Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hepatocellular Carcinoma (HCC) atau disebut juga kanker hati adalah salah
satu kasus penyebab kematian tertinggi akibat kanker.1 HCC merupakan
pertumbuhan sel yang berlangsung secara tidak normal pada bagian hati yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan
membelah dan disertai dengan perubahan sel hati menjadi ganas.2
Menurut Depkes RI (2013), prevalensi penyakit kanker secara keseluruhan
pada penduduk tertinggi pada kelompok usia 75 tahun keatas, yaitu sebesar 5% dan
prevalensi terendah pada anak kelompok usia 1-4 tahun dan 5-14 tahun sebesar
0,1%. Kasus HCC yang ditemukan di Indonesia pada usia 50-60 tahun didominasi
pada lakilaki. Perbandingan kasus yang terjadi antara laki-laki dan perempuan
berkisar antara 2-6 : 1. HCC pada laki-laki menempati peringkat kelima dan untuk
perempuan menempati peringkat kesembilan untuk kasus HCC.2
Beberapa faktor penyebab dari Hepatocellular Carcinoma (HCC) dintaranya,
yaitu infeksi virus hepatitis B (HBV), infeksi virus hepatitis C (HCV), sirosis hati,
alfatoksin dan alcohol.3 HCC sering kali tidak dapat terdiagnosis karena gejala
kanker tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronis.
Gejala dari kanker hati juga jarang ditemukan sampai kanker memasuki tahap akhir. 2
Upaya pemenuhan kebutuhan gizi pasien secara optimal, baik berupa
pemberian makanan pada pasien yang dirawat maupun konseling gizi pada pasien
rawat jalan dapat dilakukan dengan proses asuhan gizi. Upaya peningkatan status
gizi dan kesehatan masyarakat merupakan tugas dan tanggung jawab tenaga
kesehatan, khususnya tenaga yang bergerak di bidang gizi. Diperlukan proses asuhan
yang komprehensif yang terstandar. Proses asuhan gizi terstandar dan komprehensif
memerlukan keterlibatan berbagai profesi terkait (dokter, perawat, gizi, farmasis)
sejak mulai assessment, penegakan diagnosis, intervensi, dan monitoring evaluasi
(monev).2
Operasi bisa dapat memberikan keuntungan kepada pasien. Banyak pasien yang tidak
berikan keuntungan dengan diagnosa fase hepatomanya, dan idealnya bisa
disembuhkan dengan transplantasi hati. Secara global hanya sedikit pasien yang

1
2

memiliki akses untuk dapat dilakukan transplantasi, dan di negara yang berkembang
pun, jumlah organ yang sedikit pun juga menjadi faktor permasalahannya. Pada
pasien ini, terapi lokal ablasi, termasuk ablasi dengan radiofrekuensi (RFA),
kemoembolisasi, dan kemoterapi, bisa dapat memperpanjang umur dan didukung
dengan terapi paliative.4
Proses asuhan gizi terdiri dari empat tahap yang berbeda tetapi saling
berhubungan dan terhubung dalam setiap langkah-langkahnya: assessment, diagnosis
gizi, intervensi gizi dan monitoring dan evaluasi gizi.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana penyelesaian asuhan gizi pada pasien dengan hepatoma?

1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui nutrisi yang bisa
diberikan pada kasus hepatoma atau hepatocellular carcinoma. Penulisan makalah
ini juga bertujuan untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi
Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

1.4. Manfaat

Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat membantu mengenali


hepatoma lebih dalam, dan mengenal peranan gizi yang perlu dibutuhkan pada
pasien-pasien yang menderita hepatoma sehingga penanganan pasien bisa lebih tepat
dan terfokus.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Hepatoma atau Hepatocellular carcinoma merupakan tumor ganas hati


primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar
dan hepatoblastoma. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85%
merupakan HCC, 10% CC, dan 5% adalah jenis lainnya.5

2.2 EPIDEMIOLOGI

Karsinoma hepatoselular meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada


laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia. , dan
urutan ketiga dari kanker sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan
kanker lambung. Tingkat kematian (rasio antara mortalitas dan insidens) HCC
juga sangat tinggi, di urutan kedua setelah kanker pankreas. Secara geografis di
dunia terdapat tiga kelompok wilayah tingkat kekerapan HCC, yaitu tingkat
kekerapan rendah (kurang dari tiga kasus per 100.000 penduduk); menengah (tiga
hingga sepuluh kasus per 100.000 penduduk); dan tinggi (lebih dari sepuluh kasus
per 100.000 penduduk). Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di Asia Timur dan
Tenggara serta di Afrika Tengah, sedangkan yang terendah di Eropa Utara,
Amerika Tengah, Australia dan Selandia Baru. 5
Sekitar 80% dari kasus HCC di dunia berada di negara berkemban seperti
Asia Timur dan Asia Tenggara serta Asia Tengah (Sub-Sahara), yang diketahui
sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus. Di negara maju dengan
tingkat kekerapan HCC atau menengah, prevalensi infeksi hepatitis C (HCV)
berkorelasi baik dengan angka kekerapan HCC. 5
HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik
infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Pada semua populasi,
kasus HCC laki-laki jauh lebih banyak daripada kasus HCC perempuan.5

2.3 KLASIFIKASI
4

Hepatoma diklasifikasikan berdasarkan stadium kanker dari penyakit itu


sendiri. Ada beberapa penilaian stadium kanker hati yaitu American Joint
Commission for Cancer (AJCC)/ Tumor-node-metastasis (TNM), Barcelona
Clinic Liver Cancer (BCLC), dan Cancer of Liver Italian Program (CLIP) dan
Okuda System.6,7
BCLC pertama kali diperkenalkan pada tahun 1999, klasifikasi BCLC
meliputi penilaian fungsi hepar (Child-Pugh class), penilaian biologi tumor
(jumlah nodul, ukuran tumor, invasi vaskuler, ada atau tidaknya metastasis), dan
evaluasi perfoma pasien masing-masing. Klasifikasi BCLC menkategorikan
pasien menjadi lima stadium (0, A, B, C, dan D), dengan status kemampuan,
fungsi hepar, dan karakteristik tumor untuk rekomendasi terapi langsung.
Walaupun dijabarkan secara komprehensif, penggunaan BCLC untuk pengobatan
pada stadum awal atau pertengahan masih kontroversional karena keterbatasan
kemampuan BCLC untuk stratifikasi grup pasien.7

Gambar 2.1. Metode penilaian Barcelona Clinic Liver Cancer7.

Metode penilaian CLIP diperkenalkan pada tahun 1998 dan meliputi


penilaian fungsi hepar (Child-Pugh) dan biologi tumor. CLIP menambahkan
konsentrasi serum alfa-fetoprotein (dengan batas 400 ng/mL) sebagai marker
tumor. Kategori stadium pada CLIP bervaiasi dari 0 sampai dengan 6 dengan
5

median survival berjarak dari minggu ke beberapa tahun. Perbedaan CLIP dengan
BCLC adalah kurangnya rekomendasi terapi pada CLIP7.

2.4 ETIOLOGI

Hepatoma disebabkan oleh berbagai faktor-faktor yang menginduksi


kanker antara lain:

1. Hepatitis B

Titer tinggi antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) dan antibodi inti


(HBcAb) sering ditemukan di pasien dengan HCC. HBsAg ditemukan dalam
serum 50% hingga 60% dari 404 pasien dengan HCC dan 5% sampai 10% dari
populasi umum. Di Amerika Serikat, HCC meningkat 140 kali lipat pada operator
HBsAg. Anti-HBcAb ditemukan di 90% warga kulit hitam di Afrika Selatan dan
75% dari pasien dari Jepang dengan HCC, dibandingkan dengan 35% dan 30%
dari kontrol yang cocok, masing-masing. Ketika HCC berkembang, pasien
biasanya telah mengalami infeksi HBV kronis selama tiga hingga empat dekade.
Faktor risiko untuk pengembangan HCC pada pembawa HBsAg adalah kehadiran

Gambar 2.2. Metode penilaian Cancer of Liver Italian Program (CLIP)2.


6

sirosis, riwayat keluarga HCC, bertambahnya usia, pria, ras Asia atau Afrika,
kofaktor (seperti alkohol, aflatoksin, dan mungkin merokok), dan durasi pembawa
kanker. Di Asia, HBV ditularkan secara vertikal dari ibu ke bayi di beberapa bulan
pertama kehidupan; di Afrika, HBV ditularkan secara horizontal6,8.

