Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR KOLON

A. Pengertian
Tumor (berasal dari bahasa latin, yang berarti "bengkak"), merupakan salah
satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang digunakan
untuk menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal.
Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak
(benign) (Brooker, 2001). Tumor kolon adalah tumor yang berada di dalam
kolon.
B. Etiologi
1. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital adalah kelainan yang dibawa sejak lahir, benjolannya
dapat berupa benjolan yang timbul sejak lahir atau timbul pada usia
kanak-kanak bahkan terkadang muncul setelah usia dewasa. Pada
kelainan ini ,benjolan yang paling sering terletak di leher samping bagian
kiri atau kanan di sebelah atas , dan juga di tengah-tengah di bawah dagu.
Ukuran benjolan bisa kecil beberapa cm tetapi bisa juga besar seperti bola
tenis. Kelainan kongenital yang sering terjadi di daerah leher antara lain
adalah hygroma colli, kista branchial, kista ductus thyroglosus.
2. Genetik
3. Gender / jenis kelamin
4. Usia
5. Rangsangan fisik berulang
Gesekan atau benturan pada salah satu bagian tubuh yang berulang
dalam waktu yang lama merupakan rangsangan yang dapat
mengakibatkan terjadinya kanker pada bagian tubuh tersebut, karena luka
atau cedera pada tempat tersebut tidak sempat sembuh dengan
sempurna.
6. Hormon
Hormon adalah zat yang dihasilkan kelenjar tubuh yang fungsinya adalah
mengatur kegiatan alat-alat tubuh dan selaput tertentu. Pada beberapa
penelitian diketahui bahwa pemberian hormon tertentu secara berlebihan
dapat menyebabkan peningkatan terjadinya beberapa jenis kanker seperti
payudara, rahim, indung telur dan prostat (kelenjar kelamin pria).
7. Infeksi
8. Gaya hidup
9. Karsinogenik (bahan kimia, virus, radiasi)
Zat yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan kanker paru pada
perokok dan perokok pasif (orang bukan perokok yang tidak sengaja
menghirup asap rokok orang lain) dalam jangka waktu yang lama.Bahan
kimia untuk industri serta asap yang mengandung senyawa karbon dapat
meningkatkan kemungkinan seorang pekerja industri menderita kanker.
Beberapa virus berhubungan erat dengan perubahan sel normal menjadi
sel kanker. Jenis virus ini disebut virus penyebab kanker atau virus
onkogenik. Sinar ultra-violet yang berasal dari matahari dapat
menimbulkan kanker kulit. Sinar radio aktif sinar X yang berlebihan atau
sinar radiasi dapat menimbulkan kanker kulit dan leukemia.
C. Patofisiologi
Kelainan congenital, Genetic, Gender / jenis kelamin, Usia, Rangsangan fisik
berulang, Hormon, Infeksi, Gaya hidup, karsinogenik (bahan kimia, virus,
radiasi) dapat menimbulkan tumbuh atau berkembangnya sel tumor. Sel
tumor dapat bersifat benign (jinak) atau bersifat malignant (ganas). Sel tumor
pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak pada
umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat
sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus
yang memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai
maka pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas
pada umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke
jaringan sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting
dengan kaki-kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu
sel kanker dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain
yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah
bening dan tumbuh kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke
jaringan sehat pada alat tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut
sehingga fungsi alat tersebut menjadi terganggu. Kanker adalah sebuah
penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang tidak teratur dan
kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik
dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau
dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang
tidak teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen
vital yang mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad.
1991). Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk
RNA, berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom
sel, duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada
saat ini sel tidak melakukan pembelahan).
D. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit dan fungsi
segmen usus tempat kanker berlokasi. Gejala paling menonjol adalah
perubahan kebiasaan defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala
paling umum kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak
diketahui penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan.
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri
dangkal abdomen dan melena (feses hitam seperti ter). Gejala yang sering
dihubungkan dengan lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan
obstruksi (nyeri abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi)
serta adanya darah merah segar dalam feses. Gejala yang dihubungkan
dengan lesi rektal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi,
konstipasi dan diare bergantian serta feses berdarah. Ada tujuh gejala yang
perlu diperhatikan dan diperiksakan lebih lanjut ke dokter untuk memastikan
ada atau tidaknya kanker, yaitu :
1. Waktu buang air besar atau kecil ada perubahan kebiasaan atau
gangguan.
2. Alat pencernaan terganggu dan susah menelan.
3. Suara serak atau batuk yang tak sembuh-sembuh.
4. Payudara atau di tempat lain ada benjolan (tumor).
5. Andeng-andeng (tahi lalat) yang berubah sifatnya, mejadi makin besar
dan gatal.
6. Darah atau lendir yang abnormal keluar dari tubuh.
7. Adanya koreng atau borok yang tak mau sembuh-sembuh.
E. Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar
kolon yang menyebabkan hemoragi. Perforasi dapat terjadi dan
mengakibatkan pembentukan abses. Peritonitis dan atau sepsis dapat
menimbulkan syok.
F. Pemeriksaan Diagnostik
Bersamaan dengan pemeriksaan abdomen dan rektal, prosedur diagnostik
paling penting untuk kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema
barium, proktosigmoidoskopi, dan kolonoskopi. Sebanyak 60% dari kasus
kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoidoskopi dengan biopsi
atau apusan sitologi. Pemeriksaan antigen karsinoembrionik (CEA) dapat
juga dilakukan, meskipun antigen karsinoembrionik mungkin bukan indikator
yang dapat dipercaya dalam mendiagnosa kanker kolon karena tidak semua
lesi menyekresi CEA. Pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar CEA dapat
dipercaya dalam diagnosis prediksi. Pada eksisi tumor komplet, kadar CEA
yang meningkat harus kembali ke normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA
pada tanggal selanjutnya menunjukkan kekambuhan.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati
dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila terdapat
perdarahan yang cukup bermakna, terpai komponen darah dapat
diberikan.Pengobatan tergantung pada tahap penyakit dan komplikasi
yang berhubungan. Endoskopi, ultrasonografi dan laparoskopi telah
terbukti berhasil dalam pentahapan kanker kolorektal pada periode
praoperatif. Metode pentahapan yang dapat digunakan secara luas adalah
klasifikasi Duke:
a. Kelas A tumor dibatasi pada mukosa dan sub mukosa
b. Kelas B penetrasi melalui dinding usus
c. Kelas C Invasi ke dalam sistem limfe yang mengalir regional
d. Kelas D metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk
pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain
pengobatan bedah. Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi atau
imunoterapi.Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan
kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/ Levamesole. Pasien dengan
kanker rektal Kelas B dan C diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis
tinggi radiasi pelvis.Terapi radiasi sekarang digunakan pada periode
praoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif untuk memperkecil tumor,
mencapai hasil yang lebih baik dari pembedahan, dan untuk mengurangi
resiko kekambuhan. Untuk tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat
disekresi, radiasi digunakan untuk menghilangkan gejala secara
bermakna. Alat radiasi intrakavitas yang dapat diimplantasikan dapat
digunakan. Data paling baru menunjukkan adanya pelambatan periode
kekambuhan tumor dan peningkatan waktu bertahan hidup untuk pasien
yang mendapat beberapa bentuk terapi ajufan.

2. Penatalaksanaan Bedah
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan
rektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang
terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi
laparoskopik dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru
dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa
kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam menbuat
keputusan di kolon; massa tumor kemudian di eksisi. Laser Nd: YAG telah
terbukti efektif pada beberapa lesi. Reseksi usus diindikasikan ntuk
kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C. Pembedahan
kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker koon kelas D. Tujuan
pembedahan dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila tumor telah
menyebar dan mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat
dilakukan. Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut (Doughty &
Jackson, 1993) : a. Reseksi segmental dengan anostomosis
(pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisis pertumbuhan, pembuluh
darah dan nodus limfatik) b. Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi
sigmoid permanen (pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua
rektum serta sfingter anal) c. Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi
segmental dan anostomosis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi
(memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum
reseksi) d. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi
obstruksi yang tidak dapat direseksi)
H. Proses Keperawatan Tumor Kolon
1. Pengkajian Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi
tentang perasaan lelah; adanya nyeri abdomen atau rektal dan
karakternya (lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengang makan atau
defekasi); pola eliminasi terdahulu dan saat ini, deskripsi tentang warna,
bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mukus.
Informasi tambahan mencakup riwayat masa lalu tentang penyakit usus
inflamasi kronis atau polip kolorektal; dan terapi obat saat ini. Kebiasaan
diet diidentifikasi mencakup masukan lemak dan/ atau serat serta jumlah
konsumsi alkohol. Riwayat penurunan berat badan adalah penting.
Pengkajian objektif adalah mencakup auskultasi abdomen terhadap
bisisng usus dan palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan
massa padat. Spesimen feses diinspeksi terhadap karakter dan adanya
darah.
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi :
a. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri,
ancaman terhadap perubahan status kesehatan, ancaman terhadap
pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis
maturasi.
b. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek
samping penanganan, factor budaya atau spiritual yang berpengaruh
pada perubahan penampilan.
c. Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan
penampilan, keluhan terhadap reaksi orang lain, kehilangan fungsi,
diagnosis kanker.
d. Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang
kompleks, hospitalisasi/perubahan lingkungan, reaksi orang lain
terhadap perubahan penampilan.
e. Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya
kanker), ketidakberdayaan.
f. Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang
gerak, kerusakan saraf/otot, dan nyeri.
3. Intervensi dan Implementasi
a. Diagnosa I:
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :- klien mampu merencanakan strategi koping untuk
situasi-situasi yang membuat stress. - klien mampu mempertahankan
penampilan peran. - klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi
sensori. - klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara
fisik. - tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
Intervensi : Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
R : memudahkan intervensi. Kaji mekanisme koping yang digunakan
pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu. R : mempertahankan
mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol
ansietas. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien
untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. R : pendekatan dan
motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan
yang dirasakan. Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita
yang ada saat ini, harapanharapan yang positif terhadap terapy yang di
jalani. R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang
dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan. Berikan penguatan yang
positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam
keadaan cemas. R : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien
bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi keyakinan
pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas
kemampuannya. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi. R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan
keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan prognosis. R :
meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan. Kolaborasi
pemberian obat anti ansietas. R : mengurangi ansietas sesuai
kebutuhan.
b. Diagnosa II:
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan
dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil : - pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan
dan fungsi tubuh. - memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh
yang mengalami gangguan. - menggambarkan perubahan actual pada
fungsi tubuh. Intervensi : Kaji dan dokumentasikan respons verbal
dan non verbal pasien tentang tubuhnya. R : factor yang
mengidentifikasikan adanya gangguan persepsi pada citra tubuh.
Kaji harapan pasien tentang gambaran tubuh. R : mungkin realita saat
ini berbeda dengan yang diharapkan pasien sehingga pasien tidak
menyukai keadaan fisiknya. Dengarkan pasien dan keluarga secara
aktif, dan akui realitas adanya perhatian terhadap perawatan,
kemajuan dan prognosis. R : meningkatkan perasaan berarti,
memudahkan saran koping, mengurangi kecemasan. Berikan
perawatan dengan cara yang tidak menghakimi, jaga privasi dan
martabat pasien. R : menciptakan suasana saling percaya,
meningkatkan harga diri dan perasaan berarti dalam diri pasien.
c. Diagnosa III:
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil : - pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas
untuk mengisi waktu luang. - mengidentifikasikan kekuatan personal
yang dapat mengembangkan koping yang efektif. - menimbang serta
memilih diantara alternative dan konsekuensinya. - berpartisipasi
dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Kaji pandangan pasien terhadap kondisinya dan kesesuaiannya
dengan pandangan pemberi pelayanan kesehatan. R : mengidentifikasi
persepsi pasien terhadap kondisinya. Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan. R : menghindari ketakutan dan menciptakan
hubungan saling percaya, memudahkan intervensi Anjurkan pasien
untuk mengidentifikasi gambaran perubahan peran yang realitas. R :
memberikan arahan pada persepsi pasien tentang kondisi nyata yang
ada saat ini. Bantu pasien dalam mengidentifikasi respons positif
dari orang lain. R : meningkatkan perasaan berarti, memberikan
penguatan yang positif. Libatkan sumber-sumber yang ada di rumah
sakit dalam memberikan dukungan emosional untuk pasien dan
keluarga. R : menciptakan suasana saling percaya, perasaan berarti,
dan mengurangi kecemasan.
d. Diagnosa IV:
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam
peran keluarga.
Kriteria hasil : - pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping. -
paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan
berhubungan dengan perawatan setelah rawat inap.
Intervensi: Kaji interaksi antara pasien dan keluarga. R :
mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi. Bantu keluarga
dalam mengidentifikasi perilaku yang mungkin menghambat
pengobatan. R : mempengaruhi pilihan intervensi. Diskusikan
dengan anggota keluarga tentang tambahan ketrampilan koping yang
digunakan. R : membantu keluarga dalam memilih mekanisme koping
adaptif yang tepat . Dukung kesempatan untuk mendapatkan
pengalaman masa anak-anak yang normal pada anak yang
berpenyakit kronis atau tidak mampu. R : memudahkan keluarga
dalam menciptakan/memelihara fungsi anggota keluarga.
e. Diagnosa V:
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil : - mencari informasi untuk menurunkan ketakutan. -
menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan. -
mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
Intervensi: Kaji respons takut subjektif dan objektif pasien. R :
mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi. Berikan
penguatan positif bila pasien mendemonstrasikan perilaku yang dapat
menurunkan atau mengurangi takut. R : mempertahankan perilaku
koping yang efektif. Lakukan pendekatan dan berikan motivasi
kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. R :
pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk
mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan. Motivasi pasien
untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini,
harapanharapan yang positif terhadap terapy yang di jalani. R : alat
untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
f. Diagnosa VI :
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang. - melakukan pergerakkan
dan perpindahan. - mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di
toleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat
Bantu. 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang
lain dan alat Bantu. 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam
aktivitas.
Intervensi: Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan
kebutuhan akan peralatan. R : mengidentifikasi masalah, memudahkan
intervensi. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan
aktivitas. R : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas
apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan. Ajarkan
dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R : menilai
batasan kemampuan aktivitas optimal. Ajarkan dan dukung pasien
dalam latihan ROM aktif dan pasif. R : mempertahankan
/meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. Kolaborasi dengan ahli
terapi fisik atau okupasi. R : sebagai suaatu sumber untuk
mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan
mobilitas pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta :


EGC.

Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan


pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien,
ed.3. Jakarta : EGC.

Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC :


Jakarta.

Robin S.L. dan Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi I. Jakarta :


EGC.

Tjakra, Ahmad. 1991. Patologi. Jakarta : Bagian Patologi FKUI

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,


edisi 7. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai