Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA

MEDIS TUMOR MANDIBULA DI RUANGAN LONTARA 2 ATAS BELAKANG

RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO

MAKASSAR

UKARMAN

17061

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN MAKASSAR

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR MEDIS


1. Defenisi
Tumor mandibula merupakan tumor yang berasal dari epithelial, gingival mucosa
atau gengivomaxillary yang muncul pada gigi (Price, Sylvia A, 2011).
Tumor mandibula merupakan tumor odontogenik yang paling sering terjadi di
mandibula. Tumor ini berasal dari epitelium yang terlibat dalam proses pembentukan
gigi, akan tetapi pemicu transformasi neoplastik pada epitel tersebut belum diketahui
dengan pasti. Secara mikroskopis, tersusun atas pulau-pulau epitelium di dalam
stroma jaringan ikat kolagen dan juga mempunyai beberapa variasi dari tampilan
histopatologis, akan tetapi tipe yang paling sering terlihat yaitu tipe folikular dan
pleksiform. Pada sebagian besar kasus, ameloblastoma biasanya asimptomatik,
tumbuh lambat, dan dapat mengekspansi rahang (Arif, 2012).
Tumor mandibula jarang ganas atau metastasis (yaitu, jarang menyebar ke bagian
lain dari tubuh), dan kemajuan perlahan, lesi yang dihasilkan dapat menyebabkan
kelainan yang parah dari wajah dan rahang. Selain itu, karena pertumbuhan sel yang
abnormal mudah infiltrat dan menghancurkan jaringan sekitar tulang, bedah eksisi luas
diperlukan untuk mengobati gangguan ini.
2. Etiologi
Etiologi tumor mandibula sampai saat ini belum diketahui dengan jelas, tetapi
beberapa ahli mengatakan bahwa tumor mandibula dapat terjadi setelah pencabutan
gigi, pengangkatan kista dan atau iritasi lokal dalam rongga mulut.. Tumor
maandibula dapat mengenai mandibula maupun maksila, tetapi paling sering pada
mandibula sekitar 81%-98%, predileksi di daerah mandibula; 60% terjasi di regio
molar dan ramus, 15% regiopremolar dan 10% regio simpisis.
Tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses
pembentukan tumor ini belum diketahui. Tumor ini dapat berasal dari:
Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang, Siegmund dan Weber (2011)
3. Patofisiologi
Tumor ini bersifat infiltratif, tumbuh lambat, tidak berkapsul, berdiferensiasi
baik. Lebih dari 75% terjadi di rahang bawah, khususnya regio molar dan sisanya
terjadi akibat adanya kista folikular. Tumor ini muncul setelah terjadi mutasi-mutasi
pada sel normal yang disebabkan oleh zat-zat karsinogen tadi. Karsinogenesisnya
terbagi menjadi 3 tahap :
a. Tahap pertama merupakan Inisiasi yatu kontak pertama sel normal dengan zat
Karsinogen yang memancing sel normal tersebut menjadi ganas.
b. Tahap kedua yaitu Promosi, sel yang terpancing tersebut membentuk klon
melalui pembelahan(poliferasi).
c. Tahap terakhir yaitu Progresi, sel yang telah mengalami poliferasi mendapatkan
satu atau lebih karakteristik neoplasma ganas.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik, dalam tahap awal jarang menunjukkan keluhan, oleh karena
itu tumor ini jarang terdiagnosa secara dini, umumnya diketahui setelah 4 sampai
dengan 6 tahun.
Gambaran Klinik :
a. Pembengkakan dengan berbagai ukuran yang bervariasi sehingga dapat
meyebabkan deformitas wajah.
b. Konsestensi bervariasi ada yang keras dan kadang ada bagian yang lunak.
c. Terjadi ekspansi tulang ke arah bukal dan lingual
d. Tumor ini meluas ke segalah arah mendesak dan merusak tulak sekitarnya.
e. Terdapat tanda egg shell cracking atau pingpong ball phonemona bila massa
tumor telah mendesak korteks tulang dan tulangnya menipis.
f. Tidak terdapat nyeri dan parasestesi, hanya pada beberapa penderita dengan
benjolan disertai rasa nyeri.
g. Biasanya berisi cairan berwarna merah kecoklatan.
h. Gigi geligi pada daerah tumor berubah letak dan goyang.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. X-ray kepala, yang menghasilkan satu-dimensi gambar dan leher untuk membantu
mencari daerah yang tidak normal pada rahang
b. CT scan (computed tomography scan)
CT scan, yang menghasilkan gambar dua dimensi dari kepala dan leher yang dapat
mengungkapkan apakah tumor telah invaded tisu atau organ lain.
c. MRI (magnetic resonance imaging)
MRI Scan, yang menggunakan magnet dan gelombang radio untuk membuat
gambar 3 dimensi yang dapat mengungkapkan abnormalitas kecil di kepala dan
leher. Dokter juga menggunakan MRI Scan untuk menentukan apakah
ameloblastoma telah menyebar ke rongga mata atau sinuses.
6. Penatalaksanaan
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang yang luas,
dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini
radioresisten. Pada beberapa literatur juga dikemukakan indikasi untuk
dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan
perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir
50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma sampai
jaringan sehat yang berada dibawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan
elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk
mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi
paska operasi ditujukan untuk mengurangi insiden rekurensi dan harus dilakukan
secara rutin. Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada daerah tulang
yang terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat
radiosensitif tapi dengan terapi X-ray dan radium mempunyai efek dalam menghambat
pertumbuhan lesi ini.
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:
a. Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Pada
suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang
paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi
hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan
yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat
meninggalkan tulang yang sudah diivansi oleh sel tumor.
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka.
Kadang-kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada
periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi
biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveksi dari kuret
dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke
samping dan tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam
dihaluskan dan daerah ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di
daerah tumor jinak biasanya tidak diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi
diperlukan, perawatan endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.
b. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi
sebuah bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin
direkomendasikan apabilah ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa
dengan ukuran yang meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat
menjadi flap supaya tulang dapat direkseksi dibawah tepi yang terlibat tumor.
Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, denganbur leher panjang
henahan. Oesteotomi digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu,
segen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang
normal dan tanpa merusak border tulang.
Setelah melakukan flap untuk menutup tulang, dilakukan penjahitan
untuk mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya
mengikutkan tumor saja tetapi juga sebagian tulang normal yang mengelilinginya.
Gigi yang terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak
diekstraksi secara terpisah.
c. Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang
mungkin saja melibatkan pembungkus angulus, ramus atau bahkan pada beberapa
kasus dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula
sampai regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan
mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan “Andy Gump Deformity”
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal
(bila diperluka) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting
bibir bawah. Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikel dibuat sampai ke
dagu. Insisi itu kemudain dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah
border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus bahwa
mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale
mungkin saja dapat terjadi perdarahan karena adanya neurovascular.

