Anda di halaman 1dari 23

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN HEPATOCELLULAR CARCINOMA DEFINISI Karsinoma Hepatoseluler adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit dan penyebab kematian ke-3 akibat kanker di dunia. Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. ( Gips & Willson :1989 ) Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan karna hepatis kronik dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan pada fungsi hati. ( Ghofar , Abdul : 2009 ) . Kanker hati berasal dari satu sel yang mengalami perubahan mekanisme kontrol dalam sel yang mengakibatkan pembelahan sel yang tidak terkontrol. Sel abnormal tersebut akan membentuk jutaan kopi, yang disebut klon. Mereka tidak dapat melakukan fungsi normal sel hati dan sel terus menerus memperbanyak diri. Sel-sel tidak normal ini akan membentuk tumor (Anonim, 2004). EPIDEMIOLOGI Hepatocellular carcinoma (HCC) adalah keganasan primer hati. Karsinoma hepatoseluler sekarang menjadi penyebab utama ketiga kematian akibat kanker di seluruh dunia, dengan lebih dari 500.000 orang terpengaruh. Insiden karsinoma hepatoseluler adalah tertinggi di Asia dan Afrika, di mana prevalensi tinggi endemik hepatitis B dan hepatitis C sangat predisposisi untuk perkembangan penyakit hati kronis dan perkembangan selanjutnya karsinoma hepatoseluler. Di Amerika Serikat, usia rata-rata pada diagnosa adalah 65 tahun; 74% kasus terjadi pada pria. Distribusi ras kulit putih termasuk 48%, 15% Hispanik, Afrika Amerika 14%, dan lainnya 24% (terutama Asia). Insiden karsinoma hepatoseluler meningkat dengan umur, memuncak pada 70-75 tahun, namun peningkatan jumlah pasien muda telah terpengaruh, karena pergeseran demografis dari penyakit hati alkoholik terutama kepada mereka yang kelima untuk dekade keenam dari kehidupan sebagai konsekuensi hepatitis B virus dan C yang diperoleh sebelumnya dalam hidup dan dalam hubungannya dengan perilaku berisiko tinggi. Kombinasi dari hepatitis virus dan alkohol secara signifikan meningkatkan risiko sirosis dan karsinoma hepatoseluler berikutnya. Tabel 1. Faktor risiko kanker hati primer Europe and United States Estimate HBV HCV Alcohol Tobacco OCPs Aflatoxin Other 22 60 45 12 Range 4-58 12-72 8-57 0-14 10-50 Japan Estimate 20 63 20 40 Range 18-44 48-94 15-33 9-51 Africa and Asia Estimate 60 20 22 8 Range 40-90 9-56 11-41 -

Limited exposure <5 <5 -

(sumber emedicine.medscape.com)

ULANDARI (1102010282)
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Penyebabnya tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor risiko yang menyebabkan seseorang menjadi lebih mungkin menderita kanker hepatoseluler. Faktor Risiko Tersering Sirosis dari penyebab apapun Infeksi kronis hepatitis B atau C Konsumsi etanol kronis Non-Alkohol steatohepatitis (NASH) Aflatoksin B1 atau mikotoksin lain Jarang Sirosis bilier primer Hemochromatosis Defisiensi antitrypsin -1 Non-Alkohol steatohepatitis (NASH) penyakit penyimpanan glikogen Citrullinemia Porfiria cutanea tarda Keturunan tyrosinemia Wilson's Disease

Adapun faktor resiko dari HCC adalah sebagai berikut : 1. Virus Hepatitis B (HBV) Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Umur saat terinfeksi merupakan factor resiko penting karena infeksi HBV pada usia dini berakibat akan terjadinya persistensi(kronisitas). Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi karena proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik secara epidemologis, klinis maupun eksperimental. Menurut beberapa penelitian, frekuensi kanker hati berhubungan (berkorelasi) dengan frekuensi infeksi virus hepatitis B kronis. Sebagai tambahan, pasienpasien dengan virus hepatitis B yang memiliki risiko tinggi untuk terjadi kanker hati adalah pria-pria dengan sirosis (pembentukan jaringan parut di hati), virus hepatitis B dan terdapat riwayat kanker hati keluarga. Pada pasien yang memiliki virus hepatitis B kronis dan kanker hati, material genetik dari virus hepatitis B seringkali ditemukan menjadi bagian dari material genetik sel-sel kanker. Hal ini diperkirakan karena adanya genom virus hepatitis B (kode genetik) pada daerah-daerah tertentu yang masuk ke material genetik dari sel-sel hati. Material genetik virus hepatitis B ini mungkin kemudian mengacaukan/mengganggu material genetik yang normal dalam sel-sel hati, dan dengan demikian menyebabkan sel-sel hati menjadi bersifat kanker. Pasien yang memiliki virus hepatitis B kronis dapat berpotensi terkena HCC jika pasien tersebut memiliki faktor resiko lain, seperti konsumsi alkohol ataupun pasien memiliki infeksi yang bersamaan dengan infeksi virus hepatitis C kronis.

ULANDARI (1102010282)
2.

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Virus Hepatitis C (HCV) HCV merupakan factor resiko penting dari HCC. Meta analisis dari 32 penelitian kasus kelola menyimpulkan bahwa resiko terjadinya HCC pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan resiko bukan pengidap. Infeksi HCV berperan penting dalam pathogenesis HCC pada pasien yang bukan pengidap HBV. Infeksi virus hepatitis C (HCV) juga dihubungkan dengan perkembangan kanker hati. Pada beberapa studi retrospektif dari riwayat pasien yang memiliki hepatitis C, waktu rata-rata pasien yang terkena paparan virus hepatitis C untuk berpotensi menjadi kanker hati yaitu 28 tahun. Beda halnya pada pasien yang sebelumnya telah mengidap sirosis hati dan terinfeksi virus hepatitis C pula, rata-rata waktu yang diperlukan pasien hingga mengidap kanker hati ialah 8-10 tahun. Beberapa studi prospektif Eropa melaporkan bahwa kejadian tahunan kanker hati pada pasien virus hepatitis C yang mengidap sirosis berkisar dari 1.4 sampai 2.5% per tahun. Pada pasien yang terinfeksi virus hepatitis C, faktor-faktor risiko sehingga terjadinya kanker hati antara lain adanya sirosis, umur yang lebih tua, jenis kelamin laki, meningkatnya kadar alpha-fetoprotein (suatu penanda tumor darah), konsumsi alkohol, dan infeksi yang bersamaan dengan virus hepatitis B. Mekanisme virus hepatitis C menyebabkan kanker hati tidak dimengerti dengan baik. Tidak seperti virus hepatitis B, material genetik virus hepatitis C tidak masuk secara langsung ke dalam material genetik sel-sel hati. Pada studi yang lain, diketahui terdapat beberapa individu-individu yang terinfeksi virus hepatitis C kronis yang menderita kanker hati tanpa mengidap sirosis. Hal ini dicurigai karena bahwa protein inti (pusat) dari virus hepatitis C adalah penyebab pengembangan kanker hati. Protein inti sendiri (suatu bagian dari virus hepatitis C) diperkirakan menghalangi proses alami kematian sel atau mengganggu fungsi dari suatu gen (gen p53) sebagai penekan tumor yang normal. Akibatnya sel-sel hati terus hidup dan berproliferase tanpa dapat dikendalikan. Sirosis Hati Sirosis hati merupakan factor resiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun 3-5% dari penderita sirosis hati akan menderita HCC, dan HCC menjadi penyebab utama kematian sirosis hati. Prediktor utama HCC pada sirosis hati adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas profelirasi sel hati. Aflatoksin Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsino-genesisnya adalah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. Aflatoxin B1 adalah kimia yang diketahui paling berpotensi membentuk kanker hati. Ia adalah suatu produk dari suatu jamur yang disebut Aspergillus flavus, yang ditemukan dalam makanan yang telah tersimpan dalam suatu lingkungan yang panas dan lembab. Jamur ini ditemukan pada makanan seperti kacang-kacang tanah, beras, kacang-kacang kedelai, jagung, dan gandum. Aflatoxin B1 telah dilibatkan pada perkembangan kanker hati di China Selatan dan Afrika Sub-Sahara. Ia diperkirakan menyebabkan kanker dengan menghasilkan perubahan-perubahan (mutasi-mutasi) pada gen p53. Mutasi-mutasi ini bekerja dengan mengganggu fungsi-fungsi penekan tumor yang penting dari gen.

3.

4.

ULANDARI (1102010282)
5.

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Obesitas Obesitas merupakan factor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non-alkoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi HCC. Diabetes Melitus (DM) DM merupakan factor resiko baik untuk penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan staetohepatis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan factor promotif potensial untuk kanker. Alkohol Meskipun alcohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, peminum berat alcohol berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik.Hanya sedikit bukti efek karsinogenik langsung dari alcohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati pada pengidap infeksi HBV atau HCV. Sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol dalam jangka waktu lama merupakan penyebab paling umum dari kanker hati di negara-negara maju. Mekanisme ini terjadi ketika para alkoholik menghentikan konsumsi alkoholnya, sel-sel hati akan mencoba untuk memperbaiki organ hati dengan cara regenerasi atau mereproduksi sel-sel baru. Selama proses regenerasi aktif inilah, terjadi suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker. Sedangkan angka kematian pada pecandu alkoholik aktif lebih disebabkan komplikasi dari pengunaan alkohol jangka panjang seperti gagal hati. Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (50-70 g/hari dan berlangsung lama) beresiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien dengan HbsAg-positif atau anti- HCV positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV. Acapkali penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas untuk terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis akibat infeksi HBV atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan resiko terjadinya HCC. Obat-Obat Terlarang, Obat-Obatan dan Senyawa Kimia Tidak ada obat-obat yang menyebabkan kanker hati, namun hormon-hormon wanita (estrogens) dan steroid-steroid pembentuk protein (anabolic) dihubungkan dengan pengembangan hepatic adenomas. Ini adalah tumor-tumor hati yang ramah/jinak yang mungkin mempunyai potensi untuk menjadi ganas (bersifat kanker). Jadi, pada beberapa individu-individu, hepatic adenoma dapat berkembang menjadi kanker. Senyawa tertentu dikaitkan dengan tipe-tipe lain dari kanker yang ditemukan pada hati. Contohnya, thorotrast, suatu agen kontras yang dahulu digunakan untuk pencitraan (imaging), menyebabkan suatu kanker dari pembuluhpembuluh darah dalam hati yang disebut hepatic angiosarcoma. Faktor Resiko Lain Penyakit hati autoimun ( hepatitis autoimun; PBC/sirosis bilier primer ) Penyakit hati metabolic ( hemokromatosis genetic; defisiensi antitrypsin- alfal; penyakit Wilson ) Kontrasepsi oral Senyawa kimia ( thorotrast; vinil klorida; nitrosamin; insektisida organoklorin; asam tanik) Tembakau ( masih kontroversial )

6.

7.

8.

9.

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Jenis kelamin laki-laki lebih rentan karena factor genetic Memiliki riwayat keluarga menderita penyakit hati atau diabetes. Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi air yang mengandung arsenik.

KLASIFIKASI Ca Hepar atau kanker hati dapat digolongkan beberapa type yaitu : a. Kanker Hati Primer : - Cholangio Carcinoma : kanker yang berawal dari saluran empedu - Hepatoblastoma : pada umumnya menyerang anak-anak atau anak yang mengalami pubertas - Angiosarcoma : kanker yang jarang terjadi, bermula di pembuluh darah yang ada pada hati. - Hepatoma (HCC) : berawal di hepatosit dan dapat menyebar ke organ yang lain. Laki-laki dua kali lebih rawan terkena penyakit ini dibandingkan wanita.

b. Kanker Hati Sekunder Kanker hati sekunder dapat muncul dari kanker hati primer pada organ-organ lain. Tetapi, pada umumnya bersumber dari perut, pankreas, kolon, dan rektum.

Secara makroskopis karsinoma hepatoseluler dibedakan atas : a. b. c. Tipe massif : biasanya di lobus kanan, batas tegas, dapat disertai nodul nodul kecil disekitar massa tumor biasa dengan atau tanpa sirosis. Tipe nodular : terdapat nodul nodul tumor dengan ukuran yang bervariasi tersebar di seluruh hati. Tipe difus : secara makroskopis sukar ditentukan daerah massa tumor

STADIUM PENYAKIT a. Stadium I b. c. Stadium II Stadium III

d.

Stadium IV

: Satu fokal tumor berdiametes < 3cm yang terbatas hanya pada salah satu segment tetapi bukan di segment I hati : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada segement I atau multi-fokal terbatas pada lobus kanan/kiri : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV) atas ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu (billiary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati. : Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan dan lobus kiri hati. atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah hati (intra hepaticvaskuler) ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel) seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis) atau vena cava inferior atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).

ULANDARI (1102010282)
Tabel Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) Points Variables i. Jumlah Tumor Ukuran tumor pada Hepar yang menggantikan hepar normal (%)a ii. Nilai Child-Pugh iii. -Fetoprotein level (ng/mL) iv. Trombosis Vena Porta (CT) a = Luas tumor pada hati 0 Single <50

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

1 Multiple <50

2 >50

A <400 No

B 400 Yes

Tabel Klasifikasi Okuda Ukuran Tumora Ascites Albumin (g/L) Bilirubin (mg/dL)

50% (+)

<50 ()

+ (+)

()

3 (+)

>3 ()

3 (+)

<3 ()

Stadium Okuda: Stadium 1= semua (-), Stadium 2= 1 atau 2 (+), Stadium 3 = 3 atau 4 (+).

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut merupakan proses khas dari sirosis hepatis yang juga merupakan proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien-pasien dengan hepatoma, kelainan sirosis tidak selalu ada. Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA akan berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan menghambat apoptosis dan meningkatkan proliferasi sel hati. Sel-sel meregenerasi sel-sel hati yang rusak menjadi nodul-nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus nodul sehingga mulai terbentuk karsinoma hepatoseluler.

Etiologi: -HBV -HCV -Alcohol -Aflatoxin -Obat-obatan bahan kimia

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Peningkatan perputaran sel hati yang diinduksi oleh injury Regenerasi kronik Kerusakan oksidatif DNA

Perubahan genetic (perubahan kromosom,aktifitas onkogenik selular,inaktivasi gen supresor tumor,invasi pertumbuhan angiogenik,aktivasi telomerase)

Transformasi malignan

Menyebar melalui 4 jalur:

1. 2. 3. 4.

Pertumbuhan sentrifungal Perluasan parasinusoidal Penyebaran system vena portal Metastasis jauh

