BAB 1
PENDAHULUAN
Atresia bilier adalah penyakit serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak
dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir
Asia dan Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak
diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling umum
untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat
(Santoso, Agus.2010. Health Academy).
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu.
Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam
hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya
tindakan bedah yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8
minggu, angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8
minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia bilier
harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu (Dr. Parlin.1991.Atresia Bilier.
Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).
1. 1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta pendekatan asuhan keperawatannya.
1. 2. Tujuan Khusus
2. Mengidentifikasi definisi dari Atresia bilier
3. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier
4. Mengidentifikasi faktor resiko dari Atresia bilier
5. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier
6. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier
7. Mengidentifikasi penatalaksaan pada Atresia bilier
8. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier
9. Mengidentifikasi WOC pada Atresia bilier
10. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier
11. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier
12. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit yang berhubungan dengan sistem endokrin
(Atresia bilier) serta mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Atresia
bilier dengan pendekatan Student Center Learning.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung empedu, dan
struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.
Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran yang
mengalir dari hati melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya mengalir ke
duktus hepatik umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus sistikus dari
kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang berlangsung dari hati ke
duodenum (bagian pertama dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan empedu langsung ke duodenum. Sekitar 50 persen dari empedu
yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong empedu, organ berbentuk buah
pir yang terletak tepat di bawah hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan empedu ke
duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.
Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan menyerap lemak.
Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran, adalah apa yang memberikan
kotoran warna gelapnya coklat (Tim Ohio State University.2011.Sistem
Bilier.Columbus:Medical center).
1. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
2. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus, dan
kandung empedu semuanyanormal).
IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus. Kandung
empedu normal.
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi (correctable), sedangkan tipe
III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-correctable). Sayangnya dari semua kasus
atresia bilier, hanya 10% yang tergolong tipe I dan II
2.4 Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18
dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian
besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang
merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat
lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan.
Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang
menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah
peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang
"memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:
hepatocelluler dysfunction
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala termasuk:
Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir. Ini
biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi dengan
atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang pada dua atau tiga
minggu setelah lahir
Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.
Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk
ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat
pembesaran hati.
Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
Rewel
2.6 Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu,
dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier
ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu
dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan
cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan
apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan
cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami
hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal.
Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat
mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly.
Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak
dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap oleh
tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak didalam
tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang
larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek samping
seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati
(darah,urin, tinja)
2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk
membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah
tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak
sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan
gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya,
peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke
kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia
bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan
alkalifosfatase mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier.
- Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja /
stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
- Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial
thromboplastin time.
b) Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif,
tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan
visualisasi tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu
hanya10%, sedangkan kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya
asam empedu di dalam cairan duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
2) Pencitraan
a) Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan
bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah
minum.Bila pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia
bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier,
tidak ditemukannya kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung
diagnosisatresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b) Sintigrafi hati
c) Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid).
Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat
menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d) Pemeriksaan kolangiografi
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku emas untuk membedakan
kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan
seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%,sehingga
dapat membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan
berperan untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di
6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100
200 u atau 150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan
agar dilakukan frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah
portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia
bilier mengharuskan intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu
yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi
duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak
patognomonik) memerlukan waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi
pada usia < 6 minggu
2.8 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolatmempunyai daya ikat
kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin, yaitu :
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu keusus.
Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk melompati atresia
bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang
disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara
dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan
kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir.
Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat
dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier
sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan
dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk dilakukannya
transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari anak kecil
yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah
dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced
size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
1. a. Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan fungsi
hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
1. b. Supportive treatment
- Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami
obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin larut
lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang mengandung medium
chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
- Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar ke
dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
- Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu
dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.
2.9 Komplikasi
1. Kolangitis:
komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan aliran empedu yang
tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-
minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa
berat dan kadang-kadang fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status
hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul
sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
1. Hipertensi portal:
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah portoenterostomy.
Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi
portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo
mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan dyspneu. Diagnosis
dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada
anak-anak dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak.
Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat
membalikan shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.
1. Keganasan:
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan
pada keadaan ini harus dilakukan transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun
kedua kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi
kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk
transplantasi hati di masa kanak-kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus
dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren
(kegagalan sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis
(hepatopulmonary sindrom).
2.10 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran histologik
porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri. Bila
operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71,86%, sedangkan bila
operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya hanya 34,43%.
Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10%
dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak termuda yang mengalami operasi Kasai
berusia 76 jam. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat
dilakukan operasi > 60 hari, adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak
adanya duktus bilier ekstrahepatik yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal.
(Dewi, Kristiana.2010.Atresia bilier)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An. M (laki-laki, 2 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca
kelahiran sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air
kencing berwarna gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan
diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen
didapatkan adanya pembesaran hati.
3.1.1 Anamnesa
2) Umur : 40 tahun
1. Keluhan Utama: ayah klien mengatakan anak M mengalami demam (38,4 °C)
2. Riwayat Penyakit Sekarang: Demam selama 4 hari, rewel, perut klien buncit dan
keras, kulit tampak kuning, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat.
