Anda di halaman 1dari 17

REFERAT KARSINOMA HEPATOSELULER

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
BANDUNG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) merupakan tumor ganas
hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibromelar dan
hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya ialah, kolangiosarkoma (Cholangiosarcoma =
CC) dan sitoadenomakarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarkoma dan
leiomiosarkoma barasalh dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah
didiagnosis, 85% merupakan HCC; 10% CC; dan 5% adalah jenis lainnya. DAlam dasawarsa
terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut HCC, antara lain
perkembangan pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya
perbaikan pada kualitas hidup pasien.
(10)

Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah hepatoma.
Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang
ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan
dengan angka kejadian 100/100.000 populasi.
(8)

Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati. Hepatoma biasa dan sering
terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi hepatitis virus kronik.
Hepatitis virus kronik adalah faktor risiko penting hepatoma, virus penyebabnya adalah virus
hepatitis B dan C. Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih mempunyai
kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus ini
untuk pertama kalinya. Pasien hepatoma 88% terinfeksi virus hepatitis B atau C. Tampaknya
virus ini mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepatoma.
(8)

Pemeriksaan Alfa Feto Protein (AFP) sangat berguna untuk menegakkan diagnosis
penyakit hepatoma ini. Penggunaan ultrasonografi (USG), ComputedTomographic
Scanning (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI) penting untuk menegakkan
diagnosis dan mengetahui ukuran tumor.
(8)

Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna
bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah
suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal,
yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai
risiko kematian yang tinggi.
(8)

Kebanyakan pasien dengan karsinoma hepatoseluler (HCC) meninggal dalam waktu 1
tahun setelah didiagnosis. Kelangsungan hidup tergantung pada ukuran tumor dan
penyakitnya saat didiagnosis. Pasien dengan sirosis memiliki kelangsungan hidup yang lebih
pendek. Penatalaksanaan secara bedah dapat menyembuhkan hanya kurang dari 5% pasien.
Penyebab kematian ialah perdarahan (varises, intraperitoneal) dan cachexia.
(2)

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui definisi,
epidemiologi, faktor risiko, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang dan
pengobatan karsinoma hepatoseluler.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Menurut National Cancer Institute karsinoma hepatoseluler adalah sebuah jenis
adenokarsinoma, dan merupakan tipe yang paling umum dari tumor hati.
(6)

Karsinoma hepatoseluler (HCC) adalah tumor primer yang paling umum pada hepar
dan salah satu kanker paling umum di seluruh dunia. HCC merupakan keganasan
hepatoseluler asal primer.
(2)

Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh
empedu, pembuluhpembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel
hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker
kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker
hepatoselular (hepatocellular cancer) atau karsinoma (carcinoma).
2.2 Insidensi
Karsinoma hepatoseluler (hepatocelluler carcinoma=HCC) adalah salah satu
keganasan yang paling umum di seluruh dunia. Insiden global setiap tahunnya ialah sekitar 1
juta kasus, dengan perbandingan laki-laki dan wanita sekitar 4:1. Tingkat kejadian sama
dengan tingkat kematian. Di Amerika Serikat, terdapat 19.160 kasus baru dan 16.780
kematian yang tercatat pada tahun 2007. Tingkat kematian pada laki-laki di negara-negara
kejadian rendah seperti Amerika Serikat adalah 1,9 per 100.000 per tahun; di daerah-daerah
dengan insidensi menengah seperti Austria dan Afrika Selatan, angka kematian tahunan
berkisar 5,1-20,0 per 100.000, dan pada daerah dengan insidensi yang tinggi seperti di Asia
(Cina dan Korea), angka kematian 23,1-150 per 100.000 per tahun (lihat tabel 2.1).
(1)

Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan antara 50 dan 60 tahun, dengan
predominasi pada laki-laki. Rasio antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6 :
1.
(10)

Tabel 2.1 Angka Insidensi Penyakit Karsinoma Hepatoseluler Berdasarkan Jenis Kelamin
Dan Wilayah Geografis.
(1)


100.000 Orang Per Tahun
Negara Laki-Laki Perempuan
Argentina 6 2.5
Brazil, Recife 9.2 8.3
Brazil, Sao Paulo 3.8 2.6
Mozambique 112.9 30.8
South Africa, Cape: Black 26.3 8.4
South Africa, Cape: White 1.2 0.6
Senegal 25.6 9
Nigeria 15.4 3.2
Gambia 33.1 12.6
Burma 25.5 8.8
Japan 7.2 2.2
Korea 13.8 3.2
China, Shanghai 34.4 11.6
India, Bombay 4.9 2.5
India, Madras 2.1 0.7
Great Britain 1.6 0.8
France 6.9 1.2
Italy, Varese 7.1 2.7
Norway 1.8 1.1
Spain, Navarra 7.9 4.7
2.3 Epidemiologi
Daerah endemik terdapat di Cina dan sub-Sahara Afrika, yang berhubungan dengan
daerah endemik tingkat tinggi carrier hepatitis B dan kontaminasi mycotoxin bahan pangan,
biji-bijian yang disimpan, air minum, dan tanah. Faktor-faktor lingkungan adalah penting;
orang Jepang di Jepang memiliki insidensi lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di
Hawaii, juga memiliki insidensi yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di
California.
(1)

Tabel 2.2 Hal-Hal Essensial Pada Karsinoma Hepatoseluler.
(3)

Penyebab Utama
Hepatitis B (HBsAg seropositif)
Hepatitis C
Diagnosis (sering terlambat)
Klinis
Nyeri, kehilangan berat badan, sakit kuning
Massa, bruit
Kerusakan fungsi hati yang cepat
Laboratorium
Abnormal LFT (30% - "40%)
HBsAg seropositif (50%)
Peningkatan AFP (Amerika Serikat 30%, Afrika 80%)
Imaging
MRI untuk menilai invasi vena hepatik
Biopsi
Risiko perdarahan
Laparoskopi biopsi dilakukan dengan visi teraman
Pengobatan
Reseksi atau transplantasi hanya merupakan penyembuhan satu-satunya
Kriteria untuk reseksi
Tumor dapat dilepas dengan eksisi lokal atau lobektomi
Cukup cadangan fungsional di sisa hati
Tidak menginvasi hati atau vena portal
Tidak ada metastasis atau ekstensi extrahepatic
Kriteria untuk transplantasi
Terdapat tiga lesi atau lebih sedikit
Diameter Kurang dari 5 cm
Keberadaan sirosis
Prognosis
Tingkat Resectability 20%
Five-year survival setelah reseksi kuratif: 33% - 64%
Five-year survival setelah transplantasi: 19% - 70%
Rata-rata bertahan hidup pada penyakit yang tidak dapat direseksi : 4 bulan
Singkatan : AFP, alpha-fetoprotein; LFT, liver function test; MRI,
magnetic resonance imaging.
2.4 Faktor-Faktor Etiologi
Virus Hepatitis
Baik kasus-kontrol maupun studi kohort menunjukkan hubungan yang kuat antara
tingkat carrier hepatitis B kronis dan peningkatan kejadian HCC. Pada orang Taiwan carier
laki-laki yang mempunyai antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) positif, ditemukan
berisiko 98 kali lipat lebih besar untuk menjadi HCC dibandingkan dengan individu dengan
HbsAg-negatif. Kejadian HCC pada orang pribumi di Alaska meningkat secara nyata
berhubungan dengan prevalensi infeksi virus hepatitis B (HBV) yang tinggi. HCC yang
disebabkan HBV mungkin timbul dari siklus kerusakan hati dengan proliferasi berikutnya,
dan tidak selalu terjadi dari sirosis.
(1)
Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi
melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi sel HBV DNA ke
dalam DNA sel penjamu dan aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati.
Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung
oleh kompensasi proliferatif merespon nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh
ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.
(10)

Peningkatan angka insidensi HCC di Jepang dalam tiga dekade terakhir diperkirakan
berdasarkan penelitian dari hepatitis C. Sebuah intervensi skala besar yang disponsori oleh
World Health Organization (WHO) sedang berlangsung di Asia yang melibatkan vaksinasi
HBV pada bayi baru lahir. HCC pada orang kulit hitam di Afrika tidak berhubungan dengan
sirosis yang parah namun mempunyai diferensiasi yang buruk dan bersifat sangat agresif.
Meskipun jenis dari HBV carrier adalah sama di antara penduduk Bantu di Afrika Selatan,
ada perbedaan sembilan kali lipat dalam kejadian HCC antara orang Mozambic yang hidup di
sepanjang pesisir dan pedalaman. Perbedaan ini disebabkan oleh paparan tambahan dari
makanan yang mengandung aflatoksin B1 dan mikotoksin karsinogenik lainnya.
(1)

Hepatitis C virus (HCV) juga telah dikaitkan dengan terjadinya HCC. Antibodi
terhadap HCV telah ditemukan sebanyak 76% dari pasien dengan HCC di Jepang, Italia, dan
Spanyol dan 36% di Amerika Serikat. Berbeda dengan HCC disebakan oleh HCV, HCC
jarang terjadi pada carier HBV sebelum terjadinya perkembangan sirosis.
(5)
Sebuah interval
antara transfusi yang berhubungan dangan virus hepatitis C (HCV) dan terjadinya HCC
adalah ~ 30 tahun. HCC yang disebabkan oleh virus hepatitis C cenderung memiliki sirosis
yang lebih sering dan lebih awal, tetapi dalam HCC yang disebabkan dengan HBV, hanya
setengahnya yang terjadi sirosis; sisanya menderita hepatitis aktif kronis.
(1)
Selain itu,
kejadian HCC pada carier HCV kronis diperkirakan setinggi 5% per tahun, dibandingkan
dengan 0,5% per tahun untuk carier HBV.
(5)

Tabel 2.3 Faktor Resiko Karsinoma Hepatoseluler.
(1)

Tersering Jarang
Sirosis dari penyebab apapun
Infeksi kronis hepatitis B atau C
Konsumsi etanol kronis
Non-Alkohol steatohepatitis (NASH)
Aflatoksin B
1
atau mikotoksin lain
Sirosis bilier primer
Hemochromatosis
Defisiensi antitrypsin -1
Non-Alkohol steatohepatitis (NASH)
penyakit penyimpanan glikogen
Citrullinemia
Porfiria cutanea tarda
Keturunan tyrosinemia
Wilson's Disease
Sirosis Hati
Sirosis hati (SH) merupakan faktor resiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi
lebih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun tiga sampai lima persen dari pasien SH akan
menderita HCC, dan HCC merupakan penyebab kematian pada SH. Otopsi pada pasien SH
mendapatkan 290-80% di antaranya telah menderita HCC. Pada 60-80% dari SH
makronoduler dan tiga sampai sepuluh persen dari SH mikronuduler dapat ditemukan adanya
HCC. Prediktor utama HCC pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan alfa feto
protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya aktivitas proliferasi sel hati.
(10)

Karsinogen Kimia
Mungkin karsinogen kimia alami yang paling kuat di mana-mana merupakan produk
dari jamur Aspergillus, disebut aflatoksin B1. Produk aflatoksin dapat ditemukan dalam biji-
bijian yang disimpan di tempat yang panas, tempat-tempat lembab, kacang dan nasi disimpan
tidak dalam lemari es. Kontaminasi aflatoksin bahan pangan berkorelasi baik dengan tingkat
insidensi di Afrika dan China. Pada daerah endemik di Cina, bahkan hewan ternak seperti
bebek telah mengidap HCC. Karsinogen yang paling kuat muncul menjadi produk alami dari
tumbuhan, jamur, dan bakteri, seperti pohon-pohon semak yang mengandung alkaloid
pyrrollizidine serta asam tannic dan safrol. Polutan seperti pestisida dan insektisida dikenal
karsinogen binatang pengerat.
(1)

Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi jamurAspergillus. Dari
percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 1-2-3-
epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok utama aflatoksin yang mampu
membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme karsinogenesisnya
ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor
p53.
(10)

Obesitas
Suatu penelitian kohort prospektif pada lebih dari 900.000 individu di Amerika
Serikat dengan masa pengamatan selama 16 tahun mendapatkan terjadinya peningkatan
angka mortalitas sebesar lima kali akibat kanker hati pada kelompok individu dengan berat
badan tertinggi (Indeks Massa Tubuh (IMT) : 35-40 Kg/m
2
) dibandingkan dengan kelompok
individu yang IMT-nya normal. Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor resiko utama
untuk non-alchoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non alchoholic steatohepatis
(NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut menjadi
HCC.
(10)

Diabetes Mellitus (DM)
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor resiko baik untuk penyakit hati
kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatis non
alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin
dan insulin like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk
kanker. Indikasi kuatnya asosiasi antara DM dan HCC terlihat dari banyak penelitian antara
lain penelitian kasus kelola oleh Hasan dkk. Yang melaporkan bahwa dari 115 kasus HCC
dan 230 non HCC, rasio odd dari DM adalah 4,3, meskipun diakui bahwa sebagian dari kasus
DM sebelumnya sudah menderita sirosis hati. Penelitian kohort besar oleh El Serag dkk.
Yang melibatkan 173,643 pasien DM dan 650,620 pasien bukan DM menemukan bahwa
insidensi HCC pada kelompok DM lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi
HCC kelompok bukan DM. Insidensi juga semakin tinggi seiring dengan lamanya
pengamatan (kurang dari lima tahun hingga lebih dari 10 tahun). DM merupakan faktor
resiko HCC tanpa memandang umur, jenis kelamin dan ras, dengan angka resiko 2,16.
(10)

Alkohol
Meskipun alcohol tidak memiliki kemampuan mutagenic, peminum berat alcohol
(>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati
alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme
juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau
HCV. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada
pasien dengan HBsAg-positif atau anti HCV-positif. Ini menunjukkan adanya peran
sinergistik alcohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV. Acapkali penyalahgunaan
alkohol merupakan prediktor bebas untuk terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis
kronik atau sirosis akibat infeksi HBV atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-
dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan resiko terjadinya HCC.
(10)

2.5 Patogenesis Molekuler HCC
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun agen penyebabnya,
transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turnover) sel
hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan
kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan
kromosom, aktivas onkogen selular atau inaktivasi gen supresor tumor, yang mungkin
bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA missmatch, aktivasi telomerase, serta
induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronis, alkohol dan
penyakit metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin-alfa 1, mungkin
menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis).
Hilangnya heterozigositas (LOH = lost of heterozygosity) juga dihubungkan dengan
inaktivasi gen supresor tumor. LOH dan delesi alelik adalah hilangnya satu salinan (kopi)
dari bagian tertentu suatu genom. Pada manusia, LOH dapat terjadi di banyak bagian
kromosom. Infeksi HBV dihubungkan engan kelainan di kromosom 17 atau pada lokasi di
dekat gen p53. Pada kasus HCC, lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat
bervariasi (acak). Oleh karena itu, HBV mungkin berperan sebagai agen mutagenic
insersional non selektif. Integrasi acapkali menyebabkan terjadinya beberap perubahan dan
selanjutnya mengakibatkan proses translokasi, duplikasi terbalik, delesi dan rekombinan.
Semua perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-gen supresi tumor maupun gen-gen
seluler penting lain. Dengan analisis Southern Blot, potongan (sekuen) HBV yang telah
terintegrasi ditemukan di dalam jaringan tumor/HCC, tidak ditemukan di luar jaringan tumor.
Produk gen X, lazim disebut HBx, dapat berfungsi sebagai transaktivator transkripsional dari
berbagai gen seluler yang berhubungan dengan kontrol pertumbuhan. Ini menimbulkan
hipotesis bahwa HBx mungkin terlibat pada hepatokarsinogenesis oleh HBV.
(10)

Di wilayah endemic HBV ditemukan hubungan yang bersifat dose-dependent antara pajanan
AFB1 dalam diet dengan mutasi pada kodon 249 dari p53. Mutasi ini spesifik untuk HCC dan
tidak memerlukan integrasi HBV ke dalam DNA tumor. Mutasi gen p53 terjadi pada sekitar
30% kasus HCC di dunia, dengan frekuensi dan tipe mutasi yang berbeda menurut wilayah
geografik dan etiologi tumornya.
(10)

Infeksi kronik HCV dapat berujung pada HCC setelah berlangsung puluhan tahun dan
umumnya didahuluioleh terjadinya sirosis. Ini menunjukkan peranan penting dari proses
cedera hati kronik diikuti oleh regenerasi dan sirosis pada proses hepatokarsinogenesis oleh
HCV.
(10)

2.6 Penyebaran
Metastasis intrahepati dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau infiltrasi langsung.
Metastasis Ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatica, vena porta atau vena kava. Dapat
terjadi metastasis pada varises oesophagus dan di paru. Metastasis sistemik seperti ke
kelenjar getah bening di porta hepatis tidak jarang terjadi, dan dapat juga sampai di
mediastinum. Bila sampai di peritoneum, dapat menimbulkan asites hemoragik, yang berarti
sudah memasuki stadium terminal.
(10)

2.7 Manifestasi Klinis
Timbulnya sebuah karsinoma hepatoseluler mungkin tidak terduga sampai terjadi
penurunan kondisi pasien sirosis yang sebelumnya stabil.
(4)
Gejala pada pasien HCC
termasuk cachexia, nyeri pada perut, penurunan berat badan, kelemahan, abdominal fullness
dan bengkak, penyakit kuning, dan mual yang berhubungan dengan gejala.
(1),(4)

Kemunculan asites, kemungkinan perdarahan, yang menunjukkan trombosis vena
portal atau hati dengan tumor atau pendarahan dari tumor nekrotik.
(4)
Perut bengkak terjadi
sebagai akibat dari asites karena penyakit hati kronis yang mendasarinya atau mungkin
karena tumor yang berkembang dengan pesat. Kadang-kadang, nekrosis pusat atau
perdarahan akut ke dalam rongga peritoneum menyebabkan kematian. Di negara-negara
dengan program surveilans aktif, HCC cenderung diidentifikasi pada tahap awal. Penyakit
kuning biasanya karena gangguan pada saluran intrahepatic oleh penyakit hati yang
mendasarinya. Hematemesis terjadi mungkin disebabkan karena adanya varises oesophagus
akibat hipertensi portal. Nyeri tulang terlihat pada 3-12% pasien. Pasien mungkin dapat tidak
menunjukkan gejala.
(1)

2.8 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan pembesaran hati yang lembut, kadang-kadang
dengan massa yang dapat di palpasi. Di Afrika, presentasi khas pada pasien muda adalah
massa yang berkembang pesat pada perut.
(4)
Hepatomegali adalah tanda dari fisik yang paling
umum, terjadi pada 50-90% pasien. Bruit perut dicatat dalam 6-25%, dan asites terjadi pada
30-60% pasien.
(1)
Auskultasi mungkin mengungkapkan bruit pada tumor atau friction rub
ketika prosesnya telah meluas ke permukaan hati.
(4)
Ascites harus diperiksa oleh bagian
sitologi. Splenomegali terutama karena hipertensi portal. Berat badan dan wasting otot yang
umum, terutama dengan tumor yang tumbuh dengan cepat atau besar. Demam ditemukan
pada 10-50% pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda penyakit hati kronis dapat
hadir, termasuk sakit kuning, dilatasi vena abdomen, eritema palmar, ginekomastia, atrofi
testis, dan edema perifer.
(1)

2.9 Diagnosis
Dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan majupesat, maka berkembang
pula cara-cara diagnosis dan terapi yang lebih menjanjikan dewasa ini. Kanker hati selular
yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih awal terutamanya dengan pendekatan radiologi
yang akurasinya 70 95%1,4,8 dan pendekatan laboratoriumalphafetoprotein yang
akurasinya 60 70%.
(9)

Kriteria diagnosa HCC menurut PPHI Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 mg per ml.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann (CT
Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun Positron Emission
Tomography (PET) yang menunjukkan adanya HCC.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya HCC.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan HCC.
Diagnosa HCC didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima kriteria atau hanya satu
yaitu kriteria empat atau lima.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
2.10.1 Penanda Tumor
Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal,
sel yolk sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum
adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC, dan kadar lebih
dari 400 ng/ml adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal juga dapat
ditemukan juga pada kehamilan. Penanda tumor lain untuk HCC adalah des-gamma carboxy
prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91% dari pasien
HCC, namun juga dapat meningkat pada defisiensi vitamin K, hepatitis kronis aktif atau
metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC, seperti AFP-L3 (suatu subfraksi
AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll, tetapi tidak ada yang memiliki agregat sensitivitas dan
spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan PIVKA-2.
(10)

2.10.2 Gambaran Radiologis
A. Gambaran Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik. Dua karakteristik
kelainan vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor (neovaskularisasi) dan trombosis
oleh invasi tumor.
(1)
Perkembangan yang cepat dari gray-scaleultrasonografi menjadikan
gambaran parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur eko
jaringan hati lebih mudah dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan
lesi lokal maupun kelainan parenkim difus.
(7)

Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang
membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur
eko yang berbeda dengan parenkim hati normal.

Gambar 2.1 USG karsinoma hepatoseluler, tampak nodul hipoecoic dengan diameter 2,3cm
pada pasien laki-laki umur 67 th.
Gambar 2.2 Stadium dini: Kanker hati berupa
nodule diameter 3 cm.
B. Computed Tomography (CT) Scan
Di samping USG diperlukanCT
scan sebagai pelengkap yang dapat menilai
seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar
yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa
dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat
ini teknologinya berkembang pesat telah pula
menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellicalCT
scan, multislice yang sanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang
paling kecil pun tidak terlewatkan.
Untuk menentukan ukuran dan besar tumor, dan adanya invasi vena portal secara
akurat, CT / heliks trifasik scan perut dan panggul dengan teknik bolus kontras secara cepat
harus dilakukan untuk mendeteksi lesi vaskular khas pada HCC. Invasi vena portal biasanya
terdeteksi sebagai hambatan dan ekspansi dari pembuluh darah. CT scan dada digunakan
untuk menghilangkan diagnosis adanya metastasis.
(1)


Gambar 2.3 CT Scan pada wanita 57 tahun dengan riwayat hepatitis B, tampak nodul
karsinoma hepatoselular.

Gambar 2.4 CT-scan dengan kontras memperlihatkan massa pada karsinoma hepatoselular.
C. Angiografi
Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan
pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang
sebenarnya. Kanker yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan
ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar. Angigrafi bisa
memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.

Gambar 2.5 Celiac angiogram menunjukkan pembuluh darah hepar dengan multipel
karsinoma hepatoseluler sebelum terapi (kiri), dan sesudah terapi (kanan) menunjukkan
penurunan vaskular dan respon terapi.
D. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada gambaran CT
scann yang meragukan atau pada penderita yang ada risiko bahaya radiasi sinar X dan pada
penderita yang ada kontraindikasi (risiko bahaya) pemberian zat contrast sehingga
pemeriksaan CT angiography tak memungkinkan padahal diperlukan gambar peta pembuluh
darah.

Gambar 2.6 Pada gambaran MRI diatas terlihat multipel hipervaskular kecil pada karsinoma
hepatoselular.

Gambar 2.7 Gambaran MRI pada karsinoma hepatoselular, tampak lesi dengan diamer 2,5
cm pada aspek infero-medial.
2.11 Sistem Staging
Meskipun TNM (tumor primer, kelenjar regional, metastasis) yang merupakan sistem
staging yang dibentuk oleh the American Joint Commission for Cancers (AJCC) kadang-
kadang masih digunakan, saat ini sistem the Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) yang
lebih lebih populer digunakan karena memasukan sirosis dalam salah satu hal penilaiannya,
seperti halnya sistem Okuda (Tabel 2.4 dan 2.5). Prognosis terbaik adalah stadium I, tumor
soliter <2>(1)
Tabel 2.4 Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP)
(1)


Points
Variables 0 1 2
i. Jumlah Tumor Single Multiple
Ukuran tumor pada Hepar yang
menggantikan hepar normal (%)
a

<50 <50 >50
ii. Nilai Child-Pugh A B C
iii. -Fetoprotein level (ng/mL) <400 400
iv. Trombosis Vena Porta (CT) No Yes
a = Luas tumor pada hati
Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3 points.
Tabel 2.5 Klasifikasi Okuda
(1)

Ukuran Tumor
a
Ascites Albumin (g/L) Bilirubin
(mg/dL)


50% <50 + 3 >3 3 <3

(+) () (+) () (+) () (+) ()

Stadium Okuda: Stadium 1= semua (-), Stadium 2= 1 atau 2 (+), Stadium 3 = 3 atau 4 (+).
a = Luas tumor pada hati
2.12 Pengobatan
Sebagian besar pasien HCC mempunyai dua penyakit hati yaitu sirosis dan HCC,
masing-masing yang merupakan penyebab kematian independen. Kehadiran sirosis biasanya
menjadi kendala pada operasi reseksi, terapi ablatif, dan kemoterapi. Jadi penilaian dan
perencanaan perawatan pasien harus mengambil keparahan dari penyakit hati tidak ganas ke
dalam penilaian. Pilihan manajemen secara klinis pada HCC bisa menjadi kompleks (Bagan
2.1). Pasien dengan tumor lanjut (invasi vaskular, gejala, menyebar extrahepatic) memiliki
hidup rata-rata ~ 4 bulan, dengan atau tanpa pengobatan. Hasil perawatan dari literatur-
literatur sulit untuk ditafsirkan. Kelangsungan hidup tidak selalu merupakan ukuran
keberhasilan terapi karena efek negatif pada kelangsungan hidup dari penyakit hati yang
mendasarinya.
(1)

2.12.1 Karsinoma Hepatoseluler Stadium I dan II
Tumor tahap awal dapat berhasil diobati dengan menggunakan berbagai teknik,
termasuk reseksi bedah, ablasi lokal (thermal atau radiofrekuensi), dan terapi injeksi lokal
(etanol atau asam asetat). Banyak juga yang memiliki penyakit hati yang signifikan yang
mendasari dan tidak dapat mentolerir terapi bedah karena kehilangan parenkim hati, namun
mungkin mereka memenuhi persyaratan untuk transplantasi hati orthotopic (orthotopic liver
transplant = OLTX) di masa yang akan datang. Prinsip penting dalam perawatan tahap awal
HCC adalah dengan menggunakan perawatan hati-hemat dan berfokus pada pengobatan baik
tumor maupun sirosis.

Bagan 2.1 Pendekatan pengobatan untuk pasien dengan karsinoma hepatoseluler. Evaluasi
klinis awal bertujuan untuk menilai sejauh mana tumor dan gangguan fungsional yang
diakibatkan oleh sirosis hati. Pasien diklasifikasikan sebagai yang memiliki penyakit dan
dapat direseksi, penyakit yang tidak dapat direseksi, atau sebagai kandidat transplantasi.
Singkatan: OLTX, orthotopic liver transplantation; TACE, transarterial chemoembolization;
PEI, percutaneous ethanol injection; RFA, radiofrequency ablation; LN, lymph node. Child's
A/B/C mengacu pada klasifikasi Child-Pugh dari kegagalam hepar.
(1)

Eksisi Bedah
Risiko hepatectomi utama adalah tinggi (mortalitas 5-10%) diakibatkan oleh penyakit
hati yang mendasari dan potensi untuk menjadi gagal hati. Oklusi vena portal preoperative
kadang-kadang dapat dilakukan untuk menyebabkan atrofi lobus HCC yang terlibat dan
hipertrofi kompensasi dari hati yang masih normal.Pada pasien sirosis, operasi hati besar
dapat mengakibatkan kegagalan hati. Klasifikasi Child-Pugh dari gagal hati dapat
menentukan prognosis untuk toleransi operasi hati yang dapat diandalkan, dan hanya Child A
yang dapat dipertimbangkan untuk reseksi bedah. Pasien dengan Child B dan C dengan tahap
I dan II HCC harus dirujuk untuk OLTX jika sesuai, seperti pada pasien dengan asites atau
riwayat pendarahan varises. Meskipun terapi bedah eksisi terbuka merupakan terapi yang
paling dapat diandalkan, namun pasien mungkin lebih baik ditawarkan dengan pendekatan
secara laparoskopi untuk reseksi, menggunakan RFA atau injeksi etanol perkutan
(percutaneous ethanol injection=PEI).
(1)

Strategi Ablasi Lokal
Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency ablation=RFA) menggunakan panas untuk
ablasi tumor. Ukuran maksimum dari array probe dapat dilakukan untuk zona nekrosis 7-cm,
yang akan cukup untuk tumor berukuran 3-4 cm.
(1)

Pengobatan tumor yang dekat dengan pedikel portal utama dapat menyebabkan cedera
duktus empedu dan obstruksi. Hal ini membatasi terapi tumor yang secara anatomi cocok
untuk teknik ini. RFA dapat dilakukan secara perkutan dengan panduan CT atau USG, atau
dengan laparoskopi dengan panduan USG.
(1)

Terapi Injeksi Lokal
Sejumlah agen telah digunakan untuk dilakukannya injeksi lokal ke dalam tumor,
yang paling sering, ethanol (PEI). HCC lunak relatif dengan riwayat sirosis hati keras
memungkinkan untuk dilakukan injeksi etanol volume besar ke dalam tumor tanpa terjadi
difusi ke dalam parenkim hati atau kebocoran keluar dari hati. PEI menyebabkan kerusakan
langsung dari sel-sel kanker, tetapi juga akan menghancurkan sel-sel normal di sekitarnya.
Hal ini biasanya memerlukan beberapa suntikan (rata-rata tiga), berbeda dengan satu untuk
RFA. Ukuran maksimum tumor terpercaya diperlakukan adalah 3 cm, bahkan dengan
beberapa suntikan.
(1)

Transplantasi Hepar
Sebuah pilihan yang layak untuk HCC Stadium I dan II pada tumor dengan sirosis adalah
OLTX, dengan kelangsungan hidup mendekati pada kasus-kasus nonkanker. OLTX dapat
digunakan pada pasien dengan lesi tunggal 5 cm atau 3 nodul atau kurang, setiap 3 cm,
menghasilkan kelangsungan hidup yang bagus tanpa tumor (70% selama 5 tahun). Untuk
HCC lanjut, OLTX telah ditinggalkan karena adanya tingkat kekambuhan tumor yang tinggi.
Prioritas skoring untuk OLTX sebelumnya menyebabkan pasien HCC menunggu terlalu lama
untuk dilakukan OLTX, sehingga beberapa tumor menjadi lebih parah selama pasien
menunggu hati yang disumbangkan. Berbagai terapi yang digunakan sebagai "jembatan"
untuk OLTX, ialah RFA, PEI, dan chemoembolization transarterial (TACE).
(1)

Terapi Adjuvant
Peran kemoterapi ajuvan bagi pasien setelah reseksi atau OLTX masih belum jelas.
Telah ditemukan bahwa tidak ada manfaat yang jelas dalam kelangsungan hidup dalam
keadaan bebas penyakit atau secara keseluruhan baik untuk pendekatan adjuvant maupun
neoadjuvant, meskipun suatu meta-analisis beberapa percobaan menunjukkan peningkatan
yang signifikan dalam keadaan bebas penyakit dan secara keseluruhan. Analisis dari uji coba
kemoterapi ajuvan pasca operasi sistemik tidak menunjukkan manfaat ketahanan hidup dalam
keadaan bebas penyakit atau secara keseluruhan, namun studi tunggal TACE dan
neoadjuvant
131
I-ethiodol telah menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup setelah
dilakukan reseksi.
(1)

2.12.2 Karsinoma Hepatoseluler Stadium III dan IV
Pilihan bedah tumor menjadi lebih sedikit pada HCC stadium III. Pada pasien tanpa
sirosis, hepatectomi adalah layak, meskipun mempunyai prognosis yang buruk. Pasien
dengan sirosis Child A dapat direseksi, tetapi lobektomi berhubungan dengan morbiditas
yang signifikan dan kematian, dan prognosis jangka panjangnya adalah kurang. Namun
demikian, sebagian kecil pasien akan mencapai kelangsungan hidup jangka panjang. Karena
sifat dari tumor ini, setelah reseksi berhasil dapat diikuti oleh kekambuhan yang cepat.
Pasien-pasien pada stadium ini bukan kandidat untuk dilakukannya transplantasi karena
adanya tingkat kekambuhan tumor tinggi, kecuali tumor mereka bisa turun-bertahap terlebih
dahulu dengan terapi neoadjuvant. Mengurangi ukuran tumor primer dapat dilakukan untuk
menguragi operasi, dan penundaan operasi dilakukan untuk penyakit yang extrahepatic
dengan menggunakan studi imaging dan menghindari OLTX karena tidak akan membantu.
Stadium IV memiliki prognosis yang buruk, dan tidak ada pengobatan bedah yang
dianjurkan.
(1)

Kemoterapi sistemik
Sejumlah besar studi klinis terkendali dan tidak terkendali telah dilakukan pada
sebagian besar kelompok utama kemoterapi kanker. Tidak ada obat tunggal atau obat
kombinasi yang diberikan secara sistemik berpengaruh baik, bahkan hanya mengarah ke
tingkat respons sebesar 25% atau hanya sedikit berpengaruh kepada kelangsungan hidup.
(1)

Kemoterapi Regional
Berbeda dengan hasil buruk pada kemoterapi sistemik, berbagai agen yang diberikan
melalui arteri hepatik memiliki aktivitas yang terbatas pada HCC (Tabel 2.6). Dua uji
terkontrol acak telah menunjukkan keunggulan untuk bertahan hidup untuk TACE dalam
subset yang dipilih pasien. Satu digunakan doxorubicin dan lainnya menggunakan cisplatin.
Terlepas dari kenyataan bahwa terjadi peningkatan ekstraksi hepatik dari kemoterapi untuk
obat sangat sedikit, beberapa obat seperti cisplatin, doxorubicin, C mitomycin, dan mungkin
neocarzinostatin menghasilkan respon yang cukup besar bila diberikan secara regional.
Hanya sedikit data yang tersedia pemberiannya melalui infus arteri secara terus-menerus
untuk HCC, meskipun studi utama dengan cisplatin telah menunjukkan respon yang baik.
(1)

Karena laporan kelangsungan hidup tidak dibuat berdasarkan berdasarkan stadium
TNM, sulit untuk mengetahui prognosis jangka panjang dalam hubungannya dengan batas
tumor. Sebagian besar penelitian tentang kemoterapi arteri hepatik regional juga
menggunakan agen embolisasi seperti ethiodol, gelatin partikel spons (Gelfoam), pati
(Spherex), atau mikrosfer. Dua produk yang terdiri dari mikrosfer didefinisikan dengan
ukuran berkisar-Embospheres (biosphere) dan Sensual SE-menggunakan partikel 40-120,
100-300, 300-500, dan 500-1000 m ukurannya. Diameter optimal partikel untuk TACE
belum didefinisikan.
(1)

Penggunaan secara luas dari beberapa bentuk embolisasi di samping kemoterapi telah
menambah efek toksisitas. Hal ini meliputi demam yang sering terjadi tetapi transient, sakit
perut, dan anoreksia (semua dalam> 60% pasien). Selain itu, pada > 20% pasien terjadi
peningkatan asites atau elevasi transien enzim transaminase. Toksisitas hati yang disebabkan
oleh embolisasi dapat dibantu dengan penggunaan mikrosfer pati yang dapat didegradasi,
dengan tingkat respon 50-60%. Sebuah masalah besar dalam menunjukkan keunggulan
harapan hidup pada pasien menanggapi TACE adalah bahwa banyak pasien meninggal akibat
sirosis yang mendasari mereka, bukan tumor. Namun, meningkatkan kualitas hidup pasien
adalah tujuan utama dari terapi regional.
(1)

Tabel 2.6 Beberapa Uji Klinis Acak Melibatkan Chemoembolization Arteri Transhepatic
(TACE) untuk Karsinoma Hepatoseluler.
Peneliti Tahun Obat 1 Obat 2 Efek
Ketahanan
Kawaii 1992 Doxorubicin + embo Embo Tidak
Chang 1994 Cisplatin + embo Embo Tidak
Hatanaka 1995 Cisplatin, doxorubicin + embo Same + ethiodol Tidak
Uchino 1993 Cisplatin, doxorubicin + oral FU Same + tamoxifen Tidak
Lin 1988 Embo Embo + IV FU Tidak
Yoshikawa 1994 Epirubicin + ethiodol (Lipiodol) Epirubicin Tidak
Pelletier 1990 Doxorubicin + Gelfoam - Tidak
Trinchet 1995 Cisplatin + Gelfoam - Tidak
Bruix 1998 Coils and Gelfoam - Tidak
Pelletier 1998 Cisplatin + ethiodol - Tidak
Trinchet 1995 Cisplatin + Gelfoam - Tidak
Pelletier 1998 Cisplatin + ethiodol - Tidak
Lo 2002 Cisplatin + ethiodol - Ya
Llovet 2002 Doxorubicin + ethiodol - Ya
Catatan: embo= embolisasi; FU= fluorourasil
BAB III
KESIMPULAN
Karsinoma hepatoseluler adalah suatu tumor ganas primer pada hati yang paling
sering ditemukan. Faktor risiko karsinoma hepatoseluler adalah infeksi hepatitis B, infeksi
hepatitis C, alkohol, aflatoxin B1, dan sirosis. Gejala klinis karsinoma hepatoseluler adalah
sakit perut, rasa penuh, bengkak di perut kanan, nafsu makan berkurang dan rasa lemas.
Diagnosis karsinoma hepatoseluler ditegakkan bila ditemui dua atau lebih dari lima kriteria
atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima dari PPHI. Pemeriksaan karsinoma
hepatoseluler terdiri dari laboratorium, biopsi, radiologi imaging berupa USG, CT Scan, dan
MRI. Pengobatan karsinoma hepatoseluler meliputi tindakan bedah hati, transplantasi
hati, tindakan non bedah hati seperti injeksi lokal dan kemoterapi.

Anda mungkin juga menyukai