Anda di halaman 1dari 56

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hepatoma (Karsinoma Hepatoselluer ) atau disebut juga kanker hati adalah
salah satu kasus penyebab kematian tertinggi akibat kanker (Obayya, 2016 ).
HCC merupakan pertumbuhan sel yang berlangsung secara tidak normal pada
bagian hati yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel dalam hati yang
memiliki kemampuan membelah dan disertai dengan perubahan sel hati menjadi
ganas (ButarButar, 2017)
Menurut Depkes RI (2019), prevalensi penyakit kanker secara keseluruhan
pada penduduk tertinggi pada kelompok usia 75 tahun ke atas, yaitu sebesar 5%
dan pravalensi terendah pada anak kelompok usia 1-4 tahun dan 5-14 tahun
sebesar 0,1%. Kasus HCC yang ditemukan di Indonesia pada usia 50 -60 tahun
didominasi pada laki-laki. Perbandingan kasus yang terjadi antara laki-laki dan
perempuan berkisar antara 2-6 : 1. HCC pada laki-laki menempati peringkat
kelima dan untuk perempuan menempati peringkat kesembilan untuk kasus HCC
(ButarButar, 2017).
Beberapa faktor penyebab dari Hepatocelluler Carcinoma (HCC) diantaranya,
yaitu infeksi virus hepatitis B (HBV), infeksi virus hepatitis (HCV), sirosis hati,
alfatoksin dan alkohol (Gurakar, 2013). HCC sering kali tidak dapat terdiagnosis
karena gejala kanker tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau
hepatitis kronis. Gejala dari kanker hati juga jarang ditemukan sampai kanker
memasuki tahap akhir (ButarButar, 2017).
Nyeri akut pada pasien hepatoma disebabkan hepatitis, invasi
virus,kerusakan sel parenkim reticulum endoplasma, merangsal sel mast
mengeluarkan mediatar kimia, nosiseptor terangsang, proses tranduksi, transmisi,
modulasi, persepsi nyeri, nyeri akut. Pada perut bagian atas sebelah kanan dan
dapat terjadi proses tranduksi, transmisi sehingga menyebabkan nyeri pada bagian
perut. Nyeri akut memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif,
memiliki onset yang tiba-tiba terlokalisir dan berdurasi singkat kurang dari 6
bulan.
Fungsi nyeri akut adalah untuk memberi peningkatan cedera akut penyakit
yang akan datang. Nyeri akut biasanya akan menghilang dengan atau tanpa
pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali. Nyeri akut terkadang disertai
oleh aktivitas sistem saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala-gejala
seperti peningkatan, tekanan darah, peningkatan respirasi, peningkatan denyut
jantung, diaphoresis dan dilatasi pupil. Klien yang mengalami nyeri akut akan
memperlihatkan respon emosi dan perilaku seperti menangis,mengerang
kesakitan, mengerutkan wajah atau menyeringai. Klien akan melaporkan secara
verbal adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri akut yang dirasakan
(Prasetyo, 2010).
BAB II
KONSEP TEORI

1. DEFINISI
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer dan paling
sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma
maligna, fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma. Hepatocellular Carcinoma
(HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma Hepato
Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati (Misnadiarly,
2017).
2. ETIOLOGI

a. Virus Hepatitis B

Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma


terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental.
Sebagian besar wilayah yang hiperendemik HBV menunjukkan angka
kekerapan hepatoma yang tinggi. Umur saat terjadinya infeksi merupakan
faktor resiko penting karena infeksi HBV pada usia dini berakibat akan
terjadinya kronisitas. Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi
melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit,
integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein
spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan
hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara
tidak langsung akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa
gen yang berubah akibat HBV. Infeksi HBV dengan pajanan agen
onkogenik seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya hepatoma
tanpa melalui sirosis hati.
b. Virus Hepatitis C
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan faktor resiko
penting dari hepatoma. Infeksi HCV telah menjadi penyebab paling umum
karsinoma hepatoseluler di Jepang dan Eropa, dan juga bertanggung jawab atas
meningkatnya insiden karsinoma hepatoseluler di Amerika Serikat, 30% dari kasus
karsinoma hepatoseluler dianggap terkait dengan infeksi HCV. Sekitar 5-30%
orang dengan infeksi HCV akan berkembang menjadipenyakit hati kronis. Dalam
kelompok ini, sekitar 30% berkembang menjadi sirosis, dan sekitar 1-2% per tahun
berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler. Resiko karsinoma hepatoseluler
pada pasien dengan HCV sekitar 5% dan muncul 30 tahun setelah infeksi.
Penggunaan alkohol oleh pasien dengan HCV kronis lebih beresiko terkena
karsinoma hepatoseluler dibandingkan dengan infeksi HCV saja. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa penggunaan antivirus pada infeksi HCV kronis dapat
mengurangi risiko karsinoma hepatoseluler secara signifikan.
c. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Penyebab utama sirosis di
Amerika Serikat dikaitkan dengan alkohol, infeksi hepatitis C, dan infeksi hepatitis
B. Setiap tahun, 3-5% dari pasien dengan sirosis hati akan menderita hepatoma.
Hepatoma merupakan penyebab utama kematian pada sirosis hati. Pada otopsi pada
pasien dengan sirosis hati , 20-80% di antaranya telah menderita hepatoma.
d. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) meruapakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogen. Aflatoksin B1 ditemukan di seluruh dunia dan terutama banyak
berhubungan dengan makanan berjamur.1 Pertumbuhan jamur yang menghasilkan
aflatoksin berkembang subur pada suhu 13°C, terutama pada makanan yang
menghasilkan protein. Di Indonesia terlihat berbagai makanan yang tercemar dengan
aflatoksin seperti kacang-kacangan, umbi-umbian (kentang rusak, umbi rambat
rusak,singkong, dan lain-lain), jamu, bihun, dan beras berjamur. Salah satu
mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi
pada gen supresor tumor p53. Berbagai penelitian dengan menggunakan biomarker
menunjukkan ada korelasi kuat antara pajanan aflatoksin dalam diet dengan
morbiditas dan mortalitas hepatoma.
e. Obesitas
Suatu penelitian pada lebih dari 900.000 individu di Amerika Serikat diketahui
bahwa terjadinya peningkatan angka mortalitas sebesar 5x akibat kanker pada
kelompok individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40 kg/m 2) dibandingkan
dengan kelompok individu yang IMT-nya normal. Obesitas merupakan faktor resiko
utama untuk non-alcoholic fatty liver disesease (NAFLD), khususnya non-alcoholic
steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian
berlanjut menjadi hepatoma.
f. Diabetes Mellitus

Tidak lama ditengarai bahwa DM menjadi faktor resiko baik untuk


penyakit hati kronis maupun untuk hepatoma melalui terjadinya
perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping
itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like
growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk
kanker. Indikasi kuatnya aasosiasi antara DM dan hepatoma terlihat dari
banyak penelitian. Penelitian oleh El Serag dkk. yang melibatkan173.643
pasien DM dan 650.620 pasien bukan DM menunjukkan bahwa insidensi
hepatoma pada kelompok DM lebih dari dua kali lipat dibandingkan
dengan insidensi hepatoma kelompok bukan DM.
g. Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum


berat alkohol (>50-70 g/hari atau > 6-7 botol per hari) selama lebih dari 10
tahun meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler 5 kali lipat. Hanya
sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme
juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan hepatoma pada
pengidap infeksi HBV atau HVC. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik
terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg
positif atau anti-HCV positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik
alkohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV.
3. PATOFISIOLOGI
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama/menahun. Khususnya yang
disebabkan oleh alkoholik dan post nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting
adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Pada penderita
sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak. Matastase ke hati dapat
terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker. Diagnosa sulit ditentukan,
sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai penyebaran tumor yang luas, sehingga
tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.
Stadium hepatoma :

a. Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm

b. Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada
segment I atau multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus
kiri hati
c. Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV)
atau ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi
peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh
empedu (biliary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau
lobus kiri hati
d. Stadium IV :Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus
kanan dan lobus kiri hati. atau tumor dengan invasi ke dalam
pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh
empedu (biliary duct) atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di
luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa
(vena lienalis) atau vena cava inferior-atau adanya metastase keluar
dari hati (extra hepatic metastase).

4. MANIFESTASI KLINIS

a. Gangguan nutrisi

b. Penurunan berat badan yang baru saja terjadi

c. Kehilangan kekuatan

d. Anoreksia

e. Anemia

f. Nyeri abdomen dapat ditemukan, disertai dengan pembesaran hati


yang cepat serta permukaan yang teraba ireguler pada palpasi.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Biopsi
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy)
terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada
pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu
hepatoma. Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CTscann
mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi
dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang
berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh
mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan
tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di
sekitar tumor.
b) Radiologi
Untuk mendeteksi kanker hati stadium dini dan berperan sangat menentukan
dalam pengobatannya. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di dalam hati
berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah,dua buah atau lebih atau
bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau berkelompok di
dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.
c) Ultrasonografi
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati yang
normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen). USG conventional
hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker hatidiameter 2 cm – 3 cm saja. Tapi
bila USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik sistem
bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm – 2 cm13, namun nilai akurasi
ketepatan diagnosanya hanya 60%.
d) CT scan
CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati dalam
satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat
sebagian- sebagian saja. CTscann dapat membuat gambar kanker dalam tiga
dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula memperlihatkan
hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
e) Angiografi
Angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker yang
kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran pada USG
bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa
memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.
f) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic
ResonanceAngiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan dan membuat
peta pembuluh darah kanker hati ini.

g) PET (Positron Emission Tomography)

Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis


kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan
dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan
bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang
terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga
tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah.
Di samping itu juga dapat melihat metastase (penyebaran).
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan
radiologi dan biopsi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan
besarnya ukuran kanker,lokasi kanker di bagian hati yang mana, apakah lesinya
tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat
besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya
metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah
ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati.
Tahap penatalaksanaan dibagi menjadi dua yaitu tindakan non-bedah dan tindakan
bedah.
1. Tindakan Bedah Hati Digabung dengan Tindakan Radiologi
Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan
bedah yaitu reseksi (pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga
reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang
seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker pada penderita,
karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar, untuk itu sebelum
menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara kanker dan jaringan
yang sehat. Radiologilah satu-satunya cara untuk menentukan perkiraan pasti
batas itu yaitu dengan pemeriksaan CT angiography yang dapat memperjelas
batas kanker dan jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu menentukan di mana
harus dibuat sayatan. Maka harus dilakukan CT angiography terlebih dahulu
sebelum dioperasi.

2. Dilakukan CT angiography
Membuat peta pembuluh darah kanker sehingga jelas terlihat pembuluh
darah mana yang bertanggung jawab memberikan makanan (feeding artery) yang
diperlukan kanker untuk dapat tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan
tindakan radiologi Trans Arterial Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan
memasukkan suatu zat yang dapat menyumbat pembuluh darah (feeding artery)
itu sehingga menyetop suplai makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian
kemampua hidup (viability) dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai
menghilang.
3. Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial
Chemotherapy (TAC) dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery lebih
dahulu kanker-nya disirami racun (chemotherapy) sehingga sel-sel kanker
yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai makanannya maka sel-sel
kanker benar-benar akan mati dan tak dapat berkembang lagi dan bila sel-
sel ini nanti terlepas pun saat operasi tak perlu dikhawatirkan, karena
sudah tak mampu lagi bertumbuh. Tindakan TAE digabung dengan
tindakan TAC yang dilakukan olehdokter spesialis radiologi disebut
tindakan Trans Arterial Chemoembolisation (TACE). Selain itu TAE ini
juga untuk tujuan supportif yaitu mengurangi perdarahan pada saat
operasi dan juga untuk mengecilkan ukuran kanker dengan demikian
memudahkan dokter ahli bedah.
4. Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu harus diperiksakan
pada dokter ahli patologi yaitu satu-satunya dokter yang berkompentensi
dan yang dapat menentukan dan memberikan kata pasti apakah benar
pinggir sayatan sudah bebas kanker. Bila benar pinggir sayatan bebas
kanker artinya sudahlah pasti tidak ada lagi jaringan kanker yang masih
tertinggal di dalam hati penderita. Kemudian diberikan chemotherapy
(kemoterapi) yang bertujuan meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi
tumbuh berkembang biak.
5. Pemberian Kemoterapi dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam
bahagian onkologi (medical oncologist) ini secara intra venous
(disuntikkan melalui pmbuluh darah vena) yaitu epirubucin/dexorubicin
80 mg digabung dengan mitomycine C 10 mg. Dengan cara pengobatan
seperti ini usia harapan hidup penderita per lima tahun 90% dan per 10
tahun 80%.
 TindakanNon-bedah Hati
Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada
stadium lanjut.. Termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah:
1) Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)
Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan
oksigen yang datangnyabersama aliran darah yang menyuplai sel tersebut.
Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga diperlukan banyak
makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak pembuluh darah
baru (neo-vascularisasi) yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh
darah yang sudah ada disebut pembuluh darah pemberi makanan (feeding
artery) Tindakan TAE ini menyumbat feeding artery. Caranya dimasukkan
kateter melalui pembuluh darah di paha (arteri femoralis) yang seterusnya
masuk ke pembuluh nadi besar di perut (aorta abdominalis) dan seterusnya
dimasukkan ke pembuluh darah hati (artery hepatica) dan seterusnya
masuk ke dalam feeding artery. Lalu feeding artery ini disumbat (di-
embolisasi) dengan suatu bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke
kanker dihentikan dan dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke
sel-sel kanker akan terhenti dan sel-sel kanker ini akan mati.
Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar terjamin
mati dan tak berkembang lagi.Dengan dasar inilah embolisasi dan injeksi
kemoterapi intra-arterial dikembangkan dan nampaknya memberi harapan
yang lebih cerah pada penderita yang terancam maut ini. Angka harapan hidup
penderita dengan cara ini per lima tahunnya bisa mencapai sampai 70% dan
per sepuluh tahunnya bisa mencapai 50%.
2) Infus Sitostatika Intra-arterial
Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang normal
berasal dari vena porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga sel-sel ganas
mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama dari sistem arteri hepatika. Bila
Vena porta tertutup oleh tumor maka makanan dan oksigen ke sel-sel hati
normal akan terhenti dan sel-sel tersebut akan mati. Dapatlah dimengerti
kenapa pasien cepat meninggal bila sudah ada penyumbatan vena porta ini .
Infus sitostatika intra-arterial ini dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang
besar tertutup oleh sel-sel tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat
dilakukan tindakan transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau
karena pasien menolak atau karena ketidakmampuan pasien. Sitostatika yang
dipakai adalah mitomycin C 10 – 20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-20
Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 – 200 cc. Atau dapat juga cisplatin
dan 5FU (5 Fluoro Uracil).
Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi infus
sitostatika intra-arterial, hanya kateter yang dipakai adalah double lumen
balloncatheter yang di-insert (dimasukkan) ke dalam arteri hepatika. Setelah
ballon dikembangkan terjadi sumbatan aliran darah, sitostatika diinjeksikan
dalam keadaan ballon mengembang selama 10 – 30 menit, tujuannya adalah
memperlama kontak sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini maka harapan
hidup pasien per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30%
dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah20% dan 10%.
3) Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)
Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak
semua tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan tak
mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang menjadi
pilihan satu satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini mudah dikerjakan,
aman, efek samping ringan, biaya murah, dan hasilnya pun cukup
memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada pasien stadium dini saja
dan tidak pada stadium lanjut. Sebagian besar peneliti melakukan
pengobatan dengan cara ini untuk kanker bergaris tengah sampai 5 cm,
walaupun pengobatan paling optimal dikerjakan pada garis tengah kurang
dari 3 cm. Pemeriksaan histopatologi setelah tindakan membuktikan bahwa
tumor mengalami nekrosis yang lengkap. Sebagian besar peneliti
menyuntikkan etanol perkutan pada kasus kanker ini dengan jumlah lesi
tidak lebih dari3 buah nodule, meskipun dilaporkan bahwa lesi tunggal
merupakan kasus yang paling optimal dalam pengobatan. Walaupun
kelihatannya cara ini mungkin dapat menolong tetapi tidak banyak
penelitian yang memadai dilakukan sehingga hanya dikatakan membawa
tindakan ini memberi hasil yang cukup baik.

4) Terapi Non-bedah Lanilla

Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya


dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi
(TAE) ataupun Trans Arterial Chemoembolisation ataupun
Trans Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi. Di
antaranya yaitu terapi Radio Frequency Ablation Therapy
(RFA),Proton Beam Therapy, Three Dimentional Conformal
Radiotherapy (3DCRT), Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat
palliatif (membantu) bukan kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya.
5) Tindakan Transplantasi Hati
Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada sirrhosis hati
dan ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau sudah hampir seluruh
hati terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker yang masuk ke vena porta
(thrombus vena porta) maka tidak ada jalan terapi yang lebih baik lagi dari
transplantasi hati. Transplantasi hati adalah tindakan pemasangan organ hati
dari orang lain ke dalam tubuh seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah
lain seperti operasi dan tindakan radiologi seperti yang disebut di atas tidak
mampu lagi menolong pasien.
Akan tetapi,langkah menuju transplantasi hati tidak mudah, pasalnya
ketersediaan hati untuk di-transplantasikan sangat sulit diperoleh seiring
kesepakatan global yang melarang jual beli organ tubuh.
Selain itu, biaya transplantasi tergolong sangat mahal. Dan pula sebelum proses
transplantasi harus dilakukan serangkaian pemeriksaan seperti tes jaringan
tubuh dan darah yang tujuannya memastikan adanya kesamaan/kecocokan tipe
jaringan tubuh pendonor dan pasien agar tidak terjadi penolakan terhadap hati
baru. Penolakan bisa berupa penggerogotan hati oleh zat-zat dalam darah yang
akan menimbulkan kerusakan permanen dan mempercepat kematian penderita.
Seiring keberhasilan tindakan transplantasi hati, usia pasien setidaknya akan
lebih panjang lima tahun.

7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran
cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom
hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan
fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan
sirkulasi darah Sindrom ini mempunyai risiko kematianyangtinggi. Terjadinya
gangguan ginjal pada pasien dengan sirosis hati ini baru dikenal pada akhir abad
19 dan pertamakali dideskripsikan oleh Flint dan Frerichs. Penatalaksanaan
sindrom hepatorenal masih belum memuaskan; masih banyak kegagalan sehingga
menimbulkan kematian. Prognosis pasien dengan penyakit ini buruk.

ASUHAN KEPERAWATAN HEPATOMA


1. PENGKAJIAN
a. Identitas

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, no. registrasi

b. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama: klien biasanya mengeluh mual, muntah, nyeri


perut kanan atas, pembesaran perut, berak hitam
2) Riwayat penyakit sekarang: biasanya klien awalnya mengalami
mual, nyeri perut kanan atas, berak hitam, kemudian perut klien
membesar dan sesak nafas.
3) Riwayat penyakit dahulu: biasanya klien pernah mengalami
penyakit hepatitis B atau C atau D. Dan mengalami sirosis hepatic
4) Riwayat penyakit keluarga: biasanya salah satu atau lebih keluarga
klien menderita penyakit hepatitis B atau C atau D. Biasanya ibu
klien menderita hepatitis B atau C atau D yang diturunkan kepada
anaknya pada waktu hamil.
5) Riwayat imunisasi: biasanya klien tidak diimunisasi untuk penyakit
hepatitis B

c. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Biasanya klien terlihat lemah, letih, dengan perut membesar dan sesak
nafas, penurunan BB.
2) TTV

TD: >120/80 mmHg

N: >100 x/mnt

RR: <16 x/mnt

S: >37,5oC
3) Kepala dan leher

Biasanya terjadi pernafasan cuping hidung, ikterus, muntah

4) Thoraks

Biasanya terjadi retraksi dada dikarenakan kesulitas bernafas,


penggunaan otot-otot bantu pernafasan
5) Abdomen
Biasanya terjadi pembesaran hati (hepatomegali), permukaan
hati terasa kasar, asites, nyeri perut bagian kanan atas dengan
skala 7-10, splenomegali
6) Ekstremitas

Biasanya terjadi gatal-gatal, kelenahan otot

7) Breath

Biasanya klien mengalami sesak nafas

8) Blood

Biasanya klien anemi dikarenakan adanya perdarahan

9) Brain

Jika sudah metastase akan terjadi enselofaty hepatik

10) Bowel

Biasanya klien mengalami anoreksia, mual, muntah, melena,


bahkan mungkin terjadi hematomesis. Terjadi penurunan BB,
turgor kulit lebih dari 2 detik, rambut kering, mukosa oral kering,
penurunan serum albumin.
11) Blader

Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh pekat

12) Bone

Jika terjadi metastase ke tulang akan terjadi nyeri tulang

d. Pola fungsi kesehatan

1) Pola aktivitas

Biasanya klien mengalami gangguan dalam beraktivitas dikarenakan


nyeri, kelemahan otot, mual, dan muntah
2) Pola nutrisi

Biasanya klien mengalami anoreksia, mual dan muntah

3) Pola eliminasi

Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh dan pekat.

4) Pola istirahat

Biasanya klien mengalami insomnia

5) Pola seksual
Biasanya klien mengalami penurunan libido

6) Pola spiritual

Biasanya klien terganggu dalam menjalani ibadah


2. DIAGNOSA
Menurut model keperawatan Virginia Henderson berfokus pada
keseimbangan fisiologis dengan membantu pasien dalam keadaan sehat
maupun sakit sehingga dapat menigkatkan kualitas hidup pasien yang
bertjuan mengembalikan kemandirian, kemampuan dan pengetahuan terhadap
kondisi yang dialami (Desmawati, 2019). Menurut (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017) diagnosa keperawatan pada Pasien dengan Ca Mamae adalah
(PPNI, 2017):
 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologi
 Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Interensi Keperawatan dilakukan berdasarakan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) dengan kriteria hasil
berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2019) :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologi (0077)
1) Tujuan umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ekspetasi
tingkat nyeri menurun.
2) Kriteria hasil:
a) Keluhan nyeri menurun
b) Meringis menurun
c) Sikap protektif menurun
d) Gelisah menurun
e) Kesulitan tidur menurun
f) Frekuensi nadi membaik
3) Intervensi
Manajemen nyeri (I.08238)
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karekteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgesic Terapeutik
j) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
k) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
l) Fasilitasi istirahat dan tidur
m)Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan (0022)
1) Tujuan umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ekspetasi
status cairan membaik
2) Kriteria hasil:
a) Kekuatan nasi menigkat
b) Output urin meningkat
c) Membran mukosa lembab meningkat
d) Ortopnea menurun
e) Dispnea menurun
f) Edema anasarka menurun
g) Frekuensi nadi membaik
h) Tekanan darah membaik
i) Turgor kulit membaik
j) Tekanan vena jugularis membaik
k) Hemoglobin membaik
l) Hematokrit membaik
3) Intervensi:
Manajemen hipervolemia (03114)
Observasi:
a) Periksa tanda dan gejala hipervolemia (ms. Ortopnea, dispnea, edema,
JVP/CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, suara napas tambahan
b) Identifikasi penyebab hipervolemia
c) Pantau status hemodinamik (mis. Frekuensi jantung, tekanan darah, MAP,
CVP, PAP, PCWP, CO, CI,) jika tersedia
d) Pantau asupan dan keluaran cairan
e) Pantau tanda hemokonsentrasi (mis. Kadar natrium, BUN, hematokrit,
berat jenis urin)
f) Pantau efek samping diuretik (mis. Hipotensi ortostatik, hipovolemia,
hipokalemia, hiponatremia)
Terapi:
a) Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
b) Batasi asupan cairan dan garam
c) Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
Edukasi:
a) Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/ kg/ dalam 6 jam
b) Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1kg dalm sehari
c) Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi:
a) Kolaborasi pemberian diuretik
b) Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretik
c) Kolaborasi memberikan terapi pengganti ginjal berkelanjutan (CRRT) jika
perlu
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas (0056)
1) Tujuan umu: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ekspetasi
toleransi aktivitas meningkat
2) Kriteria hasil:
a) Kelulah Lelah menurun
b) Frekunsi nadi membaik
3) Intervensi:
Terapi aktivitas (01026)
Observasi:
a) Identifikasi deficit tingkat aktivitas
b) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalm aktivitas tertentu
c) Identifikasi sumberdaya untuk aktivitas yang diinginkan
d) Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
e) Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu
luang
f) Monitor respon emosional, fiisk, sosial, dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik:
a) Fasilitasi focus pada kemampuan bukan deficit yang dialami
b) Sepakat komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang
aktivitas
c) Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis dan sosial
d) Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
e) Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
f) Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
g) Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
h) Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri
untuk mencapai tujuan
i) Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
j) Berikan penguatan positif dalam aktivitas
Edukasi:
a) Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
b) Ajarkan cara melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual dan
kognitif dalam menjaga fungsi dan Kesehatan
c) Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika
sesuai
d) Anjurkan keluarga untuk memberi pengutan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi:
a) Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika sesuai
b) Rujukan pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

4. IMPLEMANTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan. Tindakan keperawatan perawat
berfokus pada keseimbangan fisiologis dengan membantu pasien dalam keadaan
sehat maupun sakit sehingga dapat menigkatkan kualitas hidup pasien. Jenis
tindakan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada implementasi ini terdiri
dari tindakan mandiri, saling ketergantungan atau kolaborasi dan tindakan rujukan/
ketergantungan. Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai
dan dibutuhkan pasien sesuai dengan kondisi saat ini (Desmawati, 2019).
5. EVALUASI
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari semua tindakan keperawatan yang telah
diberikan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan Klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan Klien.
Evaluasi keperawatan dibedakan menjadi evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi Formatif adalah hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon Klien
segera pada saat setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan
perawat. Sedangkan evaluasi sumatif adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari
observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada
catatan perkembangan. Evaluasi dilakukan dengan pendekatan pada SOAP, yaitu:
S : Data subjektif, yaitu data yang diutarakan Klien dan pandangannya terhadap
data tersebut.
O : Data objektif, yaitu data yang didapat dari hasil observasi perawat, termasuk
tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit Klien
(meliputi data fisiologis, dan informasi dan pemeriksaan tenaga kesehatan).
A : Analisis, yaitu analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan data objektif.
P : Perencanaan, yaitu pengembangan rencana segera atau yang akan datang untuk
mencapai status kesehatan Klien yang optimal. (liana annisa april. (2021).
BAB III
TINJAUAN KASUS

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN DEWASA


Instansi Kesehatan : RSUD W.Z. JOHANNES KUPANG
Ruang : Kelimutu RM: 582890
Mahasiswa : Kelompok 5
Pembimbing Institusi : Ns. Erna Febriyanti S.Kep, MAN. ttd:

Pembimbing Klinik : Syawaluddin S.Kep Ns., ttd:


Tanggal Pengkajian : 08 Februari2024 Jam Pengkajian: 09.00

A. IDENTITAS
1. Nama Inisial : Tn. M.Y.I
2. Umur : 31 tahun
3. Jenis kelamin : laki-laki
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Petani
7. Suku/bangsa : Amanuban Timur
8. Status perkawinan : menikah
9. Alamat : Oeekam
10. Penanggung biaya : BPJS

B. RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN


1. Keluhan utama: perut membesar
2. Riwayat penyakit saat ini: pasien mengatakan bahwa sebelum masuk
rumah sakit pasien merasa nyeri di perut kanan, tidak nafsu makan,
dan badan lemas sehingga keluarga membawa pasien ke IGD RSUD
Prof Dr W.Z. Johannes pada tanggal 3 Februari 2024 pukul 08.00
pagi, sesampainya di IGD pasien terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm,
drip ketorolac 1 ampul/ 8 jam, injeksi ranitidine 2x1 ampul/ Iv, curcuma
2x1. Setelah beberapa jam di lakukan observasi pasien di pindahkan
ke ruangan rawat inap Anggrek padapukul 23.40 malam. Pasien
dirawat di rungan anggrek selama 4 hari dan dipindahkan ke ruangan
kelimutu pada tanggal 7 februari 2024 pukul 16.00.
3. Penyakit yang pernah diderita: pasien mengatakan bahwa pasien tidak
mengalami sakit sebelumnya
4. Penyakit yang pernah diderita keluarga: tidak ada
5. Riwayat alergi: tidak ada
6. Diagnosa medic saat masuk rumah sakit (MRS): Hepatoma
7. Diagnosa medic saat ini: Hepatoma+ Hepatitis B

C. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan umum: baik, sedang, lemah
 Kesadaran: Composmentis
 Usia: 31 tahun TB: 159 BB: 43 BB ideal: 54
 Suhu: 36,7 derajat celcius
 Denyut nadi: 64x/mnt kuat/lemah, …….. teratur/tidak
 Tekanan darah: 110/70 mmHg Tidur …… duduk ……… berdiri ……
 Frekuensi nafas: 24x/menit
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
1. B1 (Breathing)/Pernafasan:
 Irama pola nafas: teratur, tidak teratur
 Jenis : dispnea, kusmaul, cheyne stokes,
lain-lain: tidak ada
 Suara nafas : Vesikuler, Stridor, Wheesing, Ronchi
lain-lain:
 Sesak nafas :ya, tidak
 Batuk :ya, tidak
 Auskultasi :
 Lobus kanan atas: vesikuler
 Lobus kiri atas: vesikuler
 Lobus kanan bawah: vesikuler
 Lobus kiri bawah: vesikuler
 Lobus kanan tengah: vesikuler
 Lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

2. B2 (Blood)/Kardiovaskuler
 Irama jantung : S1, S2, S3, S4, teratur, tidak teratur
 Nyeri dada : ya, tidak
 Bunyi jantung : normal, mur-mur, gallop, lain-lain:……...
 Capillary Refill Time (CRT): > 3 detik, < 3 detik
 Akral : hangat, panas, dingin kering, dingin, basah
 Lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

3. B3 (Brain) / persarafan dan Pengindraan


 GCS : 4 eye, 5 verbal, 6 motorik, total: 15
 Refleks fisiologi : patella,
 Refleks patologis: babinsky,
 Istirahat/tidur : 5 jam/hari
 Gangguan tidur : tidak ada
 Lainnya : tidak ada
Masalah keperawatan: tidak ada
 Pupil : isokor, anisokor, lain-lain; ……………………..
 Sklera/konjungtiva : anemis, ikterus, lain-lain: …………….
 Reaksi terhadap cahaya:
 Gangguan penglihatan : ya tidak,
 Bentuk telinga : normal tidak,
 Gangguan pendengaran: ya tidak,
 Bentuk hidung : normal tidak,
 Gangguan penciuman : ya tidak,
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

4. B4 (Bladder)/Perkemihan
 Kebersihan: bersih kotor, lain-lain: …………………………..
 Jumlah urine: 50 cc/hari, warna urine: kuning , bau urine: tidak
 Alat bantu (kateter, dll): ada, tidak ada, ukuran: tidak ada
 Kandung kemih: Membesar: ya, tidak, lain-lain: ……………….
 Nyeri tekan: ya, tidak, lain-lain: ……………….
 Gangguan: anuria, oliguria, retensi, inkontinensia
nokturia, lain-lain:tidak ada
 Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

5. B5 (Bowel)/Pencernaan
 Nafsu makan: baik, menurun,
 Mual : ya, tidak
 Muntah: ya, tidak.
 Porsimakan: habis, tidak,
 Minum : 100 cc/hari, jenis yang diminum: air putih
 Mulut : bersih, kotor, berbau
 Membran mukosa: lembab, kering, stomatitis
 Tenggorokan: sakit menelan/nyeri tekan, kesulitan menelan
Pembesaran tonsil, lain-lain: …………………….
 Abdomen: tegang, kembung, asites, nyeri tekan,
lokasi:

x x

(beri tanda X pada daerah nyeri tekan)


P : Nyeri muncul pada saat bergerak
Q : Nyeri tumpul
R : nyeri di bagian perut kanan atas
S : Skala nyeri 6
T : Terus menerus

 Peristaltik : 15 x/menit
 Pembesaran hepar: ya, tidak
 Pembesaran lien : ya, tidak
 Buang air besar: 1 kali/hari, teratur: ya, tidak
 Konsistensi: ., , warna: kecoklatan
 Lain-lain : tidak ada
 Balance cairan:
Intake Output
Minum : 150 cc Urine : 100 cc
Infus :500 cc IWL : 15 x 43 = 645 cc
Soup/kuah/air buah:- Muntah/diare/perdarahan:-
Obat cair lainnya (mis; albumin
Pungsi 4.500 cc
(sebutkan 50 Cc
JumlahI= 700 cc Total O 749,5
Balance cairan: Total I-Total O = 495 cc

Lainnya: pasien mengatakan perut terasa sesak Karena adanya


penumpukan cairan dan perut yang membesar
Masalah keperawatan: nyeri akut dan hypervolemia

6. B6 (Bone)/Muskuloskeletal dan Integumen


 Kemampuan pergerakan sendi: bebas, terbatas
 Warna kulit: ikterus, sianosis, kemerahan, pucat
 Turgor kulit: baik, sedang, jelek
 Edema: ada, tidak ada, lokasi edema: di kedua kaki
 Kekuatan Otot:
5 5
3 3
Ket:
5. kekuatan otot utuh
3: dapat melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat melawan tahanan dari
pemeriksa
Lain-lain : pasien mengatakan lemas saat bergerak dan beraktifitas
Masalah keperawatan: intoleransi aktivitas
7. Endokrin
 Pembesaran tiroid : ya, tidak
 Hiperglikemia : ya, tidak
 Hipoglikemia : ya, tidak
 Luka gangren : ya, tidak
 Lain-lain : tidak ada
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
8. Personal hygiene
 Mandi: 1 hari sekali (mandiri/dibantu sebagian/diabntu total)
 Keramas: 1hari sekali (mandiri/dibantu sebagian/diabntu total)
 Ganti pakaian:1 hari sekali (mandiri/dibantu sebagian/diabntu total)
 Sikat gigi : 1hari sekali (mandiri/dibantu sebagian/diabntu total)
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

9. Psiko-sosio-spiritual
 Orang yang paling dekat: istri
 Hubungan dengan teman dan lingkungan sekitar: baik
 Kegiatan ibadah: pasien rajin Ke Masjid
 Konsep diri:
a. Gambaran diri: pasien merasa dirinya sakit dan memerlukan
pertolongan
b. Ideal diri: pasien mengatakan ingin segera sembuh dan dapat
berkumpul dengan anak-anak dirumah
c. Harga diri: pasien tidak merasa minder dengan kondisi penyakitnya
sekarang dan tampak selalu kooperatif terhadap dokter dan
perawat yang merawat
d. Peran diri : selama ini pasien berperan sebagai kepala keluarga
dirumahnya
e. Identitas diri : pasien mampu mengenal dirinya sebagai kepala
keluarga
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium :

Jenis Hasil unit H Hasil rujukan


pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin 3 3 ,8 g/ dL {1 3.0-18.0}
Eritrosit 3.87 J uta/Ul 4. 5 - 5.5
Trombosit 97 R ibu/uL 1 50 – 450
Differential
Eosinosil 22 % –3
Limfosit 13.6 2 0 – 40
11 %
Monosit 2 – 28
%
Kimia klinik
HBsAG Positif
Albumin 1.6 g/ dl 2. 8 – 5.1
ASTM(SGOT) 87 U/ L <37
ALT (SGPT) 55 U/ L  42

3. Radiologi: X-Ray, Ct Scan terlampir


4. USG terlampir
5. EKG
6. Lainnya
Masalah keperawatan: tidak ada masalah keperawatan

E. THERAPI SAAT INI

No JenisObat Dosis Indikasi Kontraindikasi


Ranitidine 2x1 amp Untuk pasien rawat inap diRanitidin dikontraindikasikan pada
pasien dengan riwayat
rumah sakit dengan
hipersensitivitas terhadap
keadaan hipersekresi ranitidin atau kandungan lain
dalam sediaan
patologis atau ulkus usus
dua belas jari yang sulit
diatasi, atau sebagai
alternatif jangka pendek
pemberian oral pada pasien
yang tidak bisa diberi
ranitidine oral.
Curcuma 2x1 Po untuk membantu memelihara
Tidak boleh diberikan pada
kesehatan fungsi hati, penderita sklerosis multiple,
membantu menjaga daya penyakit kolagen, leukosis,
tahan tubuh, serta tuberkulosis, AIDS, dan
membantu memperbaiki autoimun.
nafsu makan.
kalnex 2x5 mg informasi obat ini hanya untuk
Gangguan ginjal yang berat;
kalangan medis. penyakit tromboembolik.
fibrinolisis lokal, Pasien yang menerima terapi
prostatectomy, cervical trombin. Pasien dengan riwayat
conisation, angioneuretic hipersensitivitas terhadap salah
edema herediter, abnormal satu bahan dari produk ini.
perdarahan setelah operasi,
perdarahan pada ekstraksi
gigi pada pasien hemofilia,
menoragia.
Sucralfat 3x Co untuk mengatasi dispepsia,
Penggunaan sukralfat
tukak lambung, gastritis dikontraindikasikan pada
kronis, GERD dan pasien yang diketahui memiliki
pendarahan pada saluran riwayat reaksi hipersensitivitas
cerna. Tersedia dalam terhadap kandungan yang ada
bentuk kaplet, tablet, dan di dalam sukralfat
suspense
Ketorolac 3x1 untuk mengatasi nyeri akut dan
Kontraindikasi utama pemberian
digunakan dalam jangka ketorolac adalah pada pasien
yang memiliki riwayat
pendek (<5 hari). Selain hipersensitivitas terhadap
itu, ketorolac juga dapat ketorolac atau komplemen
penyusun sediaannya
diberikan
intra/post operatif pada
kanker, dan migrain.
Catatan: indikasi dan kontraindikasi terapi saat ini dapat dilihat pada Buku ISO (indormasi Spesialite Obat) Indonesia, MIMS dll

F. MASALAH KEPERAWATAN

Nyeri akut
1.
Hypervolemia
2.
Intoleransi aktivitas
3.

Kupang, 08 Februari 2024


Mahasiswa (Pengambil Data)
(Kelompok
5)
ANALISA DATA
no Tanggal Data Etiologi Masalah
1. 08/02/2024 DS: pasien mengatakan nyeri pada bagian Agen pencedera Nyeri akut
pusar menjalar sampai ke perut bagian atas , biologis
dan nyeri pada punggung kanan,
DO: Pasien tampak meringgis
P : Nyeri muncul pada saat bergerak
Q : Nyeri tumpul
R : nyeri di bagian perut kanan atas
S : Skala nyeri 6
T : Terus menerus
TTV:
TD: 110/70 mmHg
N: 64x/m
RR: 24x/m
Suhu : 36,7 derajat celcius
Spo2: 99%
2 08/02/2024 DS : Pasien perut terasa sesak Kelebihan asupan Hipervolemi
DO: perut pasien tampak membesar cairan a
TTV:
TD: 110/70 mmHg
N: 64x/m
RR: 24x/m
Suhu : 36,7 derajat celcius
Spo2: 99%
3 08/02/2024 DS: Pasien mengatakan lemas saat bergerak Imobilitas Intoleransi
dan beraktivitas karena perut yang membesar aktivitas
dan kedua kaki bengkak
DO: pasien terlihat lemas
KU: lemah
TTV
TD: 110/70 mmHg
N: 64x/m
RR: 24x/m
Suhu : 36,7 derajat celcius
Spo2: 99%

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri pada bagian pusar menjalar sampai ke perut bagian atas , dan
nyeri pada punggung kanan, pasien tampak meringgis TTV:TD: 110/70 mmHg
N: 64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7 derajat celcius Spo2: 99% P : Nyeri muncul
pada saat bergerak, Q : Nyeri tumpul, R : nyeri di bagian perut kanan atas. S :
Skala nyeri 6, T : Terus menerus
2. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai dengan
pasien mengatakan merasa sesak di perut, perut tampak membesar akibat
penumpukan cairan , TTV:TD: 110/70 mmHg N: 64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7
derajat celcius Spo2: 99%
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan DS: Pasien
mengatakan lemas saat bergerak dan beraktivitas karena perut yang membesar,
pasien terlihat lemas dan kedua kaki bengkak KU: lemah TTV TD: 110/70 mmHg
N: 64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7 derajat celcius Spo2: 99%
TANGGANO DIAGNOSA TUJUAN INTERVEN
L KEPERAWATAN & GOAL OBJECTIVE KRITERIA HASIL/EVALUASI RENCA
DATA PENDUKUNG TINDAK

Nyeri akutSetelah dilakukanSelama dalam


Selama 3X24 jam pasien SIKI LABE
08/02/2024 berhubungan tindakan perawatan agen menunjukan SLKI (I.08238
dengan agen keperawatan pencedera label Tingkat nyeri
pencedera diharapkan fisiologis dengan kriteria: Manajemen
biologis ditandai masalah nyeri teratasi 1) Keluhan nyeri Nyeri
dengan pasien akut bisa menurun(5)
mengatakan nyeri berkurang 2) Sikap protektif
Observasi
pada bagian pusar (4)
menjalar sampai 3) Meringis 1. Id
ke perut bagian menurun (5) fi
atas , dan nyeri 4) Gelisah lo
pada punggung menurun (5) ,
kanan, pasien k
tampak meringgis ri
TTV:TD: 110/70 d
mmHg N: 64x/m ,
RR: 24x/m Suhu : fr
36,7 derajat e
celcius Spo2: in
99% it
n
P : Nyeri muncul 2. Id
pada saat fi
bergerak s
Q : Nyeri tumpul n
R : nyeri di 3. Id
bagian pusar fi
S : Skala nyeri 6 re
T : Terus menerus s
n
n
v
4. Id
fi
fa
y
m
e
t
m
e
n
n
5. M
o
e
s
n
p
u
a
e

Terapeu
1. B
a
te
n
rm
o
u
m
u
i
n
2. C
o
li
u
y
m
e
t
n
3. F
a
is
a
ti
Edukasi
1. J
a
p
b
p
d
d
p
u
n
2. J
a
s
g
m
a
n
3. A
a
te
n
rm
o
u
m
u
i
n
Kolabor
1. K
o
p
e
a
e
Hypervolemia Setelah dilakukan Selama dalam
Selama 3X24 jam pasien SIKI LABE
berhubungan tindakan perawatankeleb menunjukan SLKI (I.03609
dengan kelebihan keperawatan ihan asupan label hipervolemia
Pemantauan
asupan cairan diharapkan cairan teratasi cairan dengan kriteria: cairan
ditandai dengan masalah resiko 1. asites (5) Observasi
pasien ketidakseimba berat badan (5) 1. m
mengatakan ngan cairan o
merasa sesak di bisa berkurang b
perut, perut b
tampak membesar 2. m
akibat o
penumpukan ju
cairan , TTV:TD: h
110/70 mmHg N: n
64x/m RR: 24x/m n
Suhu : 36,7 b
derajat celcius je
Spo2: 99% u
3. m
o
in
d
o
t
c
Terapeu
1. a
in
a
w
p
n
s
d
n
k
s
p
n
edukasi
1. je
a
tu
d
p
d
p
n
n
informasikan
hasil
pemanta
jika perlu
Intoleransi Setelah dilakukan
Selama dalam
Selama 3X24 jam pasien SIKI LABE
aktivitas tindakan perawatan menunjukan SLKI (I.05178
berhubungan keperawatan imobilitas label toleransi aktivitas
Manajemen
dengan imobilitas diharapkan teratasi dengan kriteria: energi
ditandai dengan masalah 1. Kemudahan
DS: Pasien intoleransi bisa dalam Observasi
mengatakan berkurang melakukan 1. Id
lemas saat aktivitas fi
bergerak dan sehari-hari g
beraktivitas meningkat(5) u
karena perut yang 2. Kekuatan fu
membesar, kedua tubuh bagian tu
kaki tampak bawah y
bengkak KU: meningkat (5) m
lemah TTV TD: 3. Perasaan lemah a
110/70 mmHg N: menurun (5) k
64x/m RR: 24x/m k
Suhu : 36,7 h
derajat celcius 2. M
Spo2: 99% o
k
h
fi
d
e
o
3. M
o
lo
d
k
k
m
n
s
a
m
u
a
ta
Terapeu
1. S
k
li
u
n
a
d
re
h
u
2. B
a
a
ta
d
k
y
m
n
n
Edukasi
1.
A
k
m
u
a
ta
s
b
a
2. A
a
s
g
k
g
u
m
u
i
k
h

PERENCANAAN KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN >>>>>>>>>>3 hari
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NAMA &
TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN TTD
Nyeri akut berhubungan dengan Jam 09.20
08/02/2024 agen pencedera biologis ditandai Pengukuran TTV : TD: 90/70
dengan pasien mengatakan nyeri mmHg N: 64x/m RR: 24x/m Suhu
pada bagian pusar menjalar : 36,7 derajat celcius Spo2: 99%
sampai ke perut bagian atas , dan
nyeri pada punggung kanan, Jam 09.30 wita
pasien tampak meringgis Mengidenfikasi skala nyeri pasien
TTV:TD: 110/70 mmHg N: P : Nyeri bagian pusar
64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7
Q : Nyeri tumpul
derajat celcius Spo2: 99%
R : nyeri di bagian perut kanan
P : Nyeri muncul pada saat atas
bergerak S : Skala nyeri 6
Q : Nyeri tumpul T : Terus menerus
R : nyeri di bagian perut kanan Jam 09.35. wita
atas Mengidentifikasi respon nyeri non
S : Skala nyeri 6
verbal
T : Terus menerus
Pasien tampak lemah karena nyeri
yang terus menerus

Jam 09.40
Mengidentifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
Pasien meringis kesakitan dan
memegangi lokasi yang sakit

Jam 09.50
Menjelaskan penyebab dan
pemicu nyeri

Jam 10.10
Menganjurkan pasien teknik
relaksasi napas dalam

Jam 10.15
Menganjurkan pasien teknik
dalam dengan menarik napas
dalam melalui hidung selama 4
detik ditahan selama 2 detik
kemudian keluarkan dari mulut
dengan cara menarik napas dalam
33
hingga 3 kali

Jam 12.00
Mengobservasi TTV, TD : 100/70
mmHg, S : 36,5ºC, N: 77 x/mnt,
RR: 20x/mnt, SPO2 : 97%

Jam 13.00
Melayani obat inbumin injeksi
Melayani obat Spironolactone
25mg/oral

Hipervolemia berhubungan Jam 10.00


dengan kelebihan asupan cairan Pengukuran TTV : TD: 96/63
ditandai dengan pasien mmHg N: 64x/m RR: 22x/m Suhu
mengatakan merasa sesak di : 36,0 derajat celcius Spo2: 97%
perut, perut tampak membesar Jam 10.10
akibat penumpukan cairan , Catat intake-output dan hitung
TTV:TD: 110/70 mmHg N: balance cairan 24 jam
64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7
derajat celcius Spo2: 99% 10.20
Berikan asupan cairan, sesuai
kebutuhan
Intoleransi aktivitas berhubungan Jam 10.20
dengan imobilitas ditandai dengan Pengukuran TTV : TD: 90/70
Pasien mengatakan lemas saat mmHg N: 64x/m RR: 24x/m Suhu
bergerak dan beraktivitas karena : 36,7 derajat celcius Spo2: 99%
perut yang membesar, pasien
terlihat lemas TD: 90/70 mmHg Jam 10.30
N: 64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7 Identifikasi gangguan fungsi
derajat celcius Spo2: 99% tubuh yang mengakibatkan
kelelahan

Jam 10.35
Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah/stimulus

Jam 10. 40
Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan

EVALUASI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NAMA &
34
TGL/JAM KEPERAWATAN EVALUASI (CATATAN PERKEMBANGAN: TTD
SOAP)
Nyeri akut berhubungan S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian pusar
09/02/2024 dengan agen pencedera menjalar sampai keperut bagian atas.
biologis ditandai dengan Pengkajian Nyeri :
pasien mengatakan nyeri
pada bagian pusar menjalar P : Nyeri bertambah saat bergerak
sampai ke perut bagian Q : Nyeri tumpul
atas , dan nyeri pada R : bagian perut kanan atas
punggung kanan, pasien S : Skala nyeri 6
tampak meringgis TTV:TD: T : Terus menerus
110/70 mmHg N: 64x/m
RR: 24x/m Suhu : 36,7 O: Pasien tampak lemas, wajah pasien
derajat celcius Spo2: 99% tampak meringis kesakitan
TTV:TD: 110/70 mmHg N: 64x/m RR:
P : Nyeri muncul pada saat
24x/m Suhu : 36,7 derajat celcius Spo2:
bergerak
Q : Nyeri tumpul 99%
R : nyeri di bagian perut
kanan atas A : Masalah belum teratasi
S : Skala nyeri 6 P : Intervensi di lanjutkan dan
T : Terus menerus dipertahankan

SIKI Label (1.08238)

Manajemen nyeri

1. Identifikasi lokasi,karakteristik,
durasi, frekuensi.kualitas, intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri non
verbal
4. Identifikasi factor yang memperberat
dan meringankan nyeri
5. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik

S: pasien mengatakan perut membesar


Hypervolemia berhubungan
dengan kelebihan asupanO: pasien tampak meringgis
35
cairan ditandai dengan
pasien mengatakan merasa A: masalah belum teratasi
sesak di perut, perut tampak
membesar akibat
P: intervensi di lanjutkan
penumpukan cairan ,
TTV:TD: 110/70 mmHg N: SIKI label 1
64x/m RR: 24x/m Suhu : 1. monitor berat badan
36,7 derajat celcius Spo2: 2. monitor jumlah,warna,dan berat jenis
99% urine
3. monitor intake dan output cairan

Intoleransi aktivitas
S: pasien mengatakan lemas saat bergerak dan
berhubungan dengan beraktivitas karena perut yang membesar
imobilitas ditandai dengan
Pasien mengatakan lemas O: pasien tampak lemah dan meringgis
saat bergerak dan
beraktivitas karena perut A: masalah belum teratasi
yang membesarpasien
terlihat lemas TD: 90/70 P: intervensi di lanjutkan
mmHg N: 64x/m RR:
24x/m Suhu : 36,7 derajat SIKI label 1
celcius Spo2: 99% 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
3. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah/stimulus
4. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan

Catatan perkembangan hari pertama


NO TGL/JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN EVALUASI (CATATANNAMA&T
PERKEMBANGAN : SOAPIE) TD
10/02/2024 Nyeri akut berhubungan dengan S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian pusar
agen pencedera biologis ditandai menjalar sampai keperut bagian atas.
dengan pasien mengatakan perut
36
membesar nyeri pada bagian Pengkajian Nyeri :
pusar, nyeri pada punggung
kanan, lemas Pasien tampak P : Nyeri bertambah saat bergerak
meringgis TTV:TD: 90/70 mmHg Q : Nyeri tumpul
N: 64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7 R : bagian pusar
derajat celcius Spo2: 99% S : Skala nyeri 5
T : Terus menerus

O: Pasien tampak lemas, wajah pasien


tampak meringis kesakitan
TTV:TD: 90/70 mmHg N: 64x/m RR: 24x/m
Suhu : 36,7 derajat celcius Spo2: 99%

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi di lanjutkan dan dipertahankan

SIKI Label (1.08238)

Manajemen nyeri

1. Identifikasi lokasi,karakteristik,
durasi, frekuensi.kualitas, intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri non
verbal
4. Identifikasi factor yang memperberat
dan meringankan nyeri
5. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
7. Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
8. Jelaskan strategi meredakan nyeri
9. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
10. Kolaborasi pemberian analgetik

I : Jam 08.00
Pengukuran TTV : 150/90 mmHg, S: 36 N :
60, RR : 20x/mnt, SPO2 : 97%, IVFD : RL 20
tpm.

Jam 08.30. wita


Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
Pasien tampak lemah karena nyeri yang terus

37
menerus

Jam 08.40
Mengidentifikasi faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
Pasien meringis kesakitan dan memegangi
lokasi yang sakit

Jam 09.10
Menjelaskan penyebab dan pemicu nyeri

Jam 09.30
Menganjurkan pasien teknik relaksasi

Jam 09.40
Menganjurkan pasien teknik dalam dengan
menarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik ditahan selama 2 detik kemudian
keluarkan dari mulut dengan cara menarik
napas dalam hingga 3 kali

Jam 12.00
Mengobservasi TTV, TD :84/58mmHg, S :
36,1ºC, N: 68x/mnt, RR: 20x/mnt, SPO2 :
99%

Jam 12.30
Mengatur posisi yang nyaman untuk pasien
Posisi supine

Jam 13.00
Melayani drip vascon 0,1 med. Kg/BB
Melayani obat furosemide
Melayani obat proponol
Melayani obat Spironolactone
Ekstra albumin 50 cc 20% 1 botol

E : Pasien masih merasa nyeri di bagian


pusar, intervensi di lanjutkan.

Intoleransi aktivitas berhubungan


S: pasien mengatakan lemas saat bergerak dan
dengan imobilitas ditandai dengan beraktivitas karena perut yang membesar
Pasien mengatakan lemas saat
bergerak dan beraktivitas karenaO: pasien tampak lemah dan meringgis

38
perut yang membesar, kedua kaki TTV:
pasien tampak bengkak TD: TD: 130/70 mmHg N: 64x/m RR: 20x/m
130/70 mmHg N: 64x/m RR: Suhu : 36,7 derajat celcius Spo2: 99%
20x/m Suhu : 36,7 derajat celcius
Spo2: 99%
A: masalah belum teratasi

P: intervensi di lanjutkan

SIKI label 1
3. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
yang mengakibatkan kelelahan
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
5. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah/stimulus
6. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan

I: jam 10.10
mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
pasien mengatakan merasa lemah karena perut
yang membesar dan kedua kaki yang
membengkak

jam 10 20
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Pasien mengatakan merasa lemah karena
perut yang membesar

Jam 10.20
Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan

Jam 10.30

Berikan kepada klien posisi yang nyaman


untuk beristirahat

E: Pasien masih merasa lemah , intervensi di


lanjutkan

Hypervolemia berhubunganS: pasien mengatakan perut membesar


dengan kelebihan asupan cairan
ditandai dengan pasien
O: pasien tampak meringgis
mengatakan merasa sesak di
perut, perut tampak membesar A: masalah belum teratasi
akibat penumpukan cairan ,
TTV:TD: 110/70 mmHg N: P: intervensi di lanjutkan
39
64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7
derajat celcius Spo2: 99% SIKI label 1
1. monitor berat badan
2. monitor jumlah,warna,dan berat jenis
urine
3. monitor intake dan output cairan

I: jam 11.00
Memonitor berat badan
Pasien mengatakan berat badan pasien saat
sebelum perut membesar 42 dan setelah perut
membesar 43 kg

Jam 11.10
Kolaborasi dengan dokter untuk lakukan pungsi

Jam 12.10
Catat intake-output dan hitung balance cairan
24 jam
Intake
Minum : 150 cc
Infus : 500 cc
bat cair : 50 cc
jumlah 700 cc

Output
U urine : 100 cc
iwl : 15x43= 645 cc
Pungsi: 4.500 cc
T total 749,5

T total : 499 cc

E: masih ada penumpukan cairan , intervensi di


lanjutkan

atan perkembangan hari kedua


O TGL/JAM DIAGNOSA EVALUASI (CATATAN PERKEMBANGAN NAMA&TTD :
KEPERAWATAN SOAPIE)
11/02/2024 Nyeri akut berhubungan S : Pasien mengatakan nyeri pada bagian pusar
dengan agen pencedera menjalar sampai keperut bagian atas.
biologis ditandai dengan Pengkajian Nyeri :
pasien mengatakan perut
membesar nyeri pada P : Nyeri bertambah saat bergerak
40
bagian pusar, nyeri pada Q : Nyeri tumpul
punggung kanan, lemas R : bagian pusar
Pasien tampak meringgis S : Skala nyeri 3
TTV:TD: 100/80 mmHg T : nyeri hilang timbul
N: 64x/m RR: 24x/m Suhu
: 36,7 derajat celcius Spo2: O: Pasien tampak lemas, wajah pasien tampak
99% meringis kesakitan apabila terjadi nyeri
TTV:TD: 100/80 mmHg N: 64x/m RR: 24x/m
Suhu : 36,7 derajat celcius Spo2: 99%

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi di lanjutkan dan dipertahankan

SIKI Label (1.08238)

Manajemen nyeri

1. Identifikasi lokasi,karakteristik, durasi,


frekuensi.kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi factor yang memperberat dan
meringankan nyeri
5. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
6. Fasilitasi istirahat dan tidur
7. Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
8. Jelaskan strategi meredakan nyeri
9. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
10. Kolaborasi pemberian analgetik

I : Jam 08.00
Pengukuran TTV : 114/72 mmHg, S: 36,2 N : 81,
RR : 20x/mnt, SPO2 : 96%, IVFD : RL 20 tpm.

Jam 08.20 wita


Mengidenfikasi skala nyeri pasien

P : Nyeri bertambah saat bergerak


Q : Nyeri tumpul
R : bagian pusar
S : Skala nyeri 3
T : nyeri hilang timbul

Jam 08.30. wita


Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
Pasien masih lemah karena nyeri yang hilang
41
timbul

Jam 08.40
Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
Pasien masih merasa sakit apabilah terjadi nyeri

Jam 09.10
Menjelaskan penyebab dan pemicu nyeri

Jam 09.30
Menganjurkan pasien teknik relaksasi
Jam 09.40
Menganjurkan pasien teknik dalam dengan
menarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik ditahan selama 2 detik kemudian keluarkan
dari mulut dengan cara menarik napas dalam
hingga 3 kali

Jam 12.00
Mengobservasi TTV, TD : 101/76 mmHg, S :
36ºC, N: 71 x/mnt, RR: 20x/mnt, SPO2 : 97%

Jam 12.30
Mengatur posisi yang nyaman bagi pasien
Jam 13.00
Melayani obat furosemide
Melayani obat proponol
Melayani obat Spironolactone
Ekstra albumin 50 cc 20% 1 botol
Curcuma 3x1

E : Pasien masih merasa nyeri intervensi


dilanjutkan

Intoleransi aktivitas
S: pasien mengatakan lemas saat bergerak dan
berhubungan dengan beraktivitas karena perut yang membesar
imobilitas ditandai dengan
Pasien mengatakan lemas O: pasien tampak lemah dan meringgis
saat bergerak dan
beraktivitas karena perut A: masalah belum teratasi
yang membesar, kedua
kaki pasien tampak P: intervensi di lanjutkan
bengkak TD: 90/70 mmHg
N: 64x/m RR: 24x/m Suhu SIKI label 1
42
: 36,7 derajat celcius 5. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
Spo2: 99% mengakibatkan kelelahan
6. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
7. Sediakan lingkungan nyaman dan
rendah/stimulus
8. Berikan aktivitas distraksi yang
menenangkan
I: jam 10.10
mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
pasien mengatakan merasa lemah karena perut yang
membesar dan kedua kaki yang membengkak

jam 10 20
Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Pasien mengatakan merasa lemah sudah
berkurang

Jam 10.20
Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan

Jam 10.30

Berikan kepada klien posisi yang nyaman untuk


beristirahat

E: Pasien masih merasa lemah , intervensi di


lanjutkan

Hypervolemia S: pasien mengatakan perut membesar


berhubungan dengan
kelebihan asupan cairan O: pasien tampak meringgis
ditandai dengan pasien
mengatakan merasa sesak A: masalah belum teratasi
di perut, perut tampak
membesar akibat
P: intervensi di lanjutkan
penumpukan cairan ,
TTV:TD: 110/70 mmHg SIKI label 1
N: 64x/m RR: 24x/m Suhu 1. monitor berat badan
: 36,7 derajat celcius Spo2: 2. monitor jumlah,warna,dan berat jenis
99% urine
3. monitor intake dan output cairan
I: jam 11.00
Memonitor berat badan
Pasien mengatakan berat badan pasien saat sebelum
perut membesar 42 dan setelah perut membesar
43 kg

Jam 11.10
43
Catat intake-output dan hitung balance cairan 24
jam
Intake
Minum : 150 cc
Infus : 500 cc
Obat cair : 50 cc
Jumlah 700 cc

Output
Urine : 100 cc
Iwl : 15x43= 645 cc
Pungsi: 300 cc
Jumlah 1.045

Total: 345

E: masih ada penumpukan cairan , intervensi di


lanjutkan

Catatan perkembangan hari ketiga


o TGL/JAM DIAGNOSA EVALUASI (CATATAN PERKEMBANGAN NAMA&TTD :
KEPERAWATAN SOAPIE)
12/02/2024 Nyeri akut berhubunganS : Pasien mengatakan nyeri membaik
dengan agen pencedera
biologis ditandai dengan O: Keadaan umum pasien membaik
pasien mengatakan perut A : Masalah teratasi
membesar nyeri pada bagian
P : Intervensi dilanjutkan di rumah
pusar, nyeri pada punggung
kanan, lemas Pasien tampak
meringgis TTV:TD: 90/70
44
mmHg N: 64x/m RR: 24x/m I : Jam 08.00
Suhu : 36,7 derajat celcius Pengukuran TTV : 155/90 mmHg, S: 36,6ºC N
Spo2: 99% : 66, RR : 20x/mnt, SPO2 : 97%, IVFD : RL
20 tpm.
E : Nyeri membaik intervensi diberhentikan

Intoleransi aktivitas
S: pasien mengatakan lemas sudah berkurang
berhubungan dengan O: keadaan umum pasien mulai membaik
imobilitas ditandai dengan
Pasien mengatakan lemas A: masalah teratasi
saat bergerak dan beraktivitas
karena perut yang membesar, P: intervensi di lanjutkan di rumah
pasien terlihat lemas TD:
90/70 mmHg N: 64x/m RR: I : Jam 08.00
24x/m Suhu : 36,7 derajat Pengukuran TTV : 120/90 mmHg, S: 36,6ºC N
celcius Spo2: 99% : 81, RR : 20x/mnt, SPO2 : 97%,
E : KU membaik intervensi diberhentikan

Hipervolemia berhubungan S: pasien mengatakan perut sudah menurun


dengan kelebihan asupan
cairan ditandai dengan O: pasien tampak membaik
pasien mengatakan merasa
sesak di perut, perut tampakA: masalah teratasi
membesar akibat
penumpukan cairan P:
, intervensi di lanjutkan dirumah
TTV:TD: 110/70 mmHg N:
64x/m RR: 24x/m Suhu E: : penumpukan cairan di perut sudah menurun,
36,7 derajat celcius Spo2: intervensi di lanjutkan dirumah
99%

