Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu
tanpa ada halangan sedikitpun.
Tujuan kami membuat makalah ini sebagai tambahan referensi bagi para mahasiswa yang
membutuhkan ilmu tambahan tentang Asuhan Keperawatan dengan penyakit Atresia BIlier.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing yang telah membimbing
kami dalam menyelesaikan makalah ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada orang
tua yang telah memberikan dukungan bagi kami. Serta tak lupa teman – teman yang ikut bekerja
sama menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa penulisan tugas makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka
dari itu saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Karena kesalahan adalah milik semua orang dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Semoga
makalah ini dapat berguna dan membantu proses pembelajaran.

Ungaran, 25 Oktober 2017

Penulis

1|KEPERAWATAN ANAK II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia billiaris adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dari sistem billier
ekstrahepatic. Atresia billiaris merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan
fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan
terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia billiaris terjadi karena
proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus
billier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu. Karakteristik dari
atresia billiaris adalah tidak terdapatnya sebagian sistem billier antara duodenum dan hati
sehingga terjadi hambatan aliran empedu dan menyebabkan gangguan fungsi hati tetapi
tidak menyebabkan kern icterus karena hati masih tetap membentuk konjugasi bilirubin
dan tidak dapat menembus blood brain barier. Penyebab atresia billiaris belum dapat
dipastikan. Atresia billiaris akan mengakibatkan fibrosis dan sirosis hati pada usia yang
sangat dini, bila tidak ditangani segera. Jika operasi tidak dilakukan maka angka
keberhasilan hidup selama 3 tahun hanya berkisar 10% dan rata-rata meninggal pada usia
12 bulan. Tindakan operatif atau bedah dapat dilakukan untuk penatalaksanaannya.
Di dunia secara keseluruhan dilaporkan angka kejadian atresia billiaris sekitar
1:1000-15000 kelahiran hidup, lebih sering pada wanita daripada laik-laki. Rasio atresia
billiaris antara anak perempuan dan laki-laki 1,41:1 dan angka kejadian lebih sering pada
bangsa Asia. Di Belanda, dilaporkan kasus atresia bilier sebanyak 5 dari 100.000
kelahiran hidup, di Perancis 5,1 dari 100.000 kelahiran hidup, di Inggris dilaporkan 6 dari
100.000 kelahiran hidup. Di Texas tercatat 6.5 dari 100.000 kelahiran hidup, 7 dari
100.000 kelahiran hidup di Australia, 7,4 dari 100.000 kelahiran hidup di USA dan
dilaporkan terdapat 10,6 dari 100.000 kelahiran hidup di Jepang menderita atresia billier.
Dari 904 kasus atresia billier yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia billier di
dapatkan pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), Hispanik (11%), Asia (4,2%)
dan Indian amerika (1,5%). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta penyebab
kolestasis obstruktif yang paling banyak dilaporkan (90%) adalah atresia billiaris dan
pada tahun 2002-2003 tercatat mencapai 37-38 bayi atau 23% dari 163 bayi berpenyakit

2|KEPERAWATAN ANAK II
kuning akibat kelainan fungsi hati Sedangkan di RSU Dr. Soetomo Surabaya antara tahun
1999-2004 ditemukan dari 19.270 penderita rawat inap di Instalansi Rawat Inap Anak,
tercatat 96 penderita dengan penyakit kuning gangguan fungsi hati didapatkan 9 (9,4%)
menderita atresia bilier ( Widodo J, 2010).
Deteksi dini kemungkinan adanya atresia billiaris sangat penting sebab
keberhasilan pembedahan hepato-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila
dilakukan setelah umur 2 bulan. Keberhasilan operasi sangat ditentukan terutama usia
saat dioperasi, yaitu bila dilakukan sebelum usia 2 bulan, keberhasilan mengalirkan
empedu 80%, sementara sesudah usia tersebut hasilnya kurang dari 20%. Bagi penderita
atresia billiaris prosedur yang baik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan
empedu ke usus. Selain itu, terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting bagi
anak yang menderita atresia billiris. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana
penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan
kepada anggota keluarga pasien. Segera sesudah pembedahan portoenterostomi, asuhan
keperawatannya sama dengan yang dilakukan pada setiap pembedahan abdomen yang
berat. Penyuluhan yang diberikan meliputi pemberian obat dan terapi gizi yang benar,
termasuk penggunaan formula khusus, suplemen vitamin serta mineral, terapi nutrisi
enteral atau parenteral. Pruritus mungkin menjadi persoalan signifikan namun dapat
dikurangi dengan obat atau tindakan seperti mandi rendam atau memotong kuku jari-jari
tangan (Donna L. Wong, 2008)

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Atresia Bilier
2. Untuk mengetahui etiologi dari Atresi Bilier
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Atresia Bilier
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Atresia Bilier
5. Untuk mengetahui WOC dari Atresia Bilier
6. Untuk mengetahui Komplikasi dari Atresia Bilier
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Atresia Bilier
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Atresia Bilier
9. Untuk mengetau konsep asuhan keperawatan dari Atresi Bilier

3|KEPERAWATAN ANAK II
C. Manfaat
Dengan adanya asuhan keperawatan pada penyakit Atresia Bilier, diharapkan
dapat digunakan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang
penyakit Atresia Bilier.Serta dapat berguna bagi pembaca khususnya seorang perawat
maupun mahasiswa calon perawat dalam menyusun asuhan keperawatan (definisi,
etiologi, dan lain-lain) pada klien yang menderita penyakit atresia bilier.

4|KEPERAWATAN ANAK II
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Atresia Bilier


Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus bilier
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi karena
proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada
duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis),
akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk (Julinar, Yusri Dianne Jurnalis, dan Yorva Sayoeti. 2009).
Atresia biliaris adalah tidak adanya sebagian atau seluruh ductus biliaris mayor,
sehingga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstruksi yang akan terjadi pada aliran
empedu yang menyebabkan kolestasis menyebabkan icterus dan pada akhirnya
menyebabkan fibrosis progresif dengan sirosis hepatis stadium akhir. Atresia biliaris
terjadi pada 1 dari 10.000 hingga 15.000 ribu bayi (Schwarz, 2011).
Atresia bilier atau atresia biliaris ekstrahepatik merupakan proses inflamasi
progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong 2008:
1028).
Atresia billier merupakan obstruksi total aliran getah empedu yang disebabkan
oleh destruksi atau tidak adanya sebagian saluran empedu ekstrahepatik. Keadaan ini
terjadi pada 1:10.000 kelahiran hidup. Atresi billier merupakan satu-satunya penyebab
kematian karena penyakit hati pada awal usia kanak-kanak (akibat sirosis billier yang
bersifat progresif dengan cepat) dan 50-60% anak-anak yang dirujuk untuk menjalan
transplantasi hati merupakan pasien atresia billier. (Hull, 2008).

B. Etiologi Atresia Bilier


Etiologi atresia bilier belum diketahui secara pasti, tetapi mungkin penyebabnya
multifactorial.Beberapa mekanisme yang dipikirkan sebagai penyebab atresia bilier
adalah defek akibat infeksi virus sebelumnya, kerusakan karena terpapar toksin,

5|KEPERAWATAN ANAK II
disregulasi imun atau autoimun, dan predisposisi genetik. (Hadinegoro, Sri Rezeki,
Muzal Kadim, dkk. 2012)
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan
kromosom trisomi 17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia
bilier. Kemungkinan yang dapat memicu, mencakup satu atau kombinasi dari faktor-
faktor predisposisi berikut(Richard, 2009) :
1. Infeksi virus atau bakteri
2. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
3. Komponen yang abnormal empedu
4. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
5. Hepatocelluler dysfunction

