ATRESIA BILIER
(ATRESIA DUKTUS HEPATIKUS)
OLEH
KELOMPOK 2
1. Agustina Indra P.
2. Yoga Nicolas
3. Noviantina Premadika
4. Edoneus Caveravita
5. FX. Dwi Putra
ATRESIA BILIER
(ATRESIA DUKTUS HEPATIKUS)
1. Pengertian
Atresia Billier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan
Rita Yulianni, 2006)
Atresia bilier merupakan kegagalan perkembangan lumen pada korda epitel yang akhirnya
menjadi duktus biliaris, kegagalan ini bisa menyeluruh atau sebagian. (Chandrasoma &
Taylor,2005)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkan ikterus persisten dan
kerusakan hati yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis biliaris, dengan
splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland 2002:
206)
Atresia Billier adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal. Atresia biliaris adalah kelainan konginetal yang ditandai dengan
obstruksi atau tidak adanya duktus atau saluran empedu. Atresia bilier merupakan suatu
defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau obstruksi satu atau lebih
saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik. Pada atresia bilier terjadi penyumbatan
aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan
sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal.
Tipe- tipe atresia biliary, secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
a. Tipe yang dapat dioperasi / Operable/ correctable.
Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya. Sebagian besar dari saluran-saluran
ekstrahepatik empedu paten.
b. Tipe yang tidak dapat dioperasi / Inoperable/ incorrectable
Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi akhir-akhir ini dapat
dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal. Tidak bersifat paten
seperti pada tipe operatif.
Klasifikasi dengan menggunakan system klasifikasi Kasai, cara ini banyak digunakan.
Mengklasifikasikan kasus atresia biliaris berdasarkan lokasi dan tingkat patologinya.
Klasifikasi atresia bliaris sesuai dengan area yang terlibat.
a. Tipe I: saluran empedu umumnya paten pada daerah proksimal.
b. Tipe II: atresia pada saluran empedu dapat terlihat, dengan sumbatan saluran empedu
ditemukan pada porta hepatis.
c. Tipe IIa: fibrosis dan saluran empedu umumnya bersifat paten
d. Tepi IIb: umumnya duktus biliaris dan duktus hepatic tidak ada.
e. Tipe III : lebih mengacu pada terputusnya duktus hepatic kanan dan kiri sampai pada
porta hepatic. Bentuk atresia ini adalah umum terjadi, sekitar lebih dari 90% kasus
2. Epidemiologi
Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan. Kondisi ini jarang terjadi,
prevalensinya 1 : 15.000 kelahiran. Insidensi lebih banyak terjadi pada anak-anak asia dan
anak kulit hitam. Di US, sekitar 300 bayi yang lahir setiap tahunnya dengan kondisi atresia
billiaris. Bentuk janin-embrio yang ditandai dengan kolestasis awal, muncul dalam 2 minggu
pertama kehidupan, dan menyumbang 10-35% dari semua kasus. Dalam bentuk ini, saluran
saluran empedu terputus saat lahir, dan 10-20% dari neonatus yang terkena dampak telah
dikaitkan cacat bawaan, termasuk Situs inversus , polysplenia , malrotasi, atresia usus, dan
anomali jantung, antara lain.
Atresia billiaris dtemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak
perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1. Meski jarang tetapi jumlah penderita atresia
billiaris yang ditangani rumah sakit Cipt Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002-2003,
mencapai 37-38 bayi atau 23 persen dari 162 bayi berpenyakit kuning akibat kelainan fungsi
hati. Sedangkan di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Suromo Surabaya antara tahun 1999
2001 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan penyakit kuning
gangguan fungsi hati di dapatkan atresia bilier 9 (9,4%).
Dari 904 kasus atresia billiris yang terdaftar di lebih 100 institusi, atresia billiaris didapat
pada ras Kaukasia (62%), berkulit hitam (20%), hispantik (11%), Asia (4,2) dan Indian
Amerika (1,5%). Kasus atresia bilier dilaporkan sebanyak 5/100.000 kelahiran hidup di
belanda, 5/100.000 kelahiran hidup di perancis, 6/100.000 klahiran hidup di Inggris,
6,5/100.000 kelhiran hidup di Texas, 7/100.000 kelahiran hidup di australia, 7,4/100.000
kelahiran hidup di USA, dan 10,6/100.000 kelahiran hidup di Jepang.
3. Etiologi
Penyebab atresia billiaris tidak diketahui dengan jelas, tetapi diduga akibat proses inflamasi
yang destruktif. Atresia billiaris terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran
empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan
saluran empedu ini tidak diketahui. Meskipun penyebabnya belum diketahui secara pasti,
tetapi diduga karena kelainan kongenital, didapat dari proses-proses peradangan, atau
kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.
Penyebab atresia masih kontroversial, beberapa ahli percaya bahwa hal ini terjadi akibat
infeksi intrauterine. Atresia biasanya hanya mengenai duktus biliaris ekstrahepatik, duktus
intrahepatik lebih jarang terkena. Atresia biliaris komplit yang mengenai seluruh system
menyebabkan kematian yang tinggi. Hati menunjukan gambaran obstruksi hebat duktus
biliaris yang besar dengan sirosis biliaris sekunder. Tanpa pengobatan, kematian terjadi pada
masa bayi. Terapi bedah dapat berhasil pada kasus atresia parsial. Pada kasus atresia yang
mengenai duktus intrahepatik, transplantasi hati merupakan satu-satunya harapan.
Hal yang penting perlu diketahui adalah bahwa atresia billiaris adalah bukan merupakan
penyakit keturunan. Kasus atresia billiaris tidak diturunkan dari keluarga. Atreia billiaris
paling sering disebabkan karena sebuah peristiwa yang terjadi saat bayi dalam kandungan.
Kemungkinan hal yang dapat memicu terjadinya atresia billiaris diantaranya: infeksi virus
atau bakteri, gangguan dalam system kekebalan tubuh, komponen empedu yang abnormal,
kesalahan dalam perkembangan hati dan saluran empedu.
4. Tanda dan Gejala
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
1. Air kemih bayi berwarna gelap
2. Kulit berwarna kuning
3. Tinja berwarna pucat
4. Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat
5. Hati membesar.
6. Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a. Gangguan pertumbuhan
b. Gatal-gatal
c. Rewel
d. Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari
lambung, usus dan limpa ke hati).
5. Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia billiaris tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau
viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi saluran empedu.
Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresia billiaris tidak terlihat pada janin, bayi yang
baru lahir. Keadaan ini menunjukan bahwa atresia billiaris terjadi pada akhir kehamilan atau
pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah
dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis
pada saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008).
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal
empedu keluar hati, kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan,
edema, degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan ikterus dan
duktus didalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi
mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi billier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam darah sehingga
menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak
dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga mengalami kekurangan vitamin
yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak.
a. Medik
1) Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
dengan memberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis peroral misal :
luminal
b. Melindungi hati dari zat dari zat toksik dengan memberikan asam ursodeoksikolat
310 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis peroral misal : urdafalk
2) Terapi nutrisi yang bertujuan untuk memungkinkan anak untuk bertumbuh dan
berkembang seoptimal mungkin yaitu:
Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan maka segera dilakukan intervensi bedah
Portoenterostomi terhadap atresia bilier yang Correktable yaitu tipe Idan II. Pada
atresia bilier yang Non Correktable terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi
untuk menentukan potensi duktus bilier yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan
Frozen section. Bila masih ada duktus bilier yang paten maka dilakukan operasi
kasai. Tetapi meskipun tidak ada duktus bilier yang paten tetap dikerjakan operasi
kasai dengan tujuan untuk menyelamatkan penderita (tujuan jangka pendek) dan bila
mungkin untuk persiapan transplantasi hati (tujuan jangka panjang). Pembedahan itu
untuk menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan dalam
periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat
dikurangi.
4) Pemeriksaan diagnostic
Terdapat beberapa intervensi keperawatan yang penting bagi anak yang menderita atresia
bilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi
tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada anggota keluarga pasien. Segera
pembedahan portoenterestomi asuhan keperawatannya serupa dengan yang dilakukan pada
setiap pembedahan abdomen yang berat. Penyuluhan yang diberikan meliputi pemberian
obat dan terapi gizi yang benar termasuk penggunaan formula khusus, suplemen vitamin
serta mineral, terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus menjadi persoalan signifikan
namun dapat dikurangi dengan obat atau tindakan seperti mandi rendam dan memotong
kuku jari tangan.
Anak-anak dan keluarga memerlukan dukungan psikososial khusus. Prognosis yang tidak
pasti, gangguan rasa nyaman, dan penantian untuk tranpalantasi dapat menimbulkan stress
yang cukup besar. Perawatan yang lama di rumah sakit, terapi farmakologis dan nutrisi
dapat membawa beban financial yang besar pada keluarga.
9. PATHWAY Atresia Bilier
MK : Kerusakan
Priuritis Ikterus Integritas kulit
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi Nama,Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya. Hal ini dilakukan
sebagai standar prosedur yang harus dilakukan untuk mengkaji keadaan pasien.
Umumnya Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan. Atresia bilier dtemukan
pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki
adalah 2:1.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice dalam 2 minggu sampai 2
bulan Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi yang baru lahir.
Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan bilirubin, pigmen berwarna
kuning pada sel darah merah.
l. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Bilirubin direk dalam serum meninggi (nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl) karena
kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang luas.
b. Tidak ada urobilinogen dalam urine.
c. Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20
kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2. Pemeriksaan diagnostic
a. USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic
(dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu)
b. Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di
aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
c. Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi
empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika
tidak ditemukan empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra
hepatic
d. Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung
empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas
m. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien.
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit Atresia Bilier.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan distensi abdomen.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolism.
6. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan efek ketidakmampuan fisik
1. Perencanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 1. monitor jumlah nutrisi
keperawatan 2x24 jam selama proses R/ mengetahui pemenuhan nutrisi
keperawatan, diharapkan pola nutrisi pasien pasien
terpenuhi 2. kaji pemenuhan nafsu makan pasien
Kriteria Hasil: R/ agar dapat dilakukan intervensi
1. Adanya peningkatan BB sesuai tujuan dalam pemberian makanan pada
2. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi pasien
3. ajarkan pasien/keluarga bagaimana
membuat catatan makanan harian
R/ membuat catatan makanan harian
dapat memantau pemenuhan nutrisi
yang diperlukan
4. kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
R/ ahli gizi adalah spesialis dalam
ilmu gizi yang membantu pasien
memilih makanan sesuai dengan
keadaan sakitnya
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006). Penyebab atresia bilier tidak diketahui dengan jelas, tetapi diduga akibat proses
inflamasi yang destruktif. Atresia biliar terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari
saluran empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan
perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui. Meskipun penyebabnya belum diketahui
secara pasti, tetapi diduga karena kelainan kongenital, didapat dari proses-proses peradangan,
atau kemungkinan infeksi virus dalam intrauterine.Dalam hal ini pengobatan tidak memberikan
efek yang terlalu besar. Satu-satunya terapi yang memberikan harapan kesembuhan bagi atresia
biliar adalah pembedahan. Secara historis, berbagai operasi telah disusun, termasuk reseksi
hepatik parsial dengan drainase luka permukaan, penusukan hepar dengan tabung hampa, dan
pengalihan duktus limfatik torasikus kedalam rongga mulut. Dalam hal pencegahannya
perawatdiharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua untuk
mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris (penyumbatan saluran empedu),
dengan keadaan fisik yang menunjukan anak tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna
gelap (pekat). (Sarjadi,2000)
DAFTAR PUSTAKA