45
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai kesenjangan yang ditemukan antara teori dan
kasus yaitu “ asuhan keperawatan pada Ny. D.M dengan Diabetes Melitus di ruangan Bougenvile
RSUD Mgr. Gabriel Manek SVD Atambua. Penulis mencoba membahas dari hasil asuhan
keperawatan yang telah dilakukan dan membandingkan dengan tinjauan teori. Pembahasan ini
disesuaikan berdasarkan tahap proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi keperawatan.
1.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan langkah awal dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang
di terapkan pada kasus, pengkajian yang dilakukan menggunakan metode observasi, wawancara,
pemeriksaan fisik dan data yang didapat melalui study dokumentasi keperawatan atau status klien.
Pengkajian pada Tn. M.Y.I dengan Hepatoma dilakukan pada hari kamis tanggal 08 Februari
2024. Pada teori (Hasdiana, 2017) Gangguan nutrisi, Penurunan berat badan yang baru saja terjadi,
Kehilangan kekuatan, Anoreksia, Anemia, Nyeri abdomen dapat ditemukan, disertai dengan
pembesaran hati yang cepat serta permukaan yang teraba ireguler pada palpasi. Hal ini sesuai
dengan tanda dan gejala yang ditemukan pada Tn M.Y. Gangguan nutrisi, Penurunan berat badan
yang baru saja terjadi BB awal 60 kg BB sekarang 45 kg, Kehilangan kekuatan, Anoreksia,
Anemia, Nyeri abdomen dapat ditemukan, disertai dengan pembesaran hati. Pada teori
pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis Hepatoma adalah pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan USG . pemeriksaan tersebut sesuai dengan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien
dan hasilnya adalah pemeriksaan hemoglobin 3.8 g/dl, hasil USG, X-Ray dan Ct-Scan terdapat
benjolan di hati. Dalam teori dikatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya Hepatoma adalah
satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati.
1.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada teori ditemukan 5 diagnosa keperawatan, sedangkan pada kasus
hanya ditemukan 4 diagnosa keperawatan. Diagnosa yang ditemukan di teori dan ada pada
kasus adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri pada bagian pusar menjalar sampai ke perut bagian atas , dan nyeri pada
punggung kanan, pasien tampak meringgis TTV:TD: 110/70 mmHg N: 64x/m RR: 24x/m
Suhu : 36,7 derajat celcius Spo2: 99% P : Nyeri muncul pada saat bergerak, Q : Nyeri
tumpul, R : nyeri di bagian perut kanan atas. S : Skala nyeri 6, T : Terus menerus.
46
b) Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai dengan pasien
mengatakan merasa sesak di perut, perut tampak membesar akibat penumpukan cairan ,
TTV:TD: 110/70 mmHg N: 64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7 derajat celcius Spo2: 99%.
c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan DS: Pasien
mengatakan lemas saat bergerak dan beraktivitas karena perut yang membesar, pasien
terlihat lemas dan kedua kaki bengkak KU: lemah TTV TD: 110/70 mmHg N: 64x/m RR:
24x/m Suhu : 36,7 derajat celcius Spo2: 99%.

1.3 Intervensi Keperawatan


Menurut teori langkah-langkah perencanaan meliputi prioritas masalah, menetapkan
tujuan dan kriteria evaluasi, serta menyusun rencana tindakan. Prioritas masalah pada
kasus dengan teori sama. Pada kasus masalah yamg penulis prioritaskan pertama Nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera biologis ditandai dengan pasien mengatakan
nyeri pada bagian pusar menjalar sampai ke perut bagian atas , dan nyeri pada punggung
kanan, pasien tampak meringgis TTV:TD: 110/70 mmHg N: 64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7
derajat celcius Spo2: 99% P : Nyeri muncul pada saat bergerak, Q : Nyeri tumpul, R : nyeri
di bagian perut kanan atas. S : Skala nyeri 6, T : Terus menerus. Kemudian masalah proritas
yang kedua adalah Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan ditandai
dengan pasien mengatakan merasa sesak di perut, perut tampak membesar akibat
penumpukan cairan , TTV:TD: 110/70 mmHg N: 64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7 derajat
celcius Spo2: 99%. Dan masalah yang ketiga adalah Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan imobilitas ditandai dengan DS: Pasien mengatakan lemas saat bergerak dan
beraktivitas karena perut yang membesar, pasien terlihat lemas dan kedua kaki bengkak
KU: lemah TTV TD: 110/70 mmHg N: 64x/m RR: 24x/m Suhu : 36,7 derajat celcius Spo2:
99%.

1.4 Implementasi Keperawatan


Pada pelaksanaan semua rencana tindakan dapat dilaksanakan sesuai rencana yang telah
disusun dan disesuaikan dengan kondisi klien. Semua tindakan yang dilakukan dan respon
klien terhadap setiap tindakan untuk mengatasi diagnosa keperawatan yang ditemukan
didokumentasikan pada catatan keperawatan. Selain itu juga setiap perawat yang melakukan
dokumentasi dengan mencatat semua tindakan yang di intervensi, waktu pelaksanaan tindakan
dan menandatangani catatan perawatan yang dilakukan.
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn M.Y.I adalah sesuai dengan
intervensi keperawatan yang telah dibuat. Pelaksanaan keperawatan yang dilakukan yaitu
47
Manajemn nyeri (I.08025) dimana kelompok Mengidenfikasi skala nyeri pasien, P : Nyeri
bagian pusar, Q : Nyeri tumpul, R : nyeri di bagian perut kanan atas, S : Skala nyeri 6, T :
Terus menerus , Mengidentifikasi respon nyeri non verbal Pasien tampak lemah karena nyeri
yang terus menerus, Menganjurkan pasien teknik relaksasi napas dalam Menganjurkan pasien
teknik dalam dengan menarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik ditahan selama 2
detik kemudian keluarkan dari mulut dengan cara menarik napas dalam hingga 3 kali.
Implementasi keperawatan pemantauan cairan (I.036098) dimana kelompok
mengidentifkasi Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam , Intake, Minum : 150 cc
, Infus : 500 cc, bat cair : 50 cc, jumlah 700 cc Output urine : 100 cc iwl : 15x43= 645 cc
Pungsi: 4.500 cc , total 749,5: total akhir : 499 cc
implementasi keperawatan Manajemen Energi (I.05178) yang dilakukan pada Tn
M.Y.I adalah sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah dibuat. Pelaksanaan
keperawatan yang dilakukan yaitu mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan pasien mengatakan merasa lemah karena perut yang membesar dan
kedua kaki yang membengkak, Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas Pasien mengatakan merasa lemah karena perut yang membesar.
1.5 Evaluasi
Setelah melakukan tindakan keperawatan, maka langkah yang terakhir adalah evaluasi
terhadap diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien. Dari 3 diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada klien, pada masalah nyeri akut teratasi. Pada masalah hipervolemia masalah
teratasi sebagian dan perut masih membesar, pada masalah intoleransi aktivitas tertasi sebagian
karena pasien mengatakan masih lemas keadaan umum pasien mulai membaik.

48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 kesimpulan
1. Penerapan asuhan keperawatan Tn M.Y.I dengan Hepatoma pada umumnya sama antara
tinjauan kasus dan tinjauan pustaka .hal ini dibuktikan dalam penerapan teori pada kasus Tn
M.Y.I dengan Hepatoma. Penerapan kasus ini dilakukan dengan menggunakan proses
keperawatan, mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi keperawatan.
2. Dari pengkajian pada Tn M.Y.I pada tangga 08 februari 2024 didapatkan pasien merasa sesak
napas, pasien merasa nyeri pada perut kanan atas, perut membesar, kedua kaki membengka,
badan terluhat kurus, pucat dan lemah.
3. Dari hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang di angkat pada Tn M.Y.I dengan Hepatoma
yaitu Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis, Hipervolemia berhubungan
dengan kelebihan asupan cairan, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas.
4. intervensi yang ditetapkan untuk menggatasi masalah yang dialami Ny. Y.N dengan
a. Diagnosa pertama : Manajemn nyeri (I.08025) Identifikasi lokasi, karateristik, durasi,
frekuensi, intensitas nyeri, Identifikasi skala nyeri , Identifikasi respns nyeri non verbal,
Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri, , Identifikasi kesesuaian
analgesic dengan tingkat nyeri, Monitor tanda tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesic, Monitor efektifitas analgesic.
b. Diagnosa ke dua : pemantauan cairan (I.036098) monitor berat badan, monitor
jumlah,warna,dan berat jenis urine, monitor intake dan output cairan .
c. Diagnosa ke tiga: Manajemen Energi (I.05178) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan, Monitor kelelahan fisik dan emosional, Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas.
5. Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan tindakan berdasarkan kriteria hasil dari masing-
masing diagnosa. Hasil evaluasi pada Tn M.Y.I dari masalah keperawatan yang di angkat
pada Tn M.Y.I pada masalah nyeri akut teratasi. Pada masalah hipervolemia masalah teratasi
sebagian dan perut masih membesar, pada masalah intoleransi aktivitas tertasi sebagian karena
pasien mengatakan masih lemas keadaan umum pasien mulai membaik.

49
a. Saran
Berdasarkan asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn M.Y.I diruang Kelimutu RSUD
Prof.DR. W.Z Johannes Kupang dapat disimpulkan diatas, maka kelompok dapat
memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan peran seluruh anggota
keluarga,dengan meningkatkan pengetahuan, tindakan dan kesadaran masyarakat dalam
pencegahan Hepatoma/ Kanker hati.
2. Bagi tenaga kesehatan
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan frekuensi pemberian penyuluhan
baik secara personal maupun kelompok terkait dampak Hepatoma/ Kanker hati bagi
masyarakat.
3. Bagi mahasiswa/mahasiswi preofesi Ners selanjutnya.
Diharapkan bagi mahasiswa/mahasiswi preofesi Ners selanjutnya dapat mengembangkan
laporan kasus dengan mencari faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian Hepatoma.
Kelompok kami mengharapkan laporan kasus lanjutan nanti diharapkan dapat diperoleh
hasil laporan kasus yang lebih baik.

50
51
52
53
54
55
56

Anda mungkin juga menyukai