LAPORAN PENDAHULUAN AMELOBLASTOMA


B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges
(2000), adalah:
a. Aktifitas/istirahat
Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulasi.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori.
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas danlokasi yang berbeda,
biasanya lama.
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot aksesoris.
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan
c. Resiko infeksi
d. Gangguan pola tidur
3. Rencana Keperawatan
NDX NOC NIC
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Manajemen Nyeri
selama 2x24 jam klien akan : Aktivitas Keperawatan:
 Tingkat Ketidaknyamanan 1. Observasi reaksi nonverbal dari
 Kontrol Nyeri ketidaknyamanan
 Tingkat Nyeri 2. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil :
karakterisitik, durasi, frekuensi, kualitas
 Tidak ada gangguan tidur
dan faktor presipitasi.
 Tidak ada ekspresi menahan
3. Observasi TTV
nyeri dan ungkapan secara
4. Gali bersama faktor-faktor yang dapat
verbal
menurunkan atau memperberat nyari.
 Tidak ada gangguan kosentrasi
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
(relaksasi napas dalam).
6. Kelola anti analgetik

2. ❖ Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif

❖ Knowledge : Infection control 2. Batasi pengunjung bila perlu


3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
❖ Risk control
tindakan keperawatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
selama 3x24jam pasien tidak
alat pelindung
mengalami infeksi dengan kriteria
hasil: 5. Ganti letak IV perifer dan dressing
1. Klien bebas dari tanda dan gejala sesuai dengan petunjuk umum
infeksi. 6. Gunakan kateter intermiten untuk
2. Menunjukkan kemampuan untuk menurunkan infeksi kandung kencing
mencegah timbulnya infeksi. 7. Tingkatkan intake nutrisi
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 8. Berikan terapi antibiotik:....................
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat. 9. Monitor tanda dan gejala infeksi
5. Status imun, gastrointestinal, sistemik dan local
genitourinaria dalam batas normal 10. Monitor adanya luka
11. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
3. NOC: 1. Kaji adanya alergi makanan
a. Nutritional status: Adequacy of 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
b. Nutritional Status : food and Fluid yang dibutuhkan pasien
Intake 3. Monitor adanya penurunan BB dan gula
c. Weight Control darah
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4. Monitor lingkungan selama makan
selama 3x24 jam. nutrisi kurang teratasi 5. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
dengan indikator: tidak selama jam makan
1. Albumin serum 6. Monitor mual dan muntah
2. Pre albumin serum 7. Monitor pucat, kemerahan, dan
3. Hematokrit kekeringan jaringan konjungtiva
4. Hemoglobin 8. Monitor intake nuntrisi
5. Total iron binding capacity 9. Informasikan pada klien dan keluarga
6. Jumlah limfosit tentang manfaat nutrisi.
10. Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
11. Anjurkan banyak minum
4. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Sleep Enchancement :
selama 3x24 jam perawatan gangguan 1. Kaji pola istirahat tidur klien.
pola tidur pasien dapat teratasi dengan 2. Berikan posisi nyaman
kriteria hasil : 3. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan
- Jumlah jam tidur dalam batas normal tenang
( 6-8 jam ) 4. Berikan HE tentang pentingnya pola
- Pola tidur, kualitas dalam batas tidur yang adekuat
normal
- Perasaan segar/fresh sesudah
tidur/istrhat.
DAFTAR PUSTAKA

Bruner & Suddarth. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. EGC: Jakarta.

Doenges. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan


Pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. (2012). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.UI: Media.

Price, Sylvia A. (2011). Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. (2008). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai