Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN PADA ANAK DENGAN ATRESIA BILIER


DI RUANGAN POLI RSU AISYIYAH PADANG

Disusun Oleh :
PUTRI UTAMI WULANDARI R (1914201030)
KELAS : VA KEPERAWATAN
KELOMPOK : 9 RSU AISYIYAH PADANG

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

(Ns. Ledia Restipa, M.Kep) (Ns. Mike Sutia Mainingsih, S.Kep)

PROGRAM PENDIDIKAN S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKes ALIFAH PADANG
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ATRESIA BILIER

A. Defenisi
Atresia bilier merupakan kondisi yang mematikan sebelum ditemukannya operasi
kasai. Atresia Billier (AB) merupakan penyebab obstruktif yang paling sering
diidentifikasikan pada penyakit kuning dalam 3 bulan pertama kehidupan. Penyakit
ini berpotensi fatal pada bayi muda, dimana terjadi kolangiopati obliterative progresif
yang mempengaruhisaluran ekstra dan intrahepatic sebagai kolestasis persisten pada
bayi baru lahir (Evi Rokhayati, dkk, 2021)
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan didalam pipa/saluran-
saluran yang membawa cairan empedu (bilie) dari liver menuju ke kantgung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi conginetal, yang berarti terjadi saat kelahiran
(Lavanilate,2017. Askep Atresia Bilier).

B. Patofisiologi
Penyebab sebenarnya atresia biliaris tidak diketahui sekalipun mekanisme imun
atau viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi
saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkkan bahwa atresia biliaris tidak terlihat
pada janin. Keadaan ini menunjukkan bahwa atresia bilier terjadi pada akhir
kehamilan atau periode perinatal dan bermanifestasi dalam waktu beberapa minggu
setelah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi
dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2018)
Obstruksi yang terjadi pada saluran ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu keluar hati, kantong empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan
peradangan, edema, degenerasi hati, bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang menimbulkan
ikterus dan duktus dalam lobus hati yang meningkatkan eksresi bilirubin. Obstruksi
yang terjadi mencegah bilirubin kedalam usus sehinggaa tinja berwarna pucat seperti
kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu didalam darah sehingga
menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus,
lemak dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbs sehingga mengalami kekurangan
vitamin yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak.
C. WOC
Morgan Speer dan Kathleen (2008)
D. Etiologi
Faktor penyebab atresia bilier belum diketahui pasti. Namun sebagian besar
peneliti berpendapat bahwa atresia bilier disebabkan oleh suatu inflamasi yang
merusak duktus bilier dan juga dari paparan lingkungan (virus) selama periode
kehamilan dan perinatal(Sodikin, 2018).
Teori dasar yang berkembang adalah kesalahan embyogenik yang menetap pada
oklusi bilier cabang ekstrahepatik, namun terbatahkan dengan tidak adanya penyakit
kuning pada kelahiran, dan bukti histologis saluran bilier paten yang semakin
menghilang selama bulan-bulan pertama kehidupan. Atresia bilier bukanlah penyakit
keturunan, hal ini dibuktikan dengan adanya kasus bayi lahir kembar dengan hanya
satu anak yang memiliki penyakit ini. Atresia paling mungkin disebabkan oleh suatu
peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar waktu kelahiran. Kemungkinan
untuk memicu hal tersebut bisa saja salah satu dari beberapa faktor, seperti dibawah
ini:
1. infeksi virus atau bakteri, implikasi reovirus
2. masalah dengan sistem kekebalan tubuh
3. komponen anormal empedu
4. kesalahan dalam perkembangan hati dan saluran empedu (Andika Varian, 2018)

E. Manifestasi Klinis
Bayi dengan atresia bilier biasanya lahir dalam keadaan sehat ketika mereka lahir.
Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam waktu dua minggu pertama setelah hidup.
Gejala-gejala yang terjadi (Rifa Prama, 2017) meliputi :
1. Ikterus, kekuningan pada kulit mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah.
2. Urine gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecah HB)
dalam darah.
3. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk kedalam usus untuk mewarnai feses. Perut juga dapaat bengkak akibat
pembesaran hati.
4. Penurunan berat badan, terjadi ketika ikterus meningkat.
5. Degenerasi secara gradula pada liver yang menyebabkan jaundice, ikterus dan
hepatomegali. Saluran intestine tidak dapat menyera- lemak dan lemak larut
dalam air sehingga terjadi kondisi malnutrisi, defesiensi lemaak larut dalam air
serta gagal tumbuh.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala-gejala berikut:
1. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.
2. Gatal-gatal
3. Rewel

F. Komplikasi
1. Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu keluar hati dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan empedu balik ke hati, ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati, bahkan akan terjadi fibrosis dan sirosis hati dan hipertensi portal
sehingga akan mengakibatkan gagal hati.
2. Progresif serosis hepatis terjadi karena aliran hanya dapat dibuka sebagian oleh
prosedur pembedahan, permasalahan dengan perdarahan dan penggumpalan.
3. Hipertensi portal
4. Pendarahan yang mengancam nyawa dari pembesaran vena yang lemah di
esophagus dan perut sehingga dapat menyebabkan varises esophagus.
5. Asites, merupakan akumulasi cairan dalam kapasitas abdomen yang disebabkan
penurunan produksi albumin dalam protein plasma.

G. Penatalaksanaan
Tujuan dari pengobatan atresia bilier adalah untuk membuat suatu lintasan bagi
empedu, bila tidak dilakukan penatalaksanaan secara memadai maka prognosis akan
buruk dan kematian akan terjadi selama 2 tahun kemudian (Sodikin,2011).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan berupa :
1. Pengobatan operasi, dengan indikasi operasi minimal, yaitu ikterus, tinja tetap
dempul setelah pengobatan fenobartial selama 10 hari, bilirubin total, dan
gambaran histologic hati sesuai dengan bendungan.
2. Terapi medikamentosa
a. Pengobatan malnutrisi
1) Malabsorbsi lemak diberikan formula yang mengandung medium chain
triglyceride. Sedangkan malabsorbsi protein cukup dengan memakai
protein nabati dan sebagai sumber kalori dipakai glukosa polimer.
2) Defisiensi vitamin yang larut dalam lemak :
a) Defisiensi vitamin A diberikan aquasol A dengan dosis 10.000-15.000
IU perhari
b) Defisiensi vitamin E diobati dengan pemberian alfa tokoferol 50-400
IU per oral.
c) Defisiensi vitamin D diberikan pengobatan 5.000-8.000 IU vitamin D.
d) Defisiensi vitamin K diberikan pengobatan dengan pemberian 2,5-5 mg
vitamin K yang larut dalam air.
b. Retensi zat toksin
Penumpukan asam empedu dapat diberikan obat kolerektik seperti
fenobarbital.
H. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Tes biokimia
b. Pemeriksaan urine
c. Pemeriksaan feses
d. USG abdomen
2. Biopsy liver
3. Imaging
a. USG
b. Skintigrafi : HIDA scan
c. Kholangiopraphi
a) Intra operatif atau perkutaneus kholangiografi melalui kandung empedu.
b) Endoskopi retrograde cholangio pancreatography (ERCP)
4. MRCP
5. Intubasi Doudenum
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA
PASIEN ANAK DENGAN ATRESIA BILIER

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin dan data-data umum lainnya.
Umumnya Atresia billiaris lebih banyak terjadi pada perempuan. Atresia bilier
ditemukan pada 1 dari 15.000 kelahiran. Rasio atresia bilier pada anak perempuan
dan anak laki-laki adalah 2:1.
b. Keluhan utama
Keluhan utama dalam penyakit Atresia Biliaris adalah Jaundice dalam 2
minggu sampai 2 bulan. Jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit dan
mata bayi yang baru lahir. Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung
kelebihan bilirubin, pigmen berwarna kuning pada sel darah merah.
c. Riwayat kesehatan
Anak dengan Atresia Biliaris mengalami Jaundice yang terjadi dalam 2
minggu atau 2 bulan lebih, apabila anak buang air besar tinja atau feses berwarna
pucat. Anak juga mengalami distensi abdomen, hepatomegali, lemah, pruritus.
Anak tidak mau minum dan kadang disertai letargi (kelemahan).
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau bakteri masalah dengan
kekebalan tubuh. Selain itu dapat juga terjadi obstruksi empedu ektrahepatik. yang
akhirnya menimbulkan masalah dan menjadi factor penyebab terjadinya Atresia
Biliaris.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu
pernah menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker, diabetes
mellitus, dan infeksi virus rubella. Akibat dari penyakit yang di derita ibu ini,
maka tubuh anak dapat menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia biliaris.
Selain itu terdapat kemungkinan adanya kelainan kongenital yang memicu
terjadinya penyakit atresia biliaris.
Pola fungsi kesehatam
a. Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris ditandai dengan
anoreksia, nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran terhadap lemak
dan makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi berulang.
b. Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan atresia biliaris
terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel yang gejalanya
berupa letargi atau kelemahan.
c. Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris adalah ditandai
dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera kulit dan
membrane mukosa.
d. Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris yaitu terdapat
distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang berwarna gelap dan
pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan konstipasi pada anak dengan
atresia biliaris dapat terjadi.
e. Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai pengetahuan orang tua
terhadap penyakit yang diderita klien.
f. Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak terhadap
pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
g. Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan dalam merawat
dan mengobati anak dengan atresia biliaris.
h. Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak yang
berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita atresia biliaris
biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi.
i. Pola mekanisme koping: keluarga perlu memberikan dukungan dan semangat
sembuh bagi anak.
j. Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa agar penyakit
pada anaknya dapat sembuh dengan cepat.

Pemeriksaan Fisik
Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
Air kemih bayi berwarna gelap, tinja berwarna pucat, kulit berwarna kuning, berat
badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat, hati
membesar.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
Gangguan pertumbuhan, gatal-gatal, rewel, tekanan darah tinggi pada vena porta
(pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).
1. Keadaan Umum : lemah
2. TTV
Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada vena porta
Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
Nadi : takikardi
RR : terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang tertekan (takipnea)
3. Muka : Pada pemeriksaan muka perhatikan : simetri tidaknya, paralisis, jarak
antara hidung dan mulut, jembatan hidung, mandibula, dan pembengkakan.
4. Mata : pada bayi dengan atresia bilier mata anak ikterik.
5. Mulut
ada pemeriksaan mulut, perhatikan :
 Bibir : warna, simetri/tidak, gerakan.
 Gigi : banyaknya, letak, motling, maloklusi, tumbuh lambat/tidak.
 Selaput lendir mulut : warna, peradangan, pembengkakan.
 Lidah : kering/tidak, kotor/tidak, warna, ukuran, gerakan.
 Palatum : warna, terbelah/tidak, perforasi/tidak.
6. Thorak
Inspeksi
a.Bentuk thorax
b.Pengembangan dada kanan dan kiri : simetri/tidak, ada retraksi.tidak
c.Pernafasan : cheyne stokes, kusmaul, biot
d.Ictus cordis
Palpasi : pakah ada udem atau tidak
Auskultasi : tentukan suara dasar pernafasan bayi
7. Abdomen : teraba pembesaran hati
8. Urin : berwarna gelap
9. Feses : berwarna dempul
10. Kulit : biasanya berwarna kuning
11. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
a) Bilirubin direk dalam serum meninggi (nilai normal bilirubin total < 12
mg/dl) karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang
luas.
b) Tidak ada urobilinogen dalam urine.
c) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5- 20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigiliserol)
b. Pemeriksaan diagnostik
a) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis
ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu).
b) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan
duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti
atresia empedu.
c) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati
memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai
tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka
dapat berarti terjadi katresia intra hepatik.
d) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan
noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak
ditemukan lumen yang jelas.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi.
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrien.
c. Resiko infeksi b.d prosedur invasif.
3. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Intervensi
O Keperawatan NOC NIC
1 Ketidakefektifan Kriteria hasil: Monitor tanda-tanda vital :
pola nafas b.d a. Frekuensi pernafasan normal (12-20x/ a. Monitor tanda-tanda vital (TD, Nadi, pernafasan, suhu).
hiperventilasi menit). b. Monitor irama dan laju pernafasan.
b. Irama pernafasan normal. c. Monitor pola pernafasan abnormal.
c. Tidak ada suara nafas abnormal (ronchi, d. Monitor sianosis.
wheezing). Monitor pernafasan :
d. Tidak ada penggunaan otot bantu nafas. a. Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot
e. Tidak ada dispnea. bantu nafas.
f. Klien tidak mengalami sianosis. b. Monitor saturasi oksigen.
g. Saturasi oksigen normal (95-100% c. Auskultasi suara nafas.
2 Ketidakseimbangan Kriteria Hasil: Manajemen Nutrisi :
nutrisi : kurang dari 1. Asupan gizi klien terpenuhi a. Tentukan status gizi klien dan kemampuan klien untuk
kebutuhan tubuh b.d 2. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. memenuhi kebutuhan gizi.
ketidakmampuan 3. Adanya peningkatan berat badan sesuai b. Lakukan atau bantu klien terkait dengan perawatan mulut.
mengabsorpsi dengan tujuan. c. Monitor kecenderungan terjadinya penurunan dan kenaikan
nutrien. 4. Klien memiliki rangsangan untuk berat badan.
makan. Manajemen Gangguan Makan :
5. Klien memiliki hasrat / keinginan untuk a. Rundingkan dengan ahli gizi dalam menentukan asupan kalori
makan
harian yang diperlukan untuk mempertahankan beratbadan.
b. Timbang berat badan klien secara rutin.
c. Monitor intake / asupan dan asupan cairan secara tepat.
3 Resiko Infeksi b.d Kriteria hasil: Perlindungan Infeksi :
prosedur invasif. a. Tidak ada kemerahan pada kulit. a. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
b. Klien tidak demam. b. Monitor hitung mutlak granulosit, WBC dan hasil-hasil
c. Tidak ada peningkatan sel darah putih. diferensial.
c. Periksa kondisi setiap sayatan bedah atau luka.
d. Ajarkan keluarga klien mengenai tanda dan gejala infeksi dan
kapan harus melaporkannya kepada pemberi layanan kesehatan.
Kontrol infeksi :
a. Batasi jumlah pengunjung.
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan perawatan klien.
c. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat. Berikan terapi
antibiotik yang sesuai.
d. Ajarkan keluarga mengenai bagaimana menghindari infeksi.
4. Implementasi Keperawatan
Penatalaksanaan adalah realisasi rencana tindakam untuk mencapai tujuan yang
telah di tetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan
dan menilai data yang baru (Arif Muttaqin, 2009).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan klien (hasil
yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Arif Muttaqin, 2009).
DFTAR PUSTAKA

Amelia & Suryanto, 2011. Hubungan Peningkatan Kadar Ureum terhadap Kadar
Kalsium pada Pasien Gagal Ginjal Kronis. 6 April 2017
http://digilib.fkik.umy.ac.id/files/disk1/5/yoptumyfkpp-gdl-ameliacari-241-
1naskahp-i.pdf.
Herdman, T. Heather. (2015). NANDA International Inc. Diagnosa Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Julinar, Dianne, Y & Sayoeti, Y. (2009). Atresia Bilier Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Jurnal Kedokteran Andalas, Vol. 33. No.2.
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Jakarta: EGC
Sodikin. (2011). Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika
Speer Morgan, Kathleen. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan
Clinical Pathways. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai