HEPATITIS
AKUT 1) virus
2) obat-obatan
KRONIS
SIROSIS HEPATIS
Hepatitis virus
Pertimbangan intraoperatif
Tujuan penanganan intraoperatif adalah
untuk mengembalikan fungsi hepar dan
menghindari factor-faktor yang dapat
merugikannya
Anestesi inhalasi biasanya lebih disukai untuk
agent intravenous karena kebanyakan yang lain
bergantung pada hepar untuk metabolisme dan
eliminasi.
Isofluran adalah anastesi inhalasi yang dipilih
karena mempunyai efek yang paling sedikit
pada aliran darah hepar.
Anastesi regional dapat digunakan pada tidak
terdapatnya koagulopati, hipotensi, yang ada
harus dicegah
HEPATITIS KRONIS
Hepatitis Kronik didefinisikan sebagai radang hepar
yang terjadi lebih dari 6 bulan, yang dibuktikan
dengan meningkatnya serum aminotransferase
Penanganan anestesi Pasien dengan hepatitis
kronik persisten atau hepatitis kronik lobuler harus
diobati dengan cara yang sama terhadap pasien
hepatitis akut. Sebaliknya mereka dengan hepatitis
kronik aktif dapat diperkirakan telah menderita
sirosis dan diobati sesuai dengan penyakit tersebut.
SIROSIS HEPATIS
Sirosis adalah penyakit yang serius dan progresif yang
disebabkan oleh kegagalan hepar. Penyebab sirosis yang
paling umum di Amerika adalah alcohol (Lachnac’s
cirrhosis).
Tiga komplikasi utama sirosis hepatis, yaitu ; (1)
perdarahan varises, akibat hipertensi portal, (2) retensi
cairan, dalam bentuk asites dan sindrom hepatorenal, (3)
encephalopathy hepatic atau koma. + 10% pasien juga
mengalami setidaknya satu rangkaian peritonitis bakteri
spontan, dan beberapa akan mengalami carcinoma
hepatoseluler pada akhirnya.
Pertimbangan preoperatif
Pasien dengan sirosis memiliki resiko tinggi
mengalami penurunan fungsi hepar karena
terbatasnya reservasi fungsional
Manifestasi gastrointestinal hipertensi portal
varices esophagus perdarahan
Penanganan perdarahan varises umumnya secara
suportif. Darah yang hilang harus digantikan dengan
cairan intravena. Penanganan non bedah termasuk
didalamnya vasopressin (0,1-0,9 u/min. secara
intravena), propanolol, balloon tamponade (dengan
tube Sengstaken Blakorhore), somatostatin (250 ug
diikuti dengan 250 ug/jam), dan sclerosis endoskopik
dari varises.
Manifestasi hematologi anemia,
trombositopenia, koagulopati, dll.
Transfusi darah, Faktor-faktor pembekuan
harus digantikan dengan produk darah yang
tepat misalnya FFP (Fresh Frozen Plasma)
dan kriopresipitat. Transfusi platelet harus
dipertimbangkan segera dan utama untuk
pembedahan dengan hitungan < 100.000/uL.
Manifestasi respiratory foto thorax dan
pengukuran gas darah arteri
Manifestasi Renal dan Keseimbangan Cairan
Terapi cairan preoperative,diuresis pre
operasi yang sangat berlebihan harus
dihindari, dan deficit cairan intravaskuler akut
harus dikoreksi denagn infuse koloid
Manifestasi Sistem Saraf Pusat perubahan pada
status mental dengan tanda-tanda neurologist yang
tidak tetap (asterixis, hiperfleksi, atau refleks plantar
yang abnormal) dan perubahan
electroencephalographie khusus ( tekanan tinggi-
simetris, aktivitas gelombang yang lemah), TIK
meningkat.
Laktulosa oral 30-50 ml 98h atau neomycin 500 mg
96h berguna untuk menurunkan penyerapan ammonia
intestinal. Laktulosa berperan sebagai osmotic laxative
dan seperti neomycin mungkin menghalangi produksi
ammonia dan bakteri intestinal. Pencegahan sedative
pada pasien dengan encephalopathy dianjurkan.
Pertimbangan intraoperatif
A. Respon Obat
Respon terhadap obat anestesi tidak dapat ditebak
pada pasien dengan sirosis. Perubahan pada kepekaan
system saraf pusat, volume distribusi, ikatan protein,
metabolisme obat, dan eliminasi obat sudah umum.
Peningkatan volume distribusi untuk obat-obatan
dengan ion tinggi, misalnya neuromuscular blocking
agent (disebut juga muscle relaxan), disebabkan oleh
meluasnya tempat cairan ekstraseluler
B. Teknik Anestesi
Aliran darah vena porta berkurang pada kasus sirosis.
Hepar menjadi sangat bergantung pada perfusi arteri
hepatic. Pemeliharaan aliran darah arteri hepatic dan
pencegahan terhadap agen yang memiliki
kemungkinan memberikan efek yang merugikan
fungsi hepar harus kritis.
Anestesi regional bisa dilakukan pada pasien tanpa
trombositopenia atau koagulopati, tapi perawatan
yang lebih diatas normal harus diarahkan untuk
menghindari hipotensi.
Induksi barbiturate diikuti dengan isofluran dalam
oksigen atau campuran oksigen-nitrous oxide adalah
yang paling umum digunakan dalam anestesi pada
umumnya
Mual sebelum operasi, muntah, perdarahan
gastrointestinal atas, distensi abdomen yang
diakibatkan oleh asites yang sangat banyak,
membutuhkan induksi yang terencanakan dengan baik
Preoksigenasi dan rangkaian induksi yang sering
dengan tekanan cricoid sangat sering dijalankan.
Untuk pasien yang tidak stabil dan mereka dengan
perdarahan aktif sangat disarankan, intubasi sadar atau
induksi yang sering dengan tekanan cricoid
menggunakan ketamine (ethiomidate) dan
succyniocholine.
C. Monitoring
Monitoring yang teliti terhadap system
respirasi dan kardiovaskular penting bagi
pasien yang menjalani prosedur abdominal.
Oksimetri denyut nadi harus ditambahkan
dengan pengukuran gas darah arteri untuk
mengevaluasi status asam basa
Urinary output juga harus diawasi dengan
cermat
D. Pemberian cairan
Sebelum operasi, sebagian besar pasien
mengalami retriksi natrium, namun pada
intraoperatif, perawatan terhadap volume
intravascular dan urinary output lebih
diprioritaskan. Penggunaan cairan koloid
intravena lebih dipilih untuk menghindari
berlebihnya muatan natrium dan untuk
meningkatkan tekanan onkotik
Karena sebagian besar pasien mengalami
anemia dan koagulopati sebelum operasi,
transfusi merupakan hal yang sering
dilakukan.
KESIMPULAN
Pasien dengan penyakit hati, yang mengalami gangguan sintesis,
metabolisme, perubahan hemodinamik dan koagulopati memiliki
risiko tinggi mengalami morbiditas dan mortalitas akibat stres
tindakan bedah dan anestesi. Tipe operasi dan luasnya disfungsi
hati menentukan tingkat morbiditas dan mortalitas pasien
dengan gangguan fungsi hati. Pasien dengan operasi abdomen
terbuka dan bersifat emergensi memiliki risiko mortalitas yang
tinggi. Penilaian preoperatif dan persiapan yang optimal pada
pasien penyakit hati dapat menurunkan risiko komplikasi atau
kematian pascaoperasi. Penanganan faktor penyulit (malnutrisi,
koagulopati, asites, ensefalopati, hipoalbuminemia, perdarahan
varies) dan pemantauan pasca-operasi harus dilakukan secara
optimal agar dapat menurunkan risiko komplikasi atau kematian
pascaoperasi.
ANESTESI PADA
GANGGUAN PERNAPASAN
Resiko tindak anestesi pada pasien infeksi
saluran nafas atas yang akut (ISPA) masih
kontroversial. Studi menunjukkan bahwa hal
tersebut kurang jelas. Walaupun beberapa studi
mengatakan bahwa tindakan anestesi pada
pasien dengan ISPA memiliki resiko terjadinya
laringospasme, bronkospasme dan desaturasi
pada postoperative, pendapat lain mengatakan
bahwa pasien ISPA akut dan carries ISPA tanpa
komplikasi, tidak menurunkan angka kesakitan.
Riwayat dan pemeriksaan fisik sangat penting
untuk menentukan apakah pasien sedang
mengidap suatu proses infeksi atau tidak. Evaluasi
pasien akan adanya demam, batuk, produksi
sputum, dispnu dan letargi. Tentukan apakah gejala
tersebut terjadi secara akut atau musiman.
Shreiner dan kawan-kawan mengatakan bahwa
sangat penting untuk memprediksikan
kemungkinan yang akan terjadi. Thorax foto harus
dipertimbangkan jika dipikirkan bahwa saluran
nafas bawah ikut terlibat
Radiografi pada thorax berguna untuk evaluasi
pada beberapa kasus RLD yang dalam pengobatan
seperti edema paru, pneumonia dan pneumonia
interstisial. Fungsi paru dapat dievaluasi dengan
spirometer untuk mendeteksi penurunan volume
paru dan adanya obstruksi serta restriktif fisiologis.
