Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Defenisi

Hepatoma ( Hepatocellular Carcinoma / HCC ) adalah tumor ganas


hati primer yang berasal dari hepatosit (kanker hati primer). Hepatoma juga
dikenali dengan nama lain yaitu kanker hati primer, hepatokarsinoma dan
kanker hati. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda. Bagaimanapun sel-
sel hati (hepatocytes) membentuk sampai 80 % dari jaringan hati, jadi
mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95 %) timbul
dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hapatocellular kanker ) atau
Karsinoma (Putra, 2011)

Hepatocellular carcinoma (HCC) atau Hepatoma adalah keganasan


paling umum keenam di seluruh dunia dan merupakan penyebab
meningkatnya mortalitas terkait kanker serta merupakan penyebab utama
kematian pada pasien dengan sirosis ( Abhijeet, 2015).

Kanker hati primer (PHC) adalah salah satu tumor ganas yang paling
umum dengan 90-95% kanker hati adalah karsinoma hepatoseluler (HCC).
Kanker hati tidak menunjukkan gejala pada tahap awal, sedangkan gejala
klinis terbukti pada tahap lanjut, yang mengarah ke efek kuratif yang tidak
memuaskan. Pada tahun 2008, HCC terdaftar sebagai jenis kanker paling
mematikan ketiga (1). Temuan dari studi sebelumnya menunjukkan bahwa
diagnosis dini HCC dan pengobatan yang efektif cenderung memperpanjang
masa hidup pasien kanker hati (2). Dengan demikian, identifikasi penanda
sensitivitas dan spesifisitas tinggi baru untuk HCC sangat penting ( Qiang Ju,
2013)
B. Etiologi
Hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifactor dan
multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan proses banyak
tahapan dan peran serta banyak onkagen dan gen terkait, mutasi multi genik.
Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus hepatitis,
aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan tiga factor utama yang
terkait dengan timbulnya hepatoma (Putra, 2011)
1. Virus Hepatitis
a. HBV (Hepatitis B)
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
terbukti kuat, baik secara epidemologis klinis maupun eksperimental.
Karsinogenisitas HBV terhadap hati terjadi melalui proses inflamasi
kronik, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu dan aktifitas
protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya,
perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.
b. HCV (Hepatitis C)
Infeksi HCV berperan penting dalam pathogenesis hepatoma pada
pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit
hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif, interval antara
saat transfuse hingga terjadinya hepatoma dapat mencapai 29 tahun.
Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas
nekroinfiamasi kronik dan sianosis hati.
2. Alkohol
Sirosis hati yang disebabkan konsumsi alcohol yang berlebih ternyata
merupakan penyebab utama terjadinya kanker hati di usia lanjut. Hal ini
didukung dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa komsumsi alcohol
>50-70 gram perhari dan dalam jangka waktu yang lama ternyata tidak
hanya meningkatkan risiko terbentukya sirosis hati namun juga
mempercepat terjasinya sirosis pada penderita hepatitis C dan kanker hati
3. Diabetes Melitus (DM)
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan factor resiko baik untuk
penyakit hati kronik maupun kanker hati melalui terjadinya perlemakan
hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Disamping itu DM
dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin yang merupakan factor
promotes potensial untuk kanker.
4. Idiopatik
Antara 15-40 % kanker hati ternyata tidak diketahui penyebabnya
walaupun sudah dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh. Beberapa
penjelasan menyebutkan peranan perlemakan hati yang bukan disebabkan
oleh alcohol dipercaya dapat menyebabkan kerusakan sel hati yang luas
yang pada akhirnya menimbulkan sirosis dan kanker hati.
5. Sirosis
Individu-individu dengan kebanyakan tipe-tipe sirosis hati berada pada
risiko yang meningkat mengembangkan kanker hati. Sebagai tambahan
pada kondisi-kondisi yang digambarkan diatas (hepatitis B, hepatitis C,
alcohol dan hemoehomatosis). Kekurangan alpha 1 anti-trypsin, suatu
kondisi yang diturunkan yang dapat menyebabkan sirosis dan menjurus
pada kanker hati. Kanker hati juga dihubungkan sangat erat dengan
kelainan biokimia pada masa kanak-kanak yang berakibat pada sirosis
dini. Penyebab-penyebab tertentu dari sirosis lebih jarang dikaitkan
dengan kanker hati daripada penyebab-penyebab lainnya. Contohnya,
kanker hati jarang terlihat dengan sirosis pada penyakit Wilson
(metabolisme tembaga yang abnormal) atau primary selerosing
cholangitis (luka parut dan penyempitan pembuluh-pembuluh empedu
yang kronis).
C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis berupa rasa nyeri tumpul umumnya dirasakan oleh
penderita dan mengenai perut bagian kanan atas, di epigastrium atau pada
kedua tempat epigastrium dan hipokondrium kanan. Nyeri yang terjadi terus
menerus sering menjadi lebih hebat bila bergerak. Nyeri terjadi sebagai akibat
pembesaran hati, peregangan glison dan rangsangan peritoneum. Terdapat
benjolan di daerah perut bagian kanan atas atau di epigastrium. Perut
membesar karena adanya asites yang disebabkan oleh sirosis atau karena
adanya peneybaran karsinoma hati ke peritoneum (Siregar Gontar A, 2010).
Umumnya terdapat keluhan mual dan muntah, perut terasa penuh,
nafsu makan berkurang dan berat badan menurun dengan cepat. Yang paling
penting dari manifestasi klinis sirosis adalah gejala-gejala yang berkaitan
dengan terjadinya hipertensi portal yang meliputi asites, pendarahan karena
varises esofagus, dan ensefalopati (Siregar Gontar A, 2010).

