Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

ATRESIA BILIER
(ATRESIA DUKTUS HEPATIKUS)

OLEH

KELOMPOK 2

1. Agustina Indra P.
2. Yoga Nicolas
3. Noviantina Premadika
4. Edoneus Caveravita
5. FX. Dwi Putra
ATRESIA BILIER
(ATRESIA DUKTUS HEPATIKUS)

1. Pengertian
Atresia Billier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan
Rita Yulianni, 2006)
Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang akhirnya
menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian. (Chandrasoma &
Taylor,2005)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan
kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan
splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland 2002:
206)
Atresia Billier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal. Atresia biliaris adalah kelainan konginetal yang ditandai dengan
obstruksi atau tidak adanya duktus atau saluran empedu. Atresia bilier merupakan suatu
defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih
saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik. Pada atresia bilier terjadi penyumbatan
aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan
sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.

Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
a. Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable.
Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya. Sebagian besar dari saluran-saluran
ekstrahepatik empedu paten.
b. Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/  incorrectable
Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-akhir ini dapat
dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal. Tidak bersifat paten
seperti pada tipe operatif.
Klasifikasi dengan menggunakan system klasifikasi Kasai, cara ini banyak digunakan.
Mengklasifikasikan kasus atresia biliaris berdasarkan lokasi dan tingkat patologinya.
Klasifikasi atresia bliaris sesuai dengan area yang terlibat.
a. Tipe I: saluran empedu umumnya paten pada daerah proksimal.
b. Tipe II: atresia pada saluran empedu dapat terlihat, dengan sumbatan saluran empedu
ditemukan pada porta hepatis.
c. Tipe IIa: fibrosis dan saluran empedu umumnya bersifat paten
d. Tepi IIb: umumnya duktus biliaris dan duktus hepatic tidak ada.
e. Tipe III : lebih mengacu pada terputusnya duktus hepatic kanan dan kiri sampai pada
porta hepatic. Bentuk atresia ini adalah umum terjadi, sekitar lebih dari 90% kasus

2. Epidemiologi
Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan. Kondisi ini jarang terjadi,
prevalensinya 1 : 15.000 kelahiran. Insidensi lebih banyak terjadi pada anak-anak asia dan
anak kulit hitam. Di US, sekitar 300 bayi yang lahir setiap tahunnya dengan kondisi atresia
billiaris. Bentuk janin-embrio yang ditandai dengan kolestasis awal, muncul dalam 2 minggu
pertama kehidupan, dan menyumbang 10-35% dari semua kasus. Dalam bentuk ini, saluran
saluran empedu terputus saat lahir, dan 10-20% dari neonatus yang terkena dampak telah
dikaitkan cacat bawaan, termasuk Situs inversus , polysplenia , malrotasi, atresia usus, dan
anomali jantung, antara lain.
Atresia billiaris dtemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak
perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi jumlah penderita atresia
billiaris yang ditangani rumah sakit Cipt Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003,
mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi
hati. Sedangkan di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Suromo Surabaya antara tahun 1999
2001 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan penyakit kuning
gangguan fungsi hati di dapatkan atresia bilier 9 (9,4%).
Dari 904 kasus atresia billiris yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia billiaris didapat
pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), hispantik (11%), Asia (4,2) dan Indian
Amerika (1,5%). Kasus atresia bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di
belanda, 5/100.000 kelahiran hidup di perancis, 6/100.000 klahiran hidup di Inggris,
6,5/100.000 kelhiran hidup di Texas, 7/100.000 kelahiran hidup di australia, 7,4/100.000
kelahiran hidup di USA, dan 10,6/100.000 kelahiran hidup di Jepang.

3. Etiologi
Penyebab atresia billiaris tidak diketahui dengan jelas, tetapi diduga akibat proses inflamasi
yang destruktif. Atresia billiaris terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran
empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan
saluran empedu ini tidak diketahui. Meskipun penyebabnya belum diketahui secara pasti,
tetapi diduga karena kelainan kongenital, didapat dari proses-proses peradangan, atau
kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.
Penyebab atresia masih kontroversial, beberapa ahli percaya bahwa hal ini terjadi akibat
infeksi intrauterine. Atresia biasanya hanya mengenai duktus biliaris ekstrahepatik, duktus
intrahepatik lebih jarang terkena. Atresia biliaris komplit yang mengenai seluruh system
menyebabkan kematian yang tinggi. Hati menunjukan gambaran obstruksi hebat duktus
biliaris yang besar dengan sirosis biliaris sekunder. Tanpa pengobatan, kematian terjadi pada
masa bayi. Terapi bedah dapat berhasil pada kasus atresia parsial. Pada kasus atresia yang
mengenai duktus intrahepatik, transplantasi hati merupakan satu-satunya harapan.
Hal yang penting perlu diketahui adalah bahwa atresia billiaris adalah bukan merupakan
penyakit keturunan. Kasus atresia billiaris tidak diturunkan dari keluarga. Atreia billiaris
paling sering disebabkan karena sebuah peristiwa yang terjadi saat bayi dalam kandungan.
Kemungkinan hal yang dapat memicu terjadinya atresia billiaris diantaranya: infeksi virus
atau bakteri, gangguan dalam system kekebalan tubuh, komponen empedu yang abnormal,
kesalahan dalam perkembangan hati dan saluran empedu.
4. Tanda dan Gejala
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1. Air kemih bayi berwarna gelap
2. Kulit berwarna kuning
3. Tinja berwarna pucat
4. Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
5. Hati membesar.
6. Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a. Gangguan pertumbuhan
b. Gatal-gatal
c. Rewel
d. Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari
lambung, usus dan limpa ke hati).

5. Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia billiaris tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau
viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi saluran empedu.
Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia billiaris tidak terlihat pada janin, bayi yang
baru lahir. Keadaan ini menunjukan bahwa atresia billiaris terjadi pada akhir kehamilan atau
pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah
dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis
pada saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan,
edema, degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan ikterus dan
duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi
mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi billier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah sehingga
menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak
dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami kekurangan vitamin
yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak.

6. Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi yang dapat terjadi pada atresia billiaris yaitu:
a. Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu keluar hati dan kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Bahkan hati menjadi fibrosis dan cirrhosis. Dan hipertensi portal
sehingga akan mengakibatkan gagal hati.
b. Progresif serosis hepatis terjadi jika aliran hanya dapat dibuka sebagian oleh prosedur
pembedahan, permasalahan dengan pendarahan dan penggumpalan.
c. Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegali.
d. Karena tidak ada empedu dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak dan gagal tumbuh.
e. Hipertensi portal
f. Pendarahan yang mengancam nyawa dari pembesaran vena yang lemah  di esofagus dan
perut, dapat menyebabkan Varises Esophagus.
g. Asites merupakan akumulasi cairan dalam kapasitas abdomen yang disebabkan
penurunan produksi albumin dalam protein plasma.
h. Komplikasi pasca bedah yakni kolangitis menaik.
i. Harapan hidup pasien yang tidak diobati adalah 18 bulan. Progresi fibrosis hepatic sering
terjadi walaupun sudah mendapat terapi bedah paliatif, meskipun 30 – 50 % pasien
mungkin tetap anikterik. Angka harapan hidup transplantasi jangka pendek sekitar 75 %.
Menurut Carlassone & Bensonsson (1977) menyatakan bahwa operasi atresia billiaris
tipe “noncorrectable” adalah buruk sekali sebelum adanya operasi Kasai, tetapi sampai
sekarang hanya sedikit penderita yang dapat disembuhkan. Bila pasase empedu tidak
dikoreksi, 50 % anak akan meninggal pada tahun pertama kehidupan, 25 % pada tahun ke
dua, dan sisanya pada usia 8-9 tahun. Penderita meninggal akibat kegagalan fungsi hati
dan sirosis dengan hipertensi portal.
7. Pengobatan

a.    Medik
1)   Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :

a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
dengan memberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis peroral misal :
luminal
b. Melindungi hati dari zat dari zat toksik dengan memberikan asam ursodeoksikolat
310 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis peroral misal : urdafalk

2)     Terapi nutrisi yang bertujuan untuk memungkinkan anak untuk bertumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin yaitu:

a. Pemberian makanan yang mengandung middle chain triglycerides(MCT)untuk


mengatasi malabsorpsi lemak. Contoh : susu pregestinil dan pepti yunior.
b. Penatalaksanaan defisiensi  vitamin yang larut dalam lemak.
c. Dan pembedahan itu untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus
dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang
progresif dapat dikurangi.

3)      Terapi Bedah

Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan maka segera dilakukan intervensi bedah
Portoenterostomi terhadap atresia bilier yang Correktable yaitu tipe Idan II. Pada
atresia bilier yang Non Correktable terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi
untuk menentukan potensi duktus bilier yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan
Frozen section. Bila masih ada duktus bilier yang paten maka dilakukan operasi
kasai. Tetapi meskipun tidak ada duktus bilier yang paten tetap dikerjakan operasi
kasai dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan jangka pendek) dan bila
mungkin untuk persiapan transplantasi hati (tujuan jangka panjang). Pembedahan itu
untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan dalam
periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat
dikurangi.
4)       Pemeriksaan diagnostic

a. Darah lengkap dan fungsi hati


Pada pemeriksaan laboratorium ini menunjukkan adanya hiperbilirubinemia
direk, serta peningkatan kadar serum transaminase,fosfatase alkali, dan gamma
glutamil transpeptidase yang dapat membantu diagnosis atresia bilier pada tahap
awal.
b. Pemeriksaan urine
Pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami
ikterus, tetapi urobilin dalam urine negative, hal ini menunjukkan adanya bendungan
saluran empedu total.
c. Pemeriksaan feses
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja/stercobilin dalam tinja
berkurang karena adanya sumbatan.
d. Biopsi hati
Untuk mengetahui seberapa besar sumbatan dari hati yang dilakukan dengan
pengambilan jaringan hati.
e. USG abdomen
Kandung empedu yang kecil atau tidak sama sekali, adanya tanda Triangular cord
sangat sensitive menunjukkan adanya atresia bilier.
8. Keperawatan

Terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting bagi anak yang menderita atresia
bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi
tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada anggota keluarga pasien. Segera
pembedahan portoenterestomi asuhan keperawatannya serupa dengan yang dilakukan pada
setiap pembedahan abdomen yang berat. Penyuluhan yang diberikan meliputi pemberian
obat dan terapi gizi yang benar termasuk penggunaan formula khusus, suplemen vitamin
serta mineral, terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus menjadi persoalan signifikan
namun dapat dikurangi dengan obat atau tindakan seperti mandi rendam dan memotong
kuku jari tangan.
Anak-anak dan keluarga memerlukan dukungan psikososial khusus. Prognosis yang tidak
pasti, gangguan rasa nyaman, dan penantian untuk tranpalantasi dapat menimbulkan stress
yang cukup besar. Perawatan yang lama di rumah sakit, terapi farmakologis dan nutrisi
dapat membawa beban financial yang besar pada keluarga.
9. PATHWAY Atresia Bilier

Kelainan kongenital Infeksi

Obstruksi saluran empedu


intra hepatik Obstruksi saluran empedu ekstra Kerusakan progresif pada ductus
hepatik bilier

Saluran empedu ↑ Ekskresi Bilirubin Saluran empedu tidak


kembali kehati terbentuk Inflamasi progresif

Gg. Penyerapan lemak dan Obstruksi aliran dari hati


vitamin larut kedalam MK : Hipertermi

Proses peradangan pd Lemak dan Vitamin larut


Malnutrisi
hati lemak tidak dapat diabsorbsi

Gg. Suplay darah pd


Hepatomegaly Mual Muntah
sel hepar
Kekurangan Vitamin larut
lemak (A, D, E, dan K)

Distensi abdomen dan MK : Kekurangan


kebutuhan oksigen ↑ volume cairan
Kerusakan pd ductus
empedu sel hepatik MK : Gg. Pertumbuhan
dan Perkembangan
MK : Pola napas tidak
efektif
Kerusakan sel
ekskresi
MK : Gg. Nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
↑ Bilirubin

Keluar ke aliran darah


dan kulit

MK : Kerusakan
Priuritis Ikterus Integritas kulit
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas
Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya. Hal ini dilakukan
sebagai standar prosedur yang harus dilakukan untuk mengkaji keadaan pasien.
Umumnya Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan. Atresia bilier dtemukan
pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki
adalah 2:1.

b. Keluhan Utama
Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice dalam 2 minggu sampai 2
bulan Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir.
Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna
kuning pada sel darah merah. 

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2 minggu atau 2
bulan lebih, apabila anak buang air besar tinja atau feses berwarna pucat. Anak juga
mengalami distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus. Anak tidak mau minum dan
kadang disertai letargi (kelemahan).

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri masalah dengan kekebalan
tubuh. Selain itu dapat juga terjadi obstruksi empedu ektrahepatik. yang akhirnya
menimbulkan masalah dan menjadi factor penyebab terjadinya Atresia Biliaris ini.
Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis, dan Polio.
e. Riwayat Perinatal
1)   Antenatal:
Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah menderita infeksi
penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella
2)   Intra natal:
Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran bayi terinfeksi virus
atau bakteri selama proses persalinan.
3)   Post natal:
Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang memperhatikan personal hygiene
saat merawat atau bayinya. Selain itu kebersihan peralatan makan dan peralatan bayi
lainnya juga kurang diperhatikan oleh orang tua ibu.

f. Riwayat Kesehatan Keluarga


Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu pernah
menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan
infeksi virus rubella. Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini, maka tubuh anak dapat
menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris. Selain itu terdapat kemungkinan
adanya kelainan kongenital yang memicu terjadinya penyakit atresia biliaris ini.

g. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan


Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar, motorik
halus, dan bahasa. Tingkat perkembangan pada pasien atresia biliaris dapat dikaji melalui
tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga. Selain itu, pada anak dengan atresia
biliaris, kebutuhan akan asupan nutrisinya menjadi kurang optimal karena terjadi kelainan
pada organ hati dan empedunya sehingga akan berpengaruh terhadap proses tumbuh
kembangnya.

h. Keadaan Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit


Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya atresia pada anak yaitu pola
kebersihan yang cenderung kurang. Orang tua jarang mencuci tangan saat merawat atau
menetekkan bayinya. Selain itu, kebersihan botol atau putting ketika menyusui bayi juga
kurang diperhatikan.
i. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan atresia biliaris
terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel yang gejalanya berupa
letargi atau kelemahan
2) Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris adalah ditandai
dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera kulit dan membrane
mukosa.
3) Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris yaitu terdapat
distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang berwarna gelap dan
pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan
atresia biliaris dapat terjadi.
4) Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris ditandai dengan
anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran terhadap lemak dan
makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi berulang.
5) Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai pengetahuan orang tua terhadap
penyakit yang diderita klien
6) Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak terhadap pengobatan
dan perawatan yang akan dilakukan.
7) Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat
dan mengobati anak dengan atresia biliaris.
8) Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang
berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita atresia biliaris
biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi.
9) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan
semangat sembuh bagi anak.
10) Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa agar penyakit pada
anaknya dapat sembuh dengan cepat.
j. Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1)      Air kemih bayi berwarna gelap
2)      Tinja berwarna pucat
3)      Kulit berwarna kuning
4)      Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
5)      Hati membesar.
6)      Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a. Gangguan pertumbuhan
b. Gatal-gatal
c. Rewel
d. Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut
darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
k. Pemeriksaan Fisik
a)      Keadaan umum : lemah.
TTV : Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada vena porta
Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
Nadi : takikardi
RR : terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang tertekan (takipnea)
b)      Kepala dan leher
Inspeksi : Wajah : simetris 
Rambut : lurus/keriting, distribusi merata/tidak
Mata : pupil miosis, konjungtiva anemis
Hidung : kemungkinan terdapat pernafasan cuping Hidung
Telinga : bersih
Bibir dan mulut : mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik
Lidah : normal
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe pada leher
c)      Dada
Inspeksi : asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan dan tekanan pada
otot diafragma akibat pembesaran hati (hepatomegali).
Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, terdapat nyeri tekan(-)
Perkusi : Jantung : dullness
Paru : sonor
Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi
kemungkinan terdengar bunyi wheezing
d)     Abdomen
Inspeksi : terdapat distensi abdomen
Palpasi : dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi
Perkusi : sonor
Auskultasi : kemungkinan terjadi pada bising usus
e)      Kulit
Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice)
f)       Ekstremitas
Tidak terdapat odem pada pada extremitas

l. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium 
Bilirubin direk dalam serum meninggi (nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl) karena
kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas.
b. Tidak ada urobilinogen dalam urine.
c. Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20
kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2. Pemeriksaan diagnostic
a. USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic
(dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu)
b. Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di
aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
c. Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi
empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika
tidak ditemukan empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra
hepatic
d. Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung
empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas

m. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien.
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit Atresia Bilier.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi abdomen.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolism.
6. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik

1. Perencanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 1. monitor jumlah nutrisi
keperawatan 2x24 jam selama proses R/ mengetahui pemenuhan nutrisi
keperawatan, diharapkan pola nutrisi pasien pasien
terpenuhi 2. kaji pemenuhan nafsu makan pasien
Kriteria Hasil: R/ agar dapat dilakukan intervensi
1. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan dalam pemberian makanan pada
2. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi pasien
3. ajarkan pasien/keluarga bagaimana
membuat catatan makanan harian
R/ membuat catatan makanan harian
dapat memantau pemenuhan nutrisi
yang diperlukan
4. kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
R/ ahli gizi adalah spesialis dalam
ilmu gizi yang membantu pasien
memilih makanan sesuai dengan
keadaan sakitnya

b. Diagnosa keperawatan: Hipertermi berhubungan dengan penyakit Atresia Bilier


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan perawatan 2x24 1) Kaji tingkat kenaikan suhu tubuh dan
jam, diharapkan suhu tubuh dalam batas perubahan yangmenyertainya
normal (36.5-37,0) R/ suhu diatas normal menunjukkan
Kriteria Hasil: proses infeksi akut sehingga dapat
1. Suhu tubuh dalam rentang normal menentukan intervensi yang tepat
(36.5-37.0) 2) Beri kompes hangat pada daerah dahi,
2. Nadi dalam rentang normal (100- aksila dan lipatan paha
160x/menit) R/ dengan memberikan kompres hangat
3. Pernapasan dalam rentang normal dapat menurunkan demam
(20-60x/menit) 3) Monitor tanda-tanda vital
4. Tidak ada perubahan warna kulit, R/ sebagai indikator perkembangan
tidak tampak lemas       keadaan pasien
4) Anjurkan keluarga untuk memberikan
minum yang cukup kepada bayi
R/ intake cairan yang adekuat membantu
penurunan suhu tubuh serta mengganti
jumlah cairan yang hilang melalui
evaporasi
5) Ajarkan utuk menggunakan pakaian tipis
dan menyerap keringat
R/ mempercepat proses evaporasi
6) Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
R/ untuk menurunkan demam dengan aksi
sentralnya dihipotalamus

c. Diagnose Keperawatan : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi


abdomen

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Tujuan: setelah dilakukan pemeriksaan 1. Kaji keluhan sesak, frekuensi dan
keperawatan 2x24 jam diharapkan pola napas irama napas
kembali efektif R/ dengan mengkaji keluhan sesak,
Kriteria Hasil: frekuensi dan irama napas dapat
1. Sesak berkurang mengetahui sejauh mana kondisi
2. Frekuensi nafas dalam batas normal (20- pasien
60x/menit) 2. Monitor/kaji pola napas ( misalnya :
3. Irama napas teratur takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
pernapasan kusmaul)
R/ keabnormalan pola napas menyertai
obstruksi paru
3. Tinggikan kepala atau bantu
mengubah posisi yang nyaman flowler
atau semiflowler
R/ duduk tinggi memungkinkan
ekspansi paru dan memudahkan
perbapasan
4. Kolaborasi pemberian oksigen
tambahan bila diperlukan
R/ terapi oksigen dapat mengoreksi
hipoksemia yang terjadi akibat
penurunan ventilasi

d. Diagnose Keperawatam : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan


kehilangan cairan aktif
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Setelah diberikan asuhan perawatan 1. Kaji masukan dan keluaran,
selama 2x24jam diharapkan tidak karakter dan jumlah feses, hitung
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi input dan output
dan mempertahankan hidrasi adekuat R/ untuk memberikan informasi
Kriteria Hasil: tentang cairan dan juga sebagai
1. Turgor kulit baik pedoman pengganti cairan
2. Frekuensi nadi dalam rentang normal 2. Kaji tanda-tanda vital (suhu, nadi,
3. Frekuensi dan irama napas dalam respirasi) pasien
rentang normal R/ hipoternsi, takikardi, demam
4. Elektrolit serum (misalnya: Natrium, dan sesak dapat menunjukkan
Kalium dan Magnesium) dalam batas respon terhadap efek kehilangan
normal cairan
5. Membrane mukosa lembab 3. Observasi turgor kulit, membrane
6. Intake dan output cairan mukosa, pengisian kapiler, dan
seimbang/balance  ukur BB tiap hari
R/ untuk dapat menunjukkan
kehilangan cairan berlebih
4. Berikan dan pantau cairan
intravena sesuai ketentuan
R/ untuk mengobati phatogen
khususnya yang mengakibatkan
kehilangan cairan berlebihan
5. Kolaborasi dalam pemberian obat
R/ untuk mempercepat proses
penyembuhan

e. Diagnosa Kperawatan : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan


metabolisme

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Tujuan: Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor warna kulit
keperawatan selama 2x24 jam diharapkan R/ perubahan warna kulit pada pasien
integritas kulit tidak mengalami kerusakan 2. Ganti popok jika basah atau kotor
Kriteria Hasil : R/ untuk menjaga kulit anak agar
a.       bersih dan kering
1. Ketebalan dan tekstur jaringan normal 3. Memandikan anak dengan sabun dan
2. Tidak ada perubahan warna kulit air hangat
3. Tidak adanya gatal-gatal disertai ruam R/ menjaga agar kulit anak tetap
bersih
4. Ubah posisi anak tiap 2 jam sekali
R/ untuk menjaga kelembaban kulit
anak
5. Oleskan minyak/baby oil pada
daerah gatal
R/ dengan mengoleskan minyak
dapat mengurangi rasa gatal
f. Diagnosa Keperawatan : Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek
ketidakmampuan fisik
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Setelah diberikan asuhan 1. Kaji faktor penyebab gangguan
keperawatan 2x24 jam diharapkan perkembangan
pertumbuhan dan perkembangan anak 2. Kaji asupan nutrisi anak (misalnya :
meningkat kalori dan zat gizi)
Kriteria Hasil: 3. Pantau kecenderungan kenaikan dan
1. Anak berfungsi optimal sesuai penurunan BB
tingkatannya 4. Kolaborasi dengan ahli gizi, jumlah
2. Status nutrisi seimbang kalori dan jenis nutrisi yang
3. Status pertumbuhan sesuai dengan usia dibutuhkan untuk memenuhi
anak persyaratan gizi yang sesuai
KESIMPULAN

Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006). Penyebab atresia bilier tidak diketahui dengan jelas, tetapi diduga akibat proses
inflamasi yang destruktif. Atresia biliar terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari
saluran empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan
perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui. Meskipun penyebabnya belum diketahui
secara pasti, tetapi diduga karena kelainan kongenital, didapat dari proses-proses peradangan,
atau kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.Dalam hal ini pengobatan tidak memberikan
efek yang terlalu besar. Satu-satunya terapi yang memberikan harapan kesembuhan bagi atresia
biliar adalah pembedahan. Secara historis, berbagai operasi telah disusun, termasuk reseksi
hepatik parsial dengan drainase luka permukaan, penusukan hepar dengan tabung hampa, dan
pengalihan duktus limfatik torasikus kedalam rongga mulut. Dalam hal pencegahannya
perawatdiharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk
mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu),
dengan keadaan fisik yang menunjukan  anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna
gelap (pekat). (Sarjadi,2000)
DAFTAR PUSTAKA

Attasaranya S, 2008. Choledocholithiasis, ascending cholangitis, and gallstone


pancreatitis.http://health.nytimes.com/health/guides/disease/cholangitis/overview.html.
(diakses pada tanggal 11 maret 2015 pukul 16.22)
Craft-Rosernberg, Martha & Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta:
Digna Pustaka
Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M.2006. Patofisiologi, Konsep Klinis, Proses-proses
Penyakit, Volume 1, edisi 6.J akarta: EGC
Sarjadi, 2000. Patologi umum dan sistematik. Jakarta. EGC
Sloane, Ethel.2004. Anatomi dan Fisiologi untk Pemula. Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G.. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi
8. Volume 2. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M.2007. Buku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Jakarta: EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2012/05/pustaka_unpad_atresia_biliaris.pdf( diaks
es tanggal 10 Maret 2015)
http://mka.fk.unand.ac.id/images/articles/No_2_2009/hal_190-195-isi.pdf (diakses tanggal 10
Maret 2015)

Anda mungkin juga menyukai