3. Riwayat Penyakit sebelumnya : -
4. Riwayat Tumbuh Kembang anak :
Klien An. M mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta
kenyamanan dari orang tua sendiri.
Keterangan tambahan :
Anak dengan Atresia Billiary ekstrahepatik, setelah usia 6 tahun terjadi gangguan
neuromuskuler seperti tidak ada reflek-reflek tendo dalam, kelemahan memandang ke atas,
ketidakmampuan berjalan akibat parosis kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar.
Apabila kolestasis kronis berat terjadi akibat Atresia Billiary ekstrahepatik, maka akan
tampak gambaran wajah yang disebut Watson Syndrome-Alagine ( Displasia Anterio
B Hepatis) yaitu perkembangan tulang dahi yang menonjol, hipertelorisme,
kemiringanokuler, anti mongoloid, tulang hidung yang datar serta dagu yang runcing.
Penderita juga mengalami sterosis arteri pulmonar serta cacat-cacat pada lengkungan bagian
depan vertebra.
a)Laboratorium
- Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan
empedu yang luas. Normalnya (1,7 – 7,1 mg/dl)
b)Pemeriksaan Diagnostik
- USG yaitu untuk mengetahui kelainan kongenital penyebab kolestasis ekstra hepatik
(dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu).
- Memasukkan pipa lambung sampa duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi. Jika tidak
ditemukan cairan empedu, dapat berarti atresia empedu terjadi.
- Biopsi hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung
empedu mengecil karena kolaps. 75 % penderita tidak ditemukan lumen yang jelas.
(38°C)
Mekanisme tubuh untuk
Takikardi (103x/menit) meningkatkan suhu tubuh
RR meningkat >24x/menit
Hypertermi
2 DS : pasien terlihat sesak. cairan asam empedu balik ke Pola napas tidak efektif
hati
DO :
RR= 35x/menit
distensi abdomen
menekan diafragma
Frekuensi napas
meningkat
3. DS: Tidak mau makan, Obstruksi aliran dari hati ke Gangguan pemenuhan
rewel, mual/muntah. dalam usus
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Diare
6. DS : - Pembesaran hepar Kekurangan volume cairan
DO : Penurunan turgor
kulit
Produksi keringat
meningkat
Perut terasa penuh
Input = 700 ml/hr
cairan banyak
yang keluar
7 DS: Orang tua sering Kurang sumber informasi Ansietas
menanyakan keadaan
anaknya
DO: Orang tua tampak ansietas
gelisah dan bingung
3) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
dan gangguan penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan konjungtiva anemis.
5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan,
ditandai dengan adanya pruritis.
- Nadi dan pernapasan dalam rentan normal (N= < 160 x / menit , RR= 30-40 x/menit)
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Berikan kompres air biasa pada aksila, 1. Dapat membantu mengurangi demam.
kening, leher dan lipatan paha.
2. Pantau suhu minimal setiap 2 jam 1. Mengetahui kemungkinan adanya
sekali, sesuai kebutuhan kenaikan suhu secara mendadak
3. Berikan pasien pakaian tipis 2. Membantu mengurangi panas di tubuh
4. Manipulasi lingkungan seperti 3. Memberikan rasa nyaman dengan
penggunaan AC/ kipas angin mengurangi keadaan panas akibat suhu
pengaruh lingkungan
Kolaborasi:
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Kaji distensi abdomen 1. dengan mengukur lilitan atau lingkar
2. Kaji RR, kedalaman, dan kerja abdomen
pernafasan. 2. Untuk mengetahui adanya gangguan
pernafasan pada pasien
3. Waspadakan klien agar leher tidak
tertekuk/posisikan semi ekstensi atau 3. Menghindari penekanan pada jalan
eksensi pada saat beristirahat nafas untuk meminimalkan
penyempitan jalan nafas
Kolaborasi:
Kriteria hasil :
Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Distensi abdomen merupakan tanda
non verbal gangguan pencernaan.
1. Kaji distensi abdomen 2. Mengidentifikasi kekurangan /
kebutuhan nutrisi dengan mengetahui
intake dan output klien.
3. Mengawasi keefektifan rencana diet
1. Pantau masukan nutrisi dan frekuensi
muntah 4. Untuk menurunkan rangsang
mual/muntah.
5. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
1. Timbang BB setiap hari. makan.
2. Berikan makanan /minuman sedikit tapi
sering.
3. Berikan kebersihan oral sebelum makan
1. Berguna dalam memenuhikebutuhan
Kolaborasi: nutrisi individudengan diet yang paling
tepat.
1. Konsul dengan ahli diet sesuai indikasi. 2. Memenuhi kebutuhan nutrisidan
meminimalkan rangsang pada kantung
empedu.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli menyatakan bahwa
faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18
dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian
besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang
merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala penyakit ini
biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala seperti Ikterus,
Jaundice Urin gelap Tinja berwarna pucat, Penurunan berat badan dan ini berkembang ketika
tingkat ikterus meningkat.
4.2 Saran
Perlu deteksi dini kasus atresia bilier dan pemberian penatalaksanaan yang tepat demi
tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan mental yang optimal bagi penderita atresia
bilier.
BAB 5
DAFTAR PUSTAKA
Oldham, Keith T.et all (eds); Biliary Atresia at Principles and Practice of Pediatric Surgery,
4th Edition.
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Parlin Ringoringo. 1991. Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak,FK UI, RSCM. from:
url: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15AtresiaBilier086.pdf /15AtresiaBilier086.html
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan. From : url :http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2010/02/07/atresia-
bilier waspadai-bila-kuning-bayi-baru-lahir-yang-berkepanjangan/
Mark Davenport. Biliary Atresia. London: 2010. Available from : url :
http://asso.orpha.net/OFAVB/__PP__4.html
Steven M. Biliary Atresia. Emedicine. 2009. Available From: url: http:// emedicine.
medscape.com/ article/927029-overview
Sjamsul Arief. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. Divisi Hepatologi Ilmu Kesehatan Anak FK
UNAIR.Surabaya. 2006. Available from : url :http://www.pediatrik.com/pkb/20060220-
ena504-pkb.pdf
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus:
An. M (laki-laki, 7 bulan 4 hari) dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan 1 bulan pasca
kelahiran sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air
kencing berwarna gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan
diketahui adanya hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil Rontgen
didapatkan adanya pembesaran hati.
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
1) Nama: An. M
2) Jenis Kelamin: Laki-laki
3) Tanggal Lahir: 8 Maret 2010
4) Umur: 7 bulan 4 hari
5) Agama: Islam
6) Pendidikan: -
7) Pekerjaan: -
8) Status Pernikahan: Belum Menikah
9) Alamat: Kradian Kadipuro-Banjarsari
10) Tanggal Masuk: 11 Oktober 2010
11) Jam: 16.00 WIB
12) No. CM: 187549
13) Diagnosa Medis: Atresia Bilier
b. Identitas Penanggung Jawab
1) Nama: Tn. D
2) Umur: 40 tahun
3) Jenis Kelamin: Laki-laki
4) Agama: Islam
5) Pendidikan: SLTA
6) Pekerjaan: Wiraswasta
7) Alamat: Kradian Kadipuro-Banjarsari
8) Hubungan dengan Klien: Ayah Klien
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama: Ayah klien mengatakan anaknya demam, perut klien buncit
dan keras, kencing klien berwarna gelap, dan feses pucat
2) Riwayat Penyakit Sekarang: Demam selama 4 hari, rewel, perut membesar,
dan kulit tampak kuning
Menggunakan:
− Alkohol: Klien dan orang tua tidak ada yang mengkonsumsi alkohol
1. Pola Nutrisi-Metabolik
− Diet Khusus: Selama sakit, klien dianjurkan diet saring tiap 4 jam
1. Pola Eliminasi
1. Pola Kognitif-Perseptual
− Bicara: -
− Kemampuan membaca: -
1. Pola Koping
− Masalah Utama Setelah Masuk RS: Klien takut dengan perawat. Orang tua punya
masalah dengan biaya perawatan dan operasi klien
− Adaptasi Klien: Klien susah untuk beradaptasi dengan lingkungan RS
1. Pola Seksual-Reproduksi
1. Pola Peran-Berhubungan
1. Pemeriksaan Fisik
2. Data Klinik
− Suhu: 38, 4o C
− Status Gizi:
SD Low: 0,90
SD Upper: 1,00
Median: 8,3
: – 3,2/ 0,90
: – 3,56 à BB Rendah (Gizi Kurang)
Keterangan:
− RR: 32 x/menit
− Kualitas: cepat
1. Metabolik-Integumen
− Kulit
Warna: kuning
Turgor: kurang elastic
Terdapat pruritus
− Mulut
Bibir: kering
Gigi & Gusi: Gusi pucat, gigi belum ada
Lidah: bersih
1. Persyarafan/Sensori
Penglihatan:
− Pupil: isochor
− Sclera: ikterik
− Konjungtiva: anemis
1. Muskuloskeletal
1. B. Analisa Data
DO:Didapatkan terjadi
keterlambatan dalam
pertumbuhan anak tsb
Tujuan : anak akan menunjukan nutrisi yang adekuat yang ditandai dengan nafsu makan baik
dan berat badan sesuai
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
1. Lakukan stimulasi yang dapat dipakai sesuai dengan usia, gerakan motor halus dan
kasar, ROM, posisi duduk, memberikan benda-benda yang dapat dicapai.
2. Jelaskan pada orang tua pentingnya melakukan stimulasi tumbuh kembang dengan
menyesuaikan kondisi anak ; seperti perlu istirahat
Tujuan : meningkatkan pemahaman orang tua tentang perawatan pada anak yang sakit
Intervensi :
1. Jelaskan tentang pengobatan yang diberikan, dosis, reaksi obat dan tujuannya
2. Jelaskan pentingnya stimulasi pada anak, pendengaran, visual, sentuhan
3. Jelaskan pentingnya monitor adanya muntah, mual, keram otot, dan diare.