Dosen Pembimbing :
disusun oleh :
nafiatus sa’diyah
PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA KEDIRI
2019
BAB I
1.1.1 Definisi
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu ( gallbladder). Ini merupakan
kondisi congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran ( lavanilate.2020.askepatresia bilier)
Atresia bilier adalah suatu defek congenital yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada ekstrahepatik atau intrahepatik (suriadi dan rita yulianni,
2006)
Atresia biliary merupakan obliterasi atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus biliaris
akibat terhentinya perkembangan janin, menyebabkanikterus persisten dan kerusakan hati bervariasi dari
statis empedu sampaisirosis biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi hipertensi porta. (kamus
kedokteran Dorland, 2006)
1.1.2 Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahuin dengan pasti sebagai ahli menyatakan bahwa faktor
genetic ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18, dan 21, serta
terdapatnya anomoli organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat
bahwa atresia bilier adalah akibat proses inflamasi yang merusak duktus bilier, isa karena ifeksi atau
iskemi. Beberapa anak terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali memiliki cacat lahir
lainya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit
keturun, kasus dri atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya satu anak yang
menderita penyakit tersebut. Atressia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh peristiwa yang terjadi
selama hidup janin aatau sekitar saat kelahiran, kemungkinaa yang “memicu” dapat mencakup satu atau
kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut :
Bayi mengalami iktirus segera setelah lahir, feses pucat serupa dengan gambaran hepatitis
neonates. Jika kondisi ini tidak diobati, maka heparakan membesar, jantung menjadi tidak terlibat dan ada
tanda malabsorbsi lemak. Gejala yang biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa
air kemih bayi berwarna gelap ( karena tingkat bilirubin dalam darah dengan konsentrasi tinggi masuk
kedalam urin), tinja berwarna pucat/acholic (karena kurangnya bilirubin yang diserap), kulit berwarna
kuning, berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat, hati membesar.
Pada saat usia bayi mencapai usia 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut : gangguan pertumbuhan,
gataal-gatal, rewel, tekanan daarah tinggi pada venapoeta (pertmbuluh darah yang mengangkut darah
daari lambung, usu dan limpa kehati)
Tanda pertama dari atresia bilier adalah penyakit kuning yang menyebabkan warna kuning pada
kulit dan bagian putih mata. Jaundice disebabkan ole hati tidak mengeluarkan bilirubin, pigmenkuning
dari darah. Biasanya bilirubin diambil ole hati dan dilepaskan daalaam empedu. Namun penyumbatan
saluran empedu menyebabkan bilirubin dan saluran lainya dari empedu terakumulasi dalam darah. Dan
akan menunjukan kondisi normal pada saat lahir tetapi dalm perkembangannya menunjukan joundice
( kulit atau sclera mata berubah menjadi kuning kuning) , warna urin yang pecan dan warna feses yang
cerah, dalam minggu pertama kehidupan. Setiap bayi dengan jaundice, setelah berumur 1 bulan dapat
dipastikan terkena atresia biliaris dengan pemeriksaan darah ( diantaranya : tipe bilirubin, bilirubin
konjungsi, dan bilirubin tak terkonjungasi).peningkatan padaa bilirubin pada bayi dikarenakan
kekurangan drainaase, abdomen menjadi sangat tegang, dan pembesaaran dikarenakan peningkatan
ukuran hati. Jika hal ini terjadi, bayi akan rentan dan kehilangaan berat badan ( meskipun pertambahan
caairan akaan menutupinya)
1.1.4 Patofisiologi
Penyebab sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau viral injuro ,
bertanggung jawab atas progresif yang menimpulkan obstruksi saluran empedu. Berbagai laporan
menunjukkan bahwa atresia bilier tidak terlihat padaa janin, bayi yang baaru lahir (halamek dan stefien
soen, 1997). Keadaan ini menunjukkan bahwa atresia bilier terjadi pada akhir kehamilan atau pada
periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa minggu sessudah kelahiran.inflamasi terjadi
secara progresif denga menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik atau
ekstrahepatik (wong,2008)
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu
keluar hati, kantung empedu dan usus akhirya akan menyebabkan peradangan , edema, degenerasi hati,
bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic ayaitu duktus biliaris yang menimbulkan iktherus dan
duktus di dalam lobus hati yang meningkatkan ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi mencegah
terjadinya bilirubin ke dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu didalam darah sehingga menimbulkan
gejala pruritus pada kulit. Karena tidak adanya empedu dalam usus, lemak dan vitamin A, D, E, K tidak
dapat di absorbs sehingga mengalami kekurangan vitamin yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak
( parakrama, 2005).
ATRESIA BILIER
Kekurangan vitamin larut
lemak ( A, S, E, DAN K)
MK : ansietas
MK : kerusakan intregitas kulit
A. Pemeriksaan diagnostik
Belum ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk
membedakan antara kolestasi intraheparik atau ekstrahepatik, secara garis besar, pemeriksaan dapat
dibagi menjadi 3 kelompok , yaitu pemeriksaan :
1. Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati ( darah,
urin, tinja)
2. Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati.
3. Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belu dapat menunjang diagnosis atresia bilier
B. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan rutin
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk
membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap,
uji fungsi hati, dan gamma-GT. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuaidengan obstruksi total.
Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke
suatu kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT < 5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5
kali, lebih mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
Menurut Fitzgerald, kadar gamma-GT yang rendah tidak menyingkirkan kemungkinan atresia
bilier. Kombinasi peningkatan gamma-GT, bilirubin serum total atau bilirubin direk, dan alkalifosfatase
mempunyai spesifisitas 92,9% dalam menentukan atresia bilier.
1) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada pasien yang mengalami ikterus.
Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
2) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada tinja / stercobilin dalam tinja
berkurang karena adanya sumbatan.
3) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan : protombin time, partial
thromboplastin time.
b. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif,
tetapi penulis lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan visualisasi
tinja. Pawlawska menyatakan bahwa karena kadar bilirubin dalam empedu hanya10%, sedangkan
kadar asam empedu di dalam empedu adalah 60%, maka tidak adanya asam empedu di dalam cairan
duodenum dapat menentukan adanya atresia bilier.
1. Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat ditingkatkan bila
pemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat minum dan sesudah minum. Bila
pada saat atau sesudah minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar
(90%) dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya kandung empedu, dan
meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung diagnosis atresia bilier. Namun demikian, adanya
kandung empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b. Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m mempunyai akurasi
diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada pasien diberikan fenobarbital 5
mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada kolestasis intrahepatik pengambilan
isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan pada atresia
bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak terjadi sama
sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop
ke duodenum. Untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan sintigrafi, dilakukan
penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit ke-10. Indeks
hepatik > 5 dapat menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3
merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier. Teknik sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan
DAT, dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi mengemukakan bahwa dalam mendetcksi
atresia bilier, yang terbaik adalah menggabungkan basil pemeriksaan USG dan sintigrafi.
c. Liver Scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid).
Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan
bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography). Merupakan
upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis
intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
kolangiografi durante operasionam. Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai
baku emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
2. Biopsi hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat diandalkan. Ditangan
seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai 95%, sehingga dapat
membantu pengambilan keputusan untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan
untuk penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh
diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Bila diameter duktus100 200 u atau
150 400 u maka aliran empedu dapat terjadi. Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan
frozen section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah portoenterostomi dapat
dikerjakan. Gambaran histopatologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan
intervensi bedah secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling optimal untuk
melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik
yang menyokong diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh
karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu
1.1.6 Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
(asamlitokolat), dengan memberikan :
1) Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
2) Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk mengubah bilirubin
indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim
Na+ K+ ATPase (menginduksi aliranempedu).
Kolestiramin 1 gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder
b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam ursodeoksikolat, 310
mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis per oral. Asam ursodeoksikolat mempunyai daya ikat kompetitif
terhadap asam litokolat yang hepatotoksik.
2. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin, yaitu :
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) untuk mengatasi
malabsorpsi lemak dan mempercepat metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang
dipercepat akan secara efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai
oleh organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh. Makanan yang
mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti vitamin A, D, E, K
3. Terapi bedah
a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang mengalirkan empedu
keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk
melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dengan usus halus, dilakukan
pembedahan yang disebut prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan
pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk atresia bilier dan
kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun terakhir.
Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa bergenerasi secara alami tanpa perlu obat
dan fungsinya akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier
sekarang dapat hidup hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak.
Kemajuan dalam operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan
untuk dilakukannya transplantasi pada anak-anak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya
hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena ukuran hati harus
cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang
dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada
anak dengan atresia bilier. Berdasarkan treatment yang diberikan :
1) Palliative treatment
Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan mempertahankan
fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
2) Supportive treatment
a) Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam
pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan perdarahan
berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan pada selada, kubis,
kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua adalah sumber terbaik
vitamin ini.
b) Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier mengalami
obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan lemak dan vitamin
larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan makanan yang
mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak kelapa.
c) Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang menyebar ke
dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada kulit.
d) Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu
dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.
1.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan pada penyakit atresia bilier adalah :
a. Cirrhosis bilier yang progresif
b. Gagal hati
c. Hipertensi portal atau varises esophagus terlihat 40% pada anak di bawah usia 3 tahun
d. Asites
e. encephalopathy
BAB II
1.1.8 Konsep Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. pengumpulan data
a. identitas
identitas meliputi nama klien, usia, jenis kelamin
b. keluhan utama :
terdapat keluhan yaitu jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
c. riwayat penyakit sekarang
anak dengan atresia biliary intra hepatic setelah usia 6 tahun terjadi gangguan neuromuskuler
seperti tidak ada reflek-reflek tendo dalam, kelemahan memandang keatas, ketidak mampuan
berjalan akibat paresis kedua tungkai bawah serta kehilangan rasa getar
d. riwayat kesehatan dahulu
riwayat kesehatan lalu merupakan riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat oprasi, riwayat
alergi, riwayat imunisasi
e. riwayat kesehatan keluarga
untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien,
keturunaan dan lainya. Menentukan apakah ada penyebab herediter atau tidak
f. pemeriksaan fisik
B1 : sesak nafas, RR meningkat
B2 : takikardi, berkeringat, kecenderugan perdarahan (kekurangan vit.K)
B3 : gelisah atau rewel
B4 : urine warna gelap dan pekat
B5 : distensi abnormal, kaku pada kuadraan kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia, mual,
muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52cm
B6 : ikterik pada sclera kulit dan membrane mukusa, kulit berkeringat dan gatal (pruritus), oedem
perifer, kerusakan kulit, otot lemah
g. pemeriksaan penunjang
1) laboratorium
- bilirubin direk dalam serum meninggi
- nilai normal bilirubin total <12mg/dl
- bilirubin inderek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan
empedu yang luas
- tidak ada urobilinogen dalam urine
- pada bayit yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20
kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2) pemeriksaan diagnostic
- USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestatis ekstra hepatic
(dapat berupa dilastasi kristik saluran empedu)
- Memasukan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum diaspirasi.
Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
- Sintigrafi radio kolop hapatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi
empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah keduodenum. Jika
tidak ditemukan empedu diduodenum, maka dapat berarti terjai katresia intra hepatic
- Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarnaa coklat kehijauan dan noduler.
Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen
yang jelas
h. Periksaan tingkat perkembangan
1) Tahap tumbuh kembang umur 6-9 bulan
- Duduk (sikap tripoid-sendiri)
- Belajaar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan
- Merangkak merai mainan atau mendekati seseorang
- Memindahkan benda dari tangan ke satu tangan lainya
- Memungut dua benda, masing-masing tangan memegang satu benda pada saat
bersamaan
- Memungut benda sebesar kacang dengan caraa meraup
- Bersuara tanpa arti, misalnya mamama, bababab, papapapa
- Mencari benda/mainan yang dijatuhkan
- Bermain tepuk tangan ataupun ciluk ba
- Bergemberira dengan melempar benda
- Makan kue sendiri
2. Diagnose keperawatan
- Hipertermia berhungungan dengan infeksi virus atau bakteri,kerusakan progresif pada duktus
bilier, inflaamasi progresi
- Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan obstruksi aliran dari
hati kedalam, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat di absrobsi, kekurangan vitamin
larut lemak (A,D,E,K)
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses peradangan pada hati, hepatomegali,
distensi abnormal, menekan diagfragma
- Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ekskresi bilirubin keusus terhambat,
gangguan penyerapan lemak dan vitamin larut lemak, malnutrisi
- Kekuragan volume cairan berhubungan dengan malnutrisi, perut terasa penuh, mual mutah
- Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningktan bilirubin, priuritis, ikterus
- Cemas berhubungan dengan peningkatan bilirubin, urin berwarnagelap, tinja berwarna coklat
- Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan kasai
C. Intervensi
- Hipertermi
Criteria hasil : suhu tubuh dalam rentang normal , nadi dan RR dalam rentang normal , tidak
ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
intervensi: monitor suhu sesering mungkin, monitor iwl, monitor warna dan suhu kulit,
monitor tekanan darah nadi dan RR , kompres pasien dengan lipatan paha dan aksila,
tingkatkan sirkulasi udara , temperature regulation.
Contoh kasus
An. M (laki-laki, 7 bulan 4 hari) dibawa kerumah sakit dengan keluhan 1 bulan pasca kelahiran
sedikit demi sedikit kulit tampak berwarna kuning, tinja berwarna pucat, air kencing berwarna
gelap, demam, perut membesar dan selalu rewel. Dari hasil pemeriksaan diketahui adanya
hipertensi vena porta, peningkatan kadar bilirubin dan hasil rontgen di dapatkan adanya
pembesaran hati
YAYASAN KARYA HUSADA PARE KEDIRI AS N
YAYEDIRA
I
K
STIKES KARYA HUSADA PARE KEDIRI
KA
A
Ijin Mendiknas RI No. 164/D/O/2005 Rekomendasi Depkes RI No. HK.03.2.4.1.03862R Y
D
A HUSA
Jl. Soekarno Hatta, Kotak Pos 153, Telp/Fax. (0354) 395203 Pare Kediri
Website: www.stikes-khkediri.ac.id
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN ANAK
I. DATA UMUM
Nama : An.M
Ruang : anak
Agama : islam
Bahasa : indonesia
Pekerjaan : -
Penanggung jawab : Tn. D
Golongan Darah : O
Keluhan Utama : ayah klien mengatakan anakya demam, perut buncit, dan keras, kencing klien
berwara gelap, da feses pucat
Riwayat Penyakit Sekarang : adanya hipertensi vena porta, dan adanya pembesaran hati
Riwayat Kesehatan Keluarga : keluaarga pasien mengatakan bahwa keluarganya baik-baik saja.
Tidak mengalami penyakit apapun
Genogram :
3. Tindakan operasi
Lahir secara normal
4. Riwayat alergi : -
5. Kecelakaan : -
6. Imunisasi
Dilakukan imunisasi seacara teratur di bidan desa
2. Motorik Halus
Mampu duduk
3. Personal Sosial
Takut dengan orang baru
4. Bahasa
Mampu mengucapkan bahasa tanpa arti : mamamam, papapap
V. RIWAYAT SOSIAL
1. Pengasuh
Ibu dan ayahnya
4. Lingkungan rumah
Aman dan nyaman bagi si klien
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi ✓
Berpakaian ✓
Eleminasi ✓
Pindah ✓
Ambulasi ✓
Naik tangga ✓
Gosok gigi ✓
4) Diit khusus
Tidak ada
5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
Eliminasi Alvi
BB ideal : 7-9kg
Perkembangan BB : menurun
TD : 110/80mmhg
N : 96x/menit
Suhu : 39c
RR : 20x/menit
2. Pemeriksaan Fisik ( B1 – B6 )
1) B1 (Breathing)
Sesak nafas, RR meningkat
2) B2 (Bleeding)
Takikardi,berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
3) B3 (Brain)
Gelisah atau rewel
4) B4 (Bladder)
Urine warna gelap dan pekat
5) B5 (Bowel)
Distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia, mual,
muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm
6) B6 (Bone)
Ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan gatal(pruritus), oedem
perifer, kerusakan kulit, otot lemah
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1. Bilirubin direk dalam serum meninggi
2. Nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
3. Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan
empedu yang luas
4. Tidak ada urobilinogen dalam urine
5. Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali
lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)
b. Radiologi : -
4. Terapi
1. Oral
2. Parenteral
3. Lain - lain
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
R. Taylor, Clive dan Candrasuma Parakrama. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi Edisi 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Sodikin. 2007. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistim Gastrointestinal Dan Hepatobilier. Salemba
Medika
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC
Suriadi dan Yulianni Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta :Penebar Swadaya
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Widodo Judarwanto. 2010. Atresia Bilier, Waspadai Bila Kuning Bayi Baru Lahir yang
berkepanjangan.
Wong, D.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: Penerbit EGC.