Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma = HCC) merupakan
tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. 1 Sekitar 75% penderita
karsinoma hepatoseluler mengalami sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan
pasca nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah
memburuknya penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui sebabnya dan
pembesaran hati dalam waktu cepat.2
Karsinoma hepatoseluler meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada
manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan
pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia dan urutan ketiga dari
kanker sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung.
Tingkat kematian (rasio antara mortalitas dan insidensi) HCC juga sangat
tinggi, diurutan kedua setelah kanker pankreas. Secara geografis, didunia
tercatat tiga kelompok wilayah tingkat kekerapan HCC, yaitu tingkat
kekerapan rendah (kurang dari tiga kasus per 100.000 penduduk); menengah
(tiga hingga sepuluh kasus per 100.00 penduduk); dan tinggi (lebih dari
sepuluh kasus per 100.000 penduduk). Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di
Asia Timur dan Tenggara serta Afrika Tengah, sedangkan yang terendah di
Eropa Utara, Amerika Tengah, Australia dan Selandia Baru. Sekitar 80% dari
kasus HCC di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan
Asia Tenggara serta Afrika Tengah (Sub-Sahara), yang diketahui sebagai
wilayah dengan prevalensi tertinggi hepatitis virus.1
HCC sangat berhubungan dengan penyakit hepar kronis, terutama infeksi
hepatitis B virus (HBV) dan hepatitis C virus (HCV). Sebanyak 52,3%
penderita HCC berasal dari infeksi HBV kronis dan 20% dari infeksi HCV.
Penyebab lain yaitu non-alcoholic fatty liver disease (NAFDL), alfatoksin,
dan penyakit hepar alkoholik. Risiko HCC pada sirosis berkisar 1-6% per
tahun. Sirosis tanpa memandang etiologinya, mempunyai risiko HCC 3-4 kali
lebih tinggi dibanding hepatitis kronis. Peningkatan proliferasi hepatoseluler
dapat mengarah pada aktivasi mutasi gen supresor tumor. Perubahan ini yang
nantinya menginisiasi hepatokarsinogenesis.3
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak
nyaman di kuadran kanan atas abdomen. Pasien sirosis hati yang makin
memburuk kondisinya, disertai keluhan nyeri di kuadran kanan atas, atau
teraba pembengkakan lokal di hepar patut di curigai HCC. Temuan fisik
tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa bruit hepatik,
splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Pada 10-40% pasien

1
dapat ditemukan hiperkolesterolemia akibat berkurangnya produksi enzim
beta-hidroksimetilglutaril koenzim-A reduktase, karena tiadanya kontrol
umpan balik yang normal pada sel hepatoma.1
Diagnosis HCC yang asimptomatik atau jarang bergejala membutuhkan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dapat melalui tes darah, radiologi, dan
biopsi serta derajat histologi. Tumor marker AFP (alfa-fetoprotein) dapat
meningkat pada 60-70% pasien HCC. Spesifisitas untuk HCC sangat tinggi
jika nilai AFP diatas 400 ng/ml. Meskipun begitu, sensitivitasnya hanya
berkisar 30%, peningkatan AFP jarang terdeteksi pada HCC awal bahkan
yang telah progresif dan tak terdeteksi pada displastik nodul. 3
Karena sebagian dari pasien HCC dengan atau tanpa sirosis adalah tanpa
gejala untuk deteksi dini oleh karena itu diperlukan strategi khusus terutama
bagi pasien sirosis hati dengan HbsAg atau anti-HCV positif. 1 Surveilans
harus berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi dan di anjurkan untuk
melakukan skrining setiap 6 bulan.4 Berdasarkan lamanya waktu
penggandaan (doubling time) diameter HCC yang berisar antara 3-12 bulan,
di anjurkan untuk melakukan pemantauan reguler ultrasonografi hati
pengukuran -fetoprotein setiap 3 hingga 6 bulan. 5
Pasien dengan hepatoseluler karsinoma dini dapat bertahan selama 5
tahun setelah dilakukan reseksi, transplantasi hati atau terapi perkutaneus
sebesar 50-70%. Kekambuhan tetap dapat terjadi walaupun telah dilakukan
terapi kuratif. HCC stadium lanjut dan Child-Pugh C mempunyai prognosis
yang sangat buruk. Dilaporkan kesintasan untuk 6 bulan sebesar 5% pada
HCC stadium Child-Pugh C dengan peritonitis bakteri spontan dan stadium
lanjut. 6

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui
definisi, epidemiologi, etiologi dan faktor risiko, patogenesis molekuler,
patologi, gambaran klinis, pemeriksaan fisik, penyebaran, pemeriksaan
penunjang, diagnosis, sistem staging, penatalaksanaan, komplikasi, Strategi
Penapisan (Sreening) dan Surveilans dan prognosis hepatoseluler karsinoma.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma = HCC) merupakan
tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. 1 Karsinoma hati primer
dibedakan atas karsinoma yang berasal dari sel-sel hati (HCC), karsinoma dari
sel-sel empedu (karsinoma kolangioseluler) dan campuran dari keduanya.
Karsinoma juga dapat berasal dari jaringan ikat hati seperti fibrosarkoma hati.7
HCC adalah istilah terminologi yang lebih baik dibandingkan hepatoma dan
kanker liver. Pada manusia, sebagian besar HCC muncul dengan latar belakang
hepatitis kronis atau sirosis.3

