Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“ATRESIA DUCTUS HEPATICUS”

Mata Kuliah : Keperawatan Anak II


Dosen Pengampu : Ayu Puspita, Ners., M.Kep.

Disusun Oleh :
Vina 2019.C.11a.1067
Winta 2019.C.11a.1069

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Masa Esa karena atas
karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan “Makalah Atresia Ductus Hepaticus”
ini dapat terselesaikan dengan baik, meskipun banyak kekurangan didalamnya. Penulis
berharap Makalah ini dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan pembaca.

Namun penulis cukup menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun
untuk penyempurnaan Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Palangka Raya, 17 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ..................................................................................................


BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................
1.3 Tujuan ........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................
2.1 Definisi.......................................................................................................
2.2 Epidemiologi...............................................................................................
2.3 Etiologi ......................................................................................................
2.4 Manifestasi Klinis ......................................................................................
2.5 Klasifikasi ..................................................................................................
2.6 Patofisiologi ...............................................................................................
2.7 Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................
2.8 Komplikasi .................................................................................................
2.9 Penatalaksanaan .........................................................................................
BAB III PENUTUP ........................................................................................
4.1 Kesimpulan.................................................................................................
4.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran
empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi
saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Tindakan operatif atau bedah dapat
dilakukan untuk penatalaksanaannya. Pada lebih kurang 80% - 90% bayi dengan atresia
biliaris ekstrahepatik yang menjalani pembedahan ketika usianya kurang dari 10 minggu
dapat dicapai drainase getah empedu (Halamek dan Stevenson, 1997). Meski demikian,
sirosis yang progresif tetap terjadi pada anak, dan sampai 80% - 90% kasus pada akhirnya
akan memerlukan transplantasi hati (Andres, 1996).

Atresia bilier ditemukan pada 1 dalam 10.000 kelahiran hidup dan 1 dalam 25.000
kelahiran hidup. Tampaknya tidak terdapat predileksi rasial atau genetik kendati ditemukan
predominasi wanita sebesar 1,4:1 (McEvoy dan Suchy, 1996; Whitington, 1996). Di Belanda,
dilaporkan kasus atresia bilier sebanyak 5 dari 100.000 kelahiran hidup, di Perancis 5,1 dari
100.000 kelahiran hidup, di Inggris dilaporkan 6 dari 100.000 kelahiran hidup. Di Texas
tercatat 6.5 dari 100.000 kelahiran hidup, 7 dari 100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4 dari
100.000 kelahiran hidup di USA dan dilaporkan terdapat 10,6 dari 100.000 kelahiran hidup di
Jepang menderita atresia bilier. Dari 904 kasus atresia bilier yang terdaftar di lebih 100
institusi, atresia bilier di dapatkan pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik
(11%), Asia (4,2%) dan Indian amerika (1,5%). Walau jarang namun jumlah penderita
atresia bilier yang ditangani RS. Cipto Mangun Kusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003
tercatat mencapai 37-38 bayi atau 23% dari 163 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan
fungsi hati. Sedangkan di RSU Dr. Soetomo Surabaya antara tahun 1999-2004 ditemukan
dari 19.270 penderita rawat inap di1Instalansi Rawat Inap Anak, tercatat 96 penderita
dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati didapatkan 9 (9,4%) menderita atresia bilier
( Widodo J, 2010).

Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di
dalam maupun di luar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran
empedu ini tidak diketahui. Jika aluran empedu buntu, maka empedu akan menumpuk di hati.
Selain itu akan terjadi ikterus atau kuning di kulit dan mata akibat tingginya kadar bilirubin
dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati
bisa berakibat fatal atau sampai terjadi kematian.

Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi
pembedahan hepatik-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan menurun bila dilakukan setelah
umur 2 bulan. Bagi penderita atresia bilier prosedur yang baik adalah mengganti saluran
empedu yang mengalirkan empedu ke usus. Selain itu,terdapat beberapa intervensi
keperawatan yang penting bagi anak yang menderita atresia bilier. Penyuluhan yang meliputi
semua aspek rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan
harus disampaikan kepada anggota keluarga pasien. (Donna L. Wong, 2008)