2. Sirhosis hati
HCC sering berkembang pada penderita sirosis hati. Studi
otopsimenunjukkan bahwa 60% hingga 90% dari subyek HBsAg-positif memiliki
sirosis terkait dan 20% hingga 40% pasien dengan sirosis HCC. Studi
menunjukkan bahwa di Taiwan, perkiraan kejadian tahunan HCC adalah 0,005%
pada pasien HBsAg-negatif, 0,25% pada pasien HbsAg positive, dan 2,5% pada
pasien HBsAg-positif dengan hati sirosis (500 kali lebih tinggi daripada pada
pasien HBsAg-negatif). Di Prancis, pengembangan HCC di hadapan pecandu
alkohol Sirosis hampir selalu dikaitkan dengan infeksi HBV, dan alkoholisme
dianggap mempercepat perkembangan HCC. Di Italia, prevalensi HCC pada
pasien dengan sirosis hampir 7%, dengan insiden minyak mentah tahunan sebesar
3%; virus hepatitis C (HCV) infeksi kronis adalah penyebab sirosis di 45% dari
pasien ini. Hubungan yang jelas antara sirosis yang diinduksi alkohol dan HCC
ada; hubungan antara alkohol dan HCC dalam ketiadaan Sirosis kurang jelas8.

3. Infeksi HCV
Infeksi HCV merupakan faktor risiko untuk perkembangan hepatoma.
Ternyata, HCV menginduksi sirosis dan sedikit mengalami peningkatan risiko
hepatoma pada pasien dengan sirosis. Infeksi HCV bertindak independen dari
infeksi HBV, penyalahgunaan alkohol, usia, dan jenis kelamin. Rasio faktor risiko
untuk hepatoma pada pasien dengan penyakit hati kronis, berubah pada usia, jenis
kelamin, dan faktor lainnya seperti.8
 Risk ratio (RR) 6-7 kali lipat: usia, 60 – 69 tahun; HbsAg positif
 Risk ratio 4 kali lipat: anti-HbcAb tinggi, anti-HCV positif
 Risk ratio dua kali lipat: kehadiran sirosis hati, merokok.
4. Aflatoksin
7

Aflatoksin dihasilkan dari jamur aspergillus flavus atau Aspergillus


parasiticus, dimana umumnya mengkolonisasi kacang-kacangan, jagung, dan ubi
di seluruh keadaan kecuali iklim dingin. Aflatoksin B1 telah terbukti sebagai
hepatokarsinogen yang kuat pada penelitian hewan coba, dan jumlah paparan
berkorelasi dengan dengan meningkatnya risiko hepatoma pada manusia6,8.
1. Mutasi p53

Mutasi p53 dilaporkan pada separuh pasien dengan hepatoma. Mutasi


tersebut, secara spesifik pada 249ser p53, berkorelasi dengan topografi
dimana konsumsi aflatoksin umum terjadi dan dengan prevalensi infeksi
HBV.8
2. Hormon seks

Risiko adenoma hati dan hepatoma meningkat pada perempuan yang


menggunakan kontrasepsi oral selama 8 tahun atau lebih. Walaupun
adenoma hati mengalami regresi setelah penghentian kontrasepsi oral pada
mayoritas kasus, adenoma harus dianggap sebagai pra-keganasan8.
3. Penyakit yang berkaitan dengan gaya hidup

Sebuah studi di Los Angeles menunjukkan bahwa populasi non Asia


yang mempunyai risiko kecil untuk hepatoma, merokok, konsumsi alkohol
dosis tinggi, dan diabetes mellitus, terutama dengan administrasi insulin,
muncul sebagai faktor risiko hepatoma yang signifikan8.
4. Nonalcoholic steatohepatitis (NASH)

NASH sekarang menjadi faktor risiko yang penting, mencakup


perkiraan 10% dari seluruh faktor risiko hepatoma. NASH diasosiasikan
dengan infiltrasi lemak di hepar dan umumnya terjadi pada pasien obesitas8.

2.4 FAKTOR RISIKO

Faktor risiko yang berkaitan dengan hepatoma / karsinoma hepatoselular


adalah sebagai berikut.1
1. Infeksi Virus Hepatitis B.
2. Infeksi Virus Hepatitis C.
8

3. Sirosis Hati (faktor risiko utama dengan lebih dari 80% kasus HCC).
4. Aflatoksin yang diproduksi jamur Aspergillus.
5. Obesitas.
6. Diabetes Melitus.
7. Konsumsi alkohol berlebihan.
8. Faktor risiko lainnya namun jarang ditemukan antara lain: penyakit hati
autoimun (hepatitis autoimun, PBC/sirosis bilier primer), penyakit hati
metabolik (hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa1. Penyakit
Wilson), kontrasepsi oral, senyawa kimia (thorotrast, vinil klorida,
nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), dan tembakau.

2.5 PATOGENESIS

Patogenesis dari hepatoma merupakan proses perjalanan yang banyak


melibatkan akumulasi progresif dari perubahan molekuler tepat kejadian
molekuler dan seluler yang berbeda. Teknologi sequencing generasi terbaru
memfasilitasi evaluasi global dan sistemik dari dasar molekuler di pasien
hepatoma. Terdapat bukti baru menunjukkan pentingnya metabolisme kanker dan
lingkungan mikro dari tumor yang memberi perkembangan hepatoma yang baik.
Selain itu, studi baru mengidentifikasi marker permukaan dari cancer stem cell
(CSC) pada hepatoma, dan marker tersebut melibatkan perubahan sinyal pathway
dan modifikasi epigenetik di CSC, ditambah dengan resistensi resitensi obat dan
metastasis. Dengan demikian, berbagai faktor genetik dan non genetik berakibat
pada perkembangan dan perjalanan dari hepatoma itu sendiri.9

2.6 MANIFESTASI KLINIS

Hepatoma seringkali tak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh


penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik. Jika gejala
tampak, biasanya sudah stadium lanjut dan harapan hidup sekitar beberapa
minggu sampai bulan. Keluhan yang paling sering adalah berkurangnya selera
makan, penurunan berat badan, nyeri di perut kanan atas dan mata tampak kuning.
Keluhan lain yang bisa menyertai adalah badan terasa lemas, perut membesar
9

karena adanya ascites (penumpukan cairan dalam rongga perut), mual, tidak bisa
tidur, nyeri otot, berak hitam, bengkak pada kaki, demam, dan lain-lain.10

Gambar 2.3. Berbagai mekanisme patogenesis hepatoma dari segi molekuler2.

2.7 DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis penyakit Hepatoma dapat dilakukan dengan beberapa


cara, diantaranya adalah :1,3
1. Anamnesa
Pada anamnesa ditemukan keluhan berkurangnya selera makan, bada
terasa lemas, mual, tidak bisa tidur dan nyeri pada otot.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri di perut kanan atas, tampak kuning
di mata, perut membesar, demam dan bengkak pada kaki.

3. Pemeriksaan penunjang
10

a. Alpha-Fetoprotein (AFP)
Alpha-Fetoprotein (AFP) adalah penanda kanker yang dapat meningkat
60-70% pada pasien Hepatocellular Carcinoma (HCC). AFP dapat
diketahui melalui tes darah. Level normal dari AFP adalah 10ng/ml. Pasien
yang mengalami peningkatan AFP harus melakukan USG perut, CT-Scan
ataupun MRI untuk mengetahui HCC, terutama jika sudah memasuki
tingkatan dasar dari HCC.

b. Diagnosis Radiografi
Akurasi yang dihasilkan dari USG, CT, MRI dan angiography tergantung
dari jumlah variabel. Dibutuhkan keahlian operator (terutama untuk USG),
peralatan yang canggih, adanya sirosis, dan yang terpenting pengalaman
operator. Untuk kanker dengan ukuran yang kecil (<2 cm), akurasi
berkisar antara 60-80%. Akurasi dapat meningkat secara signifikan dengan
adanya pembesaran ukuran kanker, yang akhirnya mencapai 100% dengan
ukuran kanker yang sangat besar.

c. Biopsi Liver
Biopsi dapat dilakukan apabila diagnosis dianggap meragukan. Jika AFP
meningkat secara signifikan dan terlihat adanya kanker didalam hati, maka
dapat di asumsikan sebagai diagnosis dari Hepatocellular Carcinoma
(HCC) dan tidak disarankan untuk melakukan biopsi.

2.7 KOMPLIKASI

Hepatoma (karsinoma hepatoselular) merupakan kanker hati primer yang


paling sering ditemmukan. Karsinoma hepatoselular biasanya timbul pada hati
yang sirosis. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan
saluran cerna bagian atas, enselopati hepatica, dan sindrom hepatorenal. Sindrom
hepatorenal adalah suatu kegagalan pada pasien hepatitis kronik, kegagalan
11

fungsi, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan
sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai tingkat kematian yang tinggi.11

2.8 PENATALAKSANAAN
A. Tatalaksana nonformakologi

 Tatalaksana Nutrisi

Tujuan terapi gizi pada pasien kanker antara lain untuk mempertahankan
atau memperbaiki status nutrisi, mempertahankan atau meningkatkan berat
badan, memberikan asupan zat gizi makro dan mikro yang adekuat, mencegah
gejala klinis yang berhubungan dengan pengobatan, serta mempertahankan
atau meningkatkan kapasitas fungsional serta kualitas hidup pasien.12
Berdasarkan rekomendasi European Society for Parenteral and Enteral
Nutrition (ESPEN), terapi nutrisi sebaiknya diberikan pada pasien dengan
kondisi malnutrisi, serta yang tidak dapat makan selama lebih atau sama
dengan 7 hari, serta tidak dapat mempertahankan asupan per oral >60% dari
yang direkomendasikan selama lebih dari 10 hari. Terapi nutrisi perioperatif
selama 10–14 hari sebelum pembedahan mayor akan bermanfaat untuk
diberikan pada pasien dengan risiko terjadinya malnutrisi berat. Selain itu
pemberian nutrisi parenteral dapat dipertimbangkan pada pasien yang
membutuhkan dukungan terapi nutrisi dan tidak dapat memenuhi kebutuhan
energinya (< 60% KET) melalui nutrisi enteral.13
Untuk menentukan terapi nutrisi ini tidak mudah, menurut ESPEN,
kalorimeter indirek adalah gold standard method untuk menghitung kebutuhan
energi pada pasien kanker, namun kalori indirek tidak selalu tersedia. Jika tidak
tersedia, dapat menggunakan perhitungan dengan metode Harris-Benedict.13
Kebutuhan kalori pada pasien karsinoma meningkat sesuai dengan stress
metabolisme berat yaitu sebesar 150–200% kebutuhan basal. Perhitungan
kebutuhan juga dapat menggunakan rule of thumb, kebutuhan energi total pada
pasien non obese (berdasar berat badan aktual), maka pada pasien ambulatory
12

sebesar 30–35 kkal/kgBB/hari, dan pada pasien bedridden 20–25


kkal/kgBB/hari.12
Rekomendasi lain kebutuhan energi pada pasien kanker adalah 25 –35
kkal/kgBB. Kebutuhan protein berdasarkan berat badan aktual yaitu sebesar
1,2–1,6 g/kg BB/hari pada pasien kanker dengan hiperkatabolisme, bahkan
dapat mencapai 1,5–2,5 g/ kg BB/hari pada pasien kanker dengan stres
metabolism berat. Rekomendasi lainnya adalah asupan protein minimal 1
g/kgBB/hari dengan target mencapai 1,2–2 g/kgBB/hari. Asupan protein
sebaiknya 25% dari kebutuhan berasal dari AARC, yang diperlukan untuk
memperbaiki balans nitrogen pada pasien kanker dan untuk memperbaiki
metabolisme protein pada otot rangka. Pemberian AARC juga dapat
menurunkan anoreksia terkait dengan kanker kaheksia, sehingga dapat
meningkatkan asupan gizi. Mekanisme kerja dalam menurunkan anoreksia
adalah berkompetisi dengan triptofan yang merupakan prekursor serotonin
sehingga dapat memblokade aktivitas serotonin di hipotalamus. Peningkatan
serotonin yang terjadi pada pasien kanker dapat menghambat neuropeptide Y
(NPY) yang bersifat oreksigenik.12
Kebutuhan lemak sebesar 20–30% total energi pasien, dan tidak ada
ketentuan restriksi lemak pada pasien kanker, karena lemak merupakan sumber
yang penting untuk memenuhi kebutuhan energi, pelarut vitamin A, D, E, K,
dan untuk memenuhi kebutuhan lemak esensial. Jika terdapat malabsorpsi
lemak, maka dapat dipertimbangkan pemberian medium chain triacylglycerol
(MCT) dengan perbandingan long chain triacylglycerol (LCT) : MCT = 50:50.
12

Vitamin dan mineral

Pemberian suplemen vitamin sebagai antioksidan masih kontroversial.


American cancer society lebih menyarankan pemberian antioksidan melalui bahan
makanan sumber dan bukan dari suplemen. Namun, ketika asupan tidak adekuat
atau diduga terdapat kehilangan mikronutrien, pemberian suplemen multivitamin
13

mineral dapat dipertimbangkan. Rekomendasi adalah sebesar 100% dietary


reference intake (DRI). Asupan nutrisi 1500–2000 kkal/hari umumnya telah
memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral harian. 12

Nutrien spesifik
Suplementasi asam lemak omega 3 dapat membantu menstabilkan berat
badan penderita kanker dan yang mengalami penurunan berat badan yang
progresif dan tanpa disadari. Selain itu pemberian asam lemak omega-3 yaitu
eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) dapat
berkompetisi dengan asam arakhidonat yang merupakan prekursor berbagai
mediator inflamasi sehingga pemberian asam lemak omega-3 dapat menurunkan
inflamasi pada pasien.33 Dosis yang direkomendasikan adalah 2 g EPA/hari,
berupa suplemen atau nutrisi yang diperkaya EPA. 12
EPA dapat meningkatkan nafsu makan dan berat badan, meningkatkan
kualitas hidup, dan menurunkan morbiditas pasca operasi. Pemberian nutrisi yang
diperkaya EPA memiliki toleransi yang lebih baik dibanding kapsul minyak ikan.
Dua gram EPA dapat diperoleh dari beberapa sumber: 8–11 kapsul minyak ikan
(180 mg EPA/kapsul); dan 300–400 g minyak ikan (8–10 ekor ikan kembung atau
ikan tenggiri). Contoh dari minyak ikan yang banyak mengandung omega 3 (EPA
dan DHA) termasuk: mackerel (ikan kembung, tenggiri) mengandung 1450 mg
omega 3/55 g, salmon mengandung 930 mg omega 3/55 g. 12

Nutrisi pada Pasca Bedah

Menurut ESPEN, nutrisi parenteral pasca operasi bermanfaat pada pasien


dengan komplikasi pasca operasi yang tidak mampu menerima dan menyerap
jumlah yang cukup dari makanan oral/enteral selama minimal 7 hari. Kombinasi
nutrisi enteral dan parenteral harus dipertimbangkan pada pasien yang > 60% dari
kebutuhan energi tidak dapat dipenuhi melalui jalur enteral atau oral. Kebutuhan
energi berdasar rekomendasi ESPEN untuk pasien pasca pembedahan, yaitu 25
kkal/kgBB ideal, dan pada pasien dengan stress metabolisme berat seperti pada
karsinoma, sebesar 30 kkal/kgBB ideal/hari. Rasio makronutrien yang disarankan
14

untuk perbandingan protein : lemak : glukosa diharapkan mencapai 20 % : 30 % :


50 % kebutuhan energi total (KET), atau asupan lemak sebesar 20–30% KET. 13
Selain reseksi hati, dapat dilakukan transplantasi. Pemberian nutrisi pasca
transplantasi adalah kalori basal ditambah 15–30% atau sebesar 35–40
kkal/kgBB/hari, protein 1,2–1,75 g/kg BB/hari, lemak 20–30% dari total kalori,
karbohidrat 70% dari total kalori. Tidak dilakukan pembatasan cairan, pemberian
multivitamin dan mineral sesuai DRI. 12
Pasca pembedahan membutuhkan suplai dari beberapa vitamin dan
mineral guna penyembuhan luka.12 Fungsi fisiologis dan dosis mikronutrien yang
dibutuhkan dalam proses penyembuhan luka dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Mikronutrien Dosis Fungsi fisiologis


Vitamin A 10.000 IU Mempertahankan integrasi epitel
dermis
Vitamin B6 10–15 mg Sintesis jaringan penghubung
Vitamin C 500–2000 Sintesis kolagen, hidroksilasi
mg prokolagen, mempertahankan ikatan
jaringan penghubung
Asam folat 0,4–10 mg Sintesis jaringan penghubung
Seng 4–10 mg Sintesis kolagen, hidroksilasi
prokolagen, mempertahankan ikatan
jaringan penghubung
Tembaga 1–2 mg Sintesis kolagen, hidroksilasi
prokolagen, dan mempertahankan
ikatan jaringan penghubung, serta
angiogenesis daerah luka
Tabel 2.4 Peran mikronutrien dalam penyembuhan luka.

B. Tatalakaksana farmakologi
15

Terdapat beberapa modalitas pengelolaan karsinoma hepatosleuler. Pada


dasarnya modalitas tersebut dapat dibagi menjadi modalitas yang bertujuan untuk
kuratif, paliatif, dan suportif. Pemilihan pengelolaan didasarkan pada penyakit
hati yang mendasari, status kapasitas fungsi hati, status fisik pasien, ukuran dan
jumlah nodul. 14,15
Staging system tersebut sangat penting selain untuk menilai keberhasilan
terapi juga berguna untuk menilai prognosis. Beberapa staging system yang
dikenal saat ini adalah klasifikasi TNM, Okuda Staging, The Chinese University
Prognostic Index (CUPI), Cancer of the Liver Italian Program (CLIP), French
staging system, dan The Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCLC) staging .14
Sistem BCLC merupakan sistem yang banyak dianut saat ini. Sistem BCLC
ini telah disahkan oleh beberapa kelompok di Eropa dan Amerika Serikat, dan
direkomendasikan sebagai klasifikasi yang terbaik sebagai pedoman pengelolaan,
khususnya untuk pasien dengan stadium awal yang bisa mendapatkan terapi
kuratif. Sistem ini menggunakan variabel-variabel yang berhubungan dengan
stadium tumor, status fungsional hati, status fisik pasien, dan gejala-gejala yang
berhubungan kanker. 12

Gambar 2.5 Klasifikasi Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC) dan jadwal pengelolaan. PST
adalah Tes Status Performan; CLT/LDLT, transplantasi hati cadaver/transplantasi hati dengan
donor hidup; PEI/RF, injeksi ethanol perkutan/ablasi termal radiofrekuensi; ttc, terapi; yr,
tahun.
16

Terapi karsinoma hepatoseluler tergantung dari stadium penyakit dan fungsi


hati. Pembedahan merupakan satu-satunya terapi yang mempunyai potensi
sembuh. Pada kasus yang terseleksi dengan baik, angka ketahanan hisup dapat
mencapai 70%. Reseksi merupakan terapi pilihan bagi penderita karsinoma
hepatoseluler tanpa sirosis. Transplantasi hati merupakan pilihan bagi penderita
karsinoma hepatoseluler stadium awal yang tidak cocok untuk reseksi (tumor
multifocal, sirosis yang disertai disfungsi hati berat). 15
Ablasi lokal atau ablasi radiofrekuensi biasanya diberikan pada penderita
karsinoma hepatoseluler stadium awal yang tidak cocok untuk tindakan
pembedahan. Kemudian transarterial chemoembolization (TACE) merupakan
terapi pilihan bagi penderita karsinoma hepatoseluler stadium menengah yang
tidak dapat dilakukan reseksi, tidak ditemukan adanya invasi vascular maupun
penyebaran ekstrahepatik. 15
Terapi lainnya adalah dengan radiasi internal dnegan menggunakan 90 Y-
labelled glass microspheres. Kemudian terapi medik target molekul dengan cara
mengganggu pensinyalan jalur yang melibatkan progresi dan survival sel kanker.
15

Tatalaksana non bedah

Tata laksana karsinoma hepatoseluler non bedah dapat berupa pemberian


kemoterapi intraarteri, embolisasi melalui arteri, radiasi, penyuntikan alkohol 97%
alkohol intratumor, hipertermia dengan kombinasi kemoterapi. Embolisasi
dilakukan melalui arteri hepatika atau cabang arteri hepatika yang menuju tumor
dengan kombinasi pemberian sitostatik sisplatin, mitomisin, dan adriamisin.
Dengan cara paliatif ini, tumor dapat mengalami nekrosis dan mengecil.
Penyuntikan intratumor dengan bahan nekrotan dilakukan dengan tuntunan
ultrasonografi. Radiasi dan maupun kemoterapi merupakan terapi nonkuratif yang
hanya memberi hasil baik untuk waktu terbatas.16

2.9 PENCEGAHAN
17

Pencegahan hepatoma / karsinoma hepatoselular dilakukan dengan


menghindari berbagai faktor risiko. Pencegahan utama adalah menghindari infeksi
HBV dan HCV. Konsumsi alkohol dihindari untuk mencegah terjadinya sirosis
hati.5

2.10 PROGNOSIS
Sebagian besar kasus HCC berprognosis buruk karena tumor yang
besar/ganda dan penyakit hati yang lanjut serta ketiadaan atau ketidakmampuan
penerapan terapi yang berpotensi kuratif (reseksi, transplantasi dan PEI). USG
abdomen secara periodik merupakan cara terbaik untuk surveilans HCC, namun
belum jelas pengaruh surveilans terhadap mortalitas spesifik penyakit. Stadium
tumor, kondisi umum kesehatan, fungsi hati dan intervensi spesifik memengaruhi
prognosis pasien HCC. Pada kelompok kasus terseleksi, cangkok hati
menghasilkan kesintasan lebih baik daripada reseksi hepatik maupun PEI. Satu-
satunya terapi paliatif yang terbukti mampu meningkatkan harapan hidup pasien
HCC stadium menengah lanjut adalaah TACE.5
13

1. Obayya, M.I.M., Areed, N.F.F. & Abdulhadi, A.O. 2016. Liver cancer
identification using adaptive neuro-fuzzy inference system. International
Journal of Computer Application (0975-8887) 140(8):1-6.
2. Butar-Butar, A.M.C. Prevalensi karsinoma hepatoselular di rumah sakit haji
adam malik Medan pada tahun 2009-2012. Skripsi : Universitas Sumatera
Utara. 2013.
3. Gurakar, A., Hamilton, J.P., Koteish, A., Li, Z., & Mezey, E. 2013.
Hepatocellular carcinoma (Liver Cancer): Introduction. Maryland.
4. Elwood D, Pomposelli JJ. Hepatobiliary Surgery: Lessons Learned From Live
Donor Hepatectomy. Surg. Clin North Am. 2006. 86(5): 1207-1217, vii.
5. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
6. Longo, et all, “Harrison’s Principles of Internal Medicine 18th edition”,
McGraw-Hill Company, 2012.
7. Burkhart, R.A., Pawlik, T.M., 2017, “Staging dan Prognostic Models for
Hepatocellular Carcinoma dan Intrahepatic Cholangiocarcinoma”, Cancer
Control, Vol. 24, No.3, pp 1-11.
8. Chmielowski, B., Territi, M., “Manuals of Clinical Oncology 8th edition”,
Wolters-Kluwer, 2017.
9. Ho, D.W., Lo, R.C., Chan, L., et all, 2016, “Molecular Pathogenesis of
Hepatocellular Carcinoma”, Vol. 5, pp 290-302.
10. Naibaho, S., Retraubun, S.A.E., Santoso, M., et all, 2010, “Problematika
Diagnosis Karsinoma Hepatoseluler”, Jurnal Kedokteran Meditek, Vol.16,
No.42A, pp 41-44
11. Naibaho S, Retraubun SAE, Santoso M, Ndraha S, Tendean M. Problematika
Diagnosis Karsinoma Hepatoselular. J Kedotek Meditek Jan-Apr
2010:16(42A):41-4.
12. Toding, P. Serial kasus: Tatalaksana Nutri Pada Pasien Karsinoma
Hepatoselular. 2014. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
13. Weimann A, Braga M, Harsanyl L, Laviano A, Ljungqvist O, Soeters P, dkk.
ESPEN guidelines on enteral nutrition: Surgery including organ
transplantation. Clinical Nutrition 2006;25:224-44.
14

14. Ayuningtias, I. Karakteristik Klinis Pasien Karsinoma Hepatoselular: Studi


Kasus di RSUP. Dr. Kariadi Semarang Periode 2010-2012. 2014. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Dipenegoro.
15. Parkin DM, Hakulinen T. Analysis of Survival. Available from:
http://www.iarc.fr/en/publications/pdfs-online/epi/sp95/sp95-chap12.pdf
16. Nadhim RP. Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah: Distribusi Geografis dan
Tingkat Keparahan Pasien Karsinoma Hepatoselular Etiologi Virus Hepatitis
B di RSUP. Dr. Kariadi. 2016. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Dipenogoro.
24

Anda mungkin juga menyukai