C. Manifestasi Klinis Atresia Bilier


Trias atresia bilier adalah kuning (kolestasis), tinja akolik, urin berwarna gelap,
dan hepatomegali. Seluruh pasien dengan Atresia Bilierakan terlihat kuning (kolestasis),
gejala lainnya dapat berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya. Gejala kuning dapat
ditemukan sejak lahir, atau pada minggu pertamakehidupan.
Terdapat dua tipe Atresia Bilier yaitu tipe fetal atau embrional dan peri atau pasca
natal. Pada tipe fetal atau embrionik (tipe ini lebih jarang dibandingkan tipe
perinatal/pascanatal), gejala kuning timbul sejak lahir, gejala kuning tidak pernah
menghilang, dan kemungkinan (10%-20%) berhubungan dengan malformasi seperti
sindrom polisplenia, dapat juga disertai defek kardiovaskular, asplenia, atau situs
inversus abdominal, malrotasi usus, serta anomali posisi vena porta dan arteri hepatika.
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah urin yang berwarna gelap (kuning tua) dan
warna tinja seperti dempul (putih). Warna tinja dempul ini sangat penting untuk
dipastikan bukan hanya dengan cara melakukan anamnesis, tetapi lebih baik apabila
dilihat sendiri oleh dokter. Dokter dapat meminta orangtua untuk mengumpulkan tinja
bayinya selama sehari dalam 3 periode masing-masing 8 jam. Misalnya pengumpulan
tinja dapat dilakukan mulai jam 06.00, maka periode pengumpulan tinjanya adalah jam
06.00-14.00, 14.00-22.00, dan 22.00-06.00. Tinja yang berasal dari 3 waktu yang berbeda

6|KEPERAWATAN ANAK II
tersebut disebut tinja 3 porsi. Pada atresia bilier hasil pengumpulan tinja 3 porsi pada
umumnya seluruhnya akan berwarna putih pucat (dempul).
Pada umunya bayi Atresia Bilier lahir cukup bulan, berat badan normal,
bertumbuh baik dan tampak sehat pada beberapa bulan pertama kehidupan.Pada saat
pertama kali datang ke dokter, bayi dengan Atresia Bilier selalu ditemukan hepatomegali
dengan perabaan kenyal-keras.Apabila ditemukan splenomegali berarti telah terjadi
fibrosis hati dan sirosis bilier dengan hipertensi portal (keadaan yang sudah lanjut).Pada
AB dengan keadaan lanjut juga dapat ditemukan asites dan pruritus.Pada keadaan seperti
ini bayi sudah terlihat mengalami gagal tumbuh dan koagulopati.
Kadar bilirubin direk serum pada saat bayi datang pada umunya berkisar 3-12
mg/dl, aminotrasferase abnormal, dan kadar ALT dan AST berkisar antara 80-200 IU/L.
Gamma-glutamyl transpeptidase (GGT) seringkali meningkat, berkisar 100-300 IU/L.
Secara umum, nilai batas GGT > 250 U/L mempunyai sensitivitas 83,3% (95% IK, 55,2-
95,3%) dan spesifisitas 70,6% (95% IK, 46,9-86,7%)untuk diagnosis Atresia Bilier.
Apabila mempertimbangkan usia, pada usia < 4 minggu, nilai batas 150 U/L memiliki
sensitivitas 91,7% dan spesifitas 88% untuk atresia bilier. Kadar kolesterol serum
umumnya meningkat pada Atresia Biliertetapi trigliserida normal.Kadar albumin dan
waktu protrombin pada umumnya masih normal pada awal penyakit, tetapi abnormal
pada keadaan lanjut.
Pemeriksaan ultrasonografi hati pada saat puasa (lebih baik bayi dipuasakan 12
jam bila dicurigai Atresia Bilier, tetapi bayi perlu mendapat cairan intravena) pada
Atresia Bilierakan menunjukkan gambaran kandung empedu yang kecil atau tidak
terlihat. Pada saat setelah diberi minum, pada ultrasonografi tidak tampak kontraksi
kandung empedu (ukuran kandung empedu sama dengan saat puasa). Selain itu hilus hati
tampak gambaran hiperekoik (tanda triangular cord) atau tampak kista di hilus
hati.Dilatasi duktus biliaris tidak boleh tampak pada Atresia Bilier.Selain itu pada bayi
Atresia Bilierdengan sindrom, dapat ditemukan limpa multipel, vena porta preduodenal,
vena kava retrohepatik tidak tampak atau situs inversus abdominal. (Hadinegoro, Sri
Rezeki, Muzal Kadim, dkk. 2012).

7|KEPERAWATAN ANAK II
D. Patofisiologi Atresia Bilier
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu Obstruksi saluran
bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai
bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi
total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik
adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput
pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi. Obstruksi
pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari
hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan
empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan
apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati.Bahkan hati menjadi fibrosis dan
cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga
mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati. Jika cairan empedu
tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan
dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan
bagian putih mata sehingga berwarna kuning Degerasi secara gradual pada hati
menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut
lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan
gagal tumbuh. Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar
dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati
dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi
berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga
menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung
(Hadinegoro, Sri Rezeki, Muzal Kadim, dkk. 2012).

8|KEPERAWATAN ANAK II
E. WOC Atresia Bilier
F. Komplikasi Atresia Bilier
1. Kolangitis
Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran
empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis.Hal ini terjadi
terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak
30- 60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda
sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang,
feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan
kultur darah dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy.Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic
hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada
arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia,
sianosis, dan dyspneu.Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu.Selain itu,
hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi
penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak.Diagnosis dalam kasus ini dapat
ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan shunts, dan
dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
4. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul
padapasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis.Skrining untuk
keganasan harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi
Kasai yang berhasil.

Hasil setelah gagal operasi Kasai:

Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran
empedu,dari pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya

9|KEPERAWATAN ANAK II
dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan
hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati.Atresia bilier mewakili lebih dari
setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa kanak-kanak.Hal ini juga
mungkin diperlukan dalam kasuskasus dimana pada awalnya sukses setelah operasi
Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau
untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom).

G. Pemeriksaan Penunjang Atresia Bilier


Menurut (Hadinegoro, Sri Rezeki, Muzal Kadim, dkk. 2012), evaluasi diagnostik
seorang bayi dengan tersangka atresia bilier (AB) membutuhkan beberapa pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan seperti ultrasonografi, skintigrafi, dan magnetic resonance
cholangiography dapat digunakan.Akan tetapi sampai saat ini tidak ada satupun
pemeriksaan penunjang preoperatif yang dapat memberikan diagnosis pasti.Pemeriksaan
biokimia hati dan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut sangat membantu, tetapi hasilnya
secara sendiri-sendiri tidak diagnostik.Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan evaluasi
hasil dari beberapa pemeriksaan dan akhirnya diagnosis pasti didapat saat laparatomi.
1. Skintigrafi
Pemeriksaan skintigrafi untuk kecurigaan terhadap AB umumnyamenggunakan
technisium-99m disofenin (DISIDA) atau membrofenin (BRIDA) sebagai
radiofarmaka.Jika radiofarmaka tersebut dieksresi ke melalui traktus gastrointestinal
maka AB dapat disingkirkan.Jika kegagalan ekskresi radiofarmaka tersebut dapat
terjadi pada AB maupun hepatitis neonatal.
2. Magnetic Resonance Cholangiography
Magnetic resonance (MR) cholangiography dapat memberikan informasi
patensiduktus bilier intra dan ekstra hepatik.Namun demikian MR cholangiography
masih memiliki keterbatasan seperti resolusi spasial yang berhubungan dengan tubuh
bayi yang kecil, artefak akibat respirasi dan harga yang relatif mahal.
3. Ultrasonografi
Seperti diketahui ultrasonografi (US) selain bersifat non invasif, relatif
tidakmahal, tidak menggunakan sinar pengion, tidak memerlukan sedasi,
dapatmemberikan gambaran real time, masih merupakan pemeriksaan pencitraanawal

10 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
yang penting pada bayi tersangka AB. Kelainan kandung empedu (KE) dansistem
bilier dapat memberikan berbagai gambaran US. Gambaran US primeryang mengarah
pada AB adalah KE yang abnormal, tidak ada kontraktilitas KEdan gambaran
triangular cord (TC).Sedangkan gambaran US lainnya sepertihepatomegali,
splenomegali dan pembesaran arteri hepatika kanan dianggapsebagai gambaran tidak
spesifik untuk AB atau disebut sebagai gambaran USsekunder.
4. Kandung empedu (KE)
a. Deteksi KE, dilakukan untuk dapat menilai KE dengan baik maka pasienperlu
dipuasakan. Pada bayi KE dilihat dengan menggunakan transduserlinier frekuensi
tinggi.
b. Panjang KE, beberapa peneliti menentukan panjang KE sebagai abnormaljika
kurang dari 1,5 cm.2-4 Akan tetapi peneliti lain menetapkan panjangKE abnormal
jika kurang dari 1,9 cm.1,5 Pada AB umumnya KE tidakterdeteksi atau kecil.
Walaupun demikian kurang lebih 10% bayi denganAtresia Bilier mempunyai KE
dengan panjang yang normal.
c. Bentuk dan dinding KE yang normal akan tampak berbentuk oval atauseperti
buah pir pada potongan longitudinal atau berbentuk bulat/ovalpada potongan
transversal dengan dinding yang reguler.
d. KE abnormal, jika tidak terdeteksi, mempunyai ukuran panjang di bawahnormal,
terdapat distorsi bentuk atau dinding yang ireguler.
e. The gall bladder ghost triad, mencakup panjang KE kurang dari 1,9cm, dinding
KE yang ireguler dan bentuk KE yang ireguler atau lobuler.Beberapa peneliti
melaporkan the gall bladder ghost triad bersifat diagnostic untuk AB.
f. Kontraktilitas KE, dinilai dengan membandingkan panjang/volumeKE saat puasa
dan setelah tidak puasa/minum susu. KE yang tidakberkontraksi pada umumnya
ditemukan pada AB. Akan tetapi kontraksiKE pernah dilaporkan pada sebagian
kecil kasus AB. Kanagawa dkk. dalam penelitiannya menemukan 2 pasien dengan
kontraksi KE danterbukti menderita AB saat operasi. Kedua pasien tersebut
ternyatamempunyai morfologi porta hepatis tipe IIIa dan IIIb klasifikasi
Kasai.Namun demikian mekanisme kontraksi KE tidak dapat dijelaskan.

11 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
5. Gambaran triangular cord (TC)
Sisa dari duktus bilier ekstrahepatik di daerah porta hepatis akan tampak
sebagailesi triangular/tubuler ekogenik di daerah porta. Sebagian peneliti
menetapkantebal lesi ini sebagai gambaran triangular cord jika berukuran lebih dari
0,3 cm,3,4sedangkan peneliti lain menetapkan tebal lebih dari 0,4 cm.1,6 Beberapa
penelitimenyatakan TC sebagai petanda yang sensitif dan spesifik untuk Atresia
Bilier. Di lainpihak peneliti lain lebih berhati-hati menyatakan hal tersebut. Positif
palsudapat terjadi bila terdapat periportal edema.Tidak ditemukannya TC padapasien
dengan AB dapat juga disebabkan oleh karena TC yang sangat tipis/kecilsehingga
sulit diidentifikasi atau karena memang tidak adanya TC.
6. Beberapa gambaran ultrasonografi lain
Gambaran hepatomegali dan splenomegali dapat ditemukan pada AB, akantetapi
gambaran tersebut tidak spesifik. Pembesaran kaliber arteri hepatica kanan dapat
menunjang diagnosis AB tetapi merupakan petanda AB yang lemah.Sebesar 10—
20% pasien dengan AB menderita kelainan kongenitallain seperti kista duktus
koledokus, polisplenia, hernia diafragmatika dan hidronefrosis.

H. Penatalaksanaan Atresia Bilier


1. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu(asamlitokolat), dengan memberikan:
1) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
2) Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk
mengubahbilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450
(untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi
aliranempedu). Kolestiramin 1gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai
jadwal pemberian susu.Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam
empedu sekunder.
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat,
310mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai
daya ikatkompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksin.

12 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang
seoptimal mungkin, yaitu:
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)
untukmengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping
itu,metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi
energyuntuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan
sebagai lemakdalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti
lemak mentega,minyak kelapa, dan lainnya.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D,
E, K
3. Terapi Bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu keusus.Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada
5-10% penderita.Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan
hati dengan usus halus, dilakukanpembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada
akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia
bilier dankemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam
beberapa tahunterakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa
bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akankembali normal
dalam waktu 2 bulan. Anak-anak denganatresia bilier sekarang dapat hidup
hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak.Kemajuan dalam operasi
transplantasi telah juga meningkatkan kemungkiananuntuk dilakukannya
transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier.Di masa lalu, hanyahati dari
anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus
cocok.Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati

13 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
orang dewasa, yangdisebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk
transplantasi pada anak denganatresia bilier.
4. Berdasarkan Treatment yang diberikan:
a. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan
mempertahankanfungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
b. Supportive treatment
1) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam
pembekuandarah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan
perdarahan berlebihandan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan
pada selada, kubis, kol, bayam,kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua
adalah sumber terbaik vitamin ini.
2) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier
mengalamiobstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan
lemak dan vitaminlarut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu
diberikan makanan yangmengandung medium chain triglycerides (MCT)
seperti minyak kelapa.
3) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang
menyebar kedalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada
kulit.
4) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut
membantudalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan
klien.

14 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya. Hal ini
dilakukan sebagai standar prosedur yang harus dilakukan untuk mengkaji keadaan
pasien.Umumnya Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan.Atresia bilier
dtemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran.Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan
anak laki-laki adalah 2:1.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice dalam 2 minggu
sampai 2 bulan Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi
yang baru lahir. Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin,
pigmen berwarna kuning pada sel darah merah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2 minggu
atau 2 bulan lebih, apabila anak buang air besar tinja atau feses berwarna pucat.
Anak juga mengalami distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus.Anak tidak
mau minum dan kadang disertai letargi (kelemahan).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri masalah dengan
kekebalan tubuh.Selain itu dapat juga terjadi obstruksi empedu ektrahepatik.yang
akhirnya menimbulkan masalah dan menjadi factor penyebab terjadinya Atresia
Biliaris ini.Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT,
Hepatitis, dan Polio.
5. Riwayat Perinatal
a. Antenatal
Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah menderita
infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus
rubella

15 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
b. Intra natal
Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran bayi terinfeksi
virus atau bakteri selama proses persalinan.
c. Post natal
Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang memperhatikan
personal hygiene saat merawat atau bayinya.Selain itu kebersihan peralatan
makan dan peralatan bayi lainnya juga kurang diperhatikan oleh orang tua ibu.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu
pernah menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes
mellitus, dan infeksi virus rubella.Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka
tubuh anak dapat menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris.Selain itu
terdapat kemungkinan adanya kelainan kongenital yang memicu terjadinya penyakit
atresia biliaris ini.
7. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar,
motorik halus, dan bahasa.Tingkat perkembangan pada pasien atresia biliaris dapat
dikaji melalui tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga. Selain itu, pada
anak dengan atresia biliaris, kebutuhan akan asupan nutrisinya menjadi kurang
optimal karena terjadi kelainan pada organ hati dan empedunya sehingga akan
berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya.
8. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit
Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya atresia pada anak yaitu pola
kebersihan yang cenderung kurang.Orang tua jarang mencuci tangan saat merawat
atau menetekkan bayinya.Selain itu, kebersihan botol atau putting ketika menyusui
bayi juga kurang diperhatikan.
9. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan atresia biliaris
terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel yang gejalanya
berupa letargi atau kelemahan

16 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
b. Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris adalah ditandai
dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera kulit dan
membrane mukosa.
c. Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris yaitu terdapat
distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang berwarna gelap dan
pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan
atresia biliaris dapat terjadi.
d. Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris ditandai dengan
anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran terhadap lemak dan
makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi berulang.
e. Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai pengetahuan orang tua
terhadap penyakit yang diderita klien
f. Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak terhadap
pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
g. Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat
dan mengobati anak dengan atresia biliaris.
h. Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang
berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita atresia biliaris
biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi.
i. Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan semangat
sembuh bagi anak.
j. Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa agar penyakit
pada anaknya dapat sembuh dengan cepat.
10. Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
a. Air kemih bayi berwarna gelap
b. Tinja berwarna pucat
c. Kulit berwarna kuning
d. Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
e. Hati membesar.
f. Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

17 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
g. Gangguan pertumbuhan
h. Gatal-gatal
i. Rewel
j. Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah
dari lambung, usus dan limpa ke hati).
11. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : lemah.
TTV : Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada vena porta
Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
Nadi : takikardi
RR : terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang tertekan (takipnea)
b. Kepala dan leher
Inspeksi : Wajah : simetris
Rambut : lurus/keriting, distribusi merata/tidak
Mata : pupil miosis, konjungtiva anemis
Hidung : kemungkinan terdapat pernafasan cuping Hidung
Telinga : bersih
Bibir dan mulut : mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik
Lidah : normal
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe pada
leher
c. Dada
Inspeksi : asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan dan tekanan
pada otot diafragma akibat pembesaran hati (hepatomegali).
Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, terdapat nyeri tekan(-)
Perkusi : Jantung : dullness
Paru : sonor
Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi kemungkinan terdengar bunyi
wheezing

18 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
d. Abdomen
Inspeksi : terdapat distensi abdomen
Palpasi : dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi
Perkusi : sonor
Auskultasi : kemungkinan terjadi pada bising usus
e. Kulit
Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice)
f. Ekstremitas
Tidak terdapat odem pada pada extremitas
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Bilirubin direk dalam serum meninggi (nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl)
karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas.
2) Tidak ada urobilinogen dalam urine.
3) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase
(5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid
trigiliserol)
b. Pemeriksaan diagnostic
1) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra
hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu)
2) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di
aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu
terjadi
3) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati
memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai
tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka
dapat berarti terjadi katresia intra hepatic
4) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler.
Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan
lumen yang jelas

19 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru (Domain 4 aktivitas/istirahat. Kelas 4. Respon
kardiovaskuler/pulmonal. 00032. Hal 243. Nanda 2015-2017)
2. Hipertermia berhubungan dengan sepsis (Domain 11. Keamanan/Perlindungan. Kelas
6. Termoregulasi. 00007. Hipertermia. hal 457. Nanda 2015-2017)
3. Diare berhubungan dengan malabsorpsi (Domain 3. Eliminasi dan pertukaran. Kelas
2. Fungsi gastrointestinal. 00013. Diare. Hal 216. Nanda 2015-2017)
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif (Domian 2.
Nutrisi. Kelas 5. Hidrasi. 00027. Kekurangan volume cairan. Hal 193. Nanda 2015-
2017)
5. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient (Domain 2. Nutrisi. Kelas 1. Makan. 00002.
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh. Hal 177. Nanda 2015-
2017)
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan pigmentasi (Domain 11.
Keamanan/perlindungan. Kelas 2. Cedera fisik. 00046. Kerusakan integritas kulit. Hal
425. Nanda 2015-2017)
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas (Domain 4. Aktivitas/istirahat.
Kelas 4. Respon kardiovaskuler/ pulmonal. 00092. Intoleransi aktivitas. Hal 241.
Nanda 2015-2017)
8. Resiko keterlambatan perkembangan (Domain13. Pertumbuhan/ perkembangan.
Kelas 2. Pertumbuhan. 00112. Resiko keterlambatan perkembangan. Hal 479. Nanda
2015-2017)

20 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia billiaris adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan dari sistem billier
ekstrahepatic. Atresia billiaris merupakan proses inflamasi progresif yang menyebabkan
fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan
terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna L. Wong, 2008). Atresia bilier banyak
ditemukan pada bayi yang diakibatkan oleh faktor genetik ataua kelainan bawaan dan
faktor infeksi virus.Gejala pasien dengan atresia bilier ialang dengan ditandai tubuh
berwarna kuning atau ikterik.Diagnosa atresia bilier ditegakkakn melalui pemeriksaan
penunjang.Pemeriksaan seperti ultrasonografi, skintigrafi, dan magnetic resonance
cholangiography dapat digunakan.Akan tetapi sampai saat ini tidak ada satupun
pemeriksaan penunjang preoperatif yang dapat memberikan diagnosis pasti.Pemeriksaan
biokimia hati dan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut sangat membantu. Penatalaksaan
yang dibutuhkan untuk pasien dengan atresia bilier dapat dengan prosedur kasai atau
dengan transplantasi hati.

B. Saran
Dari asuhan keperawatan yang telah dibuat sebaiknya dapat dijadikan sebagai
penambah ilmu pengetahuan mengenai penyakit atresia bilier. Dari pengobatan yang
telah ada dan akan berkembang seiring berkembangnya zaman seharusnya dapat
digunakan sebagai cara yang baik untuk menemukan atresia bilier dari sejak awal
sehingga akan berkurangnya tingkat kematian pada pasien atresia bilier. Perlunya
pengetahuan masyarakat, perawat serta mahasiswa calon perawat untuk dapat mengenali
atresia bilier sejak dini.

21 | K E P E R A W A T A N A N A K I I
DAFTAR PUSTAKA

Donna L. Wong…[et.al]. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Alih bahasa : Agus
Sutarna, Neti. Juniarti, H.Y. Kuncoro. Editor edisi bahasa Indonesia : Egi Komara
Yudha….[et al.]. Edisi 6.Jakarta : EGC

Hull,david& Derek I. john ston. 2008. Dasar dasar pediatrik. Jakarta: EGC

Behrman, Richard., Robert Kliegman. ( 2008 ). Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition.
Philadelphia : Saunder Ersever.

Hadinegoro, Sri Rezeki, Muzal Kadim, dkk (Ed). 2012. Update Management of Infectious
Diseases and Gastrointestinal Disorders. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak
FKUI-RSCM

Heather, T. Herdman. 2015. NANDA International Nursing Diagnoses. Jakarta: EGC.

Moorhead Sue, dkk.2015. Nursing Outcomes Classification. Ed.5. Indonesia: Elseveir.

M. Bulechek, Gloria, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification. Ed. 6. Indonesia: Elseveir.

Julinar, Yusri Dianne Jurnalis, dan Yorva Sayoeti. 2009. ATRESIA BILIER. Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas/ RS Dr. M. Djamil Padang.Majalah Kedokteran
Andalas.Vol 33.No. 2. Diakses pada laman
http://jurnalmka.fk.unand.ac.id/indeks.php/art/article/viewfile/61/58, 21 september 2017.

Negara, sumitra Adi. 2012. Kumpulan Asuhan Keperawatan (Askep Atresia Bilier). Diperoleh
21 september 2017. Diakses pada laman
https://www.scribd.com/document/332298448/Askep-Atresia-Bilier-pdf.

22 | K E P E R A W A T A N A N A K I I

Anda mungkin juga menyukai