Anda di halaman 1dari 27

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. KARSINOMA HEPATOSELULAR
II.1 Definisi Hepatoma (Karsinoma Hepatocelullar/HCC)
Hepatoma (Karsinoma Hepatocelullar/HCC) adalah tumor ganas hati
primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma
fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainya, kolangiokarsinoma
(Cholangiocarsinoma =CC) dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel
billier, sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel
masenkim. HCC merupakan salah satu tumor ganas hati primer yang sering
ditemukan yang berasal dari sel hepatosit. 1,3
II.2 Epidemiologi Hepatoma
HCC meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta
menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan
sebagai kanker tersering di dunia, dan urutan ketiga dari kanker system saluran
cerna setelah kanker kolorectal dan kanker lambung. Tingkat kematian (rasio
antara mortalitas dan insidensi) HCC juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah
kanker pancreas. Secara geofrafis, di dunia terdapat tiga kelompok wilayah
tingkat kekerapan HCC, yaitu tingkat kekerapan rendah (kurang dari tiga
kasus); menengah (tiga hingga sepuluh kasus); dan tinggi (lebih dari 10 kasus
per 100.000 penduduk). Tingkat kekerapan tertinggi terletak di Asia Timur dan
Tenggara setelah Afrika Tengah, Sedangkan yang terendah di Eropa Utara,
Amerika Tengah, Australia dan Selandia Baru.1,3,4

Sekitar 80% dari kasus HCC di dunia berada di Negara berkembang


seperti Asia Timur dan Asia tenggara serta Afrika Tengah (Sub-Sahara), yang
dikenal sebagai wilayah dengan prevalensi Hepatitis virus yang tinggi. Di
Negara Maju dengan tingkat kekerapan HCC rendah atau menengah,
Prevalensi infeksi HCV berkorelasi baik dengan angka kekerapan HCC. 1,3
HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemic
infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di
wilayah dengan kekerapan HCC tinggi, umur pasien HCC 10-20 tahun lebih
muda daripada umur pasien HCC di wilayah dengan angka kekerapan HCC
renda. Pada semua populasi, kasus HCC laki-laki jauh lebih banyak (dua-empat
kali lipat) daripada kasus HCC perempuan. Di Wilayah dengan angka
kekerapan HCC yang tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai
delapan berbanding satu, masih belum jelas apakah hal ini disebabkan oleh
lebih rentannya laki-laki terhadap HCC, atau karena laki-laki lebih banyak
terpajan oleh factor resiko HCC seperti virus Hepatitis dan alkohol. 1,3
Table 2.1. angka insidens kanker hati per 100.000 penduduk berdasarkan
jenis kelamin serta wilayah geografis.1
Wilayah geografis
Global
Afrika
Afrika timur
Afrika Tengah
Afrika Utara
Afrika Selatan
Afrika Barat
Asia
Asia Timur

Angka insidens
Laki-laki
Perempuan
14,97
5,51
14,44
24,21
4,95
6,16
13,51

6,02
12,98
2,68
2,07
6,16

35,46

12,66

18,35
5,70
Asia Tenggara
2,77
1,45
Asia Tengah Selatan
5,60
2,04
Asia Barat
Kepulauan pasifik
12,98
6,38
Eropa
5,80
2,55
Eropa Timur
2,61
1,39
Eropa Utara
9,84
3,45
Eropa Selatan
5,85
1,61
Eropa Barat
Amerika
7,58
4,17
Karibea
2,06
1,64
Amerika Tengah
4,80
3,68
Amerika Selatan
4,11
1,68
Amerika Serikat &kanada
Australia dan Selandia Baru
3,60
1,19
Sumber: Bosch Fx, Ribes J, Borres J. Epidemiologi of primary liver
cancer. Semin Liver Dis 1999;19:271-286.
II.3 Etiologi Hepatoma1,3
1. Virus Hepatitis B (HBV)
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan HCC terbukti kuat, baik
secara epidemiologi, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar
wilayah yang hiperendemik HBV menunjukkan angka kekerapan HCC
yang tinggi. Juga di tenggarai bahwa kekerapan HCC yang berikatan
dengan HBV pada anak jelas menurun setelah diterapkan vaksinasi HBV
universal bagi anak. Umur saat terjadinya infeksi sangat penting, karena
infeksi HBV pada usia dini akan menyebabkan terjadinya presistensi
(kronisitas). Karsinogenesitas HBV mungkin terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA
ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein spesifik HBV
berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan sel hepatosit dari
kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan

tingkat karsinogenesis hati.

Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak

langsung melalui kompensasi proliperatif merespons nekroinflamasi sel


hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen
yang berubah akibat HBV. Koinsidensi HBV dengan pajanan agen
onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya HCC
tanpa melalui sirosis hati (HCC pada hati non sirotik). Transaktivasi
beberapa promoter selular atau viral tertentu oleh agen-X HBV (HBx)
dapat mengakibatkan terjadinya HCC, mungkin karena akumulasi protein
yang disandi HBx mampu menyebabkan akselerasi proliferasi Hepatosit.
Dalam hal ini proliferasi berlebihan hepatosit oleh HBx melampaui
mekanisme protektif dari apoptosis sel.

Genotipe HBV ditengarai

memiliki kemampuan yang ebrbeda dalam mempengaruhi proses


perjalanan penyakit. Relevansi genotype HBV semakin jelas diketahui.
Sebagai contoh, dibandingkan dengan genotype C, Genotipe B
dihubungkan dengan serokonversi HBeAG yang lebih awal, progresi ke
sirosis hepar lebih lambat serta lebih jarang berkembang menjadi HCC. 1,3
2. Virus Hepatitis C (HCV)
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan factor
resiko penting dari HCC. Prevalensi anti-HCV pada pesien HCC di Cina
dan Afrika Selatan sekitar 30% sedangkan di Eropa Selatan dan jepang
70-80%. Meta analisis dari 32 penelitian kasus-kelola menyimpulkan
bahwa infeksi HCV adalah 17 kali lipat disbanding resiko pada bukan
pengidap. Koeksistensi infeksi HCV kronik dengan infeksi HBV atau
dengan peminum alkohol meliputi 20% dari kasus HCC. Pada kelompok

pasien penyakit hati akibat transfuse darah dengan anti-HCV positif,


interval antara saat transfusi hingga terjadi HCC dapat mencapai 29
tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktivitas
nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. 1,3
3. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan factor resiko utama HCC di dunia dan melatar
belakangi lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun tiga sampai lima
persen dari pasien SH akan menderita HCC, dan HCC merupakan
penyebab utama kematian SH. Otopsi pada pasien SH mendapat 20-80%
di antaranya telah menderita HCC. Pada 60-80% dari SH makronoduler
dan tiga sampai sepuluh persen dari SH mikronodular dapat ditemukan
adanya HCC. Prediktor Utama HCC pada SH adalah jenis kelamin lakilaki, peningkatan alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan
tingginya aktifitas proliferasi sel hati. 1,3
4. Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di
Amerika Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapatkan
terjadi nya peningkatan angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker
hati pada kelompok individu dengan berat badan tinggi (indeks masa
tubuh: IMT 35-40KG/m2) dibandingkan dengan kelompok individu yang
IMTnya normal. Sepeti diketahui, obesitas merupakan factor resiko
utama non-alcoholic fetty liver disease (NAFLD), khususnya nonalkoholic steathohepatis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis
hepatis dan kemudian berlanjut menjadi HCC. 1,3
5. Aflatoksin

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh


jamur aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui AFB1 bersifat
karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan
karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk
ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya adalah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon
249 dari gen supresor tumor p53. 1,3
6. Diabetes Miletus
Telah lama ditengarai bahwa DM menupakan factor resiko baik umtuk
penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan
hati dan steatohepatitis non alkoholik (NASH). Disamping itu DM
dihubungkan dengan peningkatan insulin dan insulin like growth factor
(IGFs) yang merupakan factor promotif potensial untuk kanker. 1,3
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, peminum berat
alkohol (>50-70g/hari dan berlangsung lama) beresiko untuk menderita
HCC melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek
karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan
resiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV dan
HCV. Sebliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat
bermakna pada pasien dengan HBaAg-positif atau anti HCV-positif. Ini
menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV
maupun infeksi HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent,
sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan resiko terjadinya
HCC. 1,3
8. Non alcolholic steatohepatis (NASH)

