TONSILITIS
Disusun Oleh :
Yolan Sri Widiastuti (09310084)
Yayu Nurhalimah (09310214)
Pembimbing :
dr. Yonki Kornel., Sp.THT-KL., M.Kes
faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (lateral band
dinding faring/Gerlachs tonsil).
Gambar 1.
Gambar 2.
B. Etiologi
Bakteri aerob
Group A beta-hemolytic streptococci (GABHS)
Groups B, C, F, streptococcus
Respiratory syncytial
Parainfluenza
Others
Mycobacterium (atypical nontuberculous)
Candida albicans
C. Klasifikasi
1. Tonsilitis akut
Tonsilitis viral
Tonsilitis bakterial
2. Tonsilitis membranosa
Tonsilitis difteri
Angina Plaut vincent (stomatitis ulsero membranosa)
3. Tonsilitis kronik
Beberapa konsep yang harus dipahami untuk mengetahui tonsilitis
akut dan kronik :
Adanya infeksi polymicrobial
Meningkatkan kehadiran mikroorganisme penghasil beta-laktamase
Peran bakteri anaerob
Peran konsentrasi antigen bakteri
Peran Haemophilus influenzae dan laktamase beta lainnya memproduksi
mikroorganisme
Pentingnya obstruksi crypt mengakibatkan bakteri stasis dan pembentukan
infeksi kronis
Gangguan dalam homeostasis bakteri normal bergeser dari commensals
patogen potensial
Peran mediator inflamasi
Pentingnya flora normal seperti Streptococcus oralis dalam mencegah
1. Tonsilitis Akut
Tonsilitis Viral
Etiologi : Epstein Barr Virus, hemofilus influenza
Gejala klinis : mirip seperti common cold, rasa nyeri pada tonsil
Pemeriksaan fisik : tampak luka-luka kecil pada palatum dan tonsil
Terapi : istirahat, minum cukup, analgetik, antivirus diberikan jiga gejala
tampak berat.
4
Gambar 3.
Tonsilitis Bakterial
Etiologi : grup A Streptokokus beta hemolitikus, pneumokokus,
Streptokokus viridian dan Streptokokus piogenes.
Gejala klinis : awalnya mengeluh rasa kering di tenggorok. Kemudian
berubah menjadi rasa nyeri di tenggorok dan rasa nyeri saat menelan.
Makin lama rasa nyeri ini semakin bertambah nyeri sehingga anak menjadi
tidak mau makan. Nyeri hebat ini dapat menyebar sebagai referred pain ke
sendi-sendi dan telinga. Nyeri pada telinga (otalgia) tersebut tersebar
melalui nervus glossofaringeus (IX).
Keluhan lainnya berupa demam yang suhunya dapat sangat tinggi sampai
menimbulkan kejang pada bayi dan anak-anak. Rasa nyeri kepala, badan
lesu dan nafsu makan berkurang sering menyertai pasien tonsilitis akut.
Suara pasien terdengar seperti orang yang mulutnya penuh terisi makanan
panas. Keadaan ini disebut plummy voice. Mulut berbau busuk (foetor
ex ore) dan ludah menumpuk dalam kavum oris akibat nyeri telan yang
hebat (ptialismus).
Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan tonsilitis akut ditemukan tonsil yang
udem, hiperemis dan terdapat detritus yang memenuhi permukaan tonsil
baik berbentuk folikel, lakuna, atau pseudomembran. Ismus fausium
tampak menyempit. Palatum mole, arkus anterior dan arkus posterior juga
Gambar 4.
2. Tonsilitis membranosa
Tonsilitis difteri
Etiologi : Penyebab penyakit ini adalah Corynebacterium diphteriae yaitu
suatu bakteri gram positis pleomorfik penghuni saluran pernapasan atas
yang dapat menimbulkan abnormalitas toksik yang dapat mematikan bila
terinfeksi bakteriofag.
Gejala klinis dibagi menjadi 3 golongan :
Gambar 5.
bawahmembran
semu
dan
didapatkan
kuman
Corynebacterum diphteriae.
Terapi : Istirahat mutlak selama kurang lebih 2 minggu, pemberian cairan
serta diit yang adekwat. Khusus pada diphtheria laring dijaga agar nafas
tetap bebas serta dijaga kelembaban udara dengan menggunakan nebulizer.
Bila tampak kegelisahan, iritabilitas serta gangguan pernafasan yang
progresif hal-hal tersebut merupakan indikasi tindakan trakeostomi.
Anti Diphteria Serum (ADS)
Antitoksin harus diberikan segera setelah dibuat diagnosis diphtheria.
Sebelumnya harus dilakukan tes kulit atau tes konjungtiva 14 dahulu. Oleh
karena pada pemberian ADS terdapat kemungkinan terjadinya reaksi
anafilaktik, maka harus tersedia larutan Adrenalin 1 : 1000 dalam semprit.
Tes kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml ADS dalam larutan garam
7
Tonsilitis septik
Etiologi : streptococcus hemolitikus yang terdapat pada susu sapi
dan
Streptokokus
piogenes,
Stafilokokus,
Gambar 6.
Gambar 7.
Pemeriksaan fisik :
Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan
ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh
eksudat yang purulen atau seperti keju.
Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadangkadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang
hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
10
Gambar 8.
Ukuran tonsil dibagi menjadi :
T0 : Post tonsilektomi
T1 : Tonsil masih terbatas dalam fossa tonsilaris
T2 : Sudah melewati pilar anterior, tapi belum melewati garis
paramedian (pilar
posterior)
11
melebar, lebih
besar
lagi
sehingga
terbentuk
membran
semu
radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses
penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan
mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh
detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul
perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
12
medis
termasuk
pemberian
antibiotika
2. Tindakan Operatif
Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang
diusulkan oleh Celsus dalam buku De Medicina (tahun 10 Masehi).
Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina
seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris
bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada jaringan sekitarnya
seperti uvula dan pilar.
Gambar 9
Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi yaitu :
Indikasi tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,
Head and Neck Surgery :
Indikasi absolut :
14
.
Obstruktif Tonsillar Hiperplasia
Indikasi relatif
Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis
tidak responsif terhadap terapi media
G. Prognosis
Gejala tonsillitis akibat radang biasanya menjadi lebih baik sekitar 2 atau 3
hari setelah pemberian antibiotik. dapat berulang hingga menjadi kronis
bila factor predisposisi tidak dihindari.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsillitis, dan hipertrofi adenoid.
Buku ajar Ilmu kesehatan Telinga, hidung, tenggorokan, kepala dan leher.
Edisi 6. Balai penerbit FK UI. Jakarta 2008.
2. Soepardi Arsyad Efiaty dr sp. THT (K), dkk. Tonsilitis Difteri. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi
keenam. Balai
Penerbit FKUI. 2007: 222
3. Khalid, Naman dkk. Tonsilitis Difteri. Bagian THT RSUD Kerawang.
2011.
16
4. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan :
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;
2001
5. R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi.
Jakarta : EGC ; 1997
6. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC; 2001.
7. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made
Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
17