2. Epidemiologi
Karsinoma hepatoseluler meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada
manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada
perempuan sebagai kanker tersering di dunia dan urutan ketiga dari kanker
sistem saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat
kematian (rasio antara mortalitas dan insidensi) HCC juga sangat tinggi,
diurutan kedua setelah kanker pankreas. Secara geografis, didunia tercatat tiga
kelompok wilayah tingkat kekerapan HCC, yaitu tingkat kekerapan rendah
(kurang dari tiga kasus per 100.000 penduduk); menengah (tiga hingga sepuluh
kasus per 100.00 penduduk); dan tinggi (lebih dari sepeuluh kasus per 100.000
penduduk). Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di Asia Timur dan Tenggara
serta Afrika Tengah, sedangkan yang terendah di Eropa Utara, Amerika
Tengah, Australia dan Selandia Baru.1
Sekitar 80% dari kasus HCC di dunia berada di negara berkembang
seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah (Sub-Sahara), yang
diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tertinggi hepatitis virus. Di negara
maju dengan tingkat kekerapan HCC rendah atau menengah, prevalensi infeksi
hepatitis C (HCV) berkorelasi baik dengan angka kekerapan HCC. 1
HCC jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik
infeksi HBV serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya
diwilayah dengan kekerapan HCC tinggi, umur pasien HCC 10-20 tahun lebih
muda daripada umur pasien HCC di wilayah dengan angka kekerapan HCC
rendah. Pada semua populasi, kasus HCC laki-laki jauh lebih banyak (2-4x
lipat) daripada kasus HCC perempuan. 1 Hal ini berkaitan dengan tingginya
prevalensi infeksi HBV, alkoholisme dan penyakit hati kronis pada laki-laki. Di
setiap daerah, orang berkulit hitam memiliki angka serangan (attack rate)
sekitar empat kali lebih besar daripada kulit putih.8

3
3. Etiologi dan Faktor risiko
HCC sangat berhubungan dengan penyakit hepar kronis, terutama infeksi
hepatitis B virus (HBV) dan hepatitis C virus (HCV). Sebanyak 52,3%
penderita HCC berasal dari infeksi HBV kronis dan 20% dari infeksi HCV.
Penyebab lain yaitu non-alcoholic fatty liver disease (NAFDL), alfatoksin, dan
penyakit hepar alkoholik. Risiko HCC pada sirosis berkisar 1-6% per tahun.
Sirosis tanpa memandang etiologinya, mempunyai risiko HCC 3-4 kali lebih
tinggi dibanding hepatitis kronis. Peningkatan proliferasi hepatoseluler dapat
mengarah pada aktivasi mutasi gen supresor tumor. Perubahan ini yang
nantinya menginisiasi hepatokarsinogenesis.3
a. Virus hepatitis B (HBV)
Hubungan antara infeksi kronik dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik
secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Karsiogenitas HBV
terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan
proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu dan
aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya,
perubahan hepatosit dan kondisi inaktif menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara
tidak langsung oleh kompensasi prliferatif merespons nekroinflamai sel hati,
atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang
berubah akibat HBV. Transkativasi beberapa promoter selular atau viral
tertentu oleh gen-x HBV (HBx) dapat mengakibatkan terjadinya HCC,
mungkin karena akumulasi protein yang di sandi HBx mampu menyebabkan
akselerasi proliferasi hepatosit. Dalam hal ini proliferasi berlebihan
hepatosit oleh HBx melampaui mekanisme protektif dari apotosis sel. 1
b. Virus hepatitis C (HCV)
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis HCC pada pasien yang
bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi
darah dengan anti-HCV positif, interval antara saat transfusi hingga
terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat
infeksi HCV diduga melalui aktivitas nekroinflamasi kronik dan sirosis
hati.1
c. Sirosis hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama HCC didunia dan
melatarbelakangi labih dari 80% kasus HCC. Setiap tahun 3-5% dari pasien
SH akan menderita HCC, dan HCC merupakan penyebab utama kematian
pada SH. Prediktor utama HCC pada SH adalah jenis kelamin laki-laki,
peningkatan kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan
tingginya aktivitas proliferasi sel hati. 1
d. Alfatoksin

