Anda di halaman 1dari 3

B.

HEPATITIS ISKEMIK
Ischemic hepatitis (acute cardiogenic liver injury, hypoxic hepatitis, atau shock liver)
adalah kerusakan hati yang meluas akibat hipoperfusi akut. Kondisi ini berbeda dari infark
hati yang merupakan kerusakan iskemik fokal (disebabkan oleh kemoembolisasi arteri hati,
trombosis). Ischemic hepatitis menyebabkan nekrosis sel hati sentrilobular dan peningkatan
tajam serum aminotransferase pada pasien gagal jantung, gagal sirkulasi, atau gagal napas.
Saat ini, ischemic hepatitis adalah penyebab tersering kerusakan hati akut di ICU dengan
prevalensi mencapai 10%.
Ischemic hepatitis lebih disebabkan karena forward failure, yaitu menurunnya cardiac
output yang mengakibatkan hipoperfusi. Segala kondisi yang menyebabkan hipotensi dan
instabilitas hemodinamik dapat mengakibatkan ischemic hepatitis. Kondisi-kondisi tersebut
antara lain: Kolaps kardiopulmonal setelah infark miokard, eksaserbasi gagal jantung, emboli
paru, syok kardiogenik, syok hipovolemik, dehidrasi berat, tamponade perikardium,
pembedahan jantung terbuka, asfiksia, kejang lama, dan heat stroke.
Pada kondisi tanpa hipotensi, ischemic hepatitis dapat juga terjadi pada: hipoksemia
berat, seperti obstructive sleep apnea dan gagal napas, peningkatan kebutuhan metabolisme,
seperti syok septik/toksik, anemia berat dan gangguan suplai darah ke hati karena gangguan
fokal, seperti tumor, anemia sickle-cell, trombosis arteri hati pada pasien dengan trombosis
vena porta (trombosis arteri hati saja tidak menyebabkan kondisi ini karena suplai darah ke
hati bercabang dua). Ischemic hepatitis paling banyak terjadi pada penyakit jantung primer
(78%) gagal jantung kongestif (65%), infark miokard (17%), sepsis (15%), dan gagal napas
kronis (12%).
a. Patofisiologi
Terdapat empat mekanisme hemodinamik yang bertanggung jawab atas terjadinya
ischemic hepatitis yaitu gagal jantung kiri (forward failure), gagal jantung kanan (backward
failure), gagal napas, dan syok sepsis/toksik. Saat aliran darah ke hati berkurang, ekstraksi
oksigen dari darah yang melalui hati oleh hepatosit meningkat hingga 95%. Hal ini
merupakan mekanisme hati melindungi diri dari kerusakan akibat hipoksia. Pada kondisi
hipoperfusi di organ akhir, hipoksia jaringan persisten, atau syok akut (forward failure),
mekanisme perlindungan hati ini tidak mampu bertahan. Akibatnya terjadi kerusakan sel-sel
hati, diikuti peningkatan tajam SGOT, SGPT, LDH, perpanjangan prothrombin time, dan
kadang disertai penurunan fungsi ginjal. Kelainan ini mencapai puncaknya pada hari pertama
hingga ketiga setelah onset ischemic hepatitis dan normal kembali 5-10 hari setelah onset.
Pada kebanyakan kasus, keadaan ini terjadi sangat cepat setelah hipoperfusi akut yang
disebabkan syok, perdarahan, resusitasi, atau syok septik. Backward failure yang merupakan
proses terjadinya congestive hepatopathy juga dapat memperparah hipoperfusi arteri hati. Hal
ini memperkuat proses ischemic hepatitis.
b. Gejala Klinis
Tidak ada gejala klinis spesifik. Gejala klinis biasanya menunjukkan kondisi syok yang
mendasari atau gejala hepatitis viral akut. Pasien biasanya mengeluh mual, muntah, tidak
napsu makan, lemah, tidak enak badan, nyeri perut kanan atas, ikterik, sesak, oliguria, dan
tremor. Kadang pasien juga tidak menunjukkan gejala. Ischemic hepatitis biasanya tidak
mematikan dan dapat sembuh sendiri. Diagnosis klinis hampir selalu tidak disengaja, saat
enzim hati ditemukan meningkat tajam 1-3 hari setelah episode hipotensi sistemik.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah hipoglikemia spontan, sesak napas karena sindroma
hepatopulmonal, dan hiperamonemia.
c. Terapi
Ischemic hepatitis biasanya tidak berbahaya dan dapat sembuh sendiri. Serum
aminotransterase cepat berkurang setelah penyebab diatasi. Pengobatan ditujukan untuk
mengatasi penyebab dan optimalisasi hemodinamik. Tidak ada terapi spesifik. Prognosis lebih
ditentukan penyebab syok. Setelah penyebab teratasi, ischemic hepatitis akan membaik
dengan sendirinya. Hal yang harus dilakukan pada pasien ischemic hepatitis adalah:
 Menjauhkan penyebab seperti obat-obatan dengan efek inotropik negatif atau efek
hipotensi (obat-obatan aritmia, calcium-channel blocker, vasodilator), obat-obatan
yang mengganggu fungsi ginjal (ACE-inhibitor dosis tinggi, ARB), atau obat-obatan
yang terakumulasi bila gagal ginjal memburuk (contoh: digoksin).
 Oksigen diberikan sesegera mungkin pada pasien hipoksemia untuk mencapai saturasi
oksigen arteri >95%.
 Pemberian diuretik intravena direkomendasikan bila terdapat gejala sekunder akibat
penyumbatan dan kelebihan cairan.
 Obat inotropik dipertimbangkan pada kondisi output dan tekanan darah sistolik yang
rendah. Obat inotropik dapat diberikan segera saat diperlukan dan dihentikan segera
saat perfusi organ telah adekuat kembali dan/atau penyumbatan berkurang.
 Vasopresor hanya diindikasikan pada kasus syok kardiogenik, saat kombinasi obat
inotropik dan fluid challenge gagal meningkatkan tekanan darah sistolik >90 mmHg,
dan perfusi organ tidak adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
Fuhrmann V, Jager B, Zubkova A, Drolz A. Hypoxic hepatitis-epidemiology,
pathophysiology and clinical management. Wiener klinische Wochenschrift. 2010; 122(5-6):
129-39.
Gibson PR, Dudley FJ. Ischemic hepatitis: Clinical features, diagnosis and prognosis.
Aust N Z J Med. 1984; 14: 822-5
Malhotra P, Singh B, Kapoor D, Babu S, Kaur J, Juneja D. Acute ischemic hepatitis
caused by seizure. JIACM. 2011; 12(2): 144-6.

Anda mungkin juga menyukai