Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

AUTISME

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 12
DITA ANGGRAINI P. (010216A020)
FIRDA INTAN K. (010216A026)

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO


TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah

melimpahkan ahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga Makalah yang

berjudul “ Autisme“ ini dapat diselesaikan dengan baik.

Melalui makalah ini, penulis berharap pembaca dapat mengetahui tentang

Autisme. Pada kesempatan ini, Kami juga berterimakasih kepada :

1. Ibu Ns. Trimawati, S.Kep., M.kep. Selaku dosen pengampu Keperawatan

Anak.

2. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian penulisan

Makalah ini.

Kami menyadari penulisan makalah ini masihsangat jauh dari sempurna.

Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para

pembaca untuk memperbaiki kualitas makalah ini.Semoga makalah ini dapat

bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Ungaran-Semarang, Maret 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Interaksi dan komunikasi merupakan salah satu modal bagi
seseorang untuk memperoleh berbagai informasi melalui lingkungan.
Lingkungan sampai saat ini diyakini sebagai sumber yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan seseorang. Jika seseorang mengalami
hambatan dalam interaksi dan komunikasi, diyakini orang tersebut akan
mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya.
Anak autisme sebagai salah satu bagian dari anak berkebutuhan
khusus mengalami hambatan pada keterampilan interaksi dan komunikasi.
Keadaan ini diperburuk oleh adanya gangguan tingkah laku yang
menyertai setiap anak autisme, bahkan hambatan inilah yang paling
mengganggu pada anak autisme dalam melakukan interaksi dan
komunikasi dengan lingkungannya.
Meskipun demikian, tidak berarti anak autisme tidak mempunyai
potensi yang bisa dikembangkan. Meskipun prosentasinya kecil,
diperkirakan kurang dari 20% dari populasi anak yang mengalami autisme.
Mereka memiliki potensi rata-rata bahkan ada yang di atas rata-rata. Tidak
jarang diantara mereka ada yang bisa berhasil mencapai prestasi akademik
tertinggi seperti anak pada umumnya yang tidak autisme.
Autisme merupakan kelainan yang serius dan kompleks, apabila
tidak ditangani dengan tepat dan cepat kelainan ini akan menetap dan
dapat berakibat pada keterlambatan perkembangan. Keterlambatan
perkembangan pada kasus autisme biasanya ditemukan pada anak-anak
dan mempunyai dampak yang berlanjut sampai dewasa. Salah satu
gangguan perkembangan yang dialami adalah kesulitan dalam memahami
apa yang mereka lihat, dengar, dan mereka rasakan. Gangguan ini dapat
menyebabkan keterlambatan perkembangan antara lain dalam kemampuan
berkomunikasi, berbicara, bersosialisasi, perilaku, dan keterampilan
motorik.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Autisme
2. Penyebab Autisme
3. Karakteristik anak Autisme
4. Klasifikasi anak Autisme
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui tentang Autisme
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui pengertian Autisme
2) Mengetahui penyebab Autisme
3) Mengetahui patofisiologi Autisme
4) Mengetahui Tanda dan gejala anak Autisme
5) Mengetahui Klasifikasi anak Autisme
6) Mengetahui Penatalaksanaan Autisme
7) Mengetahui Prognosis Autisme
8) Askep sesuai 3N (Nanda, NIC dan NOC)
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Autisme merupakan salah satu kelompok dari kelompok gangguan
perkembangan pada anak. Menurut Veskarisyanti (2008 : 17). Dalam
bahasa Yunani yakni kata “Auto” yang berarti berdiri sendiri. Arti kata
ini ditujukan pada seseorang penyandang autisme yang seakan-akan
hidup didunianya sendiri. Safaria (2005: 1), memaparkan bahwa
Kenner mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan
berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan
dengan penguasaan yang tertunda, ecolalia, mutism, pembalikan
kalimat, adanya aktifitas bermain yang repetitif dan stereotif, ingatan
yang sangat kuat.
Menurut Sastra (2011: 13) autisme adalah gangguan perkembangan
otak pada anak yang berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak
dapat mengespresikan peranan dan keinginannya, sehingga perilaku
hubungan dengan orang lain terganggu.
Istilah Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo
Kanner. Autisme berasal dari kata auto yang berarti menyendiri, maka
kita akan mendapat kesan bahwa individu autisme itu seolah-olah
hidup di dunianya sendiri. Jadi, autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi
sosial, kognisi, dan aktivitas imajinasi. Indonesia mengenal masalah
autisme sejak tahun 1977.
American Pshyciatric Assosiation (APA) mendefinisikan salah
satu karakteristik autisme adalah gangguan dalam komunikasi. Gejala
autisme mulai tampak sebelum anak berusia berusia tiga tahun.
Bahkan pada autisme infatil gejalanya sudah ada sejak lahir. Seseorang
baru dapat dikatakan termasuk kategori Autisme, bila ia memiliki
hambatan perkembangan dalam tiga sapek yaitu kualitas kemampuan
interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam
kemampuan komunikasi timbal balik, minat yang terbatas disertai
gerakan-gerakan tanpa tujuan. Gejala tersebut harus sudah terlihat
sebelum usia tiga tahun. Mengingat bahwa tiga aspek tersebut
terwujud dalam bentuk yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa
autisme merupakan sekumpulan gejala klinis yang dilatar belakangi
oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain
dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus.
B. Penyebab
1. Ibu yang dingin
Teori ini mengatakan bahwa sikap ibu yang dingin terhadap
kehadiran anaknya menyebabkan anak masuk kedalam dunianya
sendiri sehingga ia menjadi autisme. Namun ternyata anak yang
mendapat kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya
terutama ibunya, menunjukan ciri-ciri autisme. Teori tersebut tidak
memberi gambaran secara pasti, sehingga hal ini mengakibatkan
penanganan yang diberikan kurang tepat bahkan tidak jarang
berlawanan dan berakibat kurang menguntungkan bagi individu
autisme.
2. Lingkungan
Faktor lain penyebab autisme pada anak adalah lingkungan. Ibu
hamil yang tinggal di lingkungan kurang baik dan penuh tekanan,
tentunya berisiko pada janin yang dikandungnya. Selain itu
lingkungan yang tidak bersih juga dapat mempengaruhi
perkembangan janin dalam kandungan.
3. Genetik
Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan oleh faktor
genetik. Penyakit genetik yang sering dihubungkan dengan autisme
adalah Tuberous Sclerosis (17-58%) dan syndrome fragile X (20-
30%). Disebut Fragile-X karena secara sito genetik penyakit ini
ditandai oleh adanya kerapuhan (fragile) yang tampak seperti
patahan di ujung akhir lengan panjang kromosom X 4. Sindrom
fragile X merupakan penyakit yang diwariskan secara X-linked (X
terangkai) yaitu melalui kromosom X. Pola penurunanya tidak
umum, yaitu tidak seperti penyakit dengan pewarisan X-linked
lainnya karena tidak bisa digolongkan sebagai dominasi atau
resesi, laki-laki dan perempuan dapat menjadi penderita maupun
pembawa sifat (carrier).
4. Usia orang tua
Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si
anak menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010
menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen
memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia
20-29 tahun. “Memang belum diketahui dengan pasti hubungan
usia orangtua dengan autisme. Namun, hal ini diduga karena
terjadinya faktor mutasi gen,” kata Alycia Halladay, Direktur Riset
Studi Lingkungan Autismem Speaks.
5. Pestisida
Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya
autisme. Beberapa riset menemukan, pestisida akan mengganggu
fungsi gen di sistem saraf pusat. Menurut Dr Alice Mao, profesor
psikiatri, zat kimia dalam pestisida berdampak pada mereka yang
punya bakat autisme.
6. Obat-obatan
Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan
memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan
tersebut termasuk valproic dan thalidomide. Thalidomide adalah
obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan
muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia. Obat
thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena
banyaknya laporan bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini
diresepkan untuk mengatasi gangguan kulit dan terapi kanker.
Sementara itu, valproic acid adalah obat yang dipakai untuk
penderita gangguan mood dan bipolar disorder.
7. Perkembangan otak
Area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum
yang bertanggung jawab pada konsentrasi, pergerakan dan
pengaturan mood, berkaitan dengan autisme. Ketidakseimbangan
neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga
dihubungkan dengan autisme.
C. Patofisiologi
Saat ini telah diketahui bahwa autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan, yaitu suatu gangguan terhadap cara otak berkembang.
Akibat perkembangan otak yang salah maka jaringan otak tidak
mampu mengatur pengamatan dan gerak, belajar dan merasakan serta
fungsi-fungsi vital dalam tubuh.
Penelitian Post-Mortem menunjukan adanya abnormalitas
didaerah-daerah yang berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa
penyandan autisme yang berbeda-beda pula. Pada beberapa bagian
dijumpai adanya abnormalitas berupa substansi grisea walaupun
volumenya sama seperti anak normal tetapi mengandung lebih sedikit
neuron.
Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadanya pada
anak dengan autis adalah serotonin 5-hydroxytryptamine (5-Ht) yaitu
sebagiai neurotransmiter yang bekerja sebagai pengantar sinyal disel-
sel saraf. Anak-anak penyandang autisme dijumpai 30-50%
mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah. Perkembangan
norepinefrin (NE), dopamin(DA) dan 5-HT yang mengalami
gangguan.
D. Manifestasi Klinis
1. Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan
tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang
kebawah.
2. Selalu diam sepanjang waktu
3. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan
nada monoton, kemudian dengan suara aneh ia akan mengucapkan
atau akan menceriterakan dirinya dengan beberapa kata, kemudian
diam dan menyendiri lagi.
4. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukan rasa takut, tidak punya
keinginan yang macam-macam, serta tidak menyenangi
sekelilingnya.
5. Tidak tampak ceria
6. Tidak perduli terhadap lingkungannya, kecuali dengan benda yang
ia suka, misalnya boneka.
Sedangkan karakterisik yang tampak pada anak autisme dalam buku
Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus (Hidayat, dkk,2009) yaitu:
1. Anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara ,
tetapi kemudian sirna.
2. Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain, kadang-
kadang anak berperilaku menyakiti dirinya sendiri.
3. Anak tidak mempunyai empati dan tidak tahu apa reaksi orang
lain atas perbuatannya.
4. Pemahaman anak sangat kurang, sehingga apa yang ia baca sukar
dipahami. Misalnya dalam bercerita kembali dan soal berhitung
yang menggunakan kalimat.
5. Kadang kala anak mempunyai daya ingat yang sangat kuat,
seperti perkalian, kalender, dan lagu-lagu.
6. Dalam belajar mereka lebih mudah memahami lewat gambar-
gambar (visual learners)
7. Anak belum dapat bersosialisasi dengan teman sekelasnya, seperti
sukar bekerja sama dalam kelompok sebayanya, bermain peran
dan sebagainya.
8. Kesulitan mengekspresikan perasaanya, seperti : suka marah,
mudah frustasi bila tidak dimengerti dan dapat menimbulkan
tantrum (ekspresi emosi dalam bentuk fisik atau marah yang tidak
terkendali).
9. Memperlihatkan prilaku stimulasi diri sendiri seperti bergoyang-
goyang, mengepakan tangan seperti burung, berputar-putar,
mendekatkan mata ke pesawat tv.
E. Klasifikasi autisme
Dalam berinteraksi sosial anak autismetik dikelompokan atas 3
kelompok yaitu:
1. Autisme persepsi
Autisme persepsi dianggap autisme asli karena kelainan sudah
timbul sebelum lahir. Autisme ini terjadi karena berbagai faktor
baik itu berupa pengaruh dari keluarga, maupun pengaruh dari
lingkungan(makanan, rangsangan) maupun faktor lainnya.
Ketidakmampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan
reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga ketidakmampuan
anak bekerja sama dengan orang lain, sehingga anak akan bersikap
bodoh . gejala yang dapat diamati antara lain :
a. Rangsangan dari luar baik yang kecil maupun yang kuat, akan
menimbulkan kecemasan. Tubuh akan mengadakan mekanisme
dan reaksi pertahanan hingga terlihat timbul pengembangan
masalah.
b. Banyaknya pengaruh rangsangan dari orang tua, tidak bisa
ditentukan. Orang tua tidak ingin peduli terhadap keinginan
dan kesengsaraan anaknya. Kebingungan anaknya perlahan
berubah menjadi kekecewaan. Lama kelamaan rangsangan
ditolak atau anak bersikap masa bodoh
c. Pada kondisi begini baru orang tua memulaipeduli atas
kelainan anaknya, sambil terusmenciptakan rangsangan
memperberat kebingungan anaknya , mulai berusaha mencari
pertolongan.
d. Pada saat begini, si bapak malah sring menyalahkan si ibu
kurang memiliki naluri kepekaan. Si bapak tidak menyadari
tersebut malah memperberat kebingungan si anak dan
memperbesar kekhilafan yang di perbuat.
2. Autisme reaksi
Timbulnya autisme reaksi karena beberapa permasalahan seperti
tiimbulnya reaksi seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah
rumah/sekolah dan sebagainya. Autisme jenis reaktif akan
memunculkan gerakan-gerakan tertentu dan berulang-ulang
disertai kejang-kejang. Gejala autisme reaktif mulai terlihat pada
usia lebih besar (6-7) tahun sebelum anak memasuki tahapan
berfikir logis, mempunyai sifat rapuh mudah terkena pengaruh
luar yang timbul setelah lahir karena trauma fisik atau psikis.
Gejalanya antara lain :
a. Mempunyai sifat rapuh, mudah terkena pengaruh luar yang
timbul setelah lahir, baik karena trauma fisik atau psikis
disebabkan karena kehilangan ibu.
b. Setiap kondisi, bisa saja merupakan trauma pada anak yang
berjiwa rapuh ini, sehingga mempengaruhi perkembangan
normal dikemudian harinya. Ada beberapa keterangan
yangperlu diketahui yang mungkin merupakan faktor resiko
pada kejadian autisme reaktif :
 Anak yang terkena autisme reaktif menghadapi
kecemasan yang berat pada masa kanak-kanak,
memberikan reaksi pada terhadap pengalamannya yang
menimbulkan trauma psikis tersebut.
 Trauma kecemasan ini terjadi sebelum anak berada
pada penyimpanan memori diawal kehidupannya tetapi
proses sosialisasi dengan sekitarnya akan terganggu
 Trauma kecemasan yang terjadi pada masa
penyimpanan memori yang akan berpengaruh pada
anak usia 2-3 tahun karena itu meskipun anak terlihat
normal tapi kemampuan berbiacara dan berbahasanya
sudah mulai terganggu ini yang membuat orang tua si
anak menjadi khawatir salah satu penyebab timbulnya
autisme reaktif adalah trauma yang menyebabkan
kecemasan anak setelah beberapa waktu yang lama
akan menyisahkan kelainan antara lain tidak bisa
membaca(dyslexsia), tidak bisa bicara(aphasia),serta
bebagai masalah yang menghancurkan yang menjelma
dalam bentuk autisme.
3. Autiame yang timbul kemudia
Autisme jenis ini terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan
kalainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan
mempersulit memberikan pelatihan dan pendidikan uuntuk
mengubah perilakunya yang sudah melekat, ditambah beberapa
pengalaman baru dari hasil interaksi dengan lingkunganya. Untuk
itu mendiagnosadan intervensi awal pada anak autisme kelompok
ini, merupakan langkah yang harus segera dilakukan dalam rangka
mengembangkan potensinya.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua
disiplin ilmu yang terkait: tenaga medis (psikiater, dokter anak,
neurolog, dokter rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik,
psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi
pada autis adalah untuk mengurangi masalah perilaku dan
meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama
dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan
dilakukan manajemen multidisiplin yang sesuai yang tepat waktu,
diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak
dengan autisme. Manajemen multidisiplin dapat dibagi menjadi dua
yaitu non medikamentosa dan medika mentosa.
1. Non medikamentosa
a. Terapi edukasi Intervensi dalam bentuk pelatihan keterampilan
sosial, keterampilan sehari-hari agar anak menjadi mandiri.
Tedapat berbagai metode penganjaran antara lain metode
TEACHC (Treatment and Education of Autistic and related
Communication Handicapped Children) metode ini merupakan
suatu program yang sangat terstruktur yang mengintegrasikan
metode klasikal yang individual, metode pengajaran yang
sistematik terjadwal dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.
b. Terapi perilaku Intervensi terapi perilaku sangat diperlukan
pada autisme. Apapun metodenya sebaiknya harus sesegera
mungkin dan seintensif mungkin yang dilakukan terpadu
dengan terapi-terapi lain. Metode yang banyak dipakai adalah
ABA (Applied Behaviour Analisis) dimana keberhasilannya
sangat tergantung dari, usia saat terapi itu dilakukan (terbaik
sekitar usia 2 – 5 tahun).
c. Terapi wicara
Intervensi dalam bentuk terapi wicara sangat perlu dilakukan,
mengingat tidak semua individu dengan autisme dapat
berkomunikasi secara verbal. Terapi ini harus diberikan sejak
dini dan dengan intensif dengan terapi-terapi yang lain.
d. Terapi okupasi/fisik Intervensi ini dilakukan agar individu
dengan autisme dapat melakukan gerakan, memegang, menulis,
melompat dengan terkontrol dan teratur sesuai kebutuhan saat
itu.
e. Sensori integrasi
Adalah pengorganisasian informasi semua sensori yang ada
(gerakan, sentuhan, penciuman, pengecapan, penglihatan,
pendengaran) untuk menghasilkan respon yang bermakna.
Melalui semua indera yang ada otak menerima informasi
mengenai kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya, sehingga
diharapkan semua gangguan akan dapat teratasi.
f. AIT (Auditory Integration Training)
Pada intervensi autisme, awalnya ditentukan suara yang
mengganggu pendengaran dengan audimeter. Lalu diikuti
dengan seri terapi yang mendengarkan suara-suara yang
direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan.
Selanjutnya dilakukan desentisasi terhadap suara-suara yang
menyakitkan tersebut.
g. Intervensi keluarga
Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan
keluarga baik perlindungan, pengasuhan, pendidikan, maupun
dorongan untuk dapat tercapainya perkembangan yang optimal
dari seorang anak, mandiri dan dapat bersosialisai dengan
lingkungannya. Untuk itu diperlukan keluarga yang dapat
berinteraksi satu sama lain (antar anggota keluarga) dan saling
mendukung. Oleh karena itu pengolahan keluarga dalam
kaitannya dengan manajemen terapi menjadi sangat penting,
tanpa dukungan keluarga rasanya sulit sekali kita dapat
melaksanakan terapi apapun pada individu dengan autisme.
2. Medikamentosa
Individu yang destruktif seringkali menimbulkan suasana yang
tegang bagi lingkungan pengasuh, saudara kandung dan guru atau
terapisnya. Kondisi ini seringkali memerlukan medikasi dengan
medikamentosa yang mempunyai potensi untuk mengatasi hal ini
dan sebaiknya diberikan bersama-sama dengan intervensi
edukational, perilaku dan sosial.
a. Jika perilaku destruktif yang menjadi target terapi, manajemen
terbaik adalah dengan dosis rendah antipsikotik/neuroleptik
tapi dapat juga dengan agonis alfa adrenergik dan antagonis
reseptor beta sebagai alternatif.
1) Neuroleptik
a) Neuroleptik tipikal potensi rendah-Thioridazin-dapat
menurunkan agresifitas dan agitasi.
b) Neuroleptik tipikal potensi tinggi-Haloperidol-dapat
menurunkan agresifitas, hiperaktifitas, iritabilitas dan
stereotipik.
c) Neuroleptik atipikal-Risperidon-akan tampak perbaikan
dalam hubungan sosial, atensi dan absesif.
2) Agonis reseptor alfa adrenergik
a) Klonidin, dilaporkan dapat menurunkan agresifitas,
impulsifitas dan hiperaktifitas.
3) Beta adrenergik blocker
a) Propanolol dipakai dalam mengatasi agresifitas
terutama yang disertai dengan agitasi dan anxietas.
4) Jika perilaku repetitif menjadi target terapi
Neuroleptik (Risperidon) dan SSRI dapat dipakai untuk
mengatasi perilaku.
5) Jika inatensi menjadi target terapi
Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan
atensi dan mengurangi destruksibilitas. stereotipik seperti
melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal
rutin dan ritual obsesif dengan anxietas tinggi.
6) Jika insomnia menjadi target terapi
Dyphenhidramine (Benadryl) dan neuroleptik (Tioridazin)
dapat mengatasi keluhan ini.
7) Jika gangguan metabolisme menjadi problem utama
Ganguan metabolisme yang sering terjadi meliputi
gangguan pencernaan, alergi makanan, gangguan kekebalan
tubuh, keracunan logam berat yang terjadi akibat ketidak
mampuan anak-anak ini untuk membuang racun dari dalam
tubuhnya. Intervensi biomedis dilakukan setelah hasil tes
laboratorium diperoleh. Semua gangguan metabolisme
yang ada diperbaiki dengan obatobatan maupun pengaturan
diet.
G. Pemeriksaan diagnostik
1. CARS (childhood Autism Rating Scale)
Skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat Eric
Shopler pada tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan
perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi
berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan
tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengan dan
komunikasi verbal
2. CHAT (The checklisfor autism in toodlers)
Berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang
digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan,
dikembangkan oleh Simon Baron Cohen pada awal tahun 1990-an.
3. The autism screening questionare
Daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan
pada anak di atas usia 4 tahun utnuk mengevaluasi kemampuan
komuikasi dan sosial mereka
4. The screening test for autisme in two years old
Tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan
oleh Wendy stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang
kemampuan yaitu bermain, imitaso motor dan konsentrasi.
H. Prognosis
Intervensi dini yang tepat dan perogram pendidikan terspesialisasi
serta pelayanan pendukung mempengaruhi hasil pada penderita
autisme. Autisme tidak fatal dan tidak mempengaruhi harapan hidup
normal. Penderita autis yang dideteksi dini serta langsung mendapat
perawatan dapat hidup mandiri tergantung dari jenis gangguan autistik
apa yang diderita dan berapa umurnya saat terdeteksi dan ditangani
sebagai penderita autis.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
perkembangan (00051)
Definisi : Penurunan,pelambatan,atau ketidakmampuan untuk
menerima memproses mengirim dan atau menggunakan sistem
simbol.
2. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan kendala
komunikasi (00052)
Definisi : kurang atau kelebihan kuantitas, atau tidak efektif
kualitas pertukaran sosialnya.
J. Intervensi
1. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
perkembangan (00051)
Definisi : Penurunan,pelambatan,atau ketidakmampuan untuk
menerima memproses mengirim dan atau menggunakan sistem
simbol.
Domain 5 : persepsi/ kognitif
Kelas 5 : komunikasi
a. NOC :
Orientasi kognitif (0901)
Indikator :
 Mengidentifikasi diri sendiri
 Mengidentifikasi tempat saat ini
 Mengidentifikasi hari dengan benar
 Mengidentifikasi bulan dengan benar
 Mengidentifikasi tahun dengan benar
b. NIC : peningkatan komunikasi kurang bicara (4976)
 Monitor kecepatan bicara, tekanan, kecepatan,
kuantitas, volume, diksi
 Monitor proses kognitif, anatomis, dan fisiologis terkait
dengan kemampuan berbicara (misalnya : memori,
pendengaran dan bahasa)
 Intruksikan pasien atau keluarga untuk menggunakan
proses kognitif, anatomis dan fisilogi yang terlibat
dalam kemampuan berbicara
 Kenali emosi dan perilaku fisik (pasien) sebagian
bentuk komunikasi (mereka)
3. Hambatan interaksi sosial berhubungan dengan kendala
komunikasi (00052)
Definisi : kurang atau kelebihan kuantitas, atau tidak efektif
kualitas pertukaran sosialnya
Domain 7 : hubungan peran
Kelas 3 : performa peran
a. NOC :
 Bekerja dengan orang lain
 Menunjukan sensivitas kepada orang lain
 Menggunakan perilaku asertif secara tepat
 Menggunakan konfrontasi secara tepat
b. NIC :
 Bangun hubungan saling percaya dengan anak
 Lakukan interaksi personal dengan anak
 Dampingi setiap anak untuk menyadari bahwa anak
adalah pribadi yang penting
 Identifikasi kebutuhan unik setiap anak dan tingkat
kemampuan adaptasi yang diperlukan
 Dukung anak untuk berinteraksi dengan teman-
temannya melalui keterampilan bermain peran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Autisme merupakan kelainan yang serius dan kompleks, apabila
tidak ditangani dengan tepat dan cepat kelainan ini akan menetap dan
dapat berakibat pada keterlambatan perkembangan.
Meskipun demikian, tidak berarti anak autisme tidak mempunyai
potensi yang bisa dikembangkan. Meskipun presentasinya kecil,
diperkirakan kurang dari 20% dari populasi anak yang mengalami autisme.
Mereka memiliki potensi rata-rata bahkan ada yang di atas rata-rata. Tidak
jarang diantara mereka ada yang bisa berhasil mencapai prestasi akademik
tertinggi seperti anak pada umumnya yang tidak autisme.
B. Saran
Penulis menyarankan agar kita lebih peduli pada anak-anak
penderita Autisme. Dan sebagai masyarakat secara umum kita harus bisa
menerima anak-anak tersebut. Dan semoga makalah ini menjadi rujukan
bagi kita untuk bisa memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak
Autisme.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, dkk. (2009). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Fajar

Mandiri.

American Psychiatric Association, Diagnostik and Statistical Manual of Mental

Disorders, Washington DC, : American Psychiatric Publisher.

Diagnosa Keperawatan NANDA (2015-2017). Edisi 10. Jakarta :EGC

Jaja Suteja. 2014. Bentuk dan Metode Terapi Terhadap Anak Autisme Akibat

Bentukan Perilaku Sosial. Jurnal Edueksos Vol III No.1

Rahmayanti Sri. 2007. Penerimaan Diri Orang Tua Terhadap Anak Autisme Dan

Peranannya Dalam Terapi Autisme. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas

gunadarma. Vol 1

Anda mungkin juga menyukai