4
Alfatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotiksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan
karsinogen utama dari kelompok alfatoksin yang mampu membentuk ikatan
dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme
hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada
kodon 249 dari gen supresor tumor p53. 1
e. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver
disease (NAFLD), khususnya non-alcohollic steatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat berlanjut
menjadi HCC. 1
f. Diabetes melitus (DM)
DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik maupun HCC
melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis non-alkoholik
(NASH). Disamping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar
insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor
promotif potensial untuk kanker. Insidensi kuatnya asosiasi antara DM dan
HCC antara lain penelitian kohort besar oleh El Serag dkk. yang melibatkan
173,643 pasien DM dan 650.620 pasien bukan DM menemukan bahwa
insidens HCC pada kelompok DM lebih dari dua kali lipat dibandingkan
dengan insidens HCC kelompok bukan DM. 1
g. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita
HCC melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedkit bukti adanya efek
karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan risiko
terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau HCV.
Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat
bermakna pada pasien dengan HbsAg-positif atau anti-HCV-positif. Ini
menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV aupun
infeksi HCV. Acapkali penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas
untuk terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis
akibat nfeksi HBV atau HCV. 1

4. Patogenesis Molekular HCC


Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui. Apapun
agen penyebabnya, transformasi meligna hepatosit, dapat terjadi melalui
peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury)
dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA.

5
Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom,
aktivasi onkogen selular atau inaktivasi gen supresor tumor yang mungkin
bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi
telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis
virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan
defisiensi antitripsin-alfa1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui
jalur ini (cedera kronik, regenerasi dan sirosis). Alfatoksin dapat mengiduksi
mutasi pada gen supresor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor
lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya proses
hepato karsinogenesis. 1
Hilangnya heterozigositas (LOH = lost of heterozygosity) juga
dihubungkan dengan inaktivasi gen supresor tumor. LOH atau delesi alelik
adalah hilangnya satu salinan (kopi) dari bagian tertentu suatu genom. Pada
manusia LOH dapat terjadi di banyak kromosom. Infeksi HBV dihubungkan
dengan kelainan pada kromosom 17 atau pada lokasi dekat gen p53. Pada
kasus HCC lokasi integrasi HBV DNA di dalam kromosom sangat bervariasi
(acak). Oleh karena itu, HBV mungkin berperan sebagai agen mutagenik
insersional nonselektif. Integrasi menyebabkan terjadinya beberapa perubahan
dan mengakibatkan proses translokasi, duplikasi terbalik, penghapusan (delesi)
dan rekombinasi. Semua perubahan ini dapat berakibat hilangnya gen-gen
supresi tumor maupun gen-gen selular penting lain. 1
Selain yang disebutkan diatas, mekanisme karsinogenesis HCC juga
dikaitkan dengan peran dari 1) Telomerase, 2). Insulin-like growth factors
(IGFs), 3). Insulin receptor substrate 1 (IRS1).
Untuk proliferasi HCC yang diduga berperan penting adalah vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan basic fibroblast growth factor (bFGF),
berkat peran keduanya pada proses angiogenesis.1

5. Patologi
Analisis patologi dari HCC berdasarkan aspek makroskopis dan
mikroskopis.
a. Tampakan makroskopis hepatoseluler karsinoma
Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat, kadang
nekrotik kehijauan atau hemorgik. Sering kali ditemukan trombus tumor
dalam vena hepatika atau porta intra hepatik.1 Bisa single atau multipel
nodul dengan ukuran antara <1 cm sampai >30 cm. Secara garis besar, 3
bentuk utama yang dapat di jelaskan. 1). Pola nodular atau ekspansif adalah
yang paling umum terjadi dan didefinisikan dengan satu nodul atau
beberapa nodul dengan sebagian atau seluruhnya dibatasi oleh kapsul
fibrosa. Nodul kecil berada di sekitar tumor utama, yang dikenal sebagai
nodul satelit, dan dianggap sebagai nodul metastasis. 2) Infiltrasi atau pola

6
masif, terdiri dari massa tunggal besar yang berbatas buruk, dengan batas
invasif, biasanya ditemui dalam hati non-sirosis dan terkait dengan
prognosis buruk. 3) Pola difus merupakan infiltrasi luas dengan banyak
nodul kecil yang hampir mengganti seluruh hati. Invasi vaskular HCC
mungkin dilihat secara makroskopi (makroskopik invasi vaskular) dengan
keterlibatan vena portal dan pembuluh darah hati tetapi jarang dan
merupakan faktor prognostik yang buruk.9

b. Histology hepatoseluler karsinoma


Pada histologi, ciri utama HCC adalah kemiripannya dengan hati yang
normal baik dalam pertumbuhannya dan tampakan sitologi. HCC biasanya
hipervaskularisasi tumor menunjukkan derajat yang berbeda dari
diferensiasi hepatoseluler, mulai dari diferensiasi baik ke buruk, yang
didasarkan pada struktural dan tampakan sitologi. Perbedaan pola histologis
yang dapat dilihat: (1) Pola trabekular di mana pertumbuhan hepatosit tumor
disusun dalam lapisan dengan berbagai ketebalan, dipisahkan oleh
pembuluh darah sinusoid, (2) Pola asinar atau pseudoglandular
menunjukkan dilatasi kelenjar dari canaliculi antara sel tumor (lumens dapat
berisi empedu) atau degenerasi pusat trabekula (lumen mengandung fibrin),
dan (3) Pola kompak atau padat yang terdiri dari trabekula tebal dikompresi
menjadi massa kompak.9

7
Secara sitologi, hepatosit tumor poligonal, menunjukkan granular
sitoplasma eosinophilic, inti bulat dan nukleolus menonjol. Yang paling
penting sel pleomorfisme bervariasi sesuai dengan tingkat diferensiasi.
Beberapa varian HCC dijelaskan sesuai dengan aspek sitologi proliferasi
hepatoseluler. Varian clear sel terbuat dari clear sel yang mungkin
mengandung lemak atau glikogen. Di HCC scirrhous, sel-sel tumor
umumnya lebih kecil ukurannya, menunjukkan granular sitoplasma
eosinofilik, inti vesikuler, dan nukleolus mencolok. HCC sarcomatoid
ditandai dengan komponen sarkomatosa dari sel tumor berbentuk spindle
atau giant cell. Sclerosing HCC adalah varian langka yang ditandai oleh
abundant, stroma fibrosa difus dan dikompresi hepatosit maligna. tumor
tersebut cenderung terjadi pada kelompok usia yang lebih tua, terjadi pada
laki-laki dan perempuan, dan mungkin terkait dengan hiperkalsemia. 9

8
6. Gambaran klinis
Di Indonesia (khususnya di Jakarta) HCC ditemukan tersering pada
median umur antara 50 dan 60 tahun, dengan predominasi pada laki-laki. Rasio
antara kasus laki-laki dan perempuan berkisar antara 2-6:1. Manifestasi
klinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga yang gejala dan tandanya
sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan
adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas abdomen. Pasien
sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai keluhan nyeri di
kuadran kanan atas, atau teraba pembengkakan lokal di hepar patut di curigai
HCC. Juga harus diwaspadai bila ada keluhan rasa penuh di abdomen disertai
perasaan lesu, penurunan berat badan dengan atau tanpa demam. 1
Keluhan gastrointestinal lain ialah anoreksia, kembung, konstipasi atau
diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan
diafragma, atau karena sudah ada metastasis diparu. Sebagian besar pasien
HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium kompensasi,
maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti malaise,
anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus. 1

7. Pemeriksaan Fisik
a. Hepatomegali (50-90%)
b. Pada auskultasi terdengar bruit di abdomen (6-25%)
c. Asites (30-60%). Sebaiknya dilakukan pemriksaan sitologi dari cairan
asites.
d. Splenomegali, biasanya karena hipertensi portal.
e. Hilangnya berat badan dan muscle wasting, terutama karena pertumbuhan
tumor yang besar.
f. Demam (10-50%)
g. Tanda-tanda penyakit hati kronis ikterus, pelebaran vena abdomen, eritema
palmar, ginekomastia, atrofi testis, dan edema perifer) 10

8. Penyebaran
Metastasis intrahepatik dapat melalui pembuluh darah, saluran limfe atau
infiltrasi langsung. Metastasis ekstrahepatik dapat melibatkan vena hepatika,
vena porta atau vena kava. Dapat terjadi metastasis pada verises esofagus dan
di paru. Metastasis sistemik seperti ke kelenjar getah bening di porta hepatis
tidak jarang terjadi, dan dapat juga sampai di mediastinum. Bila sampai di
peritoneum dapat menimbulkan asites hemoragik yang berarti sudah memasuki
stadium terminal.1

9
9. Pemeriksaan penunjang
a. Penanda tumor
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel
yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang
normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml. Kadar AFP meningkat pada 60-
70% dari pasien HCC, dan kadar >400 ng/ml adalah diagnostik atau
sangat sugestif untuk HCC. Nilai normal dapat ditemukan juga pada
HCC stadium lanjut.
2. Des-gamma carboxy protrombin (DCP) atau PIVKA-2 yang kadarnya
meningkat hingga 91% dari pasien HCC namun dapat juga meningkat
pada pasien defisiensi vitamin K, hepatitis kronik aktif atau metastasis
karsinoma.
3. AFP-L3 (alfa L-fucosidase serum) adalah suatu subfraksi AFP.

b. Gambaran radiologis
Ultranosografi, CT dan MRI merupakan modalitas pencitraan yang akurat
untuk mendeteksi tiga jenis utama dari karsinoma hepatoseluler:
multinodular, infiltratif, atau massa soliter: dilakukan penilaian terhadap
invasi tumor ke vena porta dan IVC.11

1. Ultrasonografi Abdomen
Sensitifitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70-80%. Tampilan
USG yang khas untuk HCC kecil adalah pola mosaik, sonolusensi
perifer, bayangan lateral yang disebabkan pseudokapsul fibrotik, dan
peningkatan akustik posterior. HCC yang masih berupa nodul kecil
cenderung bersifat homogen dan hipoekoik, sedangkan nodul yang besar
biasanya heterogen.7
2. CT-scan abdomen atas dengan kontras 3 fase/multifase: nodul di hati
yang menyangat kontras terutama di fase arteri dan eary wash out di
fase vena (typical pattern).6

c. Laboratorium
Anemia, trombositopenia, kreatinin meningkat, prothrombin time (PT)
memanjang, partial tromboplastin time (PTT), fungsi hati; aspartat
aminotrasferase (AST) dan alanin aminotransferase (ALT) meningkat
(AST>ALT), bilirububin meningkat. 6

10. Diagnosis
HCC biasanya asimptomatik hingga terasa nyeri pada perut kuadran
kanan atas, terasa penuh atau gejala konstitusional (seperti lemas) atau ada
bukti dekompensasi hati.12 Diagnosis HCC yang asimptomatik atau jarang

10
bergejala membutuhkan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dapat melalui
tes darah, radiologi, dan biopsi serta derajat histologi. Tumor marker AFP
(alfa-fetoprotein) dapat meningkat pada 60-70% pasien HCC. Nilai normal
AFP berkisar di bawah 10 ng/ml. Rentang nilai 10-100 ng/ml umum pada
hepatitis kronis. Peningkatan teratur AFP mengindikasikan HCC, peningkatan
nilai AFP dua kali dari pemeriksaan sebelumnya terjadi setelah 60-90 hari.
Oleh karena itu, disarankan pemeriksaan ulang setiap 3-4 bulan pada pasien
risiko tinggi sirosis hepatis akibat hepatitis B dan C. Spesifisitas untuk HCC
sangat tinggi jika nilai AFP diatas 400 ng/ml. Meskipun begitu,
sensitivitasnya hanya berkisar 30%, peningkatan AFP jarang terdeteksi pada
HCC awal bahkan yang telah progresif dan tak terdeteksi pada displastik
nodul. Teratokarsinoma tak berdiferensiasi dan karsinoma sel embrional testis
dan ovarium bisa memberikan peningkatan AFP sebaiknya menjalani
pemeriksaan radiologi USG abdomen, CT-scan, atau MRI. 3
Biopsi hepar diindikasikan jika diagnosis melalui AFP dan radiografi
meragukan. Pedoman internasional menyarankan biopsi pada nodul
berukuran <2 cm jika penemuan radiologi tidak khas HCC. Diferensiasi HCC
mudah di diagnosis berdasarkan histologi, tetapi HCC berdiferensiasi baik
sulit di bedakan dari nodul displastik derajat tinggi apalagi jika sampel biopsi
kecil. Pengambilan sampel sebaiknya dari jaringan intralesi dan ekstralesi,
karena abnormalitas sitologi dan bentuk lebih mudah dinilai dengan
membandingkan dua bagian. 3

11. Sistem Staging


Hal yang paling penting dinilai pada HCC adalah ekstensi tumor, derajat
gangguan fungsi hati, keadaan umum pasien dan keefektifan terapi. Terdapat
beberapa sistem staging yang digunakan seperti sistem Tumor-Node
Metastasis (TNM) dan Barcelona Clinic Liver Cancer (BCLC).10,13

11
12
13
12. Penatalaksanaan
Pada umumnya, tata laksana HCC dapat di bagi menjadi terapi kuratif,
paliatif dan suportif. Tata laksana lanjutan HCC pasien sebaiknya dilakukan
di tingkat pelayanan sekunder. 10

13. Komplikasi
Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena,
kegagalan hati. 6

14. Strategi Penapisan (Sreening) dan Surveilans


Penapisan dimaksudkan sebagai aplikasi pemeriksaan diagnostik pada
populasi umum, sedangkan surveilans adalah aplikasi berulang pemeriksaan
diagnostik pada populasi berisiko untuk suatu penyakit sebelum ada bukti
bahwa penyakit tersebut sudah terjadi. 1
Karena sebagian dari pasien HCC dengan atau tanpa sirosis adalah tanpa
gejala untuk deteksi dini HCC oleh karena itu diperlukan strategi khusus
terutama bagi pasien sirosis hati dengan HbsAg atau anti-HCV positif. 1
Surveilans harus berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi dan di anjurkan
untuk melakukan skrining setiap 6 bulan.4 Berdasarkan lamanya waktu
penggandaan (doubling time) diameter HCC yang berisar antara 3-12 bulan,
di anjurkan untuk melakukan pemantauan reguler pengukuran -fetoprotein
setiap 3 hingga 6 bulan. 5

15. Prognosis

14
Pasien dengan hepatoseluler karsinoma dini dapat bertahan selama 5
tahun setelah dilakukan reseksi, transplantasi hati atau terapi perkutaneus
sebesar 50-70%. Kekambuhan tetap dapat terjadi walaupun telah dilakukan
terapi kuratif. HCC stadium lanjut dan Child-Pugh C mempunyai prognosis
yang sangat buruk. Dilaporkan kesintasan untuk 6 bulan sebesar 5% pada
HCC stadium Child-Pugh C dengan peritonitis bakteri spontan dan stadium
lanjut. 6
16.