Pada beberapa kasus, dalam beberapa studi
tentang fungsi paru, kurva volume aliran udara
diperlukan untuk menilai berat tidaknya RLD (lihat
bagan).
Total lung capacity dan diffusing capacity
juga diperlukan. Pada beberapa kasus, nilai
ABG preoperative berguna untuk prognosis
postoperative apakah dibutuhkan tambahan
ventilator setelah operasi. Pada kasus yang
berat echo jantung atau kateterisasi jantung
kanan preoperative berguna untuk
mengevaluasi hipertensi pulmonal atau
kegagalan ventrikel. Komponen reversible
harus diobati sebelum tindakan
pembedahan elektif.
Perkiraan pembedahan yang urgency.
Pembedahan yang nonurgency dengan adanya
asma telah dinyatakan sebagai faktor yang paling
sering mempengaruhi keputusan para ahli anestesi
untuk menunda operasi elektif pada pasien
dengan ISPA. Jika pembedahan urgent,
pertimbangan tekhnik regional untuk menghindari
manipulasi jalan nafas. Jika hal ini gagal atau tidak
dapat dilakukan, alihkan pada anestesi umum
dengan mempertimbangkan lamanya pasien
puasa. Kelembaban dan hidrasi dapat menolong
mobilisasi sekresi.
Jika pembedahan elektif, perkirakan kemungkinan
infeksi. Dengan waktu yang singkat, hal ini
tidaklah mudah; walaupun demikian, informasi
bisa didapatkan dari data tentang riwayat dan
pemeriksaan fisik pasien. Walaupun 95% pasien
dengan gejala ISPA mendapatkan infeksi virus,
beberapa pasien memperlihatkan sekresi atau
sputum yang mukopurulen, demam, atau sepsis.
Jika diduga infeksi bakteri, pasien harus diberikan
antibiotik dan pembedahan harus ditunda paling
kurang 4 minggu. Pasien dengan nasofaringitis
berat, wheezing, demam lebih dari 38oC, batuk
yang produktif atau flu atau gejala batuk yang
disertai sesak nafas harus dijadwal ulang.
Jika terjadi pneumonia pada pasien dengan resiko
tinggi atau pasien yang tidak respon terhadap
antibiotik atau adanya kontak pada kasus yang
aktif. Observasi pernafasan sebagai pencegahan
termasuk pasien yang diintubasi. Ruang khusus
dengan tekanan ventilasi negatif dan 6-10 kali/jam
perubahan udara, pencegahan gejala pada saluran
nafas yang membahayakan dan masker atau alat
bantu nafas untuk setiap orang yang masuk dalam
ruangan.
Tipe masker berguna untuk kesehatan kerja
(HCW) dan alat bantu pernafasan yang
diakui oleh NIOSH : fitted air-filtering mask,
powered air purifying respirators (PAPR),
atau respirator tekanan positif dengan
tambahan udara. Selama pemindahan
pasien ketempat lain, gunakan masker pada
pasien. Jika pasien diintubasi dan dilakukan
ventilasi, gunakan masker selama
pemindahan pasien.
Pasien tanpa infeksi, alergi, rhinitis vasomotor
kronis atau penyakit-penyakit tingkatan sedang,
tidak berkomplikasi, gejala “cold” akut dimana
tidak terdapat sekresi dapat dilakukan
pembedahan. Jika pasien – pasien ini akan
dioperasi, pertimbangkan resiko dan keuntungan
tindak operasi (misalnya operasi yang telah
berulangkali ditunda, dan tidak diperlukannya
pembedahan yang menambah resiko komplikasi
pada pasien dengan ISPA). Jika perbandingan
resiko dan keuntungan baik, operasi dapat
dilakukan; jika tidak baik atau ragu-ragu, operasi
ditunda paling kurang 4 minggu.
Jika tekhnik regional cocok, operasi dapat
dilakukan. Jika dilakukan anestesi umum,
gunakan mask jika memungkinkan. Jika biasa
menggunakan Laryngeal Mask Airway (LMA),
pertimbangkan penggunaannya untuk tindakan
yang normalnya memerlukan intubasi tracheal.
Antisialogoque dapat digunakan pada anak-
anak untuk mengurangi stimulasi vagal pada
manupulasi jalan nafas. Gunakan pulse
oxymetri pada semua pasien.
Jika pasien telah diintubasi, suction trachea
sebelum dilakukan extubasi. Lanjutkan pulse
oxymetri selama pemindahan pasien dan dalam
ruang pemulihan. Pasien dengan ISPA
memperlihatkan tingkat saturasi terbesar
selama masa pemulihan. Diperlukan
penggunaan oksigen dengan menggunakan
facemask.
TERIMAKASIH