1.2 Rumusan Masalah


a. Apakah definisi dari atresia bilier?
b. Apa sajakah etiologi dari atresia bilier?
c. Apa sajakah manifestasi klinis dari atresia bilier?
d. Bagaimanakah patofisiologi dari atresia bilier?
e. Apa sajakah pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan untuk mengetahui atresia
bilier?
f. Bagaimanakah asuhan keperawatan dalam mengatasi atresia bilier?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi dari atresia bilier.
b. Untuk mengetahui etiologi dari atresia bilier.
c. Untuk mengetahui apa-apa saja manifestasi klinis dari atresia bilier.
d. Untuk mengetahui gambaran patofisiologi dari atresia bilier.
e. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan untuk mengetahui atresia
bilier.
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat dalam mengatasi atresia bilier
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Atresia bilier merupakan suatu keadaan yang relatif jarang, dimana tidak terdapatnya
sebagian sistem bilier antara duodenum dan hati sehingga terjadi hambatan aliran empedu
yang mengakibatkan ikterus neonatorum. Kondisi ini pertama kali dideskripsikan oleh John
Thompson pada tahun 1892. Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di
dalam pipa/ saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke
kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital yang berarti terjadi saat
kelahiran (Lavanitale, 2010). Atresia bilier merupakan suatu defek kongenital yang
merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada
ekstrahepatik atau intrahepatik.
2.2 Epidemiologi

Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan, Rasio atresia bilier pada anak
perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Prevalensi terjadinya 1 : 15.000 disetiap angka
kelahiran. Insidensi lebih banyak terjadi pada anak-anak asia dan anak kulit hitam. Di US,
sekitar 300 bayi yang lahir setiap tahunnya dengan kondisi atresia billiaris. Bentuk janin-
embrio yang ditandai dengan kolestasis awal, muncul dalam 2 minggu pertama kehidupan,
dan menyumbang 10-35% dari semua kasus. Dalam bentuk ini, saluran-saluran empedu
terputus saat lahir, dan 10-20% dari neonatus yang terkena dampak telah dikaitkan cacat
bawaan, termasuk Situs inversus , polysplenia , malrotasi, atresia usus, dan anomali jantung,
antara lain.

Dari 904 kasus atresia billiris yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia billiaris
didapat pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), hispantik (11%), Asia (4,2) dan
Indian Amerika (1,5%). Kasus atresia bilier dilaporkan sebanyak 5:100.000 kelahiran hidup
di belanda, 5:100.000 kelahiran hidup di perancis, 6:100.000 kelahiran hidup di Inggris,
6,5:100.000 kelahiran hidup di Texas, 7:100.000 kelahiran hidup di australia, 7,4:100.000
kelahiran hidup di USA, dan 10,6:100.000 kelahiran hidup di Jepang

2.3 Etiologi

Penyebab dari atresia bilier tidak diketahui dengan pasti. Mekanisme autoimun
mungkin merupakan sebagian penyebab terjadinya progresivitas dari Atresia bilier. Dua tipe
dari atresia biliaris adalah bentuk fetal dan terjadi selama masa fetus dan timbul ketika lahir,
serta bentuk perinatal lebih spesifik dan tidak terlihat pada minggu kedua sampai minggu
keempat kehidupan.

Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan
adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30%
kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah
akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.

Beberapa anak, terutama mereka dengan atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir
lainnya di jantung, limpa, atau usus. Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan
merupakan penyakit keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar
identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan
besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat
kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-
faktor predisposisi seperti:

1. Infeksi virus atau bakteri


2. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
3. Komponen yang abnormal empedu
4. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
5. Hepatocelluler dysfunction

2.4 Manifestasi Klinis

Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit
ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup, seperti :

1. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah.
2. Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir.
Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang
bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang
pada dua atau tiga minggu setelah lahir.
3. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.
4. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk
ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat
pembesaran hati.
5. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
6. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut
dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air
serta gagal tumbuh.
7. Lemah
8. Letargi
9. Anoreksia
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

1. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.


2. Gatal-gatal
3. Rewel
4. Splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / Tekanan
darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).

2.5 Klasifikasi

Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:

1. Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable.


Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian distalnya. Sebagian besar dari saluran-
saluran ekstrahepatik empedu paten.
2. Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/ incorrectable
Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-akhir ini
dapat dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal. Tidak
bersifat paten seperti pada tipe operatif.

Klasifikasi dengan menggunakan system klasifikasi Kasai, cara ini banyak digunakan.
Mengklasifikasikan kasus atresia biliaris berdasarkan lokasi dan tingkat patologinya, yaitu:

1. Tipe I : Saluran empedu umumnya paten pada daerah proksimal.


2. Tipe II : Atresia pada saluran empedu dapat terlihat, dengan sumbatan saluran
empedu ditemukan pada porta hepatis.
3. Tipe IIa : Fibrosis dan saluran empedu umumnya bersifat paten
4. Tipe IIb : Umumnya duktus biliaris dan duktus hepatic tidak ada.
5. Tipe III : Lebih mengacu pada terputusnya duktus hepatic kanan dan kiri sampai pada
porta hepatic. Bentuk atresia ini adalah umum terjadi, sekitar lebih dari 90% kasus.

2.6 Patofisiologi

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan


kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran
empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier
ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstruksi saluran bilier
ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat
disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah :
sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.

Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal


empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati
menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal
sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.

Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal.
Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat
mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi secara gradual
pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran empedu
dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan
vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.Vitamin A, D, E, K larut
dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-
vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan
Saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat
membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan
masalah hati dan jantung.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


- USG abdomen dan scan hati
- Tes darah untuk memeriksa bilirubin total, aminotransferase (ALAST), dan faktor
pembekuan prothrombine time
- Biopsi hati
- Chollangiography untuk menemukan atresia dengan cara memasukkan zat kontras ke
dalam saluran empedu
- Hepatobiliary Iminodiacetic Acid (HIDA) scan atau cholescintigraphy yang berguna
untuk membantu menentukan apakah saluran empedu dan kantong empedu berfungsi
dengan baik.
- Pemeriksaan urin dan tinja.

2.8 Komplikasi
- Sirosis
- Gagal hati
- Gagal tumbuh
- Hipertensi portal
- Varises esophagus
- Asites
- Encephalopathy

2.9 Penatalaksanaan

Pentalaksaanaan yang bisa dilakukan adalah portoenterostomi (Kasai Prosedur) untuk


drainage empedu dari hati. Prosedur ini dimana empedu langsung dialirkan ke usus melalui
anastomosis pada jejenum dengan porta hepatis. Tindakan ini bekerja paling baik jika
dilakukan saat bayi berusia kurang dari 2 bulan. Namun, jika tindakan portoenterostomi
(Kasai Prosedur) tidak membantu, lama-kelamaan membuat hati menjadi rusak sehingga
menyebabkan gagal hati, maka satu-satunya cara untuk menangani gagal hati adalah
transplantasi hati.

Selain itu, pentalaksanaan simptomatik dapat dilakukan dengan pemberian vitamin K,


vitamin D, antihistamin, antibiotik, dan diuretic
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/ saluran-
saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital yang berarti terjadi saat kelahiran. Penyebab
terjadianya atresia bilier tidak diketahui dengan pasti. Mekanisme autoimun mungkin
merupakan sebagian penyebab terjadinya progresivitas dari atresia bilier. Dua tipe dari atresia
biliaris adalah bentuk fetal dan terjadi selama masa fetus dan timbul ketika lahir, serta bentuk
perinatal lebih spesifik dan tidak terlihat pada minggu kedua sampai minggu keempat
kehidupan. Penanganan yang dapat dilakukan untuk kasus atresia bilier adalah kasai
prosedur dan transplantasi hati.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka kami memberi saran sebagai berikut:

1. Diharapkan mahasiswa mampu memahami penyakit atresia ductus hepaticus atau atresia
bilier.
2. Diharapkan mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien atresia
ductus hepaticus atau atresia bilier.
DAFTAR PUSTAKA
Yuliani, Rita dan Suriadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak . Jakarta: Sagung Seto
Datta, Parul. 2009. Pediatric Nursing. New Delhi: Jaypee

Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan. From : url :http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-
bilier waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/

Yamatakan A, Cazares J, Miyano T. Biliary Atresia. In: Holcomb III GW, Murphy P, Ostlie
DJ.Ashcraft’s Pediatric Surgery. 6th ed. Toronto. 2014. Elsevier, p580-92

Cowles RA. The Jaundiced infant: Biliary Atresia. In: Coran AG, et al. Peditric Surgery. 7th
Ed. Philadelphia; 2012. Saunders. P1321-30.

Anda mungkin juga menyukai