15
BAB III
LAPORAN KASUS

I.Identitas Pasien
Nama : Tn. Is
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Laksamana Martadinata
Pendidikan : SLTA
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 28 Oktober 2016
Ruangan : Flamboyan kelas III

II. Anamnesis
a. Keluhan utama: Nyeri perut kanan atas
b. Riwayat penyakit sekarang: Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri
perut kanan atas yang sudah dialami sejak 2 bulan sebelum masuk RS.
Nyeri yang dirasakan terus-menerus seperti tertindih dan ditusuk-tusuk.
Awalnya pasien mengira hanya sakit maag dan pasien meminum obat
promag tetapi tidak ada perubahan. Pasien juga mengeluhkan terdapat
benjolan pada perut sebelah kanan atas. Pasien mengaku nafsu makannya
berkurang dan hanya makan 2 sendok nasi karena perutnya terasa penuh,
selain itu pasien juga mengeluh mual setiap kali makan. Muntah, sakit
ulu hati dan demam di sangkal. Pasien mengalami BAB encer sejak
kemarin dengan frekuensi 4x, tidak disertai lendir dan darah. BAK pasien
lancar. Dan pasien mengalami penurunan berat badan drastis selama 2
bulan terakhir.
c. Riwayat penyakit terdahulu: Pasien pernah dirawat di RS UIT
Makassar pada awal Oktober 2016 dengan diagnosis Hepatocelluler
carcinoma tetapi tidak berobat lanjut dan memutuskan kembali ke Palu.
Riwayat merokok. Riwayat minum alkohol ketika masih muda. Riwayat
hipertensi ada.
d. Riwayat penyakit dalam keluarga: tidak ada keluarga yang menderita
penyakit yang sama dengan pasien

16
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
SP: SS/CM/GK
BB: 36 kg
TB: 166 cm
IMT: 13,0 kg/m2
Vital sign
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernapasan : 24x/menit
Suhu : 36,60C

Kepala
Wajah : Simetris bilateral
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal

Mata
Konjungtiva : Anemis +/+
Sklera : Tidak ikterik
Pupil : Isokor
Mulut : Tidak sianosis

Leher
Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran
Tiroid : Tidak ada pembesaran
JVP : Tidak ada peningkatan
Massa lain : Tidak ada

Dada
Paru-paru
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi interkosta tidak ada
Palpasi : Ekspansi paru normal, vocal fremitus paru kanan dan kiri
sama
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi :Bunyi vesikular diseluruh lapang paru, Rh -/-, Wh -/-.

17
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi
Batas atas : SIC II linea midclavicula sinistra
Batas kanan : SIC IV linea midclavicula dextra
Batas kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur (-)

Perut
Inspeksi : Kesan cembung, tidak simetris, terlihat massa dengan
ukuran 10cm x 2cm
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan meningkat
Perkusi : Timpani keempat kuadran (-)
Pekak pada abdomen kuadran kanan atas, batas hepar
membesar
Palpasi : Nyeri tekan pada regio hipokondrium dextra, teraba
pembesaran hepar dengan lobus dextra 4 jari BAC dextra
dan lobus sinistra 5 jari di bawah processus xyphoideus,
tepi tumpul, konsistensi keras, permukaan tidak rata dan
imobile.

Anggota gerak
Atas : Akral hangat, tidak ada edema
Bawah : Akral hangat, tidak ada edema

Pemeriksaan Khusus: Shifting dullnes (-)

Resume: Pasien usia 51 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri abdomen


kuadran kanan sejak 2 bulan yang lalu. Teraba massa pada perut sebelah
kanan atas. Anoreksia (+), nausea (+), perut terasa penuh (+), diare (+)
frekuensi 4x. Pasien mengalami penurunan berat badan drastis selama 2
bulan terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/90 mmHg, N
80x/menit, P 24x/menit, S 36,60C. Konjungtiva anemis +/+, pada
pemeriksaan inspeksi abdomen ditemukan massa pada kuadran kanan atas
dengan ukuran 10cm x 2cm, peristlatik kesan meningkat pada auskultasi,
pada perkusi didapatkan pekak pada abdomen kuadran kanan atas serta
batas hepar membesar, dan palpasi di dapatkan nyeri tekan pada regio
hipokondrium dextra, teraba pembesaran hepar dengan lobus dextra 4 jari
BAC dextra dan lobus sinistra 5 jari di bawah processus xyphoideus, tepi
tumpul, konsistensi keras, permukaan tidak rata dan imobile.