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Perjalanan penyakit cepat bila tidak segera diobati, sebagian besar pasien meninggal dalam 3-6 bulan setelah diagnosis. Perjalanan klinis keganasan hati tidak berbeda diantara pasien yang terinfeksi kedua virus dengan hanya terinfeksi salah satu virus yaitu HBV dan HCV. Infeksi kronik ini sering menimbulkan sirosis yang merupakan faktor resiko penting untuk karsinoma hepatoseluler. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap sulai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV atau HCV akan mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik (empedu yang membesar tersumbat oleh tekanan nodul malignan dalam hilus hati) sehingga menimbulkan nyeri. Hal ini dimanifestasikan dnegan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Sumbatan intrahepatik dapat menimbulkan hambatan pada aliran portal sehingga tekanan portal akan naik dan terjadi hipertensi portal. Timbulnya asites karena penurunan sintesa albumin pada proses metabolism protein sehingga terjadi penurunan tekanan osmotic dna peningkatan cairan atau penimbunan cairan didalam rongga peritoneum.gangguan metabolism protein yang mengakibatkan penurunan sintesa fibrinogen protrombin dan terjadi penurunan faktor pembekuan darah sehinga dapat menimbulkan perdarahan. Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan duktuli empedu intrahepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan tersebut dalam hati.akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatica, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi, ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin oleh karena nodul tesebut menyumbat vena portal atau bila jaringan tumor tertanam dalam ronga peritoneal. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein menuebabkan penurunakan glikogenesis dan glukoneogenesis sehingga glikogen dalam hepar berkuranh, glikegenolisis menurun dan glukosa dalam darah berkurang akibatnya timbul keletihan. Kerusakan sel hepar juga dapat mengakibatkan penurunan fungsi penyimpanan vitamin dan mineral sehingga terjadi defisiensi pada zat besi, vitamin A, vitamin K, vitamin D, vitamin E, dll. Defiseinsi zat besi dapat mengakibatkan keletihan , defisiensi vitamin A mengakibatkan gangguan penglihatan, defisiensi vitamin K mengakibatkan resiko terjadi perdarahan, defisiensi vitamin D mengakibatkan demineralisasi tulang dan defisiensi vitamin E berpengaruh pada integritas kulit.

ULANDARI (1102010282)
MANIFESTASI KLINIK

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

A. Hepatoma fase subklinis Tidak terdapat gejala-gejala awal dari pasien yang didiagnosa mengidap kanker hati, biasanya gejala dari kanker hati dapat timbul setelah mencapai stadium lanjut dan telah memerlukan penanganan khusus. B. Hepatoma fase klinis Gejala-gejala umum dari kanker hati, yaitu: Nyeri atau rasa tak nyaman di kuadran atas abdomen : merupakan gejala yang paling umum terjadi, biasanya digunakan sebagai penanda tumor telah membesar dan luas hati yang terkena. Teraba pembengkakan local di hepar : hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegaly dibawah arcus costae tanpa nodul. Rasa penuh di abdomen (kembung) : timbul karena massa tumor sangat besar, asites, dan gangguan fungsi hati Penurunan berat badan dan letih : metabolit dari tumor ganas meningkat dan berkurangnya masukan makanan. Demam : timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, umumnya tidak disertai menggigil. Anoreksia : timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal Konstipasi atau diare Sesak nafas Malaise Ikterus : karena gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, bisa juga karena sumbatan kanker di saluran empedu. Hepatomegali Splenomegali Asites : tanda stadium lanjut Atrofi otot Perdarahan varises esophagus Peritonitis Hiperkolesterolemia Nyeri bahu belakang Udem kedua tungkai bawah Kulit gatal

10

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

DIAGNOSIS Kriteria diagnosa karsinoma hepatoseluler menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu: 1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri. 2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 ng/L. 3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya karsinoma hepatoseluler. 4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya karsinoma hepatoseluler. 5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan karsinoma hepatoseluler. Diagnosa karsinoma hepatoseluler didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

Anamnesis 1. 2. 3. 4. 5. Rasa nyeri : tumpul, terus menerus, kadang terasa hebat apabila bergerak. Waktu (nyeri dari kapan, sudah berapa lama, berapa kali). Keluhan lain : demam, badan semakin lemah, anoreksia, mudah kenyang. Riwayat penyakit : pernah terdiagnosis Hepatitis B, hepatitis C. Minum minuman beralkohol

11

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

6. Makan kacang kacangan (kacang tanah, kacang kedelai) kemungkinan yang sudah kadaluarsa 7. Konsumsi obat tertentu : a. Asetaminofen (dosis besar dan lama), dantrolen, isoniazid, metildopa, nitrofurantoin mengakibatkan gejala mirip hepatitis kronik aktif. b. Asam nikotinat, metotreksat, dan terbinafin mengakibatkan sirosis hati. c. Danazol, kontrasepsi oral, steroid anabolik, testosteron mengakibatkan tumor hati.

Pemeriksaan fisik 1. Inspeksi : Perut membesar, asimetris, ikterik. 2. Palpasi : Ditemukan hepatomegali; teraba massa bernodul, keras, immobile; shifting dullness dan undulasi (+) asites. 3. Perkusi : Saat perkusi abdomen, normalnya suara timpani menjadi redup.

Pemeriksaan Penunjang 1. Ultrasonografi Dengan ultrasonografi, gambaran khas adalah pola mosaik, sonolusensi perifer, bayangan lateral yang disebabkan pseudokapsul fibrotik, dan peningkatan akustik posterior. KHS yang masih berupa nodul kecil cenderung bersifat homogen dan hipoekoik, sedangkan nodul yang besar biasanya heterogen. Penggunaan ultrasonografi sebagai sarana screening untuk mendeteksi tumor hati pada penderita dengan sirosis yang lanjut memberikan hasil bahwa 34 dari 80 penderita yang diperiksa menunjukkan tanda-tanda tumor ganas dan 28 di antaranya adalah KHS. Ultrasonografi memberikan sensitivitas sebesar 45% dan spesifisitas 98%. Oleh karena sensitivitas tes ini maka setiap massa yang terdeteksi oleh ultrasonografi harus dianggap sebagai keganasan. Karsinoma hati sekunder memberikan gambaran berupa nodul yang diameternya kecil mempunyai densitas tinggi dan dikelilingi oleh gema berdensitas rendah. Gambaran ini berbentuk seperti mata sapi. Kesimpulannya, pada USG didapat : Echogenitas campuran (mixed echogenicity/pola mosaik) berhubungan karena adanya nekrosis dan hipervaskuler tumor. Hypoechoic : tumornya solid Hyperechoic : karena fatty metamorphosis Tumor thrombus pada vena porta ()

Gambaran USG

12

ULANDARI (1102010282)
2. CT-scan dan angiografi

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

KHS dapat bermanifestasi sebagai massa yang soliter, massa yang dominan dengan lesi satelit di sekelilingnya, massa multifokal, atau suatu infltrasi neoplasma yang sifatnya difus. CT-scan telah banyak digunakan untuk melakukan karakterisasi lebih lanjut dari tumor hati yang dideteksi melalui ultrasonografi. CT-scan dan angiografi dapat mendeteksi tumor hati yang berdiameter 2 cm. Walaupun ultrasonografi lebih sensitif dari angiografi dalam mendeteksi karsinoma hati, tetapi angiografi dapat lebih memberikan kepastian diagnostik oleh karena adanya hipervaskularisasi tumor yang tampak pada angiografi. Dengan media kontras lipoidol yang disuntikkan ke dalam arteria hepatika, zat kontras ini dapat masuk ke dalam nodul tumor hati. Dengan melakukan arteriografi yang dilanjutkan dengan CT-scan, ketepatan diagnostik tumor akan menjadi lebih tinggi.

3.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) Magnetic resonance (MR) imaging umum digunakan secara rutin untuk screening penderitapenderita dengan sirosis. Pada studi yang dilakukan oleh Krinsky dkk menguji sensitivitas dan spesifisitas dari sarana tes ini untuk KHS dan nodul displastik pada sirosis hati. Hasil studi menunjukkan sensitivitas untuk diagnosis KHS dilaporkan hanya sebesar 53% saja. Hal ini disebabkan karena lesi-lesi yang tidak terdeteksi tersebut kebanyakan mempunyai diameter kecil yaitu rata-rata 1,3 cm. Sebaliknya, nodul displastik derajat tinggi meskipun dapat dideteksi namun terdiagnosis sebagai KHS karena adanya arterial phase enhancement. Dengan demikian, diperlukan kriteria lain selain arterial phase enhancement untuk membedakan nodul displastik dari KHS yang kecil.

13

ULANDARI (1102010282)
4. Positron Emission Tomography (PET)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Salah satu teknologi terkini peralatan kedokteran radiologi adalah PET yang merupakan alat pendiagnosis kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai fluorine 18 atau Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis sel sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel sel yang terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastasis. Gambaran PET

5.

Uji faal hati Karsinoma hati dapat menyebabkan terjadinya obstruksi saluran empedu atau merusak sel-sel hati oleh karena penekanan massa tumor atau karena invasi sel tumor hingga terjadi gangguan hati yang tampak pada peningkatan SGOT, SGPT (N : Laki-laki : 0 50 U/L, Perempuan : 0 35 U/L), alkali fosfatase, laktat dehidrogenase. Gangguan faal hati ini tidak spesifik sebagai petanda tumor. Alfafetoprotein Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal juga dapat ditemukan juga pada kehamilan. Sensitivitas Alphafetoprotein (AFP) untuk mendiagnosa KHS 60% 70%, artinya hanya pada 60% 70% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP, sedangkan pada 30% 40% penderita nilai AFP nya normal. Spesifitas AFP hanya berkisar 60% artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada sirrhosis hati dan hepatitis kronik, kanker testis, (8) dan terratoma . Aspirasi Jarum halus Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy) terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu hepatoma. Tindakan biopsi aspirasi yang dilakukan oleh ahli patologi anatomi ini hendaknya dipandu oleh seorang ahli radiologi dengan menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scann fluoroscopy sehingga hasil yang diperoleh akurat. Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CT scann mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di sekitar tumor.

6.

7.

14

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Standar diagnosis Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer. 1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer. 1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati membesar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma. 2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA199) positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma. 3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian lesi metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragis makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat menyingkirkan hepatoma metastatik. 2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer - IA : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. - IB : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm, di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. - IIA : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan <5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. - IIB : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan >5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena hepatic atau saluran empedu dan/atau Child B. - IIIA : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B. - IIIB : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

DIAGNOSIS BANDING 1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (+) Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP. 2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (-) Hemangioma hati paling sulit dibedakan dari HCC dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, MRI dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahun-tahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik sering cukup sulit dibedakan dari HCC.

15

ULANDARI (1102010282)
PENATALAKSANAAN Terapi Bedah

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

a. Metode hepatektomi Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini. Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5 cm) dapat mencapai 50-60%. Hepatektomi beraturan adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, memutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen) tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraturan tidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu berjarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya. Keberhasilan dari hepatektomi adalah mengontrol perdarahan. Pada waktu reseksi hati, metode mengurangi perdarahan meliputi obstruksi aliran darah porta pertama hati, koagulasi gelombang mikro potongan hati, klem hati, obstruksi temporer satu sisi cabang vena porta dan cabang arteri hepatika, dll. Pada kasus dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila perlu dapat diobstruksi berulang kali. Komplikasi utama pasca hepatektomi adalah: Gagal fungsi hati; timbul beberapa hari hingga beberapa minggu pasca operasi, sering kali berkaitan dengan pasien dengan penyakit hati aktif kronis, sirosis sedang atau lebih, volume hepatektomi terlalu besar, perdarahan selama operasi berlebih, waktu obstruksi porta hati terlalu lama dan obat-obatan perioperatif (termasuk obat anestetik) bersifat hepatotoksik. Perdarahan pasca operasi, kebanyakan karena hemostasis selama operasi kurang tuntas, sutura ligasi vascular terlepas, gangguan koagulasi, nekrosis permukaan irisan hati. Dapat juga terjadi infeksi subdiafragma, karena pasca operasi terjadi akumulasi darah dan cairan di bawah diafragma, maka timbul abses subfrenik; fistel cairan empedu: perdarahan saluran cerna atas. Pada hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah ternyata tumor tidak dapat direseksi. Sesudah diberikan terapi gabungan. tumor mengecil, dilakukan laparotomi lagi dan dapat dilakukan reseksi. b. Transplantasi hati Seiring perkembangan zaman, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya tinggi, donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya berpendapat mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan indikasi lebih baik untuk transplantasi hati. c. Terapi operatif nonreseksi Pasca laparotomi, karena tumor menyebar atau tidak dapat dilakukan reseksi, sehingga dipertimbangkan terapi operatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat melalui kateter transarteri hepatic/kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi melalui kateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, evaporisasi dengan laser energi tinggi saat operasi; injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.

16

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Terapi Lokal a. Injeksi Etanol Perkutan (PEI - Percutaneous Ethanol Injection) PEI digunakan untuk terapi HCC yang kecil dan terlokalisir. HCC berukuran <3 cm dan berjumlah kurang dari 3 nodul. Pada PEI, etanol steril disuntikkan ke nodul tumor dengan panduan USG atau CT. Destruksi sel tumor oleh alkohol absolut steril yang diinjeksikan diperkirakan dihasilkan oleh kombinasi dari dehidrasi sel, nekrosis koagulasi, serta trombosis vaskuler yang diikuti iskemia jaringan. Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang dapat terjadi akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal. Kontraindikasi PEI meliputi adanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang dapat meningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca tindakan. Angka survival 3 tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani dengan PEI dilaporkan sebesar70%. b. Ablasi Radiofrekuensi (RFA Radiofrequency Ablation) Merupakan metode ablasi lokal yang paling sering dipakai dan efektif. Elektroda RFA ditusukkan ke dalam tumor melepaskan energi radio frekuensi, hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif. RFA perkutan memiliki keunggulan mikroinvasif, aman, efektif, sedikit komplikasi. mudah diulangi. Pemanasan karena tahanan terjadi sebagai akibat dari agitasi ionik di sekitar elektroda menjadi energi RF yang berosilasiselama usaha untuk mencapai ground. (Ellis, 2004) Sebuah studi yang membandingkan RFA dengan PEI pada pasien-pasien dengan HCC berukuran lesi hingga 4 cm menunjukkan bahwa RFA unggul dalam hal angka survival 3 tahun pasien (74% dibanding 51%). Penelitian yang lain menunjukkan manfaat RFA sama saja dengan PEI. Secara umum, hanya sedikit saja penggunaan RFA yang mencapai nekrosis lengkap tumor, tanpa perbedaan bermakna dalam morbiditas dan peningkatan ketahanan hidup pasien. c. Kryoterapi/Kryoablasi (Cryotherapy/Cryoablation) Kryoterapi merupakan metoda penggunaan sifat termal untuk mengablasi suatu tumor. Menggunakan pendinginan/pembekuan yang cepat, biasanya menggunakan gas nitrogen, penghangatan yang lambat, lalu pengulangan siklus pembekuan-penghangatan hingga mencapai titik ablasi yang ditandai oleh terbentuknya kristal es pada intra dan ekstrasel. Efek kryoterapi meliputi kerusakan vaskuler, kerusakan organela dan dinding sel, dehidrasi sel, serta perubahan pH dan osmolaritas intrasel. Indikasi kryoterapi pada HCC untuk pasien dengan tumor multiple yang bilobi yang tidak memungkinkan bagi tindakan reseksi subsegmental yang multipel. Terapi Sistemik a. Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5-fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed). b. Terapi hormonal : Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit, dan secara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar. Obat antiestrogen, tamoxifen dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar. c. Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide). Somatostatin memiliki aktivitas antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin, dan sel-sel HCC memiliki reseptor somatostatin. d. Thalidomide, sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan epirubicin atau dengan interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas pada pengobatan HCC.

17

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

e. Terapi interferon, biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan untuk pengobatan HCC. Mekanisme terapinya meliputi efek langsung anti virus, efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi langsung maupun tak langsung. f. Molecularly targeted therapy, adalah inhibitor tirosin-kinase multi target dengan kemampuan antiangio genesis pula. Radioterapi Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalis radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan bersama metode terapi lain seperti ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi arteri hepar. Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus, asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis terapi, dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioti internal terhadap hepatoma. Saat ini untuk memberikan terapi radiasi eksterna bagi pasien HCC yang inoperabel,dikembangkan beberapa teknik,antara lain: - Three dimensional conformal radiotherapy (3-D-CRT) - Intensity-modulated radiotherapy (IMRT) - Stereotactic body radiotherapy (SBRT) - Proton beam dan heavy ion therapy

18

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Terapi Paliatif Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut (intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan analisis, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterialembolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya, bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat.

PENCEGAHAN Pencegahan Primordial Pencegahan primordial adalah pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang belum terpapar faktor risiko. Pencegahan yang dilakukan antara lain : 1. Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta konsumsi makanan dengan gizi seimbang. 2. Hindari makanan tinggi lemak dan makanan yang mengandung bahan pengawet/ pewarna. 3. Konsumsi vitamin A, C, E, B kompleks dan suplemen yang bersifat antioksidan, peningkat daya tahan tubuh. Pencegahan Primer Pencegahan primer merupakan pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang sudah terpapar faktor risiko agar tidak sakit. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain dengan : 1. Memberikan imunisasi hepatitis B bagi bayi segera setelah lahir sehingga pada generasi berikutnya virus hepatitis B dapat dibasmi. 2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang virus hepatitis (faktor-faktor risiko kanker hati) sehingga kejadian kanker hati dapat dicegah melalui perilaku hidup sehat. 3. Menghindari makanan dan minuman yang mengandung alkohol karena alkohol akan semakin meningkatkan risiko terkena kanker hati. 4. Menghindari makanan yang tersimpan lama atau berjamur karena berisiko mengandung jamur Aspergillus flavus yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya kanker hati. 5. Membatasi konsumsi sumber radikal bebas agar dapat menekan perkembangan sel kanker dan meningkatkan konsumsi antioksidan sebagai pelawan kanker sekaligus mangandung zat gizi pemacu kekebalan tubuh. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang sudah sakit agar lekas sembuh dan menghambat progresifitas penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan yang tepat. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier yang dapat dilakukan yaitu berupa perawatan terhadap penderita kanker hati melalui pengaturan pola makan, pemberian suplemen pendukung penyembuhan kanker, dan cara hidup sehat agar dapat mencegah kekambuhan setelah operasi. KOMPLIKASI Asites, perdarahan saluran cerna atas, enselofati hepatica, sindrom hepatorenal (keadaan pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal yang ditandai dengan gangguan ginjal dan sirkulasi darah).

19

ULANDARI (1102010282)
PROGNOSIS

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang besar/ ganda dan penyakit hati stadium lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan penerapan terapi yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi, dan PEI). Stadium tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati, dan intervensi spesifik mempengaruhi prognosis pasien HCC. Jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah 4,3 bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma hepatic dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis terutama ialah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll.

MEMAHAMI DAN MENJELASKAN TRANSPLANTASI HATI Pengertian Tansplantasi. Zamzami Saleh (dalam artikel Syariah Project, 2009) menjelaskan bahwa Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau dari mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi, sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan secara sehat. Tujuan Transplantasi. Zamzami Saleh (dalam artikel Syariah Project, 2009) juga menjelaskan bahwa tujuan dari transplantasi adalah sebagai pengobatan dari penyakit karena islam sendiri memerintahkan manusia agar setiap penyakit diobati, karena membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian, sedangkan membiarkan diri terjerumus dalam kematian (tanpa ikhtiyar) adalah perbuatan terlarang. Sebagaimana firman Allah dalam Al-quran Surat An-Nisa ayat 29 Dan jangan lah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu.

20

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Maksudnya apabila sakit maka manusia harus berusaha secara optimal untuk mengobatinya sesuai kemampuan, karena setiap penyakit sudah ditentukan obatnya, maka dalam hal ini transplantasi merupakan salah satu bentuk pengobatan. Syarat-syarat Pelaksanaan Transplantasi. Menyumbangkan organ tubuh diperbolehkan dalam islam selama hal itu dilakukan berdasarkan batasanbatasan yang telah ditentukan oleh syariat. Dengan demikian, Sheikh Ahmad Kutty (dalam artikel Islam.ca) menuturkan beberapa syarat-syarat yang membolehkan transplantasi organ, yaitu: a. Syarat bagi orang yang hendak menyumbangkan organ dan masih hidup: - Orang yang akan menyumbangkan organ adalah orang yang memiliki kepemilikan penuh atas miliknya sehingga dia mampu untuk membuat keputusan sendiri. - Orang yang akan menyumbangkan organ harus seseorang yang dewasa atau usianya mencapai dua puluh tahun. - Harus dilakukan atas keinginannya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun. - Organ yang disumbangkan tidak boleh organ vital yang mana kesehatan dan kelangsungan hidup tergantung dari itu. - Tidak diperbolehkan mencangkok organ kelamin. b. Syarat bagi mereka yang menyumbangkan organ tubuh jika sudah meninggal: - Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya. - Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang. - Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya. - Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia. - Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.

Akibat dari Transplantasi. C.S. Williamson (Dolong, dkk. dalam buku Islam untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan 1) ahli bedah pada Nayo Unic yang terkenal mengemukakan bukti maha penting bahwa adanya penolakan alat pada resipien. Kemudian Sir Peter Brian Medawarpada tahun 1944 membuktikan bahwa transplantasi yang dilakukan berulang-ulang dari donor yang sama mengakibatkan penolakan yang makin meninggi dari resipien. Penolakan hamper tidak ditemukanpada allograft dari orang yang kembar, sedangkan pada orang yang berbeda akan punya antigen (protein khusus yang ditemukan dalam sel darah putih) yang berbeda. Oleh karena itu, maka orang yang menerima suatu alat akan menganggapnya sebagai benda asing dan memberikan reaksi imuunologik (reaksi penolakan) yang sekiranyatidak diberikan obat-obatan penekan reaksi tersebut bisa merusak alat yang dipindahkan tersebut.

21

ULANDARI (1102010282)

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Hukum Transplantasi. Hukum tentang transplantasi sangat bermacam-macam, ada yang mendukung dan ada pula yang menolaknya. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini akan menggabungkan hukum-hukum dari beberapa sumber yaitu dari Abuddin (Ed) (2006) dan Zamzami Saleh (2009), sebagai berikut: Transplantasi organ ketika masih hidup. 1. Pendapat 1: Hukumnya tidak Boleh (Haram).Meskipun pendonoran tersebut untuk keperluan medis (pengobatan) bahkan sekalipun telah sampai dalam kondisi darurat. Dalil1: Firman Allah SWT Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya Al lah maha penyayang kepadamu ( Q.S.An-Nisa:4:29) dan Firman Allah SWT Dan Janganlah kamu jatuhkan dirimu dalam kebinasaan dan berbuat baiklah sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (Q.S.Al-Baqarah :2:195). Maksudnya adalah bahwa Allah SWT melarang manusia untuk membunuh dirinya atau melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Sedangkan orang yang mendonorkan salah satu organ tubuhnya secara tidak langsung telah melakukan perbuatan yang membawa kepada kehancuran dan kebinasaan. Padahal manusia tidak disuruh berbuat demikian, manusia hanya disuruh untuk menjaganya (organ tubuhnya) sesuai ayat di atas. Manusia tidak memiliki hak atas organ tubuhnya seluruhnya,karena pemilik organ tubuh manusia Adalah Allah swt. Pendapat 2: Hukumnya jaiz (boleh) namun memiliki syarat -syarat tertentu. Dalil 2: Seseorang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang lain untuk menyelamatkan hidupnya merupakan perbuatan saling tolong-menolong atas kebaikan sesuai firman Allah swt Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (Qs.Al-maidah 2). Setiap insan, meskipun bukan pemilik tubuhnya secara pribadi namun memiliki kehendak atas apa saja yang bersangkutan dengan tubuhnya, ditambah lagi bahwa Allah telah memberikan kepada manusia hak untuk mengambil manfaat dari tubuhnya, selama tidak membawa kepada kehancuran, kebinasaan dan kematian dirinya (QS. An-Nisa 29 dan al-Baqarah 95). Oleh karena itu, sesungguhnya memindahkan organ tubuh ketika darurat merupakan pekerjaan yang mubah (boleh) dengan dalil

2.

Transplantasi organ ketika dalam keadaan koma. Pendapat: Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan masih hidup, meskipun dalam keadaan koma, hukumnyaharam. Dalil: Sesungguhnya perbuatan mengambil salah satu organ tubuh manusia dapat membawa kepada kemudlaratan, sedangkan perbuatan yang membawa kepada kemudlaratan merupakan perbuatan yang terlarang sesuai Hadist nabi Muhammad saw Tidak boleh melakukan pekerjaan yang membawa kemudlaratan dan tidak boleh ada kemudlaratan Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya dem mempertahankan hidupnya, karena hidup dan mati itu berada ditangan Allah SWT. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematianorang lain, meskipun mengurangi atau menghilangkan penderitaan pasien.

22

ULANDARI (1102010282)
Transplantasi organ ketika dalam keadaan telah meninggal. 1.

SKENARIO 2 : HEPATOCELLULAR CARCINOMA

Pendapat 1: Hukumnya Haram karena kesucian tubuh manusia setiap bentuk agresi atas tubuh manusia merupakan hal yang terlarang. Dalil: Ada beberapa perintah Al-Quran dan Hadist yang melarang. Diantara hadist yang terkenal, yaitu: Mematahkan tulang mayat seseorang sama berdosanya dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang tersebut ketika ia masih hidup Tubuh manusia adalah amanah, pada dasarnya bukanlah milik manusia tapi merupakan amanah dari Allah yang harus dijaga, karena itu manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkannya kepada orang lain. Pendapat 2: Hukumnya Boleh. Dalil: Dalam kaidah fiqiyah menjelaskan bahwa Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan yang mendatangkan madharat yang paling besar dengan melakukan perbuatan yang paling ringan madharatnya dari dua madharat. Selama dalam pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai penghinaan kepadanya.

2.

23

Anda mungkin juga menyukai