lobus hepar dan berbentuk huruf V. Panjang dari
duktus hepatis kiri dan kanan bervariasi antara 0,5-2,5 cm. Biasanya
duktus hepatis kiri lebih panjang dari kanan dan lebih mudah dilatasi
bila terjadi obstruksi di bagian distal.

b) Duktus Hepatikus Komunis

Duktus Hepatikus komunis merupakan gabungan antara duktus


hepatikus kiri dan kanan dengan panjang sekitar 4 cm. Pada 95 %
kasus, gabungan ini berada di luar hepar, tepat di bawah dari porta
hepatis. Pada 5% kasus, bergabung di dalam hepar.

c) Duktus sistikus

Duktus sistikus timbul di bagian leher vesika fellea dan bergabung


dengan duktus hepatika komunis. Panjang duktus sistikus bervariasi
antara 0,5-0,8 cm dengan diameter rata-rata 1-3 mm. Dalam duktus
sistikus, mukosa membentuk 5-10 lipatan seperti bulan sabit yang
dikenal sebagai spiral valves of Heister. Valvula ini berfungsi untuk
menahan distensi yang berlebihan atau kolaps dari vesika fellea
dengan mengubah tekanan dalam duktus sistikus dan berfungsi dalam
menghambat masuknya batu empedu ke dalam duktus koledokus.

d) Duktus Koledokus

Duktus koledokus terbentuk dari gabungan duktus sistikus dengan


duktus hepatikus komunis. Panjang duktus ini sekitar 7,5 cm, namun
juga dapat bervariasi tergantung dari panjang duktus sistikus dan
duktus hepatikus komunis dengan diameter sekitar 6 mm. Duktus
koledokus dibagi dalam 4 segmen : supraduodenal, retroduodenal,
pankreatika dan intraduodenal. Segmen supraduodenal mempunyai
panjang 2,5 cm dan berada di batas kanan dari ligamentum
hepatoduodenal, yaitu pada bagian anterior dari vena porta dan sebelah
kanan dari arteri hepatika komunis ascendens. Segmen retroduodenal
berada di posterior dari bagian pertama duodenum dengan panjang
sekitar 2,5 - 4 cm. Segmen ini berjalan sepanjang permukaan inferior
duodenum, kemudian berpindah dari kanan ke kiri dan berada tepat di
kanan dari arteri gastroduodenal.  Segmen pankreatika dari duktus
koledokus memanjang dari batas bawah dari bagian awal duodenum
ke dinding posteromedial dari bagian kedua duodenum, dimana duktus
masuk ke dalam dinding duodenum. Segmen intraduodenal
mempunyai panjang 2 cm dan berjalan miring sepanjang dinding
duodenum bersama dengan duktus pankreatikus.

e) Ampula vateri

Ampula vateri terbentuk dari pertemuan antara duktus koledokus


dengan duktus pankreatikus. Panjang ampula ini bervariasi, ditemukan
panjangnya lebih dari 2 mm pada 46 % kasus, sedangkan kurang dari
2 mm pada 32 % kasus dan tidak ada pertemuan antara duktus
pankreatika dengan duktus koledokus pada 29 % kasus.

f) Sphingter Oddi

Pada segmen intraduodenal dari duktus koledokus dan ampula


dikelilingi oleh lapisan serabut otot polos yang dikenal
sebagai Sphingter of Oddi. Sfingter ini merupakan kelompok serabut
otot yang berada pada dinding duktus koledokus. Pengaturan dari
aliran empedu utamanya dikontrol oleh sfingter ini dan terjadi
relaksasi sfingter akibat stimulasi kolesistokinin dan  parasimpatis.

g) Sistem Vaskularisasi

Duktus biliaris ekstrahepatik mendapat vaskularisasi dari beberapa


tempat, diantaranya; Duktus hepatis dan segmen supraduodenal dari
duktus koledokus mendapat aliran darah dari cabang kecil arteri
sistikus. Bagian retroduodenal dari duktus koledokus disuplai oleh
cabang retroduodenal dan posterosuperior dari arteri
pankreatikoduodenal. Segmen pankreatika dan intraduodenal
divaskularisasi oleh arteri pankreatikoduodenal bagian anterior dan
posterosuperior.
C. Patofisiologi

Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun


mekanisme imun atau viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang
menimbulkan obstruksi saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan
bahwa atresia bilier tidak terlihat pada janin, bayi yang baru lahir (Halamek
dan Stefien Soen, 1997). Keadaan ini menunjukan bahwa atresia bilier terjadi
pada akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam
waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif
dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik
atau ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi
aliran normal empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan
menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati, bahkan hati menjadi
fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang
menimbulkan ikterus dan duktus didalam lobus hati yang meningkatkan
ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi mencegah terjadi bilirubin ke dalam
usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam
darah sehingga menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya
empedu dalam usus, lemak dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi
sehingga mengalami kekurangan vitamin yang menyebabkan gagal tumbuh
pada anak (Parakrama, 2005).

D. Klasifikasi

Menurut anatomis atresia billier ada 3 tipe:


1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus
komunis, segmen proksimal paten
2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris komunis,
duktus sistikus, dan kandung empedu semuanya)
Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis,
duktus sistikus, kandung empedu normal
3. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik sampai
ke hilus
Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di operasi (correctable)
sedangkan tipe III adalah bentuk atresia yang tidak dapat di operasi (non
correctable), bila telah terjadi sirosis maka dilakukan transpalantasi hati.
E. Manifestasi klinis
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1. Air kemih bayi berwarna gelap
sebagian urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan di ekresikan ginjal
ke dalam urine pada obstruksi saluran empedu bilirubin tidak memasuki
intestinum sehingga urobilinogen tidak terdapat dalam urine
2. Tinja berwarna pucat
3. Kulit berwarna kuning
 Jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan (kenaikan kadar bilirubin
berlangsung cepat > 5 mg/dl dalam 24 jam, kadar bilirubin serum > 12
mg/dl pada bayi cukup bulan serta > 15 mg/dl pada bayi premature pada
minggu pertama kehidupan), karena obtruksi pengaliran getah empedu
dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas yaitu getah empedu
tidak dibawa ke duodenum tapi di serap oleh darah dan penyerapan
empedu ini akan menyebabkan kulit dan membrane mukosa berwarna
kuning.
4. Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung
lambat
5. Hati membesar.
6. Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a. Gangguan pertumbuhan
b. Gatal-gatal
c. Rewel
d. Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan
kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari
hiperbilirubinemia fisiologis. Sclain itu dilakukan pemeriksaan darah
tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4
mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT> 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih
mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan
SGOT< 5 kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih
mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rcndah tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier (9). Kombinasi peningkatan
gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan alkali
fosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia
bilier.
b. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya
diagnostik yang cukup sensitif, tetapi penulis lain menyatakan bahwa
pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi tinja.
Karena kadar bilirubin dalam empedu hanya 10%, sedangkan kadar
asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka asam empedu di
dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2. Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
DiagnostikUSG 77% dan dapat ditingkatkan bila pemeriksaan
dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan
sesudah minum
b. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium
99m mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%
c. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde
CholangioPancreaticography) merupakan upaya diagnostik dini yang
berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis
intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat
dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai
saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk
membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier. Selain
ERCP, pemeriksaan MRCP (Magnetic resonance
cholangiopancreatography) sudah banyak digunakan memandangkan
penggunaannya kurang invasif dibanding dengan ERCP.
3. Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat
diandalkan. Di tangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95% (1), sehingga dapat membantu pengambilan
keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, dan bahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi
Kasai ditentukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus
hati. Bila diameter duktus 100 200 u atau 150 400 u maka aliran empedu
dapat terjadi.
Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier
mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan
adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus
disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang
menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik)
memerlukan waktu.  Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan
biopsi pada usia < 6 minggu.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
1. Cirosis
Terjadi akibat obstuksi beliar yang kronis dan infeksi ( konlongitis ) dan
berakibat terjadinya jaringan parut disekitar hati dan empedu
2. Gagal Hati
Gangguan fungsi hati yang tampak adalah terjadinya pruritus akibat
retensi garam- garam empedu
3. Gagal tumbuh
Penurunan imunitas serta penyerapan nutrisi penting serta tingginya
motebolisme pada atresia mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak
4. Hipertensi Portal
Aliran darah yang melewati hati terganggu ( rusak ) meningkatkan
tekanan darah yang melewati vena vortal , diikuti oleh penumpukan cairan
dirongga abdomen mengakibatkan volume intravena menurun dan ginjal
melepas renin yang meningkatkan skeresi hormon aldesteron oleh kelenjar
adrenal yang selanjutnya membuat ginjal menahan natriun dan air dalam
upaya unruk menggembalikan volume intravaskuler dalam keadaan
normal.
5. Varisis Esofagus

Berkaitan dengan peningkatan vena portal darah dari taraktus intestinal


dan limpa akan mencari jalan keluar melalui sirkulasi kolateral (lintasan
baru untuk kembali keatrium kanan) akibat peningkatan tekanan
khususnya dalam pembuluh darah pada lapisan sub mukosa esophagus
bagian bawah dan lambung bagian atas, pembuluh pembuluh kolateral ini
tidak begitu elastic 9 rapuh dan mudah mengalami perdarahan.

H. Penatalaksanaan
1. Medik
Penanganan atresia biliary harus segera dilakukan laparotomi
eksplorasi, sekaligus dilakukan kolangiografi pada saat melakukan operasi
untuk mengetahui adanya dan letak obstruksi yang tepat. Tahap
berikutnya tergantung dari jenis kelainan yang tampak, dapat dikoreksi
atau tidak dapat dikoreksi.
Terhadap atresia yang dapat dikoreksi dilakukan pemasangan Salin,
bila diduga tidak mungkin dilakukan tindakan koreksi harus dibuat
sendian beku, untuk menentukan adanya sisa saluran empedu dan
besarnya penyempitan. Dalam kasus demikian tidak dibenarkan untuk
melakukan tindakan bedah seperti transeksi atau diseksi jaringan hepar
sampai ke porta hepatic. Diantara kasus yang tidak dapat dikoreksi pada
beberapa bayi masih mungkin dilakukan hepatoportoonterostomi.
Terapi pengobatan yang dapat diberikan:
a. Feno barbital 5 mg / kg / BB (dibagi 2 kali pemberian)
b. Kolesteramin 1 gr / kg / BB (dibagi 6 kali pemberian)
2. Keperawatan
a. Pertahankan kesehatan bayi (pemberian makan cukup gizi sesuai
dengan kebutuhan serta menghindarkan kontak infeksi).
b. Berikan penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan kuning pada
bayinya berbeda dengan bayi lain yang kuning karena
hiperbilirubinemia biasa yang dapat hanya dengan terapi sinar / terapi
lain.

c. Pada bayi ini perlu tindakan bedah karena terdapatnya penyumbatan.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


Pengkajian yang perlu diperhatikan pada permasalahan ini adalah:
1. Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
2. Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
3. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti
rubella
4. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi
abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi
5. Pemeriksaan Fisik
a. BI : sesak nafas, RR meningkat
b. B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan
vitamin K)
c. B3: gelisah atau rewel
d. B4: urine warna gelap dan pekat
e. B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna
pucat, anoreksia, mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan
menurun, lingkar perut 52 cm
f. B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat
dan gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah
6. Pemeriksaan Penunjang 
a. Laboratorium
1) Bilirubin direk dalam serum meninggi
2) nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
3) Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati
akibat bendungan empedu yang luas
4) Tidak ada urobilinogen dalam urine
5) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigiliserol)
7. Pemeriksaan diagnostik
a. USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis
ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu)
b. Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan
duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat
berarti atresia empedu terjadi
c. Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati
memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu
sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di
duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra hepatic
d. Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan
noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita
tidak ditemukan lumen yang jelas
J. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient yang
buruk, mual muntah
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
dalam jaringan dtandai dengan adanya pruritus
4. Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan (gagal tumbuh)
berhubungan dengan penyakit kronis
5. Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi
abdomen
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1
2
3
DAFTAR PUSTAKA

Julinar.2009.Atresia Biliaris. Jurnal. Majalah Kedokteran Andalas, Vol.33. No.2. Juli


–Desember 2009. Diunduh pada tanggal 22 Maret 2017 dari
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/index.php/art/article/viewFile/61/58

Wong.2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai