Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY D DEGAN KOLESTASIS INTRA HEPATAL DD

EKSTRA HEPATAL DI RUANG PERAWATAN CEMPAKA 3 ANAK

RSUP SANGLAH DENPASAR

OLEH :

VERONIKA SRIAMOR TABANG

N2017.01.141

CI KLINIK CI AKADEMIK

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES MANDALA WALUYA KENDARI

2017-2018
LAPORAN PENDAHULUAN KOLESTASIS
DI RUANG PERAWATAN CEMPAKA 3 ANAK RSUP SANGLAH

I. KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum
dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral
dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari
segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam
empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan
jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan
trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier (Arief, 2010).
B. KLASIFIKASI
Secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik.
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat.
Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan
akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan
saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan
adalah proses imunologis,infeksi virus terutama CMV dan Reo virus tipe 3,
asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita
terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum
normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu.
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu,
dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis
saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran
empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat
mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik
saja.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan
pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai
cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur,
dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah
terjadi kolestasis.
C. ETIOLOGI
Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis
dan ekstra hepatic cholestasis.
1. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang
terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary
cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer,
infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi cholestasis.
2. Pada extra hepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu,
cista, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada
pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis
primer. (Richard, 2002)
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat
tinggi (pigmen empedu) dalam aliran darah.
2. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan
dari hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan di
buang dalam urin.
3. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin
yang masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat
menjadi bengkak akibat pembesaran hati.
4. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
5. Degen erasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang
larut dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak
larut dalam air serta gagal tumbuh
6. Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan
malnutrisi.
b. Gatal-gatal
c. Rewel
7. splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi portal /
Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut
darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

E. PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu
mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang
terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan
asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin
terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah
sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana
permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang
permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah
epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan
racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler,
mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu.Salah satu contoh adalah
penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek).
Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah
oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim
UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air
dan dikeluarkan kedalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan
bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun
asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter lain,
yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu
menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan
hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi,
obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada
transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan
hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif, 2010)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya
diandalkan untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik.
Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu
pemeriksaan :
1. Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui
fungsi hati (darah,urin, tinja)
2. Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai
parenkim hati
3. Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang
diagnosis atresia bilier.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada
pasien yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal
ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total
 Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna
pada tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.
 Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan :
protombin time, partial thromboplastin time.
2. Pencitraan
a. Pemeriksaan ultrasonografi
b. Sintigrafi hati
c. Liver Scan : Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA
(Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada
jalur dari empedu dalam tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana
ada blokade pada aliran empedu.
d. Pemeriksaan kolangiografi
H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan paling rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran
empedu ke dalam usus. Pada prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi
pedoman dalam penatalaksanaannya, yaitu:
1. Sedapat mungkin mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran
empedu
2. Mengobati komplikasi yang telah terjadi akibat adanya kolestasis
3. Memantau sedapat mungkin untuk mencegah kemungkinan terjadinya
keadaan fatal yang dapat mengganggu proses regenerasi hepar
4. Melakukan usaha-usaha yang dapat mencegah terjadinya gangguan
pertumbuhan
5. Sedapat mungkin menghindari segala bahan/keadaan yang dapat
mengganggu/merusak hepar
Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
1. Tindakan medis
a. Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin,
ursodioxy cholic acid (UDCA).
b. Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium
chain triglyceride) karena malabsorbsi lemak.
c. Diberikan tambahan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)
2. Tindakan bedah
Tujuannya untuk mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan
saluran empedu yang ada.
 Operasi Kasai (hepatoportoenterostomy procedure) : diperlukan untuk
mengalirkan empedu keluar dari hati, dengan menyambungkan usus
halus langsung dari hati untuk menggantikan saluran empedu (lihat
gambar di bawah). Untuk mencegah terjadinya komplikasi cirrhosis
(Nezer, 2010).
I. KOMPLIKASI
1. Kolangitis : kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada
tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu),
ikterus yang berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis
dapat dipastikan dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal: Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari
anak-anak setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah
varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal: Seperti pada pasien
dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau prehepatic hipertensi
portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts pada
arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia,
sianosis, dan dyspneu.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a. Data biologis meliputi: Identitas klien, biodata umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat
b. Identitas penanggung
c. Data subjektif
 bagaimana nafsu makan klien
 berapa kali makan dalam sehari
 banyaknya makan dalam satu kali makan
 apakah ada mual muntah
 bagaimana pola eliminasinya
 apakah ada anoreksia
 apakah ada rasa nyeri pada daerah hepar
 apakah ada gatal-gatal pada seluruh tubuh (pruritus)
 bagaimanakah warna fesesnya
 bagaimanakah warna urinnya
d. Data Objektif
 berapa kali makan dalam sehari
 banyaknya makan dalam satu kali makan
 apakah ada mual muntah
 bagaimana pola eliminasinya
 apakah ada anoreksia
 apakah ada rasa nyeri pada daerah hepar
 apakah ada gatal-gatal pada seluruh tubuh (pruritus)
 bagaimanakah warna fesesnya
 bagaimanakah warna urinnya
e. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu
Apakah ada tanda-tanda infeksi dahulu pada ibu, apakah ibu
pernah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus
pada bayi.
f. Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya bayi masuk rumah sakit dengan keluhan tubuh
bayi berwarna kuning
g. Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita kolestasis, maka
kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik/metabolik.
2. Pengkajian fisik
Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
anggota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-
lain. Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head to toe yang
meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala
dan wajah, dada, abdomen, eksteremitas, dan genita-urinaria.

Pemeriksaan fisik abdomen antaralain:


a. Inspeksi
 lihat keadaan klien apakah kurus, ada edema pada muka atau kaki
 lihat warna rambut, kering dan mudah dicabut
 mata cekung dan pucat
 lihat warna kulit pasien ada warna kuning atau tidak
 lihat seluruh tubuh pasien ada bekas garukan karena gatal-gatal atau
tidak
b. Auskultasi
 dengar denyut jantung apakah terdengar bunyi S1, S2, S3 serta S4
 dengarkan bunyi peristaltik usus
 bunyi paru – paru terutama weezing dan ronchi
c. Perkusi
 perut apakah terdengar adanya shitting duilnees
 bagaimana bunyinya pada waktu melakukan perkusi
d. Palpasi
 Hati : bagaimana konsistensinya, kenyal, licin dan tajam pada
permukaannya, berapa besarnya dan apakah ada nyeri tekan
 limpa : apakah terjadi pembesaran limpa
 tungkai : apakah ada pembesaran pada tungkai

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang biasa muncul adalah :
1. Hipertermia b.d peningkatan laju metabolism,Proses penyakit ( inflamasi )
2. Nyeri akut b.d agen cedera biologis,proses inflamasi
3. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak ade
kuatnya intake nutrisi
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah,kehilangan melalui
penghisapan gaster berlebihan
5. Resiko syok
6. Resiko infeksi b.d prosedur invasive
PATHWAY

Proses degenerasi Penurunan fungsi Gangguan metabolisme


penyakit hati hati

Pengendapan kolestrol Peradangan dalam sekresi Peningkatan sintesi


Kolestrol kantong empedu kolestrol

Batu empedu

Menyumbat aliran getah


pancreas

Distensi kandng empedu Aliran balik getah empedu Resiko infeksi

Bag. Fundus menyentuh Iritasi lumen Port de entrée pasca


bag abdomen kartilago bedah

Merangsang ujung syaraf inflamasi Interfensi pembedahan


eferen simpatis

Hasilkan substansi p Termostrat di hipotalamus Peningkatan enzim SGOT


dan SGPT

Serabut saraf eferen Peningkatan suhu Bersifat iritatif di saluran


hipotalamus cerna

Nyeri hebat pada kuadran Hipertermi Merangsang nervus vagal


atas dan nyeri tekan
daerah epigastrium

Nyeri Permeabilitas kapiler Menekan s. parasimpatis

Cairan shif keperitonium Penurunan peristaltic

Resiko syok Resiko kekurangan volume Makanan tertahan di


( hipovolemik ) cairan lambung

Ketidakefektifan nutrisi Peningkatan rasa mual-


kurang dari kebutuhan muntah
tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sjamsul. 2012. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal. [Serial Online]. Surabaya: FK
UNAIR. Tanggal akses 20 Mei 2012.
Baradero, Mary. 2000. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Jakarta: EGC.
Behrman, Richard E, et al. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 2. Edisi 15.
Jakarta: EGC.
Mitchel, Richard N, et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins &
Cotran. Edisi 7. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai