Oleh:
Kelompok 3 / Kelas PAJ DI.C
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan laporan yang
berjudul “Laporan Pendahuluan dan Konsep asuhan keperawatan pada anak dengan Atresia
Ductus Hepaticus”. Laporan ini berisikan tentang tinjauan teori tentang Atresia Ductus Hepaticus
serta konsep keperawatan pada anak dengan Atresia Ductus Hepaticus. Diharapkan makalah ini
dapat memberikan informasi kepada kita semua serta sebagai bahan dalam proses pembelajaran
terutama dalam lingkup keperawatan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1). Apa yang dimkasud dengan Atresia Ductus Hepaticus?
2). Bagaimana Etiologi dari Atresia Ductus Hepaticus?
3). Bagaimana Epidemiologi dari Atresia Ductus Hepaticus?
4). Bagaimana Patofisiologi dari Atresia Ductus Hepaticus?
5). Apa saja Tanda dan Gejala dari Atresia Ductus Hepaticus?
6). Bagaimana Klasifikasi dari Atresia Ductus Hepaticus?
7). Apa saja Pemeriksaan Penunjang/diagnostic dari Atresia Ductus Hepaticus?
8). Bagaimana Penatalakasanaan (penanganan medis maupun nonmedis dan
edukasi yang diberikan) pada Atresia Ductus Hepaticus?
9). Bagaimana Pathway (Web of causation (WOC) sampai masalah keperawatan
pada Atresia Ductus Hepaticus?
10). Bagaiaman Konsep asuhan keperawatan pada anak dengan Atresia Ductus
Hepaticus?
BAB II
PEMBAHASAN
2. Etiologi
Atresia billiari penyebabnya masih belum diketahui dengan pasti.
Atresia billiari terjadi antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstra hepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Selain itu faktor genetik
ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trosomi
17, 18,21. Secara umum kelainan ini disebabkan oleh lesi kongenital atau
didapat, dan merupakan kelainan nekrosis infalmatorik yang
mengakibatkan kerusakan dan akhirnya obliterasi saluran empedu ekstra
hepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses
imunologi, infeksi virs teruama Revirus tipe 3, asam empedu yang toksik,
dan kelainan genetic. (Mawardi, Warouw, Salendu, 2011).
3. Epidemiologi
4. Patofisiologi
Atresia billier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebababkan kerusakan prog resif pada duktus billier ekstra hepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau
kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan. Traktus billier ekstra
hepatic juga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstuksi saluran
billier ektra hepatic akan menimbulkan hiperbiluribinemia terkonjugasi
yang diserta bilirubinuria. Obstruksi saluran billier hepatic dapat total
maupun parsial. Penyebab terserang obstruksi billier ekstra hepatic adalah
sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma
kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau
operasi. Obstruksi pada saluran empedu ekstra hepatic menyebabkan
obstruksi aliran normal empedu dari hati kantong empedu dan usus.
Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke
hati, ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Apabila
asam empedu tertumpuk itu akan dapat merusak hati bahkan hati menjadi
fibrosis dan cherrhosis kemudian terjadi pebesaran hati yang menekan
vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan
mengakibatkan gagal hati. Jika cairan empedu tersebar kedalam darah dan
kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati
juga akan dikeluarkan kedalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit
dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi secara gradual
pada hati menyebabkan jaundice, ikterik dan hepatomegali, karena tidak
ada aliran empedu dari hati kedalam usus, lemak dan vitmin larut lemak
tidak dapat diarbsorbsi, kekurang vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,
E, K dan gagal tumbuh. Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga
memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-
vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh,
kemudian digunakan saat diperlukan (Steven, 2009).
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan akan timbul gejala berikut:
a. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan
malnutrisi.
b. Gatal-gatal, karena asam empedu yang menunpuk dan menyebar
kedalam aliran darah yang menyebabkan kulit merasa gatal.
c. Rewel
d. Splenomegali menunjukan sirosis yang progresif dengan hipertensi
portal atau tekanan darah tinggi pada vena portal (pembuluh darah
yang mengangkut darah dari lambung, usus, dan limpa ke hati).
6. Klasifikasi
Klasifikasi atresia billier sebagai berikut (Steven, 2009) :
a. Atresia billiari intra hepatik
Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih jarang
dibandingkan ekstra hepatic yang hanya 10% dari penderita atresia.
Ditemukan saluran empedu proksimal yang terbuka lumennya. Tetapi
tidak berhubungan dengan duodenu. Atresia hanya melibatkan ductus
koleduktus distal.
b. Aresia billiari ekstra hepatik
Merupakan atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar
90% dari penderita atresia. Prognosis buruk menyababkan kematian.
Ditemukan bahwa system saluran empedu ekstra hepatik mengalami
obliterasi sirosis billier terjadi cepat. Gejala klinik dan patologi
bergantuk pada awal proses penyakitnya dan bergantung pada saat
penyakit terdiagnosis. Atresia ekstra hepatik terbagi menjadi dua
yaitu:
1) Embrional
1/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa embrional.
Awal prosesnya merusak saluran empedu mulai sejak massa intra
uterin hingga saat bayi lahir. Pada penderita tidak ditemukan
masa bebas ikterus setelah periode ikterus neunatorum fisiologis
(2 minggu pertama kelahiran)
2) 2/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal.
Awal prosesnya adalah gejala ikterus setelah periode ikterus
fisiologis menghilang. Kemudian diteruskan dengan ikterus yang
progresif.
7. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Pemeriksan diagnostik yang dapat dilakukan pada anak dengan artresia
ductus hepaticus, antara lain (Mawardi, dkk, 2011):
a. Pemeriksaan USG abdomen
b. Biopsi hati merpakan pemeriksaan yang penting dilakukan untuk
membedakan dengan kolestasis intra hepatik.
c. ERCP (Endoscopic Retograde Cholangio Pacreaticography)
merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan
antara atresia billier dengan kolestasis intrahepatik.
d. Laboratorium
1) Bilirubin direk dalam serum meninggi.
2) Nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl.
3) Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati
akibat bendungan empedu yang luas.
4) Tidak ada urobilinogen dalam urine.
5) Pada bay yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi
lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol).
8. Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan pada masalah ISPA, sebagai berikut
(Steven, 2009):
a. Terapi medika menthosa
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama
asam empedu (asam hitokolat) dengan memberikan:
1) Venobarbital, akan merangsang enzim glukoronil transferase
(untuk mengubah bilirubin indirik menjadi bilirubin direk; enim
sitokrom P-450 (untuk oksigenasi toksin), enzim Na + K+ ATPase
(menginduksi aliran empedu).
2) Asam ursodeoksikolat, mempunyai daya ikat kompetitif terhadap
asam litokolat yang hepatotoksik. Asam ursodeoksikolat
melindungi hati dari zat toksik.
b. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chaintriglycerides
(MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat
metabolisme. Disamping itu metabolism yang dipercepat akan
secara efesien segera dikonversi menjadi energi untuk secepatnya
dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunkaan sebagai lemak
dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain :
mentega, dan minyak kelapa.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak A, D,
E, K.
c. Terapi bedah
1) Kasai prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu ke usus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin
dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier
dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur kasai. Biasanya pembedahan
ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya
perlu dilakukan pencangkokan hati.
2) P encangko
kan atau
tranplantasi n nplantasi
hati
pada
Tindakan
k anak-
memiliki
e anak
tingkat
m dengan
keberhasilan
u atresia
yang tinggi
n bilier.
untuk atresia
g Baru-
bilier dan
k baru ini
kemampuan
i telah
hidup setelah
n dikemba
operasi
a ngkan
meningkat
n untuk
secara
menggu
dramatis
u nakan
dalam
n bagian
beberapa
t hati dari
tahun
u orang
terakhir.
k dewasa
Karena hati
yang
adalah yang
d disebut
bisa
i “reduced
bergenerasi
l sais”
secara alami
a atau
tanpa perlu
k “split
obat dan
u liver”
fungsinya
k tranplant
akan kembali
a asi,
normal
n untuk
dalam waktu
n tranplant
2 bulan.
y asi pada
Kemajuan
a anak
dalam
dengan
operasi
atresia
t
tranplantasi
bilier.
r
telah juga
d. Paliative and
a
meningkatka supportive
treatment m
1) Dilakukan e
home care m
untuk ba
meningkatka nt
n drainase u
empedu da
dengan la
mempertahan m
kan fungsi m
hati dan e
mencegah m WOC Atresia Ductus Hepaticus
komplikasi be
Perinatal form (isolated
kegagalan rik biliary atresia):
an 1. Infeksi virus/bakteri
hati.
2. Masalah dengan
2) Perlindungan sti sistem
m kekebalan tubuh
kulit bayi
3. Komponen yang
secara teratur ul
abnormal empedu
akibat dari asi
akumulasi pe
Aku
toksik yang rk mulas
menyebar ke e i
mono
dalam darah m
sit,
dan kulit ba makr
ng ofag,
yang
sel T-
mengakibatk an helpe
da r dan
an gatal
fibro
(pruiritis) pe blast
pada kulit. rtu
P
3) Pemeberian m e
bu l
health
e
education ha
p
dan n a
s
emosional kli
a
support, en n
keluarga juga .
p
turut
iroge i t
n dan a
endo s k
gen i
(sitok s
inin) t
e
m
I
n s
t a
e r
r a
l f
e
u p
i u
k s
i a
n t
-
1
P
e
I
m
n
b
t
e
e
n
r
t
l
u
e
k
u
a
k
n
i
n
- p
r
6
o
s
S t
i a
n g
y l
a a
l n
d
m i
e n
n
c d
a i
p
a o
lemak (A,
D, E, dan
Lemak K)
Fetal embryonic form: da
kelainan kongenital n
vit
Saluran empendu tidak
a
terbentuk
mi
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari ke
n
lar
Saluran empendu tidak ut Pe
terbentuk le m
m b
ak e
Obstruksi aliran dari hati ke tid s
dalam usus ak a
da r
pa a
t n
Atresia Billier di h
ar e
Cairan asam empedu bs p
balik ke hati or a
bs r
i (
Proses peradangan h
sel hati K e
e p
k a
u t
r o
a m
n e
g g
a a
n li
)
v
i Distensi
t
a abdome
m
n
i
n
Perut
l tearasa
a
r penuh
u
t Mual dan muntah
Gangguan suplay darah
pada sel hepar
egritas kulit Hipertermi
Kerusakan sel parenkin, sel hati,
Menekan diafragma
olume cairan dan duktus empedu
Perubahan status ekstrahepatik
dak
tkanefektif
titik patokan suhu (setkesahatan
point) pada anak
Retensi bilirubin
Orang tua cemas
Tersebar
dan khawatir Kersusakan sel ekskresi
kedalam darah
dan kulit
Anisietas Regurgitas pada duktuli
Pruiritis (gatal) empedu intrahepatik
pada kulit
Bilirubin direc meningkat
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan
terhadap respon tersebut dari seorang individu, keluarga, kelompok atau
komunitas. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dengan ISPA
pada anak menurut NANDA (2015&2018):
a) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
b) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses peradangan
pada hati, hepatomegali, distensi abdomen, menekan diafragma.
c) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
d) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan
mekanisme regulasi.
e) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi.
f) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
3. Intervensi Keperawatan
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.
1) Tujuan:
Suhu tubuh anak menurun
2) Kriteria hasil:
a) Suhu tubuh anak dalam rentang normal (36,5-37,50C)
b) Nadi dalam rentang normal:
(1) Bayi baru lahir (0-1 bulan): 129-160 x/menit
(2) 1 bulan – 1 tahun: 100-160 x/menit
(3) 1-3 tahun: 90-150 x/menit
(4) 4-5 tahun: 80-140 x/menit
(5) 5-12 tahun: 70-12 x/menit
(6) 12-18 tahun: 60-100x/menit
c) Respirasi dalam rentang normal
(1) Bayi baru lahir (0-1 bulan): 40-60 x/menit
(2) 1 bulan – 1 tahun: 30-60 x/menit
(3) 1-3 tahun: 24-40 x/menit
(4) 4-5 tahun: 22-34 x/menit
(5) 5-12 tahun: 18-30 x/menit
(6) 12-18 tahun: 12-16 x/menit
3) Intervensi:
a) Monitor TTV terutama suhu tubuh setiap 4 jam sekali.
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan TTV anak.
b) Kompres anak dengan teknik kompres tepid sponge (teknik
kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok
pada pembuluh darah supervisial dengan teknik seka.
Rasional: Adanya seka tubuh pada teknik tersebut akan
mempercepat vasodilatasi pembuluh darah perifer di sekujur
tubuh sehingga evaporasi panas dari kulit ke lingkungan
sekitar akan lebih cepat.
c) Anjurkan anak untuk sering minum air.
Rasional: Untuk mencegah dehidrasi
d) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik
Rasional: Antipiretik bekerja sebagai pengatur kembali pusat
pengaturan panas.
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses
keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana
keperawatan. Implementasi keperawatan adalah serangkaia kegiatan
yang dilakukan oleh perawatat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Selama tahap
pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan data dan
memilih tindakan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan klien.
Semua tindakan keperawatan dicatat dalam format yang telah
ditetapkan oleh institusi (Aziz, 2017).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada
aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan.
Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke efektifan
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi
formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah
SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif (data
hasil pemeriksaan), analisi data dan perencanaa (Aziz, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Swari, G. 2017. Makalah Atresia Billier. Diakses tanggal 11 Maret 2019, dari
https://kupdf.net/download/makalah_atresia_billier/5a0b3883e2b6f5
06 23c59941.pdf
Waiman, E., Oswari, H. 2010. Peran Operasi Kasai Pada Pasien Atresia
Bilier Yang Datang Terlambat. Diakses pada tanggal 11 Maret
2019, dari
https://www.researchgate.net/publication/312260437_Peran_Operas
i_K
asai_Pada_Pasien_Atresia_Bilier_yang_Datang_Terlambat/downlo
ad