D. Patofisiologi
Beberapa faktor patogenesis karsinoma hepatoseluler telah
didefinisikan baru-baru ini. Hampir semua tumor di hati berada dalam konteks
kejadian cedera kronik (chronic injury ) dari sel hati, peradangan dan
meningkatnya kecepatan perubahan hepatosit. KHS biasanya merupakan
perkembangan dari hepatitis kronis/sirosis di mana ada mekanisme
peradangan terus menerus dan regenerasi dari sel hepatosit (Nadhim, 2016)
Hepatoma 75% berasal dari sirosis hati yang lemah/menahun.
Khususnya yang disebabkan oleh alkoholik dan postnekrotik. Pedoman
diagnostik yang paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati
mendadak (simbolon, dkk 2015)
Karsinoma hepatoselular merupakan komplikasi yang bisa berasal dari
infeksi Virus hepatitis B, namun mekanisme pasti timbulnya KHS karena
infeksi VHB kronis masih belum jelas. Diduga respon imun terhadap VHB
berperan dalam timbulnya KHS. Pasien dengan tanda infeksi VHB aktif
berisiko 10,4 kali lebih besar dibanding dengan pasien tanpa infeksi aktif.
Pada bayi dan anak, terdapat 2 pola penularan, secara vertikal dan horizontal.
Penularan horizontal dari orang tua terjadi melalui jalur parenteral seperti
transfusi, suntikan dengan jarum suntik tercemar, tindik kuping, khitan atau
melalui luka. Penularan secara vertikal terjadi saat proses persalinan, akibat
darah ibu yang mengkontaminasi bayi. Infeksi perinatal ini berperan sebagai
penyebab kronisitas dan keganasan karena daya penghancur hepatosist yang
mengandng VHB pada bayi belum sempurna, sehingga DNA virus lebih luas
berintegrasi dengan DNA hepatosit (Nadhim, 2016).

Antivirus sel T berperan penting dalam mengontrol infeksi VHB,


respon sel T yang kuat pada pasien VHB akan membunuh virus sehingga
pasien menjadi sembuh, namun hal ini tidak terjadi pada penderita infeksi
VHB kronis, dimana respon sel T tidak efektif. Respons sel T yang tidak
efektif ini akan menyebabkan infeksi persisten pada penderita infeksi VHB
kronis. Infeksi VHB kronis ini merupakan lingkungan mitogenik dan
mutagenik yang akan merusak susunan genetik dan kromosom sel, dimana
DNA VHB akan masuk dalam susunan DNA sel, terjadi microdeletions pada
DNA sel sehingga kontrol pertumbuhan sel terganggu. Diagnosa sulit
ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor
yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lain. Pada kasus kronis
terjadi siklus penghancuran dan regenerasi sel hati terinfeksi yang akan
berakhir pada KHS (Nadhim, 2016).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin total, aspartate aminotransferase (AST), fosfatase
alkali, albumin, dan waktu prothrombin menunjukan hasil yang konsisten
dengan sirosis.
2. Alpha-fetoprotein (AFP) meningkat pada 75% kasus.
3. Radiografi.
a. Foto toraks, dilakukan untuk mendeteksi adanya metastasis paru.
b. CT Scan. Dilakukan untuk pasien Hepatocelullar carcinoma karena
meningkatnya AFP. Setiap tes memiliki 70-80% kesempatan untuk
menemukan lesi soliter.
c. MRI dapat mendeteksi lesi lebih dan juga dapat digunakan untuk
menetukan aliran dalam vena vortal.
d. USG untuk mencari tanda-tanda sirosis dalam atau pada permukaan
hati.
e. Biopsi. Biopsi sering diperlukan untuk membuat diagnosis. Secara
umum, core biopsi lebih disukai dari biopsi jarum halus. Biopsi
umumnya diperoleh melalui perkutaneus dibawah bimbingan
ultrasonographic atau CT. sebelum mendapatkan biopsy, paracentesis
volume besar mungkin berguna pada pasien dengan asites massif;
selain itu, transfuse trombosit mungkin diperlukan pada pasien dengan
sirosis dengan trombositopenia berat (<50.000). Resiko pendarahan
tidak berkolerasi dengan peningkatan dalam waktu prothombin.

G. Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
Kemoterapi regional meliputi penginfusan agens yang sangat
dimetabolisasi oleh hari melalui arteri hepatik.Ini sangat meningkatkan
dosis obat yang diberikan ke tumor, tetapi meminimalkan efek samping
sisterik.Kemoterapi intra arterial dapat diberikan melalui kateter
sementara yang dipasang ke dalam arteri aksilaatau
femoralis.Komplikasi metode ini meliputi trombosis hepatik dan arteri
intraabdomenlain, perubahan posisi kateter, sepsis dan hemoragi.Obat
juga dapat diberikan melalui pompa yang dapat ditanam, yang
memberikan keuntungan dengan membuat pasien tetap dapat berjalan
dan menurunkan komplikasi terkait kateter.Agens yang digunakan
paling sering untuk kemoterapi intraarterial adalah flokuridin (FUDR)
dan 5-FU.Obat lain yang digunakan meliputi sisplatin, doksorubisin,
mitomisin-C, dan diklorometotrekstat.
2. Terapi Radiasi
Meskipun kanker hati diyakini sebagai tumor tumor radiosensitive,
penggunaan terapi radiasi dibatasi oleh intoleransi relative parenkim
normal. Semua hati akan metoleransi 3000cGy. Pada dosis ini insidensi
hepatitis radiasi adalah 5% sampai 10%.Pengobatan atau remisi jangka
panjang kanker hati memerlukan dosis lebih tinggi secara signifikan.
3. Terapi Bedah
Pembedahan adalah satu-satunya penanganan kuratif potensial untuk
pasien kanker hati.Sayangnya hanya 25% pasien memenuhi kriteria
untuk reseksi hati. Terdapat tiga macam terapi bedah, yaitu:
a. Hepatektomi Parsial.
Di Amerika Serikat, resksi mungkin hanya 5% dari pasien. Secara
umum, Hepatocellular carcinoma memiliki lesi soliter pada
sebagian lobus hati sehingga dengan intervensi hepaktomi parsial
pada sebagian lobus hati memberikan hasil terbaik untuk
optimalisasi fungsi hati yang tersisa ( Poon, 2001 ).
b. Transplantasi.
Banyak pasien tidak dicalonkan pada hepaktetomi parsial karena
luasnya penyakit hati. Beberapa pasien ini baik kandidat untuk
transplantasi hati karena memiliki potensi untuk menghilangkan
kanker, menyembuhkan penyakit hati yang mendasari
c. Ablasi tumor local
Suntikan etanol Intratumoral atau asam asetat, terapi panas (
melalui radioterapi atau laser ablation ), atau dingin (
cryoablation dengan nitrogen cair ) dapat digunakan untuk
mengontrol tumor secara local lebih kecil dari 4-5 cm. Teknik-
teknik ini sering dilakukan secara perkutaneus sebagai prosedur
rawat jalan ( Qiang Ju, 2013)
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian hepatoma terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan


fisik dan evaluasi diagnostik.Pada pengkajian anamnesis didapatkan sesuai
dengan kondisi klinik perkembangan penyakit.Keluhan pasien yang lazim
didapatkan biasanya sirosis hepatis, meliputi icterus, pruritus, perdarahan
gastrointestinal, kaheksia, asites, keluhan yang berhubungan dengan hepatik
ensefalopati dan nyeri abdomen kanan atas (jarang).
Pada pengkajian riwayat sekarang, pengkajian anamnesisakan
didapatkan hampir sama dengan pasien sirosis hepatis, keluhan gangguan
gastrointestinal didapatkan pada hampir semua pasien hepatoma, seperti:
mual, muntah, dan anoreksia. Keluhan ini akan bertambah parah apabila
pasien mendapat intervensi kemoterapi dan radiasi.
Pengkajian riwayat penyakit dahulu didapatkan adanya riwayat
menderita sirosis hepatis yang berhubungan dengan hepatitis virus, khususnya
hepatitis B dan C, riwayat penggunaan alcohol, dan riwayat penyakit kuning
yang penyebabnya belum jelas.
Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta
perlunya pemenuhan informasi intervensi keperawatan, pengobatan, dan
rencana pembedahan.
Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan, serta
perlunya pemenuhan informasi intervensi keperawatan dan pengobatan. Pada
pasien dalam kondisi terminal, pasien dan keluarga membutuhkan dukungan
perawat atau ahli spiritual sesuai dengan keyakinan pasien. Pemeriksaan fisik,
survey umum bisa terlihat sakit ringan, gelisah sampai sangat lemah.TTV
biasa normal atau bisa didapatkan perubahan, seperti takikardia dan
peningkatan pernapasan.
Pada pemerikasaan fisik fokus akan didapatkan:
1. Inspeksi : ikterus merupakan tanda khas, terutama pada sclera. Pasien
terlihat kelelahan (fatigue), asites, edema perifer, dan didapatkan
perdarahan dari muntah (hematemesis) dan melena.
2. Auskultasi: biasanya bising usus normal.
3. Perkusi : nyeri ketuk pada kuadran kanan atas.
4. Palpasi : hepatosplenomegali. Nyeri palpasi kuadran kanan atas
mungkin ada.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan pada hepar
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan pembengkakan hati
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah dan
penurunan intake.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema dan ekspansi paru
menurun.
5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pembekuan darah.
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan pada hepar
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan: 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian
Agen injuri (biologi, kimia, 2. pain control, nyeri secara
fisik, psikologis), kerusakan 3. comfort level komprehensif
jaringan Setelah dilakukan termasuk lokasi,
tinfakan keperawatan karakteristik, durasi,
DS: selama …. Pasien tidak frekuensi, kualitas
1. Laporan secara verbal mengalami nyeri, dengan dan faktor
DO: kriteria hasil: presipitasi
1. Posisi untuk menahan 1. Mampu mengontrol 2. Observasi reaksi
nyeri nyeri (tahu penyebab nonverbal dari
2. Tingkah laku berhati- nyeri, mampu ketidaknyamanan
hati menggunakan tehnik 3. Bantu pasien dan
3. Gangguan tidur (mata nonfarmakologi keluarga untuk
sayu, tampak capek, untuk mengurangi mencari dan
sulit atau gerakan nyeri, mencari menemukan
kacau, menyeringai) bantuan) dukungan
4. Terfokus pada diri 2. Melaporkan bahwa 4. Kontrol lingkungan
sendiri nyeri berkurang yang dapat
5. Fokus menyempit dengan mempengaruhi nyeri
(penurunan persepsi menggunakan seperti suhu
waktu, kerusakan manajemen nyeri ruangan,
proses berpikir, 3. Mampu mengenali pencahayaan dan
penurunan interaksi nyeri (skala, kebisingan
dengan orang dan intensitas, frekuensi 5. Kurangi faktor
lingkungan) dan tanda nyeri) presipitasi nyeri
6. Tingkah laku distraksi, 4. Menyatakan rasa 6. Kaji tipe dan
contoh : jalan-jalan, nyaman setelah nyeri sumber nyeri untuk
menemui orang lain berkurang menentukan
dan/atau aktivitas, 5. Tanda vital dalam intervensi
aktivitas berulang- rentang normal 7. Ajarkan tentang
ulang) 6. Tidak mengalami teknik non
7. Respon autonom gangguan tidur farmakologi: napas
(seperti diaphoresis, dalam, relaksasi,
perubahan tekanan distraksi, kompres
darah, perubahan hangat/ dingin
nafas, nadi dan dilatasi 8. Berikan analgetik
pupil) untuk mengurangi
8. Perubahan autonomic nyeri: ……...
dalam tonus otot 9. Tingkatkan istirahat
(mungkin dalam 10. Berikan informasi
rentang dari lemah ke tentang nyeri seperti
kaku) penyebab nyeri,
9. Tingkah laku ekspresif berapa lama nyeri
(contoh : gelisah, akan berkurang dan
merintih, menangis, antisipasi
waspada, iritabel, nafas ketidaknyamanan
panjang/berkeluh dari prosedur
kesah) 11. Monitor vital sign
10. Perubahan dalam nafsu sebelum dan
makan dan minum sesudah pemberian
analgesik pertama
kali
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan pembengkakan hati
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Kelebihan Volume NOC : NIC :


Cairan 1. Electrolit and acid 1. Pertahankan catatan
Berhubungan dengan : base balance intake dan output
1. Mekanisme pengaturan 2. Fluid balance yang akurat
melemah 3. Hydration 2. Pasang urin kateter
2. Asupan cairan Setelah dilakukan jika diperlukan
berlebihan tindakan keperawatan 3. Monitor hasil lab
DO/DS : selama …. Kelebihan yang sesuai dengan
1. Berat badan meningkat volume cairan teratasi retensi cairan (BUN
pada waktu yang dengan kriteria: , Hmt , osmolalitas
singkat 1. Terbebas dari edema, urin )
2. Asupan berlebihan efusi, anaskara 4. Monitor vital sign
dibanding output 2. Bunyi nafas bersih, 5. Monitor indikasi
3. Distensi vena jugularis tidak ada retensi / kelebihan
4. Perubahan pada pola dyspneu/ortopneu cairan (cracles, CVP
nafas, dyspnoe/sesak 3. Terbebas dari distensi , edema, distensi
nafas, orthopnoe, suara vena jugularis, vena leher, asites)
nafas abnormal (Rales 4. Memelihara tekanan 6. Kaji lokasi dan luas
atau crakles), , pleural vena sentral, tekanan edema
effusion kapiler paru, output 7. Monitor masukan
5. Oliguria, azotemia jantung dan vital sign makanan / cairan
6. Perubahan status DBN 8. Monitor status
mental, kegelisahan, 5. Terbebas dari nutrisi
kecemasan kelelahan, kecemasan 9. Berikan diuretik
atau bingung sesuai interuksi
10. Kolaborasi
pemberian obat:
.................................
...
11. Monitor berat badan
12. Monitor elektrolit
13. Monitor tanda dan
gejala dari odema

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah dan penurunan


intake.
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Kekurangan Volume NOC: NIC :


Cairan 1. Fluid balance 1. Pertahankan catatan
Berhubungan dengan: 2. Hydration intake dan output
1. Kehilangan volume 3. Nutritional Status : yang akurat
cairan secara aktif Food and Fluid 2. Monitor status
2. Kegagalan Intake hidrasi (
mekanisme Setelah dilakukan kelembaban
pengaturan tindakan keperawatan membran mukosa,
selama….. defisit volume nadi adekuat,
cairan teratasi dengan tekanan darah
kriteria hasil:
DS : ortostatik ), jika
1. Haus 1. Mempertahankan diperlukan
urine output sesuai 3. Monitor hasil lab
DO: dengan usia dan BB, yang sesuai dengan
1. Penurunan turgor BJ urine normal, retensi cairan (BUN
kulit/lidah 2. Tekanan darah, nadi, , Hmt , osmolalitas
2. Membran suhu tubuh dalam urin, albumin, total
mukosa/kulit kering batas normal protein )
3. Peningkatan denyut 3. Tidak ada tanda 4. Monitor vital sign
nadi, penurunan tanda dehidrasi, setiap 15menit – 1
tekanan darah, Elastisitas turgor jam
penurunan kulit baik, membran 5. Kolaborasi
volume/tekanan nadi mukosa lembab, pemberian cairan IV
4. Pengisian vena tidak ada rasa haus 6. Monitor status
menurun yang berlebihan nutrisi
5. Perubahan status 4. Orientasi terhadap 7. Berikan cairan oral
mental waktu dan tempat 8. Berikan penggantian
6. Konsentrasi urine baik nasogatrik sesuai
meningkat 5. Jumlah dan irama output (50 –
7. Temperatur tubuh pernapasan dalam 100cc/jam)
meningkat batas normal 9. Dorong keluarga
8. Kehilangan berat 6. Elektrolit, Hb, Hmt untuk membantu
badan secara tiba-tiba dalam batas normal pasien makan
9. Penurunan urine 7. pH urin dalam batas 10. Kolaborasi dokter
output normal jika tanda cairan
10. HMT meningkat 8. Intake oral dan berlebih muncul
11. Kelemahan intravena adekuat meburuk
11. Atur kemungkinan
tranfusi
12. Persiapan untuk
tranfusi
13. Pasang kateter jika
perlu
14. Monitor intake dan
urin output setiap 8
jam

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema dan ekspansi paru menurun.
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:


berhubungan dengan : 1. Respiratory status : 1. Posisikan pasien
1. Hiperventilasi Ventilation untuk
2. Penurunan 2. Respiratory status : memaksimalkan
energi/kelelahan Airway patency ventilasi
3. Perusakan/pelemahan 3. Vital sign Status 2. Pasang mayo bila
muskulo-skeletal perlu
4. Kelelahan otot Setelah dilakukan 3. Lakukan fisioterapi
pernafasan tindakan keperawatan dada jika perlu
5. Hipoventilasi sindrom selama ………..pasien 4. Keluarkan sekret
6. Nyeri menunjukkan keefektifan dengan batuk atau
7. Kecemasan pola nafas, dibuktikan suction
8. Disfungsi dengan kriteria hasil: 5. Auskultasi suara
Neuromuskuler 1. Mendemonstrasikan nafas, catat adanya
9. Obesitas batuk efektif dan suara tambahan
10. Injuri tulang belakang suara nafas yang 6. Berikan
bersih, tidak ada bronkodilator :……
DS: sianosis dan dyspneu …………..
1. Dyspnea (mampu …………………….
2. Nafas pendek mengeluarkan 7. Berikan pelembab
DO: sputum, mampu udara Kassa basah
1. Penurunan tekanan bernafas dg mudah, NaCl Lembab
inspirasi/ekspirasi tidakada pursed lips) 8. Atur intake untuk
2. Penurunan pertukaran 2. Menunjukkan jalan cairan
udara per menit nafas yang paten mengoptimalkan
3. Menggunakan otot (klien tidak merasa keseimbangan.
pernafasan tambahan tercekik, irama nafas, 9. Monitor respirasi
4. Orthopnea frekuensi pernafasan dan status O2
5. Pernafasan pursed-lip dalam rentang normal, 10. Bersihkan mulut,
6. Tahap ekspirasi tidak ada suara nafas hidung dan secret
berlangsung sangat abnormal) trakea
lama 3. Tanda Tanda vital 11. Pertahankan jalan
7. Penurunan kapasitas dalam rentang normal nafas yang paten
vital (tekanan darah, nadi, 12. Observasi adanya
8. Respirasi: < 11 – 24 x pernafasan) tanda tanda
/mnt hipoventilasi
13. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
14. Monitor vital sign
15. Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik
relaksasi untuk
memperbaiki pola
nafas.
16. Ajarkan bagaimana
batuk efektif
17. Monitor pola nafas

5. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pembekuan darah.


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil

Risiko Injury NOC : NIC : Environment


1. Risk Kontrol Management
Faktor-faktor risiko :
2. Immune status (Manajemen
Eksternal
1. Fisik (contoh : 3. Safety Behavior lingkungan)

rancangan struktur dan Setelah dilakukan 1. Sediakan

masyarakat, tindakan keperawatan lingkungan yang


arahan
bangunan dan atau selama…. Klien tidak aman untuk pasien

mode mengalami injury dengan 2. Identifikasi


perlengkapan;
transpor atau cara kriterian hasil: kebutuhan

perpindahan; Manusia 1. Klien terbebas dari keamanan pasien,


cedera sesuai dengan
atau penyedia
2. Klien mampu kondisi fisik dan
pelayanan)
menjelaskan fungsi kognitif
2. Biologikal ( contoh :
tingkat imunisasi dalam cara/metode pasien dan riwayat
masyarakat, untukmencegah penyakit terdahulu
mikroorganisme) injury/cedera pasien
3. Kimia (obat- 3. Klien mampu 3. Menghindarkan
obatan:agen farmasi, menjelaskan factor lingkungan yang
alkohol, kafein, nikotin, risiko dari berbahaya
bahan pengawet, lingkungan/perilaku (misalnya
kosmetik; nutrien: personal memindahkan
vitamin, jenis makanan; 4. Mampumemodifikasi perabotan)
racun; polutan) gaya hidup 4. Memasang side
4. Internal untukmencegah injury rail tempat tidur
5. Psikolgik (orientasi 5. Menggunakan fasilitas 5. Menyediakan
afektif) kesehatan yang ada tempat tidur yang
6. Mal nutrisi 6. Mampu mengenali nyaman dan bersih
7. Bentuk darah perubahan status 6. Menempatkan
abnormal, contoh : kesehatan saklar lampu
leukositosis/leukopenia ditempat yang
8. Perubahan faktor mudah dijangkau
pembekuan, pasien.
9. Trombositopeni 7. Membatasi
10. Thalassemia, pengunjung
11. Penurunan Hb, 8. Memberikan
12. Imun-autoimum tidak penerangan yang
berfungsi. cukup
13. Biokimia, fungsi 9. Menganjurkan
regulasi (contoh : tidak keluarga untuk
berfungsinya sensoris) menemani pasien.
14. Disfugsi gabungan 10. Mengontrol
15. Disfungsi efektor lingkungan dari
16. Hipoksia jaringan kebisingan
17. Perkembangan usia 11. Memindahkan
(fisiologik, psikososial) barang-barang
18. Fisik (contoh : yang dapat
kerusakan kulit/tidak membahayakan
utuh, berhubungan 12. Berikan penjelasan
dengan mobilitas) pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung
adanya perubahan
status kesehatan
dan penyebab
penyakit.

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.


Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


Berhubungan dengan : 1. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya
1. Tirah Baring atau 2. Toleransi aktivitas pembatasan klien
imobilisasi 3. Konservasi eneergi dalam melakukan
2. Kelemahan Setelah dilakukan tindakan aktivitas
menyeluruh keperawatan selama …. 2. Kaji adanya
3. Ketidakseimbangan Pasien bertoleransi terhadap faktor yang
antara suplei oksigen aktivitas dengan Kriteria menyebabkan
dengan kebutuhan Hasil : kelelahan
2. Gaya hidup yang 1. Berpartisipasi dalam 3. Monitor nutrisi
dipertahankan. aktivitas fisik tanpa dan sumber
DS: disertai peningkatan energi yang
1. Melaporkan secara tekanan darah, nadi adekuat
verbal adanya dan RR 4. Monitor pasien
kelelahan atau 2. Mampu melakukan akan adanya
kelemahan. aktivitas sehari hari kelelahan fisik
2. Adanya dyspneu atau (ADLs) secara mandiri dan emosi secara
ketidaknyamanan saat 3. Keseimbangan berlebihan
beraktivitas. aktivitas dan istirahat 5. Monitor respon
DO : kardivaskuler
terhadap aktivitas
1. Respon abnormal dari (takikardi,
tekanan darah atau disritmia, sesak
nadi terhadap aktifitas nafas, diaporesis,
2. Perubahan ECG : pucat, perubahan
aritmia, iskemia hemodinamik)
6. Monitor pola
tidur dan lamanya
tidur/istirahat
pasien
7. Kolaborasikan
dengan Tenaga
Rehabilitasi
Medik dalam
merencanakan
progran terapi
yang tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
9. Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan
sosial
10. Bantu untuk
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
11. Bantu untuk
mendpatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
12. Bantu untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
disukai
13. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan diwaktu
luang
14. Bantu
pasien/keluarga
untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
16. Bantu pasien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
17. Monitor respon
fisik, emosi,
sosial dan
spiritual
DAFTAR PUSTAKA

Grazie Le Marco dkk. 2013. Chemotherapy for Hepatocellular Carcinoma : The


Present and The Future : Mol Clin Oncol
Putra Andrie. 2011. Hepatoma : Fakultas Kedokteran Ukrida Rumah Sakit Umum
Daerah Koja Jakarta
Nadhim Muhammad. 2016. Distribusi Geografis dan Tingkat Keparahan Pasien
Karsinoma Hepatoseluler : Fakultas Pendidikan Kedokteran Diponegoro
Waghray, Abhijeet dkk. 2017. Hepatocellular Carcinoma From Diagnosis to
Treatment : Word J Hepatol
Qiang Ju, dkk. 2015. Tumor Markers For Hepatocellular Carcinoma : Mol Clin
Oncol

Anda mungkin juga menyukai