18
IV. Diagnosis Kerja : susp. hepatocelluler carcinoma

V. Diagnosis Banding : - Sirosis hepar


- Abses hepar

VI. Usulan Pemeriksaan Penunjang


- Darah lengkap
- HbsAg dan HCV
- GDS
- Ureum dan creatinin
- Albumin
- Bilirubin
- SGOT , SGPT
- USG abdomen
- Pemeriksaan histopatologi hepar

VII. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
- Tirah baring
- Diet kaya nutrisi

Medikamentosa
- IVFD RL : Dextrose 5% 2:1 20 tpm
- Santagesik 1 amp/12jam/iv
- Omeprazole 1 vial/12jam/iv
- Ondancentron 1amp/12jam/iv
- Cefadroxil 2x1

VIII. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Lab:
Darah lengkap: RBC : 3,38 106/mm3
Hb : 8,6 g/dl
Hct : 27,7%
PLT : 555 103/mm3
WBC: 11,9 103/mm3

HbsAg : negatif (-)


GDS : 100mg/dl
Ureum : 46,2 mg/dl
Creatinin: 1,05 mg/dl

Radiologi

19
USG abdomen :
Hepar : ukuran membesar terutama lobus kiri, tepi tumpul, echotexture
parenkim inhomogen dengan nodule besar, di dalamnya tampak nodule
multipel.
Kesan : Hepatomegali, Hepatoseluler karsinoma

IX. Diagnosis Akhir


Hepatocelluler carcinoma (HCC)

X. Prognosis
Dubia ad malam

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien usia 51 tahun masuk RS dengan keluhan nyeri abdomen kuadran


kanan sejak 2 bulan yang lalu. Teraba massa pada perut sebelah kanan atas.
Anoreksia (+), nausea (+), perut terasa penuh (+), diare (+) frekuensi 4x. Pasien
mengalami penurunan berat badan drastis selama 2 bulan terakhir. Riwayat
minum alkohol (+). Menurut teori gejala yang paling sering dikeluhkan pasien
hepatoseluler karsinoma adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan
atas abdomen, teraba pembengkakan lokal di hepar, keluhan rasa penuh di
abdomen disertai perasaan lesu, serta penurunan berat badan dengan atau tanpa
demam. Keluhan gastrointestinal pada penderita HCC ialah anoreksia, kembung,
konstipasi atau diare. Nyeri abdomen kanan atas disebabkan oleh tumor tumbuh
dengan cepat sehingga menambah regangan kapsul hati (Capsula Glisson).
Anoreksia timbul karena fungsi hati terganggu sehingga tumor mendesak saluran
gastrointestinal, perut tidak bisa mencerna makanan dalam jumlah banyak karena
terasa penuh. Nausea terjadi karena adanya tumor ganas di sel hepar yang
menyebabkan obstruksi vena porta dan distensi vena splenica, akibatnya vena
gastrica menjadi distensi sehingga timbul gejala dyspepsia seperti mual.
Penurunan berat badan dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas serta
berkurangnya asupan makanan. Selain itu pasien memilki riwayat minum alkohol,
menurut teori peminum berat alkohol (>50-70 g/hari) berisiko untuk menderita
HCC melalui sirosis hati alkoholik.1,10,12
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis +/+, terdapat massa
pada kuadran kanan atas, nyeri tekan pada regio hipokondrium dextra, teraba
pembesaran hepar dengan lobus dextra 4 jari BAC dextra dan lobus sinistra 5 jari
di bawah processus xyphoideus, tepi tumpul, konsistensi keras, permukaan tidak
rata dan imobile. Menurut teori konjungtiva anemis disebabkan oleh darah tidak
sampai ke perifer yang bisa menjadi salah satu tanda bahwa seseorang mengalami
anemia. Hepatomegali pada pasien ini dapat disebabkan oleh alkohol yang
mengakibatkan sel-sel pada hepar rusak serta menimbulkan reaksi hiperplastik
yang menyebabkan neoplastik hepatima yang mematikan sel-sel hepar dan
mengakibatkan permbesaran hati.1,13
Pada pemeriksaan penunjang di dapatkan RBC 3,38 106/mm3 , Hb 8,6 g/dl.
Menurut teori pemeriksaan laboratorium pada penderita hepatoseluler karsinoma
dapat ditemukan anemia. Anemia yang terjadi pada pasien ini disebabkan oleh
asupan makanan yang kurang karena pasien mengeluh nafsu makan menurun.
Pada pasien hcc dapat terjadi anemia yang disebut anemia pada penyakit kronik
atau anemia pada kanker (cancer related anemia). Anemia pada penyakit kronis
ditandai dengan pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi,
dan gangguan produksi eritrosit akibat tidak efektifnya rangsangan eritropoietin.

21
Berdasarkan penelitian invitro pada sel hepatoma dimana sel hepatoma sel-sel
yang rusak mengeluarkan sitokin seperti IL-1 dan TNF- yang berperan
mengurangi sintesis eritropoietin. Dari hasil pemeriksaan USG abdomen
didapatkan hepar : ukuran membesar terutama lobus kiri, tepi tumpul, echotexture
parenkim inhomogen dengan nodule besar, di dalamnya tampak nodule multipel.
Kesan : Hepatomegali, Hepatoseluler karsinoma. Menurut teori HCC yang masih
berupa nodul kecil cenderung bersifat homogen dan hipoekoik, sedangkan nodul
yang besar biasanya heterogen.1,7,8,11
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
diagnosis untuk pasien ini adalah hepatocellular carcinoma. Dan untuk
penatalaksanaan hanya di berikan terapi simptomatik. Terapi non medikamentosa
yaitu tirah baring dan diet cukup nutrisi. Medikamentosa diberikan IVFD RL :
Dextrose 5% 2:1 20 tpm, RL untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit
sedangkan dextrose untuk meningkatkan kadar glukosa darah dan menambah
kalori. Pemberian obat golongan NSAIDs yaitu santagesik (komposisi metamizole
Na) 1 amp/12jam/iv berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri. Pemberian obat
golongan penghambat pompa proton yaitu omeprazole 1 vial/12jam/iv untuk
menurunkan produksi asam lambung, obat ini bekerja pada sel parietal lambung,
terkumpul di kanalikuli sekretoar dan mengalami aktivasi disitu menjadi bentuk
sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzim
H+, K+, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran
apikal sel parietal. Ikatan ini menyebabkan terjadinya penghambatan enzim
tersebut. Sehingga produksi asam lambung terhenti 80%-95%. Pemberian
ondancentron 1amp/12jam/iv digunakan untuk mencegah mual dan muntah.
Pemberian antibiotik golongan sefalosforin yaitu cefadroxil 500 mg 2x1 untuk
mengobati infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme dengan cara
menghambat sintesa dinding sel bakteri.14

22
BAB V

PENUTUP

Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma = HCC) merupakan


tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit. 1 HCC adalah istilah
terminologi yang lebih baik dibandingkan hepatoma dan kanker liver. Pada
manusia, sebagian besar HCC muncul dengan latar belakang hepatitis kronis atau
sirosis.3
Karsinoma hepatoseluler meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada
manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada
perempuan sebagai kanker tersering di dunia dan urutan ketiga dari kanker sistem
saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Tingkat kematian
(rasio antara mortalitas dan insidensi) HCC juga sangat tinggi, diurutan kedua
setelah kanker pankreas.1
HCC sangat berhubungan dengan penyakit hepar kronis, terutama infeksi
hepatitis B virus (HBV) dan hepatitis C virus (HCV). Sebanyak 52,3% penderita
HCC berasal dari infeksi HBV kronis dan 20% dari infeksi HCV. Penyebab lain
yaitu non-alcoholic fatty liver disease (NAFDL), alfatoksin, dan penyakit hepar
alkoholik. Diagnosis HCC yang asimptomatik atau jarang bergejala membutuhkan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dapat melalui tes darah, radiologi, dan
biopsi serta derajat histologi. Tumor marker AFP (alfa-fetoprotein) dapat
meningkat pada 60-70% pasien HCC. Spesifisitas untuk HCC sangat tinggi jika
nilai AFP diatas 400 ng/ml.3
Karena sebagian dari pasien HCC dengan atau tanpa sirosis adalah tanpa
gejala untuk deteksi dini HCC oleh karena itu diperlukan strategi khusus terutama
bagi pasien sirosis hati dengan HbsAg atau anti-HCV positif. 1 Surveilans harus
berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi dan di anjurkan untuk melakukan
skrining setiap 6 bulan.4 Berdasarkan lamanya waktu penggandaan (doubling
time) diameter HCC yang berisar antara 3-12 bulan, di anjurkan untuk melakukan
pemantauan reguler -fetoprotein setiap 3 hingga 6 bulan.5

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Budihusodo U. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Karsinoma Hati, Jilid III
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2015.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2012.
3. Alianto R. Gambaran Histopatologi Karsinoma Hepatoseluler. 2015;
42(6):440-444.
4. Bruix J, Sherman M. Management of Hepatocelluler Carcinoma: An Update.
AASLD Practice Guidline. 2011;53(3):1020-1022.
5. Davey P. At a Glance Medicine. Jakarta: Penerbit Erlangga;2008
6. Mubin, H. Panduan Praktis Klinis Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan
Terapi. Jakarta: EGC;2007
7. Siregar GA. Penatalaksanaan Non Bedah Dari Karsinoma Hati. Universa
Medicina. 2014; 24(1):35-42
8. Kumar V, Cotran RS. Robbins SL. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:
EGC;2007
9. Paradis V. Histoapathology of Hepatocellular Carcinoma. Recent Result in
Cancer Research. 2013; p21-30.
10. Tanto Chris. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius;
2014.
11. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2008.
12. Reuben A. Diagnosis and Therapy of Hepatocelluler Carcinoma: Status Quo
and a Glimpse at the Future: Clinical in Liver Disease. 2011;15(2).
13. Franca AVC, Junior JE, Lima BIG, Martinelli ALC and Carrilho FJ.
Diagnosis, staging and treatment of hepatocelluler carcinoma. Brazilian
Journal of Medical and Biological Research. 2004;37(11):1689-1705.
14. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI. Farmakologi dan Terapi
Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2012.

24

Anda mungkin juga menyukai