10

Mekanisme yang tepat dibalik pengembangan HCC pada NASH masih


belum jelas, meskipun mekanisme patofisiologi NASH terkait dengan
resistensi insulin dan inflamasi kronis yang kemungkinan berkontribusi
terhadap potensi karsinogenik dari NASH. Obesitas dan diabetes jelas
telah ditetapkan sebagai faktor risiko terjadinya NASH, dan telah terlibat
dalam pertumbuhan beberapa kanker, termasuk HCC. Resistensi insulin
terkait dengan obesitas, sindrom metabolik, dan diabetes yang
menyebabkan peningkatan pelepasan FFA dari adiposit, pelepasan
beberapa sitokin proinflamasi termasuk tumor nekrosis faktor-alpha
(TNF-a), interleukin-6 (IL-6), leptin, dan resistin, serta penurunan jumlah
adiponektin. Proses ini mendukung perkembangan steatosis hati dan
inflamasi hati. Hiperinsulinemia mengatur produksi insulin-like growth
factor-1 (IGF1), yang merupakan hormon peptida yang merangsang
pertumbuhan melalui proliferasi sel dan penghambatan apoptosis dalam
sel hepar. Insulin juga mengaktifkan substrat reseptor insulin-1 (IRS-1),
yang terlibat dalam jalur sinyal sitokin dan telah terbukti dalam terjadinya
HCC. Mannose 6-phosphate/IGF2 reseptor (M6P/IGF2R) terlibat dalam
mengatur pertumbuhan sel dengan mengaktifkan inhibitor pertumbuhan
dan menonaktifkan IGF2, stimulator pertumbuhan. M6P / IGF2 reseptor
berfungsi sebagai penekan tumor. Mutasi menyebabkan hilangnya
heterozigositas pada reseptor ini telah ditemukan di 61% dari pasien
dengan HCC. Adiponektin adalah spesifik anti-inflamasi

polipeptida

pada jaringan adiposa yang menurun dalam insulin-resisten, dan telah

11

terbukti menghambat angiogenesis melalui modulasi apoptosis pada


hewan model. Ini merupakan kompleks faktor yang berhubungan dengan
suatu resisten insulin-, meningkatkan pertumbuhan sel tanpa hambatan
dan tampaknya memainkan peran penting dalam pengembangan HCC
pada NASH. 1,3
Perkembangan NASH juga berhubungan dengan oksidatif stres dan
pelepasan spesies oksigen reaktif (ROS) yang sepertinya memberikan
kontribusi dalam pembentukan HCC. Percobaan pada tikus obesitas
dengan resistensi insulin menunjukkan bahwa produksi ROS meningkat
dalam mitokondria hepatosit dengan infiltrasi lemak, dan stres oksidatif
dapat terlibat dalam hiperplasia hepar. Selama karsinogenesis, epitel
hiperplasia dan displasia umumnya mendahului kanker dalam beberapa
tahun. Stres oksidatif dapat mendukung tumorigenesis melalui proliferasi
steatosis, inflamasi, dan proliferasi sel, atau dapat menyebabkan mutasi
sel secara langsung. Trans-4-hidroksi-2-nonenal, produk peroksidasi lipid,
telah terbukti menyebabkan mutasi dari gen

supresor p53. Nuclear

respiratory factor-1 (Nrf1) adalah transkripsi faktor yang penting dalam


mediasi oksidatif stres. Dalam model binatang, Xu et al. Menunjukkan
bahwa sel hepatosit yang memiliki sedikit faktor transkripsi Nrf1 telah
meningkatkan kerentanan terhadap stres oksidatif. Histologi hati pada
kasus

kurang

Nrf1

menunjukkan

steatosis,

apoptosis,

nekrosis,

peradangan, dan fibrosis. 1,3


Hepatokarsinogenesis di NASH dapat juga secara parsial
memediasi melalui peningkatan pelepasan faktor

inflamasi dan

12

penghambat sitokin seperti TNF-a, IL-6, dan NF-kB. Bukti menunjukkan


molekul kompleks saling terkait dengan sitokin inflamasi yang mengarah
pada

kematian

hepatosit,

kompensasi

proliferasi,

dan

akhirnya

karsinogenesis. NF-kb mengatur respon imun dan inflamasi pada


beberapa tumor dan menghambat apoptosis. Penelitian oleh Luedde et al.
menunjukkan bahwa penghambatan NF-kb di hati tikus dapat
menginduksi steatohepatitis dan akhirnya terjadi HCC melalui sensitisasi
sel hepatosit untuk spontan apoptosis. Siklus cedera kronis ini, kematian
sel, dan regenerasi melalui kompensasi seluler proliferasi mungkin
berkontribusi terhadap pengembangan HCC. C-Jun amino-terminal
kinase 1 (JNK1) baru-baru ini juga dikaitkan dengan obesitas, resistensi
insulin, NASH, dan pengembangan HCC. JNK1 merupakan mitogen
activated protein kinase. Obesitas dikaitkan dengan aktivitas JNK
abnormal. Asam lemak bebas, TNF-a, dan ROS dirilis pada
hiperinsulinemia dan semua itu merupakan aktivator poten dari JNK,
yang pada gilirannya merubah phosphorylates IRS-1.

Puri et al.

Menunjukkan bahwa pasien manusia dengan NASH memiliki signifikan


peningkatan JNK tingkat terfosforilasi dibandingkan untuk pasien dengan
NAFLD. Temuan menunjukkan bahwa anti-JNK terapi dapat mencegah
pengembangan dari NASH serta steatohepatitis kronis. Inhibitor JNK
telah digunakan dalam pengobatan. Baru-baru ini,

bukti telah

mengungkapkan hubungan yang signifikan antara aktivasi JNK


berkelanjutan dan terjadinya HCC. JNK1 terlalu aktif di lebih dari 50%

13

pada sampel dengan HCC. Aktivasi berlebihan yang berkelanjutan dari


JNK1 mengarah ke peningkatan penyimpangan dalam beberapa gen
untuk proliferasi hepatosit. Dengan penelitian lebih lanjut, gen ini
berpotensi dapat dijadikan terapi sepsifik target. 1,3

Gambar 2.4: Pathogenesis NASH menjadi HCC8


II.4 Karakteristik klinis
Manifestasi HCC sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga gejala dan
tanda yang sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering
dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas
abdomen. Pasien sirosis hati yang semakin memburuk kondisinya, disertai
keluhan nyeri dada di kuadran kanan atas; atau teraba pembengkakan lokal di
hepar patut di curigai menderita HCC. Demikian pula bila tidak terjadi
perbaikan pada asites , perdarahan varises atau pre-koma setelah diberi terapi

14

yang adekuat; atau pasien penyakit hati kronik dengan HbsAg atau anti HCV
positif yang mengalami perburukan kondisi mendadak. Juga harus diwaspadai
bila ada keluhan rasa penuh di abdomen disertai perasaan lesu, penurunan berat
badan dengan atau tanpa demam. 1,3
Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi dan
diare. Sesak nafas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan
diafragma, atau karena sudah adanya metastasis ke paru. Sebagian besar pasien
HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi,
maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise,
anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. 1,3
Temuan fisik tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa
bruit hepatik, splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Sebagian
dari pasien yang dirujuk kerumah sakit karena perdarahan varises esofagus atau
peritonitis bacterial spontan (SBP) ternyata sudah menderita HCC. Pada suatu
laporan serial nekropsi didapatkan bahwa 50% pasien HCC telah menderita
asites hemoragik, yang jarang ditemukan pada pasien sirosis hati saja. Pada
10% hingga 40% pasien dapat ditemukan hiperkolesterolemia akibat dari
berkurangnya produksi enzim beta-hidroksimetilglutaril koenzim-A reduktase,
karena tiadanya kontrol umpan balik yang normal pada sel hepatoma.1,3
II.5 Pemeriksaan Penunjang1,3
Penanda tumor
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh
sel hati fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal
fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20ng/ml. Kadar AFP meningkat
pada 60% sampai 70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/mL
adalah diagnostic atau sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal dapat

15

ditemukan juga pada HCC stadium lanjut. Hasil positif-palsu dapat juga
ditemukan oleh Hepatitis akut atau kronik dan pada kehamilan. Penanda
tumor lain untuk HCC adalah des-gamma carboxy prothrombin (DCP) atau
PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91% dari pasien HCC,
namun juga dapat meningkat pada defisiensi Vitamin K, hepatitis kronik
aktif atau metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC seperti
AFP-L3 (suatu subfraksi AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll. Tapi tidak ada
yang memiliki agregat sensitivitas & spesifisitas melebihi AFP, AFP-L3 dan
PIVKA-2.3
Sensitivitas alphafenoprotein (AFP) untuk mendiagnosis pasien HCC
adalah 60-70%, artinya hanya 60-70% pasien dengan HCC yang
mengalami peningkatan AFP, sedangkan pada 30-40% penderita memiliki
nilai AFP normal. Nilai normal sering ditemukan pada HCC stadium lanjut.
Spesifisitas AFP hanya 60%, artinya bila ada pasien yang diperiksa
darahnya dijumpai AFP yang tinggi, belum bisa dipastikan pasien tersebut
menderita HCC, sebab AFP dapat meninggi pada keadaan sirosis hepatis,
hepatitis kronis, kanker testis, dan terratoma.14
Aspirasi jarum halus (fine needle aspiration biopsy)
Aspirasi jarum halus terutama ditujukan untuk menilai apakah lesi yang
ditemukan pada pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu
benar pasti suatu HCC. Tindakan biopsi ini hendaknya dipandu dengan
menggunakan peralatan ultrasonografi atau CT scan fluoroscopy sehingga

hasil yang diperoleh akurat.13


Gambaran radiologi
Foto toraks perlu dikerjakan secara rutin dan berguna untuk melihat
peninggian diafragma kanan dan ada tidaknya gambar metastasis ke paru.

16

Pada umumnya tumor hati yang letaknya dekat diafragma, bila mengalami
pembesaran akan mendesak diafragma. Kanker hepatoselular ini bisa
dijumpai di dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan ( nodule ) satu
buah, dua buah atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse ( merata
pada seluruh hati atau berkelompok di dalam hati kanan atau kiri

membentuk benjolan besar yang bisa berkapsul.9


Ultrasonografi abdomen
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati
dianjurkan menjalani pemeriksaan USG setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil
pada pasein dengan resiko tinggi USG lebih sensitif daripada AFP serum
berulang. Sensitivitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70%
hingga 80%. Tampilan USG yang khas untuk HCC kecil adalah gambaran
Mosaik, formasi septum, bagian perifer senolusen (ber-halo), bayangan
lateral yang dibentuk oleh pseudokapsul fibrotic, serta penyangkatan eko
posterior. Berbeda dari tumor metastasis, HCC dengan diameter kurang dari
2 sentimeter mempunyai gambaran bentuk cincin yang khas. USG color
Doppler sangat berguna untuk membedakan HCC dari tumor hepatic
lainnya. Tumor yang berada dibagian atas-belakang lobus kanan mungkin
tidak dapat terdeteksi oleh USG. Demikian juga yang berukuran terlalu
kecil dan isoeskoik.1,3
Dengan USG hitam putih (gray scale) yang sederhana (konvensional) hati
yang normal tampak keabu-abuan dan tekstur merata (homogen). Bila ada
kanker langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan (nodul) berwarna
kehitaman atau berwarna kehitaman bercampur keputihan dan jumlahnya
bervariasi pada tiap pasien, bisa satu, dua atau lebih atau banyak sekali dan

17

merata pada seluruh hati, ataukah satu nodul yang besar dan berkapsul atau
tidak berkapsul. USG konvensional hanya dapat memperlihatkan benjolan
dengan diameter 2-3 cm, tapi bila USG konvensional dilengkapi perangkat
lunak harmonik sistem bisa mendeteksi benjolan dengan ukuran 1-2 cm,
namun nilai akurasi ketepatan diagnosisnya hanya 60%. Rendahnya nilai
akurasi ini disebabkan karena USG konvensional tidak dapat menilai
adanya neovaskuler. Neovaskuler merupakan ciri khas kanker yaitu
pembuluh darah yang terbentuk sejalan dengan pertumbuhan kanker yang
gunanya untuk menghantarkan oksigen dan makanan ke sel kanker tersebut.
Semakin banyak neovakuler maka semakin ganas kankernya. Walaupun
USG color sudah dapat memberikan warna dan mampu memperlihatkan
neovaskuler disekeliling nodul, tetapi belum dapat memastikan keberadaan
neovaskuler. Dengan pesatnya perkembangan teknologi kini sudah ada alat
USG yang lebih canggih, yaitu color Doppler flow imaging (CDFI), yaitu
USG yang selain mampu memperlihatkan neovaskuler disekitar sel kanker,
juga dapat memperlihatkan kecepatan dan arah aliran darah di dalam
neovaskuler tersebut, selain itu juga dapat melihat adanya portal vein tumor
trombosis. Dari hasil USG ini sudah dapat diarahkan dengan tepat tindakan
pengobatan yang akan dilakukan, apakah akan dilakukan operasi
membuang sebagian hati (reseksi hepatektomi parsial) atau tidak, apakah
bisa diembolisasi atau tidak ataukah hanya dilakukan infus kemoterapi intra
arterial. Tapi bila sudah jelas adanya tumor trombus didalam vena porta dan
sudah menyumbat vena, maka tindakan operatif dan embolisasi sudah

18

hampir tidak berarti lagi dan satu-satunya cara untuk menyelamatkan


penderita adalah dengan cara transplantasi hati.10
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati
dianjurkan menjalani pemeriksaan USG setiap tiga bulan sekali. Untuk
tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi, USG lebih sensitif daripada
AFP serum berulang. Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI dan
angiografi kadang diperlukan untuk mendeteksi HCC, namun karena
beberapa kelebihan, USG masih tetap merupakan alat diagnostik yang
paling populer dan bermanfaat.3
II.6 Diagnosis
Untuk tumor dengan diameter lebik dari 2cm, adanya penyakit hati
kronik, hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar
AFP serum 400ng/mL adalah: 1,3

Table.2.2

Kriteria

diagnostic

HCC

menurut

Barcelona

EASL

Conference.1
Kriteria sito histologis
Kriteria non-Invasif (khusus untuk pasien sirosis hati):
Kriteria radiologis: koinsidensi 2 cara imaging (USG/CTspiral/MRI/angiografi)
Lesi fokal >2cm dengan hipervaskularisasi arterial
Kriteria kombinasi : satu cara imaging dengan kadar AFP serum:
Lesi fokal > 2 cm dengan hipervaskularisasi arterial
Kadar AFP serum 400ng/mL
Kriteria diagnosis HCC menurut PPHI ( Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia ),
yaitu :13
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.

19

2. AFP ( Alphafetoprotein ) yang menigkat lebih dari 500 mg/ml.


3. Ultrasonography ( USG ), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scan
(CT Scann), Magnetic Resonance Imaging ( MRI ), Angiogrphy, ataupun
Positron Emission Tomography ( PET ) yang menunjukkan adanya Kanker
Hati Selular.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya Kanker Hati Selular.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan adanya Kanker
Hati Selular.
Diagnosis HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya
satu kriteria empat atau lima.13

Sistem staging pada HCC2,3,11


Terdapat banyak sistem staging yang dipakai pada HCC. Sistem yang
banyak digunakan untuk menilai status fungsional hati dan prediksi pada pasien
sirosis adalah sistem Child-Turcotte-Pugh. Namun sekarang ini, sistem staging
yang banyak digunakan dalam HCC adalah Okuda staging system dan Barcelona
Clinic Liver Cancer (BCLC) staging system. Sistem staging ini bermanfaat dalam
memberikan terapi yang tepat pada pasien HCC.

Tabel 2.3. sistem Okuda staging HCC6

20

Tabel 2.3. sistem Child-Turcotte-Pugh HCC6

Tabel 2.3. sistem BCLC (Barcelona Clinic Liver Cancer) staging HCC6

21

Tabel 2.4. American Joint Comitte Cancer (AJCC) TNM Staging for Liver
Tomors6

22

II.7

Penatalaksanaan
Pilihan terapi yang diberikan pada pasien HCC didasarkan pada staging

yang diperoleh dari penilaian pada pasien tersebut. Karena sirosis hati yang
melatarbelakanginya serta tingginya kekerapan multinodularitas, resektabilitas
HCC sangat rendah. Beberapa terapi yang digunakan dalam penanganan HCC
adalah. 1,3

23

1. Reseksi
Tujuan terapi reseksi hepatik yaitu menghilangkan keseluruhan tumor dari
jaringan hepar. Terapi ini dapat dilakukan pada pasien yang mempunyai tumor
kurang 3 cm dan fungsi hepar masih baik, idealnya tanpa adanya sirosis
karena dapat memicu timbulnya gagal hati dan menurunkan angka harapan
hidup. Oleh karena itu diperlukan kriteria seleksi pada pasien dengan sirosis.
Parameter yang dapat digunakan untuk seleksi adalah scor child pugh dan
derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi
portal saja. Subjek dengan bilirubin normal tanpa hipertensi portal yang
bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi
tindakan ini adalah adanya metastasis ekstrahepatik, HCC difus atau
multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat
mempengaruhi ketahanan pasien selama menjalani proses operasi reseksi. 1,3
2. Transplantasi
Bagi pasien HCC dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan kemungkinan
untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami
disfungsi. Dilaporkan angka harapan hidup 3 tahun mencapai 80%, bahkan
perbaikan seleksi pasien dan terapi preoperatif dengan obat antiviral dapat
dicapai angka harapan hidup 5 tahun sebesar 92%.1,3
3. Ablasi
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alkohol, asam
asetat) atau dengan modifikasi suhunya (radiofrequency, microwave, laser, dan
crioablation). Injek etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk
tumor kecil karena efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif
murah. Radiofrequency ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang

24

lebih tinggi daripada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih
besar dari 3 cm, namun tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien.
Guna mencegah terjadinya rekurensi dari tumor, pemberian asam poliprenoik
(polypreoic acid) selama 12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka
rekurensi secara bermakna. 1,3
4. Terapi paliatif
Sebagian pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah sampai lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan
metaanalisis,

pada

stadium

embolization/chemoembolization)

ini
saja

hanya
yang

TAE/TACE

(transarterial

menunjukkan

penurunan

pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan angka harapan hidup pasien


HCC yang tidak resektabel. 1,3
Beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel adalah
imunoterapi dengan interferon, terapi antiestrogen, androgen, okreotid, radiasi
internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih
lanjut untuk mendapatkan penilaian yang meyakinkan. 1,3

25

Gambar 2.6: Algoritma penanganan HCC berdasarkan staging10,12.13


II.8 Prognosis
Pada umumnya prognosis HCC adalah jelek. Tanpa pengobatan biasanya
terjadi kematian kurang dari satu tahun sejak keluhan pertama. Pada
pasien

HCC stadium dini yang dilakukan pembedahan dan diikuti

dengan pemberian sitostatik, umur pasien dapat diperpanjang antara 4-6


tahun, sebaliknya HCC stadium lanjut mempunyai masa hidup yang
lebih pendek. 1,3
II. BISITOPENIA
II.1. Anemia Gravis

26

a.

Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah
massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke perifer. Anemia gravis adalah anemia
berat dengan nilai Hb di bawah 7 g/dl sehingga memerlukan tambahan
umumnya melalui transfusi.15,16,17

b. Etiologi
Anemia hanyalah suatu kumpulan gejalan yang disebabkan oleh
bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena hal
berikut:15,16
1) Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang
2) Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
3) Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)
c.

Manifestasi klinik
Manifestasi klinik dari anemia dapat digolongkan menjadi:15,16
1) Manifestasi klinik umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia yang dapat muncul pada setiap kasus
anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl).
Sindrom anemia ini terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, tinnitus, mata
berkunang-kunang, kaki dingin, sesak napas dan dispepsia.
Pada pemeriksaan, pasien tampak pucat, yang mudah dilihat pada
konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan, dan jaringan dibawah kuku.
2) Manifestasi klinik penyakit penyakit dasar
Manifestasi klinik yang tibul akibat penyakit dasar yang menyebabkan
ANEMIA
anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut.

d. Penegakkan Diagnosis
Hapusan darah tepi dan indeks eritrosit
Algoritma pendekatan diagnosis anemia :
(MCV, MCH, MCHC)
MCV, MCH, MCHC

MCV, MCH, MCHC

N
Anemia mikrositik

Anemia

Anemia

normokromik

27

MCV, MCH, MCHC


Algoritma pendekatan diagnosis anemia mikrositik hipokromik:17
e.

Indikasi transfusi darah15


1) Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar
Hemoglobin (Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat
ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi
spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat diterima.
2) Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl
apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis dan laboratorium.
3) Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb 10 g/dl, kecuali bila ada
indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas
transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik
berat dan penyakit jantung iskemik berat).

II.2. Trombositopenia
Dalam evaluasi trombositopenia, langkah awal yang penting adalah melihat
kembali apusan darah tepi untuk menyingkirkan pseudotrombositopenia, terutama
pada pasien tanpa penyebab trombositopenia yang jelas. Pseudotrombositopenia
adalah suatu artefak in vitro yang dihasilkan oleh aglutinasi trombosit melalui
antibodiantibodi (umumnya IgG, tetapi juga IgM dan IgA) saat kandungan
kalsium berkurang akibat penampungan darah dalam ethylenediamine tetraacetic

28

(EDTA); oleh karena itu apusan darah untuk menghitung jumlah trombosit
hendaknya dari darah yang ditampung dalam sodium citrate (tabung dengan tutup
biru), heparin (tabung dengan tutup hijau), atau idealnya dari darah segar tanpa
antikoagulan.18
Anamnesis dan pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan darah rutin/lengkap,
dan penilaian ulang apusan darah tepi merupakan komponen penting dalam
evaluasi awal pasien trombositopenia. Apakah pasien sedang menjalani terapi
tertentu. Pada kelainan-kelainan bawaan yang jarang, berkurangnya produksi
trombosit umumnya disebabkan oleh kelainan sumsum tulang yang juga
mempengaruhi produksi sel darah merah dan/atau sel darah putih. Mielodisplasia
dapat bermanifestasi sebagai trombositopenia saja, oleh karena itu, sumsum
tulang
harus diperiksa pada pasien-pasien usia di atas 60 tahun dengan trombositopenia
saja.18
Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran limpa, penyakit hepar kronik,
dan kelainan-kelainan yang mendasari lainnya. Splenomegali ringan sampai
sedang mungkin sulit ditemukan akibat bentuk tubuh dan/atau obesitas tetapi
dapat dengan mudah diketahui dengan ultrasonografi abdomen. Jumlah trombosit
5000-10.000/L

dibutuhkan

untuk

mempertahankan

integritas

vaskuler

mikrosirkulasi. Apabila jumlah trombosit turun bermakna, petekie akan muncul


lebih dahulu pada area-area bertekanan vena lebih tinggi, di pergelangan kaki dan
kaki. Purpura basah, lepuhan darah di mukosa oral, dianggap tanda peningkatan

29

risiko perdarahan yang mengancam nyawa pasien trombositopenia. Memar luas


terlihat pada pasien dengan kelainan jumlah maupun fungsi trombosit.18

Gambar 1. Diagnosis Trombositopenia18


Secara sederhana, diagnosis penyebab trombositopenia pada dewasa dapat
dibagi menjadi tiga yaitu penurunan produksi, peningkatan destruksi, dan lainlain. Anamnesis penting, terutama riwayat penggunaan obat-obatan. Dalam
evaluasi trombositopenia, langkah awal yang penting adalah melihat kembali
apusan darah tepi untuk menyingkirkan pseudotrombositopenia, terutama pada
pasien tanpa penyebab trombositopenia yang jelas. Apusan darah tepi merupakan
pemeriksaan penunjang yang harus dikerjakan dalam menegakkan diagnosis

30

penyebab trombositopenia. Pemberian transfusi trombosit pada keadaan


trombositopenia harus dipertimbangkan dengan baik.18

Anda mungkin juga menyukai