Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Atresia Bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus
ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu atau karena adanya proses
inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier
ekstra hepartik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis) yang mengakibatkan
terjadinya penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk dalam hati dan
darah (Mawardi, Warouw and Salendu, 2013). Atresia Bilier merupakan suatu
penghambatan didalam pipa/ saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari
liver menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital, yang
berarti terjadi saat kelahiran. Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang
menyebabkan fibrosis saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada
akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Husada and Fajrian, 2020).

1.2 Etiologi

Penyebab dari Atresia Bilier ini belum dapat dipastiakan. Namun, sebagian besar Atresia
Bilier disebabkan oleh suatu proses inflamasi yang merusak duktus bilier dan juga akibat
dari paparan lingkungan (disebabkan oleh virus) selama periode kehamilan dan perinatal
(Sodikin, 2011). Secara singkat Faktor Resiko penyebab terjadinya gangguan
pertumbuhan duktus billier adalah :
1. Infeksi virus dan bakteri
2. Faktor Genetik
3. Kelainan auto imun pada bayi
4. Komponen empedu yang abnormal
5. Defek vaskuler dan morfogenesis
1.3 Manifestasi
Pada bayi dengan atresia bilier biasanya tampak sehat ketika baru lahir. Gejala penyakit
ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah lahir. Gejala-gejala tersebut
yaitu :
1. Ikterus
Terjadinya kekuningan pertama kali akan terlihat pada sklera dan kulit karena tingkat
bilirubin yang sangat tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah. Mungkin terdapat
sejak lahir. Biasanya tidak terlihat sampai usia 2 hingga 3 minggu (Rokhayati,
Setyoboedi and Arief, 2021).
2. Urine berwarna pekat dan gelap.
Urine gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urine.
3. Feses Pucat.
Feses berwarna lebih pucat daripada yang perkirakan atau berwarna putih atau coklat
muda karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam usus
untuk mewarnai feses
4. Jaundice.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir.
Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang
bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang
pada dua atau tiga minggu setelah lahir
5. Hepatomegali dan Splenomegali.
Keadaan ini menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal / tekanan
darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).
6. Penurunan Nafsu Makan, Anoreksia dan Gangguan metabolisme lemak yang
menyebabkan pertambahan berat badan yang buruk, dan kegagalan tumbuh kembang
secara umum.
7. Distensi abdomen
8. Asites dan Edema Perifer
1.4 Klasifikasi
Klasifikasi atresia bilier antara lain adalah sebagai berikut :
1. I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal paten.
2. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis, duktus sistikus,
dankandung empedu semuanyanormal).
3. IIb. Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus hepatikus komunis, duktus sistikus.
Kandungempedu normal.
4. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke
hilus.Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi
(correctable), sedangkantipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-
correctable). Sayangnya dari semua kasusatresia bilier, hanya 10% yang
tergolong tipe I dan II.

Atresia billiary dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

1. Atresia Billiary Intra Hepatik


Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih jarang dibandingkan ekstra
hepatik yang hanya 10 % dari penderita atresia. Pada penderitanya ditemukan saluran
empedu proksimal yang terbuka lumennya. Tetapi tidak berhubungan dengan
duodenum. Atresia hanya melibatkan duktuskoledukus distal. Sirosis bilier terjadi
lambat.
2. Atresia Billiary Ekstra Hepatik
Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar
90 %dari penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan kematian.Ditemukan
bahwa seluruh sistem saluran empedu ekstra hepatik mengalami obliterasi sirosis
bilier terjadi cepat. Gejala klinik dan patologik bergantung pada awal proses
penyakitnya dan bergantung pada saat penyakit terdiagnosis.
1.5 Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga
menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada
sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi
aliran empedu. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier
ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang
alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu
empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma
ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi. Obstruksi pada saluran
empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu dari hati ke
kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan
empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan
apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan
cirrhosis (Mawardi, Warouw and Salendu, 2013).
Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena portal sehingga mengalami
hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati. Penyebab sebenarnya atresia
billier tidak diketahui sekalipun mekanisme imin atau viral injury bertanggung jawab
atas proses progresif yang menimbulkan obliterasi total saluran empedu. Berbagai
laporan menunjukkan bahwa atresia billier tidak terlihat pada janin, bayi yang lahir
mati (stillbirth) atau bayi baru lahir, keadaan ini menunjukkan bahwa atresia billier
terjadi pada akhir kehamilan atau dalam periode perinatal dan bermanifestasi dalam
waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan
menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik maupun
ekstrahepatik. Akan terjadi berbagai derajat kolestasis yang menimbulkan pruritus
berat. Pembedahan untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus
dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang
progresif dapat dikurangi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu ke luar hati dan ke dalam kantong empedu dan usus. Akhirnya
terbentuk sumbatan dan menyebabkan empedu balik ke hati. Ini akan menyebabkan
peradangan, edema, dan degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis, sirosis, dan
hipertensi portal sehingga akan mengakibatkan gagal hati. Jika cairan empedu
tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang
tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat
mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning. Degenerasi secara
gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak ada
aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat diserap
oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan lemak
didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi
berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga
menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung
(Setyoboedi, 2021).
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sodikin (2011), secara garis besar pemeriksaanyang dilakukan untuk
mendeteksi atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu pemeriksaan :
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan serum darah
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen
bilirubin untuk membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu
dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar
bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total. Peningkatan kadar
SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah
ke suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan
peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Pemeriksaan urine
2) Pemeriksaan Urine
urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus, tetapi urobilin
dalam urine negatif, hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu
total.
3) Pemeriksaan feces
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin dalam tinja
berkurang karena adanya sumbatan.
b. Pemeriksaan Radiologis
1) Ultrasonography atau Color Doppler Ultrasonography
2) Hepatobiliary Scintiscanning (HSS)
3) Magnetic Resonance Cholangiography (MRC)
Merupakan terapi modalitas pencitraan yang sangat handal untuk diagnosis
atresia bilier, saluran empedu ekstrahepatik termasuk kandung empedu, saluran
kistik, saluran empedu umum, dan saluran hepatik umum divisualisasikan.
4) Cholangography Intraoperatif
Dilakukan ketika biopsi hati menunjukkan adanya etiologi obstruktif.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode memasukkan kontras ke dalam saluran
empedu lalu kemudian di foto x-ray ketika laparotomi eksploratif dilaksanakan.
Pemeriksaan ini dilakukan ketika pemeriksaan biopsi dan CT Scan gagal
menunjukkan hasil yang adekuat.
c. Biopsi hati
Biopsi hati dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang
dilakukan dengan pengambilan jaringan hati.
1.7 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam
empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
a. Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzim gluku ronil transferase (untuk
mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450
(untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi
aliranempedu).
b. Kolestiramin 1gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian
susu.
Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder
2) Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya
ikat kompetitif terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin, yaitu :
1) Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk
mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu,
metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi
energy untuk secepatnya dipakai oleh organ dan otot, ketimbang digunakan
sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti
lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
2) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K)
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan
empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10%
penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati
dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada
akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati (Waiman and Oswari, 2016).
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier
dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam
beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu- satunya yang bisa
bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal
dalam waktu 2 bulan.
Berdasarkan treatment yang diberikan :
1. Palliative treatment
a. Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan
mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
2. Supportive treatment
a. Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam
pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan
perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan
pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua
adalah sumber terbaik vitamin ini.
b. Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier
mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan
lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu
diberikan makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT)
seperti minyak kelapa.
c. Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang
menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada
kulit.
d. Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut
membantu dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan
klien.
1.8 Komplikasi
Komplikasi pada bayi yang mengalami penyakit Atresia Billier mayoritas
memerlukan tindakan berupa transplantasi organ hati. Komplikasinya antara lain adalah :
1. Sirosis Bilier yang progesif
2. Hipertensi portal atau aliran darah balik ke hati yaitu di duktus arteriosus
3. Ensefalopati Hepatikum
4. Asites atau edema pada area abdomen
5. Kegagalan Hati.
1.9 Prognosis
Keberhasilan portoenterostomi ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran
histologik porta hepatis, kejadian penyulit kolangitis, dan pengalaman ahli bedahnya
sendiri. Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya
71,86%, sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 34,43%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka
keberhasilan hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Anak
termuda yang mengalami operasi Kasai berusia 76 jam. Jadi, faktor-faktor yang
mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari, adanya
gambaran sirosis pada sediaan histologik hati, tidak adanya duktus bilier ekstrahepatik
yang paten, dan bila terjadi penyulit hipertensi portal (Julinar, Dianne and Sayoeti, 2010).

Sumber :

Husada, S. and Fajrian, F. M. (2020) ‘Transferase enzymes with total bilirubin in patients
with obstructive jaundice patients’, Juni, 11(1), pp. 176–182. doi:
10.35816/jiskh.v10i2.240.
Julinar, Dianne, Y. and Sayoeti, Y. (2010) ‘Atresia bilier’, Majalah Kedokteran Andalas,
33(2), pp. 188–194.
Mawardi, M., Warouw, S. M. and Salendu, P. M. (2013) ‘Kolestasis Ektrahepatik Et Causa
Atresia Bilier Pada Seorang Bayi’, Jurnal Biomedik (Jbm), 3(2), pp. 123–128. doi:
10.35790/jbm.3.2.2011.868.
Rokhayati, E., Setyoboedi, B. and Arief, S. (2021) ‘Aktivitas Serum Bilirubin pada Pasien
Atresia Bilier Sebelum dan Sesudah Operasi Kasai’, 4(2), pp. 66–72. doi:
10.13057/smj.v4i2.
Setyoboedi, B. (2021) ‘counts on cholestatic infants with and without biliary atresia’, 5(1),
pp. 1–10.
Waiman, E. and Oswari, H. (2016) ‘Peran Operasi Kasai pada Pasien Atresia Bilier yang
Datang Terlambat’, Sari Pediatri, 11(6), p. 463. doi: 10.14238/sp11.6.2010.463-70.

Anda mungkin juga menyukai